Manajemen konflik pada individu pernikahan beda agama.

(1)

ABSTRAK

MANAJEMEN KONFLIK PADA INDIVIDU PERNIKAHAN BEDA AGAMA

Marsilia Malavia

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konflik yang terjadi dalam pernikahan beda agama, mengetahui cara manajemen konflik yang dilakukan pada tiga subyek pada pernikahan beda agama, sehingga dalam pernikahan beda agama tetap utuh mempertahankan pernikahannya.

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Instrumen penelitian berupa pedoman wawancara dan observasi dengan melibatkan tiga subyek (salah satu pasang) pernikahan beda agama dengan latar belakang agama Katolik dan Islam.

Hasil penelitian menemukan adanya konflik yang terjadi dalam pernikahan beda agama meliputi: penentuan agama anak, pemilihan sekolah anak, di tempati untuk doa lingkungan, memaksakan agama anak, dan relasi dengan keluarga dan lingkungan. Adanya konflik yang terjadi di dalam pernikahan, ternyata ketiga subyek memiliki cara dalam manajemen konflik yakni Subyek pertama lebih cenderung menggunakan cara: (menarik diri, menyerah, negosiasi, dan akomodasi), sedangkan subyek kedua dan ketiga lebih menggunakan cara: (kompromi, negosiasi, akomodasi, collaboration, menarik diri, dan selalu dalam bentuk tatap muka).


(2)

ABSTRACT

INDIVIDUAL CONFLICT MANAGEMENT IN DIFFERENT RELIGIOUS WEDDING

Marsilia Malavia Sanata Dharma University

2016

This research goals are to determine conflicts that occurred in a different religion, marriage, to determine the conflict management in three marriage subjects, thus in sunch marriage case the subjects are able to maintain their marriage.

This research can be classified as qualitative research with case studies method. The research instrumentations are interview guidelines and observation with three subjects (one pair couple) of different religion marriage case, and for this research is between Catholic and Moslem.

The reaearch found the existence of a conflict in marriage is different religions include: determination of the child's religion, the election of school children, in prayer to inhabit the environment, imposing religion, and relations with family and the environment. The existence of a conflict that goes on in a marriage, it turns out that these three subjects have a way in conflict management i.e. Subjects are more likely to use the first way: (withdraw, surrender, negotiations, and accommodation), while the second and third subject more using way: (compromise, negotiation, accommodation, collaboration, withdrew, and always in the form of face-to-face). Key words: conflict, conflict management, different religious wedding


(3)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh: Marsilia Malavia

NIM: 121114025

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

ii

MANAJEMEN KONFLIK PADA INDIVIDU PERNIKAHAN BEDA AGAMA

Oleh: Marsilia Malavia

NIM: 121114025

Telah disetujui oleh:

Pembimbing


(5)

(6)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Tekun, sabar, dan waspada

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yesus

Orang tuaku tercinta

Program Studi Bimbingan dan Konseling USD

Orang-orang yang ku cinta

Teman-teman BK Angkatan 2012


(7)

v

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tuliskan ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya suatu karya ilmiah.

Yogyakarta,16 Agustus 2016 Penulis


(8)

vi

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI HASIL ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma: Nama : Marsilia Malavia

NIM : 121114025

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

MANAJEMEN KONFLIK PADA INDIVIDU PERNIKAHAN BEDA AGAMA

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet maupun media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta,16 Agustus 2016 Yang menyatakan


(9)

vii

MANAJEMEN KONFLIK PADA INDIVIDU PERNIKAHAN BEDA AGAMA

Marsilia Malavia

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konflik yang terjadi dalam pernikahan beda agama, mengetahui cara manajemen konflik yang dilakukan pada tiga subyek pada pernikahan beda agama, sehingga dalam pernikahan beda agama tetap utuh mempertahankan pernikahannya.

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Instrumen penelitian berupa pedoman wawancara dan observasi dengan melibatkan tiga subyek (salah satu pasang) pernikahan beda agama dengan latar belakang agama Katolik dan Islam.

Hasil penelitian menemukan adanya konflik yang terjadi dalam pernikahan beda agama meliputi: penentuan agama anak, pemilihan sekolah anak, di tempati untuk doa lingkungan, memaksakan agama anak, dan relasi dengan keluarga dan lingkungan. Adanya konflik yang terjadi di dalam pernikahan, ternyata ketiga subyek memiliki cara dalam manajemen konflik yakni Subyek pertama lebih cenderung menggunakan cara: (menarik diri, menyerah, negosiasi, dan akomodasi), sedangkan subyek kedua dan ketiga lebih menggunakan cara: (kompromi, negosiasi, akomodasi, collaboration, menarik diri, dan selalu dalam bentuk tatap muka).


(10)

viii

INDIVIDUAL CONFLICT MANAGEMENT IN DIFFERENT RELIGIOUS WEDDING

Marsilia Malavia Sanata Dharma University

2016

This research goals are to determine conflicts that occurred in a different religion, marriage, to determine the conflict management in three marriage subjects, thus in sunch marriage case the subjects are able to maintain their marriage.

This research can be classified as qualitative research with case studies method. The research instrumentations are interview guidelines and observation with three subjects (one pair couple) of different religion marriage case, and for this research is between Catholic and Moslem.

The reaearch found the existence of a conflict in marriage is different religions include: determination of the child's religion, the election of school children, in prayer to inhabit the environment, imposing religion, and relations with family and the environment. The existence of a conflict that goes on in a marriage, it turns out that these three subjects have a way in conflict management i.e. Subjects are more likely to use the first way: (withdraw, surrender, negotiations, and accommodation), while the second and third subject more using way: (compromise, negotiation, accommodation, collaboration, withdrew, and always in the form of face-to-face). Key words: conflict, conflict management, different religious wedding


(11)

ix

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

Pertolongan, hikmat, dan penyertaan-Nya dalam persiapan, pelaksanaan, serta penyelesaian laporan penelitian dalam bentuk skripsi ini.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Disadari bahwa penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, diucapkan terimakasih yang tulus kepada:

1. Rohandi, Ph.D. sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

2. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. M.J. Retno Priyani, M.Si., selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan tulus telah memberikan waktu, motivasi, masukan, dan banyak pembelajaran berharga sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membekali dengan berbagai ilmu pengetahuan yang berguna dalam penulisan skripsi ini.

5. Mahasiswa prodi BK angkatan 2012, atas masukan, motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Orang tuaku tercinta Bapak Petrus Waspodo dan Ibu Yuliana Sriwikanti dan Yulia Kasih Lestari, adik serta keluarga besar, atas doa, dukungan, perhatian, kasih sayang, dan biaya yang diberikan selama menempuh studi di Universitas Sanata Dharma.

7. Sahabat-sahabatku Griya Kanna (Tasya, Cindy, Putri, Ocep, Mbk Celly, Macho, Gerry, David, Lia, Sigit, Nanda, Bertha, Edward, Bang Tody, Caci) atas sharing dan dukungannya. Semua cerita kita tidak akan terlupakan.

8. Agung Hananto, S.Pd, atas bantuan, dukungan, saran, dan motivasi selama pengerjaan skripsi.


(12)

x

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam proses penulisan skripsi ini.

Disadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan, saran, dan kritik terhadap karya ini sangat diperlukan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.

Yogyakarta , 16 Agustus 2016


(13)

xi

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ………... vi

ABSTRAK ………... vii

ABSTRACT ………. viii

KATA PENGANTAR ………. ix

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ……… xi

DAFTAR LAMPIRAN………... xii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Identifikasi Masalah ……….. 4

C. Pembatasan Masalah ………. 5

D. Pertanyaan Penelitian ……… 5

E. Tujuan Penelitian ………... 5

F. Manfaat Penelitian ………. 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... 7

A. Hakikat Konflik dan Manajemen Konflik ……… 7

1. Pengertian Konflik ………... 7

2. Sumber-sumber Konflik ……….. 9

3. Faktor-faktor Penyebab Konflik ………. 11

4. Konflik dalam Pernikahan Beda Agama ……….. 13

5. Pengertian Manajemen Konflik ………... 16

6. Cara Manajemen Konflik ………... 17

B. Hakikat Pernikahan Beda Agama………... 20

1. Pengertian Pernikahan ………... 20

2. Pengertian Beda Agama ………... 22

3. Pengertian Pernikahan Beda Agama ………. 22

C. Manajemen Konflik dalam Pernikahan Beda Agama ……….. 24

D. Kajian Penelitian yang Relevan ……… 25

E. Kerangka Pikir ……….. 27

BAB III METODE PENELITIAN ………... 29

A. Jenis Penelitian ……….. 29

B. Tempat dan Waktu Penelitian ………... 30

C. Subjek Penelitian ……….. 30

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ……… 31

E. Keabsahan Data ………. 35

F. Teknik Analisis Data ……….. 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 39

A. Deskripsi Data ……….. 39

B. Pembahasan ……….. 41

1. Konflik pada Pernikahan Beda Agama ……… 45


(14)

xii

C. Keterbatasan Penelitian ……… 98

D. Saran ……… 99

DAFTAR PUSTAKA ………. 100

LAMPIRAN ……… 102


(15)

xiii

Tabel 3. Lembar Observasi ……….32 Tabel 4. Pedoman Wawancara Mendalam . ………...33 Tabel 5. Agenda Kunjungan Rumah ………..39


(16)

xiv


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini dipaparkan latar belakang masalah yang mendeskripsikan mengenai permasalahan yang terjadi di lapangan dan yang ditentukan oleh peneliti. Pada bab ini juga dipaparkan identifikasi masalah, batasan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

A.Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan suatu ikatan yang sangat dalam dan kuat sebagai penghubung antara seorang pria dengan seorang wanita dalam membentuk suatu keluarga atau rumah tangga. Membentuk suatu keluarga tentunya memerlukan suatu komitmen yang kuat diantara pasangan tersebut, dengan memiliki tujuan dalam pernikahan yang bertekat membangun keluarga bahagia.

Hal serupa ternyata diharapkan oleh mereka yang melangsungkan pernikahan beda agama. Kenyataan dalam kehidupan masyarakat bahwa perkawinan berbeda agama itu terjadi sebagai realitas yang tidak dipungkiri. Pernikahan beda agama cukup menarik perhatian masyarakat di negara ini, meskipun pernikahan ini dianggap berbeda dengan kebiasaan masyarakat pada umumnya, namun pada kenyataanya fenomena pernikahan beda agama masih dijumpai. Pada kenyataannya setiap agama tentunya menghendaki pernikahan atas dasar kesamaan iman yang dimiliki pasangan yang akan menikah.

Peristiwa pernikahan beda agama menjadi salah satu masalah perbedaan yang cukup kompleks. Permasalahan pernikahan beda agama dalam hukum Islam,


(18)

senantiasa dimaknai dan dipahami secara berbeda oleh para penganutnya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari kandungan kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, pernikahan beda agama dalam Islam menjadi sesuatu yang tak pernah selesai diperdebatkan sebagai bentuk pelarangan terhadap pernikahan beda agama, sedangkan bagi umat Katolik pernikahan beda agama adalah salah satu halangan yang membuat tujuan pernikahan tidak dapat diwujudkan. Apabila pernikahan beda agama ini masih dilaksanakan harus terlebih dahulu meminta izin atau dispensasi kepada Uskup setempat. Pernikahan ini tidak ada keharusan bagi umat yang bukan Katolik untuk ikut menjadi Katolik, tetapi ia harus menerima prinsip-prinsip, sifat, dan tujuan pernikahan menurut agama Katolik. Hal ini tidak menyurutkan tekad bagi mereka yang menikah beda agama memiliki tujuan dalam pernikahannya agar hidup bahagia tanpa harus meninggalkan keyakinan mereka dan tetap taat kepada agama yang dianutnya (beribadah).

Di Indonesia, pernikahan beda agama bisa dilakukan bila salah satu pasangan yang akan melaksanakan pernikahan beda agama terlebih dahulu melakukan perpindahan agama sehingga kedua pasangan memiliki kesamaa agama. Di sisi lain, pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan UUD 1945, sebagai konstitusi dasar pasal 29 ayat 2 yang secara tegas menyatakan adanya kebebasan beragama bagi setiap warga negara, tanpa terkecuali. Ketika akan meresmikan pernikahan beda agama mengalami kendala yang membuat meraka merasa tidak terlindungi oleh hukum yang ada. Namun nyatanya bagi sebagian yang melangsungkan pernikahan


(19)

beda agama bisa menikah di Indonesia tanpa beralih agama hanya untuk dipandang sah di mata negara.

Kasus mengenai perkawinan, yaitu bagaimana jika calon yang akan menikah tersebut berbeda agama, sampai sekarang pemerintah belum memberikan hukum yang secara tegas dalam menyikapi hal tersebut. Dalam realitas kehidupan di masyarakat, terdapat beberapa perkawinan yang tidak seagama. Data pada tahun 2011 terdapat kasus pernikahan beda agama yang berjumlah 229 pasangan. Sedangkan perkawinan beda agama dari tahun 2004-2012 terdapat 1.109 pasangan yaitu dari urutan terbesar Islam-Katolik.

Konflik dalam pernikahan kerap kali terjadi, dan banyak konflik atau masalah yang ada mengakibatkan rusaknya komunikasi, kehilangan tujuan bersama dalam pernikahan sampai kepada masalah seksual. Hal ini tentunya mengarah pada penurunan kualitas hubungan dalam pernikahan itu sendiri. Masalah-masalah lain yang mungkin timbul adalah masalah keuangan, anak-anak, sampai kepada masalah dengan keluarga pasangan. Konflik-konflik yang disebutkan di atas adalah masalah yang umumnnya timbul dalam suatu pernikahan, tetapi pernikahan beda agama memiliki konflik yang lebih khusus sehubungan dengan adanya perbedaan agama dalam pernikahan mereka. Pernikahan beda agama memiliki kemungkinan besar untuk tersandung masalah dengan pasangannya, karena itu dalam membangun pernikahan beda agama membutuhkan kesiapan psikologis yang lebih besar. Memang, tak berarti pasangan berbeda agama akan cenderung gagal atau berhasil. Semuanya tergantung kesiapan psikologis masing-masing.


(20)

Bertolak dari berbagai sumber maka penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai konflik yang terjadi pada pernikahan beda agama, dan bagaimana pasangan beda agama mampu mempertahankan pernikahan dengan persoalan yang pelik dan mengetahui cara yang mengatasinya. Penelitian ini tidak hanya berguna bagi yang sudah menikah namun tidak menutup kemungkinan bagi konselor keluarga sehingga semakin luas memahami pernikahan beda agama, yang menjalani hubungan dengan latar belakang beda agama, bagi yang akan menikah, ataupun bagi para orang tua mampu melihat dari sudut pandang yang positif atas terjalinnya dua pribadi beda agama.

Bertolak dari adanya konfik yang bersumber pada pernikahan beda agama serta cara yang cenderung digunakan dalam manajemen konflik. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai: Manajemen Konflik pada Pernikahan Beda Agama (Studi Kasus pada subjek pernikahan beda agama, di Paingan, Minomartani, dan Purworejo Jawa Tengah.

B.Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah terkait dengan manajemen konflik dan pernikahan beda agama, diidentifikasi berbagai masalah sebagai berikut:

1. Di Indonesia, pernikahan beda agama bisa dilakukan bila salah satu pasangan yang akan melaksanakan pernikahan beda agama terlebih dahulu melakukan perpindahan agama sehingga kedua pasangan memiliki kesamaa agama. Di sisi lain, pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan UUD 1945,


(21)

sebagai konstitusi dasar pasal 29 ayat 2 yang secara tegas menyatakan adanya kebebasan beragama bagi setiap warga negara, tanpa terkecuali.

2. Data pada tahun 2011 terdapat kasus pernikahan beda agama yang berjumlah 229 pasangan. Sedangkan perkawinan beda agama dari tahun 2004-2012 terdapat 1.109 pasangan yaitu dari urutan terbesar Islam-Katolik.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini fokus penelitian diarahkan pada menjawab masalah-masalah yang teridentifikasi mengenai Manajemen Konflik pada Pernikahan Beda Agama. D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Konflik apa sajakah yang terjadi pada pernikahan beda agama

2. Bagaimana cara manajemen konflik yang digunakan dalam pernikahan beda agama?

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi konflik yang terjadi pada pernikahan beda agama.

2. Menggali cara-cara yang digunakan dalam manajeman konflik pada pernikahan beda agama.


(22)

F.Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini memiliki manfaat, sebagai berikut:

Memberikan sumbangan ilmiah (pengetahuan) dalam bidang Bimbingan dan Konseling keluarga dan masyarakat, serta dapat membangkitkan minat para peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut, khususnya seputar pernikahan beda agama.

2. Manfaat secara Praktis

Secara praktis penelitian ini memiliki beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut:

a. Pasangan Beda Agama

Mengetahui gambaran manajeman konflik yang dilakukan didalam rumah tangga pernikahan beda agama.

b. Orang Tua

Mampu melihat dari sudut pandang yang positif atas terjalinnya sebuah hubungan antar beda agama.

c. Peneliti

Mengetahui konflik dan cara manajemen konflik yang digunakan dalam pernikahan beda agama.


(23)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab kajian pustaka ini dipaparkan terkait dengan variabel yang akan diteliti, adanya kajian penelitian yang relevan yanga akan semakin menguatkan penelitian yang akan dilakukan, dan kerangka pikir yang akan mempermudah dalam penelitian dan bagi pembacanya.

A.Hakikat Konflik dan Manajemen Konflik 1. Pengertian Konflik

Ting-Toomey (dalam Liu, 2012) mendefinisikan konflik sebagai persepsi yang bertentangan mengenai nilai, ekspektasi, proses dan hasil di antara dua pihak atau lebih mengenai isu yang sama atau berkaitan. Konflik dapat mempengaruhi beberapa tipe hubungan yang telah terbangun termasuk di antaranya hubungan perkawinan. Konflik di dalam hubungan perkawinan biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertentangan, kebencian, argumen, dan ketegangan. Pendapat Liu (2012) diperkuat oleh Dildar, Sitwat, & Yasin, (2013) bahwa hal tersebut dapat berpengaruh pada perbaikan hubungan jika dapat ditangani dengan baik, tetapi dapat memperburuk hubungan jika konflik tidak dikelola dengan baik. Pernyataan tersebut sesuai dengan bukti empiris bahwa konflik dapat terjadi baik dalam pernikahan yang harmonis maupun tidak harmonis, namun baik buruknya pengelolaan konflik tergantung pada kedua belah pihak suami dan istri.


(24)

Menurut Antonius, dkk (2002: 175) konflik adalah suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu pihak lain dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan antar pribadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Morton Deutsch, seorang pionir pendidikan resolusi konflik (Bunyamin Maftuh, 2005: 47) yang menyatakan bahwa dalam konflik, interaksi sosial antar individu atau kelompok lebih dipengaruhi oleh perbedaan dari pada oleh persamaan. Sedangkan menurut Scannell (2010:2) konflik adalah suatu hal alami dan normal yang timbul karena perbedaan persepsi, tujuan atau nilai dalam sekelompok individu .

Hunt and Metcalf (1996: 97) membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu konflik intrapersonal dan konflik interpersonal. Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan yang dipegang individu bertentangan dengan nilai-nilai budaya atau keinginannya tidak sesuai dengan kemampuannya. Konflik intrapersonal ini bersifat psikologis, yang jika tidak mampu diatasi dengan baik dapat menggangu bagi kesehatan psikologis atau kesehatan mental individu yang bersangkutan. Sedangkan konflik interpersonal ialah konflik yang terjadi antar individu. Konflik ini terjadi dalam setiap lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, masyarakat dan negara.


(25)

Berdasarkan pandangan para ahli terkait dengan konflik maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa konflik ialah sebuah masalah yang ditimbulkan dua pihak yang dapat saling menghambat. Namun apabila kedua belah pihak tidak terhambat atau tidak melihat pihak lain sebagai hambatan, maka konflik tidak akan terjadi.

2. Sumber- sumber Konflik

Menurut Wijono (1993, pp.7-15) ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai. Berikut sumber-sumber konflik yang dapat terjadi antara lain:

a. Konflik dalam Diri Individu

1) Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai

Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu:

a) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.

b) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan


(26)

tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.

c) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain. Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.

b. Konflik yang Berkaitan dengan Peran dan Ambigius

Konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan.

c. Perbedaan pendirian dan perasaan

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.

d. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda


(27)

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

e. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda, kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.

f.Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.

Berdasarkan pandangan para ahli mengenai sumber-sumber konflik yang dapat terjadi dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik muncul karena ada kondisi yang melatar-belakanginya dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai.

3. Faktor- faktor Penyebab Konflik

Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi diantaranya:


(28)

a. Pemecahan masalah secara sederhana yakni fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.

b. Penyesuaian dimana kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya. Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan cenderung ada ketidakpuasan.

c. Tidak sepakat yakni tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan, mengambil sikap menjaga jarak, memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.

d. Kalah/Menang ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.

e. Pertarungan ini adalah konflik “penembak misterius”, orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat dan orang-orang saling berselisih.

f. Keras Kepala ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama


(29)

ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.

g. Penyangkalan ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.

Berdasarkan pandangan para ahli mengenai faktor terjadinya konflik dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya yang mendasari mengenai pemecahan masalah, penyesuaian dimana kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, adnya ketidak sepakat yakni tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan, sikap kalah/menang dimana adanya ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat, pertarungan yakni konflik “penembak misterius”, orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak, sifat keras kepala dimana seseorang mentalitasnya “dengan caraku atau tidak sama sekali, dan cara penyangkalan yakni salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi.

4. Konflik Dalam Pernikahan Beda Agama

Konflik dalam pernikahan beda agama antaranya dapat berupa konflik antar individu dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok maupun


(30)

antar kelompok. Konflik yang muncul pada Pernikahan Beda Agama Menurut Paramitha, (2002) antara lain:

a. Penetuan Agama anak

Penentuan agama anak bagi pasangan pernikahan beda agama benar-benar menjadi perhatian khusus dan perlu dipikirkan secara matang. Kerendahan hati suami memperbolehkan anak ikut agama istri dan begitu sebaliknya, dengan berdiskusi secara terbuka dan adanya keterampilan berkomunikasi menurut Scannell (2010:18) bahwa hal tersebut dapat mempengaruhi individu saling memahami serta meresolusi adanya konflik. Sikap tegas mengharuskan anak mengikuti agama salah satu pasangan suami atau istri tanpa berdiskusi terlebih dahulu

b. Pemilihan Sekolah Anak

Tanggung jawab dalam mendidik anak terletak di atas bahu orang tua. Melalui pendidikan, orang tua dapat memberikan pengaruh dalam pembentukan pribadi anak dan watak yang akan dibawa hingga dewasa. Pilihan sekolah yang tepat akan sangat membantu memaksimalkan perkembangan kecerdasan anak. Sekolah bukan hanya sebagai tempat anak mencari ilmu, namun lebih dari itu, sekolah menjadi tempat pembentukan karakter dan kepribadian anak. Oleh sebab itu, orang tua jelas harus memilih sekolah yang terbaik untuk anak. Terbaik bukan berarti yang termahal. Terbaik adalah yang sesuai


(31)

dengan kebutuhan anak. Demikian bagi seorang yang menikah dengan beda agama, hal ini akan menjadi pertimbangan serta pilihan yang perlu dibicaran dan disepakati bersama.

c. Relasi dalam Keluarga dan Lingkungan

Relasi dalam keluarga akan mempengaruhi karakter atau kepribadian dari seorang anak bahwa fondasi utama pendidikan adalah keluarga, bukan sekolah. Pola komunikasi orang tua harus disiapkan dengan baik, komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-anaknya,terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan masalahnya. Ketika orang tua tidak bisa berkomunikasi dengan baik kepada anaknya, maka dapat dikatakan bahwa relasi atau hubungan mereka kurang baik.

Hubungan yang kurang baik yang dilihat dari pola komunikasinya tersebut akan mempengaruhi sikap dan kepribadian anak hal itu dikarenakan pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian anak. Semua dan perilaku anak yang telah dipolesi dengan sifat atau pola asuh yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Dampak dari pernikahan beda agama mampu mempengaruhi relasi anak dengan keluarga ataupun lingkungannya. Maka dari itu sangat diperlukan pola asuh yang tepat bagi sang buah hati.


(32)

d. Ditempati Doa Lingkungan

Menurut Huub Boelaars (2005)salah satu kekhasan Gereja Katolik Indonesia adalah adanya sistem lingkungan/ kring/ stasi dalam pelayanan pastoral parokial-teritorial yang memungkinkan semakin banyak kaum beriman awam terlibat dalam pengembangan Gereja e. Memaksakan Agama Anak

Menurut Amsal Bakhtiar (2007) bahwa tidak dibolehkannya melakukan pemaksaan dalam agama, ini bisa dimaklumi karena Allah memposisikan manusia sebagai makhluk berakal. Dengan akalnya, manusia bisa memilih agama mana yang terbaik buat dirinya tentang kebebasannya.

5. Pengertian Manajemen Konflik

Manajemen konflik menurut (Lazarus 1985) kemampuan problem coping sebagai suatu cara suatu individu untuk mengatasi situasi atau masalah yang dialami baik secara ancaman atau sutu tantangan yang menyakitkan. Sedangkan Menurut (Chaplin,2004) merupakan suatu tingkah laku dimana indivudu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan menyelesaikan tugas atau masalah. Dan menurut (Coynek 1981) menyatakan bahwa kemampuan problem coping merupakan usaha-usaha baik kognitif maupun perilaku yang bertujuan untuk mengelola tuntutan lingkungan dan internal, serta mengelola konflik yang mempengaruhi individu melampaui kapasitas individu.


(33)

Berdasarkan sejumlah pendapat dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan problem coping merupakan aktivitas-aktivitas spesifik berupa respon yang dilakukan oleh individu dalam bentuk kognitif dan perilaku, baik disadari maupun tidak oleh individu tersebut, yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman-ancaman yang ditumbuhkan oleh masalah internal maupun eksternal dan menyesuaikan dengan kenyataan-kenyataan negatif, mempertahankan keseimbangan emosi, serta meneruskan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Kemampuan manajemen konflik juga banyak didukung oleh karakteristik-karakteristik seperti keterbukaan akan pendapat, hubungan yang hangat, serta kebiasaan untuk tidak memecahkan masalah secara sepihak.

6. Cara Manajemen Konflik

Cara Manajemen Konflik menurut Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) menyebutkan bahwa secara garis besar ada dua cara manajemen konflik, yaitu :

a. Manajemen konflik dimana suatu kondisi ataupun konflik yang menghasilkan efek negatife kepada seseorang, menimbulkan kerugian bagi individu atau individu-individu yang terlibat di dalamnya. Sifat yang sering muncul pada seorang yang destruktif yaitu mudah menyerah, perasaan tegang (stres) yang tidak perlu


(34)

atau yang mencekam, komunikasi yang menyusut. Cara yang biasa digunakan dalam manajemen konflik meliputi:

1) Menyerah terjadi bila salah satu pihak menyerahkan kemenangan pada pihak lain yang terlibat konflik.

2) Menarik Diri ialah ketika seseorang berada di situasi tertentu yang kadang- kadang situasi tersebut sangat menakutkan hingga menjauhkan diri ketika menghadapi konflik dengan menggunakan mekanisme pertahan diri.

3) Menguasai merupakan perilaku yang asertif dan tidak kooperatif yang terwujud dari adanya unsur persaingan antar individu. Dalam model kompetitif, individu cenderung agresif, memaksakan kehendak dan berusaha untuk menang tanpa ada keinginan untuk menyesuaikan tujuan dan keinginannya dengan orang lain. Individu saling melawan dengan memperlihatkan keunggulan masing-masing.

2. Manajemen konflik positive problem solving karena dalam upaya menyelesaikan konflik tersebut kelangsungan hubungan antara pihak- pihak yang berkonflik masih terjaga dan masih berinteraksi secara harmonis, sehingga adanya saling membangun, membina, dan memperbaiki. Cara yang biasa digunakan dalam manajemen konflik meliputi:


(35)

1) Kompromi dimana pihak-pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar tercapai penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Manajemen konflik ini lebih bersifat mengontrol dan tidak menyerang lawan dalam proses penyelesaian konflik tetapi lebih-lebih dengan cara yang bersifat perdamaian tanpa menyerang lawan yang berkonflik.

2)Menarik diri, pada manajemen konflik ini penyelesaian konflik, pihak yang berkonflik tidak menarik diri dari konflik yang dialami dan tidak menggunakan mekanisme pertahan diri, tetapi lebih berusaha menampilkan diri untuk terus mempertahankan diri guna meyelesaikan konflik yang terjadi.

3)Hampir selalu berbentuk tatap-muka yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah.

4)Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi.

5)Collaboration (kerjasama/ menghadapi) merupakan sikap bekerjasama dengan tujuan untuk mencari alternatif solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi individu, dan memiliki tingkat keasertifan (ketegasan) sehingga memenuhi harapan kedua belah pihak yang terlibat konflik.


(36)

6)Accommodation (akomodasi) merupakan sikap cenderung mengesampingkan keinginan pribadi dan berusaha untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan orang lain. Cara ini juga disebut dengan obliging style, dimana seseorang yang menggunakan cara manajemen konflik ini, ia akan berusaha untuk mementingkan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri.

B.Hakikat Pernikahan Beda Agama 1.Pengertian Pernikahan

Pernikahan adalah upacara resmi yang menandakan bahwa seorang pria dan seorang wanita mulai menjadi suami istri yang sah menurut hukum, dihadapan negara, dan dihadapan umat beragama. Upacara dapat dilakukan secara sederhana, asal memuat acara paling inti, atau secara meriah dan lengkap, dengan memuat berbagai acara-acara tambahan yang sebenarnya tidak mempengaruhi sah atau tidak sahnya perkawinan itu (Hadiwardoyo, DR., AL, 1990).

Menurut Rusli dan R. Tama mengemukakan, bahwa dari pengertian pernikahan yang dirumuskan dalam pasal 1 UU No 1 Tahun 1974, pernikahan beda agama ialah ikatan lahir dan ikatan batin antara seorang pria dan seorang wanita yang karena berbeda agama, menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan


(37)

tata cara pelaksanaan pernikahan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing (Rusli dan Tama, 1986: 17).

Menurut Bachtiar (2004) defenisi pernikahan adalah pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan. Pernikahan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi. Adapun tujuan dalam pernikahan ialah untuk mempertahankan kebahagiaan lahir dan batin, yang diliputi rasa kasih sayang hingga pada akhirnya terpisah dengan kematian. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai spiritual dan material.

Berdasarkan berbagai definisi tentang pernikahan di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri yang memiliki kekuatan hukum dan sosial dengan tujuan membentuk keluarga sebagai kesatuan yang menjanjikan dengan tujuan yang sama untuk membangun pernikahan.


(38)

2.Pengertian Beda Agama

Secara terminologi definisi agama atau beda agama menurut Departemen Agama (Khotimah, 2006) adalah jalan hidup dengan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa berpedoman kitab suci dan dipimpin oleh seorang nabi. Sedangkan menurut Mukti Ali (Khotimah, 2006) mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang Maha Esa dan hukum yang diwahyukan kepada utusan-utusanNya untuk kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

3. Pengertian Pernikahan Beda Agama

Pernikahan beda agama ialah suatu pernikahan yang dilakukan oleh orang-orang yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Misalnya pernikahan antara seorang pria muslim dengan seorang wanita Protestan dan sebaliknya. (Prawirohamidjojo ,S., 1988: 39).

Pernikahan beda agama adalah penyatuan dua pola pikir dan cara hidup yang berbeda, dan perbedaan agama dengan pasangan dalam pernikahan banyak menimbulkan permasalahan dalam pernikahan beda agama, adaptasi sangat perlu dilakukan, karena pada saat pria dan wanita yang berbeda agama menikah, tentunya masing-masing membawa nilai budaya, sikap, gaya penyesuaian dan keyakinan kepernikahan tersebut (Rusli & R Tama, 1986).


(39)

Ada beberapa cara yang ditempuh oleh mereka yang akan melakukan perkawinan beda agama, salah satu dari pasangan mengikuti keyakinan agama pasangannya dan menikah menurut agama dari pasangannya tersebut. Ada dua bentuk perpindahan keyakinan agama yang dilakukan pasangan untuk dapat melangsungkan pernikahan dengan pasangannya, yaitu;

a. Pertama, perpindahan agama hanya berupa persyaratan agar pernikahannya dapat dilangsungkan dan dicatatkan secara resmi, namun kemudian setelah perkawinan tersebut berlangsung yang bersangkutan kembali kepada keyakinan agamanya semula dan tetap menjalankan aturan agamanya. Kasus perkawinan beda agama dengan cara seperti ini banyak terjadi yang menyebabkan timbulnya gangguan terhadap kehidupan rumah tangga dan keluarga di kemudian hari.

b. Kedua, yang betul-betul secara tulus melakukan peralihan keyakinan agamanya dan menjalankan ajarannya untuk seterusnya dalam kehidupan perkawinan dan keluarga mereka. Untuk pasangan yang melakukan pilihan kedua ini, mungkin tidak akan terlalu ada masalah dalam menjalankan kehidupan perkawinan dan keluarga, terutama yang terkait dengan urusan agama.


(40)

Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pernikahan beda agama ialah seorang pria dan wanita yang secara kepercayaan atau agama yang berbeda namun menjalin suatu ikatan batin yang di wujudkan dalam sebuah pernikah tanpa berpindah agama dari salah satu pasangan tersebut. Penyatuan dua pola pikir dan cara hidup yang berbeda, dan perbedaan agama dengan pasangan dalam pernikahan.

C.Manajemen Konflik dalam Pernikahan Beda Agama

Menurut Esere (2003) manajeman konflik dalam perkawinan adanya perbedaan persepsi dan harapan-harapan yang terjadi pada pasangan suami istri tentang masalah pernikahan. Masalah-masalah itu antara lain latar belakang pengalaman yang berbeda, kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang mereka anut sebelum memutuskan untuk menjalin ikatan perkawinan.

Manajemen konflik dalam pernikahan merupakan usaha pasangan suami istri guna mengolah sebuah konflik yang berasal dari dalam keluarga itu sendiri ataupun disebabkan oleh pihak luar. Pernyataan di atas disinggung mengenai manajeman konflik didalam sebuah pernikahan beda agama, bagaimana seorang pasangan beda agama mampu mengelola konflik dan dapat melihat berbagai kemungkinana yang terjadi didalam pernikahan.

Manajemen konflik dimaksudkan pasangan dapat melihat dari sisi yang positif dari pasangannya dan dapat mengkomunikasikan atau menyelesaikan masalah didalam rumah tangga tanpa membuat konflik semakin parah dan


(41)

saling menyakiti. Perbedaan agama, cara pandang seringkali membuat pasangan yang beda agama gelap mata dalam megatasi konfliknya sendiri di dalam pernikahannya.

Berdasarkan pemaparan para ahli terkait dengan manajemen konflik dalam pernikahan dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa bagaimana seorang pasangan beda agama mampu mengelola konflik dan dapat melihat berbagai kemungkinana yang terjadi didalam pernikahan. Manajemen konflik dimaksudkan pasangan dapat melihat dari sisi yang positif dari pasangannya dan dapat mengkomunikasikan atau menyelesaikan masalah didalam rumah tangga tanpa membuat konflik semakin parah dan saling menyakiti.

D.Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian Nur Laili Oktafian tentang Manajemen Konflik pada Pasangan suami Istri yang menjalani Perkawinan Campuran. Hasil dari penelitian ini menunjukkan dua subyek sebagai pasangan wanita Jawa dan pria Belanda menggunakan cara manajemen konflik kompetitif, menghindar, dan kompromi dalam mengelola konflik, sedangkan satu subyek yang merupakan pasangan dengan etnis Jawa-Perancis lebih banyak menggunakan perpaduan antara cara menghindar dan kolaborasi dalam penyelesaian konflik diantara mereka.

Penelitian studi kasus Tri Artha Fransiska dalam Komunikasi Keluarga Pasangan Beda Agama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motif cinta adalah motif yang digunakan pelaku pernikahan beda agama. Seperti menggunakan cara kompromi, cara mengikuti kemauan orang lain dan cara


(42)

kolaborasi dalam menentukan tata cara keagamaan dalam pernikahan dan penunjukan simbol keagamaan. Pengambilan keputusan dengan cara akomodatif dalam menentukan agama anak. sedangkan, manajemen konflik keluarga beda agama dalam menjalankan ibadah dan hari besar keagamaan menggunakan cara kolaborasi dan cara kompromi.

Penelitian Asteria Agustin mengenai Manajemen Konflik Antar Pribadi Pasangan Suami Istri Beda Agama. Hasil penelitian bahwa mengkomunikasikan dengan cara saling membicarakan (berkolaborasi) dan berunding kepada pasangan guna menyelesaikan masalah, mereka bekerja sama dan mencari pemecahan yang memuaskan.

Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dipaparkan pada paragraf sebelumnya, terdapat beberapa perbedaan antara penelitian diatas dengan penelitian ini. Penelitian ini berfokus pada manajemen konflik yang digunakan pada tiga subjek pernikahan beda agama.


(43)

E.Kerangka Pikir

PERNIKAHAN BEDA AGAMA

ISLAM DAN KHATOLIK

KONFLIK (Tata cara Pernikahan,

Penentuan Agama Anak, Pemilihan

Sekolah Anak, Relasi dalam Keluarga dan

Lingkungan, Ditempati untuk doa

Lingkungan

CARA MANAJEMEN KONFLIK

KOMPROMI, MENARIK DIRI, HAMPIR SELALU BERTATAP MUKA,

NEGOSIASI,COLLABORATION, ACCOMMODATION

MENYERAH, MENARIK DIRI, MENGUASAI


(44)

Gambar 1. Kerangka pikir

Berdasarkan keterangan bagan mengenai manajeman konflik diatas dalam penyelesaian konflik yang menyangkut perbedaan agama, diharapkan ketiga subjek pernikahan beda agama dapat mengkomunikasikan atau berunding kepada pasangan guna menyelesaikan konflik, dan mampu bekerjasama mencari manajemen konflik yang tepat.


(45)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menjabarkan beberapa hal yang berkaitan dengan metode penelitian, tempat penelitian, tahap-tahap penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan rencana pengujian keabsahan data.

A. Jenis Penelitian

Sugiyono (2010: 15) menyatakan bahwa jenis penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti sebagai instrumen kunci. Pengambilan sampel sumber data dilakukan secara Purposive, teknik pengumpulan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural). Pada penelitian kualitatif ini peneliti menggunakan cara studi kasus.

Studi kasus adalah salah satu bagian dari pendekatan penelitian kualitatif. Studi kasus memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dari peristiwa-peristiwa kehidupan nyata, seperti siklus kehidupan seseorang, perubahan lingkungan sosial.


(46)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Paingan, Minomartani, dan Purworejo, Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2015 - Juli 2016 pertemuan akan dilakukan 3 kali dalam 1 minggu terhadap tiga subyek beda agama.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini di identifikasi sebagai berikut: Tabel 1

Data Diri Subjek Penelitian: 3 beda agama (Katolik dan Islam) No Inisial Agama Alamat Jenis

Kelamin

Pekerjaan Usia Jumlah Anak

1. MC Katolik Paingan P Ibu RT 30 thn 2

2. BC Islam Minomartani P Konsultan Lingkungan

62 thn 5

3. AD Islam Purworejo L Guru SMP 50 thn 2

Tabel 2

Data Diri Significan Other No Inisial Agama Alamat Jenis

Kelamin

Pekerjaan Usia Jumlah Anak

1. MM Katolik Paingan P Pegawai

Bank

73 4

2. AL/suami Katolik Minomartani L Dosen 60 5 3. AN/anak Katolik Minomartani L Wiraswasta 24 -

4. RI/ istri Katolik Purworejo P Guru SD 49 2 5. DM/anak Katolik Purworejo L Mahasiswa 20 - 6. SR/anak Katolik Purworejo P Guru TK 25 -


(47)

D. Teknik dan Intrumen Pengumpulan Data

Yin (2013:103-118) menyatakan metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara berdasarkan pedoman wawancara mendalam dan observasi. Tujuan dari wawancara dan juga observasi dimaksudkan guna menemukan permasalahan secara terbuka. Menyiapkan topik dan daftar pertanyaan sebelum wawancara dilakukan. Observasi dilakukan selama wawancara dengan subjek, peneliti melakukan pengamatan secara bebas, mencatat hal-hal yang penting, melakukan analisis dan kesimpulan. Masing-masing teknik pengumpulan data. ada sumber bukti yang dapat djadikan fokus bagi pengumpulan data studi kasus:

1. Wawancara

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2010: 317). Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in depth interview). Pertanyaan yang digunakan dalam wawancara ini adalah pertanyaan terbuka. Pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan adalah pertanyaan yang mampu mengungkap konflik dan cara manajemen konflik pada pernikahan beda agama.

2. Observasi

Observasi adalah salah satu cara mengumpulkan data dengan mengamati perilaku subyek secara langsung. Melalui observasi dapat


(48)

belajar mengenai perilaku, dan makna dari perilaku tersebut (Sugiyono, 2010:310). Penelitian ini dilakukan observasi pasif, dan peneliti hanya bisa mengamati tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan di dalam tempat tingal itu. Peneliti melakukan observasi partisipan, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

LEMBAR OBSERVASI Lembar Pengamatan:

Tempat :

Tanggal :

Lama Pengamatan :

No Kegiatan Keterangan

Kesimpulan: ……….. ………. ………... ………..


(49)

Tabel 2

Panduan Wawancara Mendalam

No Cara-cara Pertanyaan Wawancara

1. Menyerah 1.Bagaimana cara anda agar mampu memperjuangkan kemenangan pada saat terlibat konflik?

2. Bagaimana cara anda ketika menghadapi konflik yang menyebabkan anda harus menyudahi konflik yang terjadi?

2. Menarik diri 1. Bagaimana cara anda tetap hadir ketika terjadi masalah?

2. Bagaimana cara anda tetap hadir dalam situasi yang menakutkan?

3. Bagaimana cara anda menjauhkan diri ketika menghadapi konflik?

3. Kompromi 1. Bagaimana sikap kompromi itu dapat dihadirkan ketika ada perselisihan di tengah pernikahan anda?

2. Sikap apa yang anda ambil ketika ada tuntutan-tuntutan yang memberatkan anda?

3. Penyelesain yang seperti apa yang anda harapkan dari dihadirkannya sikap kompromi di tengah perselisihan yang sedang terjadi?

4. Negosiasi 1. Negosiasi yang seperti apa yang mampu anda ciptakan dan lakukan dalam penyelesaiaan konflik dalam pernikahan anda?

2. Bagaimana jika ada kesepakatan yang tidak mampu diterima dari pasangan anda?

3. Kesepakatan yang seperti apa yang anda harapkan dari penyelesaiian konflik ditengah pernikahan anda?

5. Hampir selalu berbentuk tatap-muka yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah.

1. Bagaimana anda atau pasangan anda mengekspesikan sikap-sikap ketika terjadi konflik?

2. Bagaimana sikap anda ketika harus mengkomunikasikan konflik yang sedang terjadi?

6. Competitive (menguasai)

1. Bagaimana tanggapan anda jika pasangan lebih dominan ketika sedang ada masalah?

2. Bagaimana cara mengendalikan sikap menguasai dari pasangan ataupun anda sendiri?


(50)

7. Collaboration

(kerjasama/menghadapi)

1.Bagaimana bentuk kerjasama anda dan pasangan jika ada masalah yang menuntut kalian untuk satu pemikiran?

2. Bagaimana jika pasangan anda tidak mampu menghadapi situasi yang sulit dalam pernikahan? 3. Bagaimana jika kerjasama yang harus kalian

lakukan bersama tidak anada setujui? 8. Accommodation

(akomodasi/ melunak)

1. Bagaiamana jika keinginan yang penting untuk dibahas namun tidak dipenuhi oleh pasangan anda?

2. Bagaimana jika pasangan anda lebih cenderung mementingkan masalah orang lain padahal masalah rumah tangga jauh lebih rumit?

3. Bagaimana sikap anda apabila pasangana anda cenderung diam dan tidak mau menemuka jalan keluar bersama?

9. Tata Cara Pernikahan 1.Bagaimana menikah beda agama menjadi keputusan anda?

2.Bagaimana keputusan keluarga anda terkait pernikahan beda agama?

3.Bagaimana menghadapi kesulitan ketika melangsungkan pernikahan beda agama?

4.Bagaimana tanggapan pasangan anda ketika menikah beda agama menjadi pilihan?

10. Penentuan Agama Anak 1.Bagaimana ketika anak harus diajarkan salah satu agama dari pasangan anda?

2.Bagaimana tanggapan anak-anak tentang agamanya berbeda dengan salah satu orang tuanya?

3.Bagaimana jika pasangan anda memaksakan anak harus mengikuti agamanya?

4.Bagaimana cara menetukan agama anak tanpa adanya konflik?

5.Bagaimana menaggapi larangan yang diberlakukan oleh pasangan anda?

6.Bagaimana menemukan solusi bagi agama anak-anak anda?

11. Pemilihan Sekolah Anak

1.Bagaimana anda dan pasangan mendiskusikan mengenai sekolah anak-anak?

2.Bagaimana menentukan sekolah yang sesuai untuk anak-anak anda?

3.Bagaimana jika pasangan anda tidak mengizinkan anda ikut campur dalam memilih sekolah anak?


(51)

12. Relasi dalam Keluarga dan Lingkungan

1.Bagaimaa relasi anda dan keluarga besar berkenaan dengan perbedaan agama?

2.Bagaimana relasi anak-anak anda dengan keluarga besar dan juga lingkungan rumah? 3.Bagaimana cara anda membangun relasi dalam

keluarga kecil sehingga terhindar dari konflik?

E. Keabsahan Data

Keabsahan data yang didapat sehingga benar-benar sesuai dengan tujuan dan maksud penelitian, maka peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data tersebut (Moleong, 2007: 330). Adapun triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan sumber dan metode, yang berarti membandingkan dan mengecek derajat balik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif Patton dalam (Moleong, 2007: 330). Hal ini dapat peneliti capai dengan jalan sebagai berikut:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.

3. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti orang yang berpendidikan lebih tinggi atau ahli dalam bidang yang sedang diteliti.


(52)

F.Teknik Analisi Data

Analisis data menurut Patton (Moleong, 2009: 280) merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategorisasi, dan satuan uraian dasar. Menurut Bogdan dan Biklen dalam (Moleong, 2009: 280) analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis kerja itu. Moleong (2009) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yangn disarankan oleh data.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada konsep Milles & Huberman dalam (Sugiyono, 2010), aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

1. Reduksi data (Data Reduction )

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti dilapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada


(53)

hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.

2. Penyajian data ( Display Data )

Data ini sudah berupa rangkuman , uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. 3.Penarikan kesimpulan dan verifikasi (Conclusion Drawing and

Verification)

Kesimpulan awal biasanya bersifat sementara, dan akan berubah jika dalam perjalanannya tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan diawal didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan mungkin bisa menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan


(54)

dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masing belum jelas atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.


(55)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN

Bab ini peneliti akan memaparkan mengenai deskripsi data. Hasil penelitian berupa analisis data dari berbagai sumber. Proses trianggulasi data dari beberapa Subjek. Dalam bab ini juga, peneliti mendeskripsikan validitas data penelitian.

A. Deskripsi Data

Pelaksanaan penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dari pernikahan beda agama yang masing-masing beragam Katolik dan Islam dengan melihat fenomena yang ada disekitar melalui berbagai sudut pandang. Penelitian di ambil dari tiga subjek dimulai pada bulan Oktober 2015 dan mulai berjalan kembali pada April 2016 dengan terjun ke rumah informan untuk melakukan tahap perkenalan dilanjutkan observasi dan wawancara. Setelah itu, mempersiapkan perlengkapan penelitian berupa pedoman wawancara sehingga peneliti memfokuskan kegiatan penelitian. Berikut agenda kunjungan rumah yang dilakukan.

Tabel. 3

Agenda Kunjungan Rumah Ibu Marcel No Hari dan Tanggal Kegiatan Deskripsi Kegiatan 1. Jum’at, 15/04/2016 Wawancara

dan

Observasi

Datang ke rumah Ibu Marcel dan menjelaskan maksud dan tujuan ke Ibu Marcel.

2. Kamis, 21/04/2016 Wawancara Ke rumah Ibu Marcel dan melakukan wawancara 3. Jum’at, 29/04/2016 Observasi

dan

Wawancara (SO)

Ke rumah Ibu Marcel untuk melakukan wawancara dengan Ibu Marcel dan Mama dari Ibu Marcel (SO)


(56)

Table. 4

Agenda Kunjungan Rumah Ibu Bianca

Tabel. 5

Agenda Kunjungan Rumah Bapak Adi

4. Rabu, 04/05/2016 Wawancara Melakukan wawancara (SO)

No Hari dan Tanggal Kegiatan Deskripsi Kegiatan 1. Jum’at, 22/04/2016 Observasi

dan

wawancara

Datang kerumah Ibu Bianca untuk menjelaskan maksud dan tujuan dari kedatangan peneliti.

2. Selasa, 26/04/2016 Wawancara Wawancara dengan Ibu Bianca

3. Minggu,11/05/2016 Observasi dan

Wawancara

Wawancara dengan Bapak Almos (SO)

4. Minggu,22/05/2016 Wawancara Wawancara dengan Andi (Anak)

No Hari dan Tanggal Kegiatan Deskripsi Kegiatan 1. Rabu, 25/05/2016 Observasi dan

wawancara

Datang kerumah Bapak Adi untuk menjelaskan maksud dan tujuan dari kedatangan peneliti.

2. Jum’at,27/05/2016 Wawancara Wawancara dengan Ibu Ria (SO)

3. Jum’at,17/06/2016 Wawancara Wawancara Bapak Adi 4. Kamis,07/07/2016 Observasi Observasi ke rumah Bapak

Adi

5. Jum’at,08/07/2016 Wawancara Wawancara Sarah (SO) 6. Sabtu, 09/07/2016 Wawancara Wawancara Dimas (SO)


(57)

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi di rumah dilakukan proses reduksi data. Proses reduksi data ini untuk memilah-milah hal penting, merangkum data, mencari pola atau tema dan membuang data-data yang tidak perlu. Selanjutnya akan menyajikan data hasil penelitian dalam bentuk teks deskriptif. Banyaknya data hasil penelitian membuat krepotan dalam proses reduksi data dan hasil penelitian. Banyaknya data hasol penelitian yang harus dicek validitasnya.

Proses memilah-milah data dilakukan dari awal penelitian serta membuat pedoman wawancara dan observasi yang berfokus pada hal yang akan digali. Hal yang penting langsung ditulis dibuku agenda penelitian, ditambah lagi dibuatlah verbatim dari hasil wawancara dengan subjek terkait mempermudah dalam memilah data. Setelah proses memilah-milah, lalu hal yang tidak diperlukan langsung dibuang dalam arti dipisahkan dari hal yang penting. Setelah diperoleh hal-hal penting lalu merangkum hal penting dari penelitian sesuai dengan kebutuhan data. Misalnya adanya potensi konflik yang terjadi pada pernikahan beda agama, mencari data dari hasil penelitian baik wawancara atau pun observasi untuk dirangkum menjadi poin-poin penting lalu dijelaskan dalam bentuk kalimat deskriptif.


(58)

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan adanya konflik yang dialami oleh ketiga subjek. Gambaran mengenai pernikahan ketiga subjek yang diresmikan secara Katolik, akan tetapi ada perbedaan yang terjadi di dalam pernikahannya. Subjek yang pertama yakni Ibu Marcel seorang yang beragama Katolik menikah dengan seorang Islam yang sekarang resmi menjadi suami dan telah dikaruniai dua orang anak. Berawal dari pernikahan inilah konflik yang dialami oleh Ibu Marcel. Ibu Marcel yang mengalami kecelakaan yakni hamil diluar nikah memutuskan untuk menikah lebih cepat karena melihat kondisinya, orang tua dari kedua belah pihak mengetahui akan hal tersebut, akan tetapi mama dari Ibu Marcel ingin anaknya menikah secara Katolik dengan syarat dispensasi.

Kehamilan ini kenyataannya terjadi dikarena Ibu Marcel merasa terpuruk dan kehilangan arah setelah putus dengan mantan pacarnya. Proses jalinan cinta Ibu Marcel dan suami sudah cukup lama akan tetapi pertemuan keduanya tidak terlalu intens. Pertemuan yang tidak intens malah justru memunculkan hubungan yang fatal pada Ibu Marcel yang disebabkan permasalahan pribadi dan perasaan tertekan. Sikap masa bodoh Ibu Marcel berujung pada kehamilan. Semasa hamil Ibu Marcel merasa tertekan dan malu apabila harus sering datang ke kampus, oleh sebab itu Ibu Marcel memutuskan untuk cuti kuliah sembari mengurus anak dan menyelesaikan tugas akhirnya di rumah.

Ternyata tidak berhenti pada peresmian pernikahan konflik yang terjadi bermula dari suami Ibu Marcel yang bersedia tanggung jawab dan awalnya bersedia menjadi Katolik akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh suami sampai saat


(59)

ini. Justru berimbas pada kedua anaknya yakni harus menjadi Muslim. Ibu Marcel merasa sakit hati dan merasa psikisnya sudah mulai terganggu, sampai keinginan untuk memiliki satu anak saja dilontarkan oleh Ibu Marcel.

Berbeda dengan subjek kedua Ibu Bianca ialah seorang yang beragama Islam, pernikahannya pada awalnya hanya di resmikan secara catatan sipil. Lalu pada tahun 2000 Ibu Bianca dan suami melakukan pembaharuan pernikahan di gereja dengan menyetujui syarat yang diajukan oleh gereja. Ibu Bianca memiliki lima orang anak yang semuanya ikut agama sang bapak yakni agama Katolik. Hal ini disetujui oleh Ibu Bianca tanpa menuntut salah satu dari kelima anaknya menjadi berpindah agama Islam. Akan tetapi ada kecenderungan Ibu Bianca dan suami yang mengharuskan anaknya menikah dengan pasangan yang beragama Katolik, hal ini terkesan memaksakan kehendak orang tua pada anak sekalipun dimaksudkan demi kebaikan anaknya.

Beranjak kesubjek yang ketiga yakni Bapak Adi, peresmian pernikahannya dilakukan di gereja dengan syarat dispensasi yang sebelumnya sudah disepakati oleh kedua belah pihak keluarga besarnya. Dalam pernikahannya Bapak Adi telah dikaruaniai dua orang anak, kedua anaknya sepakat menjadi orang Katolik sesuai dengan syarat dari gereja. Namun Bapak Adi tidak memaksakan anak untuk mau mengikuti agama sang Bapak. Lalu tidak ada unsur pemaksaan dari kedua belah pihak keluarga untuk berpindah agama ketika memutuskan untuk menikah beda agama. Menurut Bapak Adi menikah beda agama bukanlah sebuah perkara yang harus dibesa-besarkan jikalau pada akhirnya bisa bersatu dan bahagia bersama


(60)

tanpa memaksakan harus menjadi satu agama. Dari hasil wawancara dan observasi berbeda dari Ibu Marcel ataupun Ibu Bianca, Bapak Adi adalah seorang yang membebaskan anaknya menjalin hubungan dengan siapapun dalam artian secara agama mengingat Bapak Adi juga seorang yang menikah beda agama.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi ketiga subjek mengenai tata cara atau peresmian pernikahan terlihat bahwa ada perbedaan yang sangat nampak, Ibu Marcel yang justru mendapatkan bias dari pernikahan beda agama, namun berbeda dengan Ibu Bianca yang tidak mengalami kendala dalam peresmian pernikahannya walau harus diawali dengan menikah dicatatan sipil dan baru melakukan pembaharuan pernikahan digereja, akan tetapi cenderung memaksakan agama sang anak untuk menikah secara Katolik sehingga nampak tidak mementingkan perasaan dari anak dan keluarga besa calon menantunya, dan berbeda pula dengan Bapak Adi karena dapat dikatakan pernikahan Bapak Adi nampak baik-baik saja bermula dari peresmian pernikahan, memegang janji mengenai syarat dari gereja tanpa memaksakan mengenai hak agama anak, hingga sekilas mengenai keputusannya yang tidak melarang anak-anaknya mengenai hubungan asmara.


(61)

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara mendalam terhadap ketiga subjek secara intens ternyata ada beberapa konflik yang terjadi dalam pernikahan beda agama yang diperkuat oleh pendapat Paramitha (2002) mengenai konflik yang terjadi pada pernikahan beda agama, berikut hasilnya:

Berikut hasil penelitian mengenai adanya potensi konflik yang terjadi pada pernikahan beda agama pada subjek pertama yakni Ibu Marcel:

1. Penentuan Agama Anak

Menurut Paramitha (2002) menetuan agama anak bagi pasangan pernikahan beda agama benar-benar menjadi perhatian khusus dan perlu dipikirkan secara matang. Kerendahan hati suami memperbolehkan anak ikut agama istri dan begitu sebaliknya, dengan berdiskusi secara terbuka dan adanya keterampilan berkomunikasi menurut Scannell (2010:18) bahwa hal tersebut dapat mempengaruhi individu saling memahami serta meresolusi adanya konflik. Sikap tegas mengharuskan anak mengikuti agama salah satu pasangan suami atau istri tanpa berdiskusi terlebih dahulu ternyata dialami oleh Ibu Marcel, berikut ungkapkan Ibu Marcel:

(Dengan berkaca-kaca) saya sedih mbk, saya banyak ngalah untuk kemauan suami yang maunya agama anak saya ikut dia. Tanpa ada kesepakatan apapun suami mengharuskan anak-anak ikut suami semua agamanya. Karena kata suami saya doa yang bisa menyelamatkan orang tuanya ya doa anak maka dari itu suami saya mendidik iman anak saya secara agama Islam tanpa melihat saya. Mungkin juga karna dari jaman sekolah


(62)

suami saya di pondok jadi ya kebawa sampai sekarang gitu”.

MC-PAA-1/44/24

Kesedihan Ibu Marcel bertambah ketika suatu hari Ibu Marcel mengajak anak pertama gereja, melihat anak pertamanya sangat senang berada digereja membuat Ibu Marcel semakin sedih karena suami yang tidak mengizinkan salah satu dari anaknya menjadi orang Katolik. Setiba di rumah A bercerita kepada ayahnya bahwa dia melihat ada patung yang sangat bagus.

Pertikaian mulai terjadi ketika suami Ibu Marcel tidak terima anaknya diajak kegereja. Kejadian itu membuat Ibu Marcel dan suami bertengkar dan membuat suami pergi dari rumah selama 2 minggu. Rasa tidak terima dan sedih Ibu Marcel rasakan terlebih jika perasaa itu semakin dituruti akan membuat Ibu Marcel menjadi gila. Bagaimanapun Ibu Marcel tetap menerima perlakuan suaminya dengan tidak membawa kemarahannya pada kedua anaknya. Ketika kedua anaknya menanyakan keberadaan sang ayah Ibu Marcel tetap menjawab dengan mengatakan “ayah sedang bekerja”. Petikan wawancara diatas di perjelas oleh sang Mama yang mengungkapkan kesedihan anaknya, namun dari sang mama juga tidak melarang sang cucu mengikuti agama menantunya karna bagi sang mama agama apapun baik:

“Ya saya juga merasakan kesedihan anak saya, tapi saya iringi dengan doa saja, cucu saya juga sebenarnya ingin ikut mamanya kegereja atau saya gereja tapi takut sama ayahnya. Anak saya juga gak mau ada masalah, jadi cukup menerima”.


(63)

Terlihat kerelaan hati Ibu Marcel untuk tetap mendukung dan menerima akan agama yang dianut oleh kedua anaknya walau berat. Ibu Marcel dan sang Mama nyatanya mendukung dan diwujudkan dalam berbagai hal antaranya mengingatkan untuk sholat, mendukung anak untuk membaca Alquran, sholat jum’at dengan sang ayah dan belajar berpuasa. Ibu Marcel hanya bisa berdoa, berserah dan yakin bahwa Tuhan mempunyai kado terindah dan harapan untuk kelurga kecilnya agar selalu rukun. Menurut hasil penelitian Ibu Marcel sudah cukup bisa mendukung kegiatan anak-anak dengan perwujutan dari kerelaan hatinya, akan tetapi keterbukaan untuk mengkomunikasikan lebih baik pada suami kurang bisa dibangun oleh Ibu Marcel dikarenakan merasa takut apabila hal ini justru membuat perkara besar untuk rumah tangganya, maka dari itu hanya harapan dan dukungan yang diberikan untuk kedua anaknya.

2. Pemilihan Sekolah Anak

Menurut Paramitha (2002) tanggung jawab dalam mendidik anak terletak di atas bahu orang tua. Melalui pendidikan, orang tua dapat memberikan pengaruh dalam pembentukan pribadi anak dan watak yang akan dibawa hingga dewasa. Pilihan sekolah yang tepat akan sangat membantu memaksimalkan perkembangan kecerdasan anak. Sekolah bukan hanya sebagai tempat anak mencari ilmu, namun lebih dari itu, sekolah menjadi tempat pembentukan karakter dan kepribadian anak. Oleh sebab itu, orang tua jelas harus memilih sekolah yang


(64)

terbaik untuk anak. Terbaik bukan berarti yang termahal. Terbaik adalah yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Demikian seorang yang menikah beda agama, hal ini akan menjadi pertimbangan serta pilihan yang perlu dibicarakan dan disepakati bersama demi kelancaran dan pemenuhan pendidikan yang tepat dan layak bagi sang anak. Hal ini dialami oleh Ibu Marcel yang berkaitan dengan pemilihan sekolah sang anak berikut ungkapan Ibu Marcel:

“Untuk milih sekolah pokoknya semua suami saya. Suami maunya dia yang mengatur dan akhirnya kedua anak saya juga disekolahkan di swasta Islam satu SD satu TK, saya berpendapat bukan melarang tapi untuk perbandingan nanti SMP atau SDnya di sekolah lain tapi suami tetep kekeh ya udah biar disana aja gitu, suami saya ya kalo anak-anak sekolah dia yang antar-jemput.” .

MC-PSA-/47/52

Ibu Marcel tidak diberi kesempatan oleh sang suami ikut membantu memilih sekolah bagi kedua anaknya, sikap tidak terima dialmai oleh Ibu Marcel begitu pula kesedihan yang dirasakannya. Pernyataan Ibu Marcel mendapat pembenaran dari sang mama yang menyerahkan segala urusan anak kepada menantunya berkaitan dengan kedua cucunya:

“Iya, untuk sekolah semua jadi urusan ayahnya, kan mantu saya itu dari jaman SMP sekolahnya di pondok jadi ya agamanya kental sekali mbk. Bahkan cucu saya yang nomer satu niatnya biar sekolah di tempat lain untuk perbandingan juga mantu saya bilangnya biar di sana aja gitu, ya sudah ndak apa-apa…” MM-SO-PSA-1/47/9

Mendengar pernyataan dari sang suami maka Ibu Marcel menyetujui dan mengikuti keputusan dari suami. Ibu Marcel hanya mengatakan bahwa anaknya juga pasti bisa berkembang walau selalu ada ditempat yang sama


(65)

untuk dunia belajarnya. Pendapat Paramitha (2002) sesuai dengan keadaan Ibu Marcel, yang harapannya berada di sekolah yang tepat akan sangat membantu memaksimalkan perkembangan kecerdasan anaknya. Menurut hasil penelitian nyatanya anak Ibu Marcel juga bisa mendapatkan nilai yang baik setiap semesternya. Saat melakukan observasi di rumah Ibu Marcel terlihat hasil ujian A yang mendapat nilai baik, sembari Ibu Marcel ikut mengajari A belajar bersama adiknya. Ibu Marcel sudah melakukan yang terbaik bagi anak-anaknya dengan mendukung melalu berbagi kegiatan, akan tetapi lagi-lagi sikap menerima karena tidak ada kesempatan yang tidak mampu Ibu Marcel perjuangkan didepan suam, akan tetapi yang dilakukan Ibu Marcel terkesan tidak akan membawa perubahan dalam rumah tangganya terlebih bagi suami yang akan semakin tidak mau tahu. 3. Relasi dalam Keluarga dan Lingkungan

Menurut Paramitha (2002) relasi dalam keluarga akan mempengaruhi karakter atau kepribadian dari seorang anak bahwa fondasi utama pendidikan adalah keluarga, bukan sekolah. Pola komunikasi orang tua harus disiapkan dengan baik, komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-anaknya,terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan masalahnya. Ketika orang tua tidak bisa berkomunikasi dengan baik kepada anaknya, maka dapat dikatakan bahwa relasi atau hubungan mereka kurang baik bagi diri dan lingkunganya.


(66)

Relasi yang terjalin antara pasangan yang berbeda agama juga terkadang mempengaruhi bagi psikologis anak ditengah keluarga dan lingkungan seperti yang diungkapkan oleh Ibu Marcel:

“Anak pertama saya si A yang paling besar juga suka minder kalo ketemu sama saudara-saudaranya yang lain, apalagi saudara dari mama yang semua agamanya Katolik”. MC-RKDL-1/49/64

Ternyata perbedaan agama mempengaruhi psikologis anak salah satunya sikap minder yang dialami oleh salah satu anak Ibu Marcel. Hal yang diungkapkan oleh Ibu Marcel juga dibenarkan oleh sang mama yang pernah mengajak A pergi bersamanya, berikut petikan wawancara bersama mama:

“Pas kemarin sewaktu natal saya ajak A ke Mboro di sana dia itu diam aja sepanjang hari. Waktu kumpul-kumpul juga gitu makan juga gak mau ambil sendiri pokoknya diem aja. Setelah saya mau ke gereja dia itu kayak takut, terus saya bilang gak usah bilang bunda sama ayah ya kalau kita kegereja. Baru dia mau maen sana sini, makan, ngomong juga saya terharu mbk dia kok sampek mikir segitunya. Kemungkinan dia itu sudah tau kalo kegereja bakalan dimarahi ayahnya.” MM-SO-RKDL-1/49/13 Nampaknya pendapat Paramitha (2002) menegenai relasi dalam keluarga dan lingkungan sesuai dengan keadaan yang dialami oleh anak Ibu Marcel, relasi yang terbangun ditengah keluarga besarnya menjadikan anak minder dan tidak bisa bebas seperti halnya ketika berada di tengah keluarga kecilnya, hal itu dikarenakan sang anak yang sudah menyadari perbedaan agamanya dengan keluarga besarnya alhasil cara anak agar tetap dapat bertahan dalam situasi yang membuatnya minder sang anak hanya berdiam diri. Hal ini membuat sang nenek merasa kasihan dan pada


(1)

101

Rusli & R Tama, (1986) hal. 17. “ Perkawinan Antar Agama dan Masalahnya, Pionir Jaya, Bandung.

R. Soetedjo. Prawirohamidjojo. (1988) hal 39. Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan Di Indonesia, Airlangga, University Press. Scannell, Mary. (2010). The Big Book of Conflict Resolution. United States of

America: McGraw – Hill Companies, Inc.

Soetojo Prawirohamidjojo, (1988) hal. 39 “Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, Airlangga, University Press: Surabaya.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Cetakan ke-10. Bandung: Alfabeta.

Wirawan. (2010).” Konflik dan Manajeman Konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian”. Jakarta: Penerbit Salemnba Humanika.

Yin, 20013. Studi Kasus (Desain dan Metode), Jakarta: Raja Grafindo Persada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menjadi Informan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa :

Nama : Marsilia Malavia

Program Studi : Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas : Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Judul Penelitian : Manajemen Konflik pada Individu Pernikahan Beda Agama Saya sudah mendapatkan penjelasan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan dampak negatife terhadap diri saya. Data mengenai diri saya akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Semua data yang mencantumkan identitas saya hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan akan dimusnahkan. Hanya peneliti yang dapat mengetahui kerahasiaan data-data penelitian.

Demikian, tanpa ada unsur pemaksaan dari siapapun dan dengan suka rela saya bersedia berperan serta dalam penelitian ini.


(3)

103

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menjadi Informan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa :

Nama : Marsilia Malavia

Program Studi : Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas : Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Judul Penelitian : Manajemen Konflik pada Individu Pernikahan Beda Agama Saya sudah mendapatkan penjelasan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan dampak negatife terhadap diri saya. Data mengenai diri saya akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Semua data yang mencantumkan identitas saya hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan akan dimusnahkan. Hanya peneliti yang dapat mengetahui kerahasiaan data-data penelitian.

Demikian, tanpa ada unsur pemaksaan dari siapapun dan dengan suka rela saya bersedia berperan serta dalam penelitian ini.


(4)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menjadi Informan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa :

Nama : Marsilia Malavia

Program Studi : Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas : Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Judul Penelitian : Manajemen Konflik pada Pernikahan Beda Agama

Saya sudah mendapatkan penjelasan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan dampak negatife terhadap diri saya. Data mengenai diri saya akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Semua data yang mencantumkan identitas saya hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan akan dimusnahkan. Hanya peneliti yang dapat mengetahui kerahasiaan data-data penelitian.

Demikian, tanpa ada unsur pemaksaan dari siapapun dan dengan suka rela saya bersedia berperan serta dalam penelitian ini.


(5)

105

1 Bagaimana ketika suami sedang marah apakah ada ajakan untuk bicara terlebih dahulu atau ada cara lain supaya masalah cepat selesai?

2 menghindar dulu buat sementara, karna suami saya tu susah ditebak orangnya. Kalo pas marah juga selain ngomongnya kerasa dia juga ngomong kasar mungkin karna udah gak bisa ditahan marahnya. Waktu itu juga mbanting pintu kok trus pergi.

3 Apakah yang dimaksudkan menghindar begitu?

4 Iya saya gak mau ketemu ama dia langsung, jaga jarak dulu..ngomong langsung juga gak.

5 Emmmm… secara tidak langsung menarik diri dari situasi yang sedang kurang baik begitukah?

6 Iya, la saya tu juga jadi suka ndiemin dia, kadang ya acuh, cuek gitu..la sering seperti itu.

1. bagaimana jika terajdi konflik siapa yang cenderung acuh atau mungkin pergi menghindar?

2 Tidak ada..karna kami selalu mengusahakna masalah itu tidak dibawa keluar rumah. Gak ada keluarga yang tidak pernah cekcok mbk..tapi gimana caranya kita bisa hadir dan bertanggung jawab.

3 Apa hal itu juga dilakukan setiap kali ada masalah dipernikahan? 4 Iya semua saya usahakan supaya masalah yang terjadi cepat selesai.. 5 Lebih tepatnya dengan cara seperti apa?

6 Ya diselesaikan ketika terjadi perkara tidak pergi, tidak terus ada masalah malah anggap sepele. Tapi saya mencoba tidak gitu dan sejauh ini saya tidak seperti itu...bukan gimana-gimana tapi kenapa harus pergi itu alasannya..

7 Jadi berusaha untuk tetap menghadapinya tidak malah menarik diri ketika terjadi konflik begitukah?

8 Ya seperti itu..kalau menurut saya cekcok kecil itu mendatangkan bahagia, sedangkan cekcok besar bisa mendatangkan bahaya, makanya perlu mawas diri dan mampu menghadapi. Kalau ada perkara ngadepinnya dengan kepala dingin walaupun api masih ada dalam hati. Saya rasa sudah banyak orang tahu itu..


(6)

1 Negosiasi yang seperti apa yang mampu bapak cipatakan dan lakukan dalam pernikahan untuk menghindari adanya konflik?

2 Kalau soal anak saya sama istri janji untuk sekolah kami gak terlalu ngatur kalau untuk pasangan ya itu mbk gak mau ikut campur soal pasangan, kalau saya banyak ngatur malah nanti anak saya susah dapet pasangan..saya gak mau karna beda agama jadi mempersulit.

3 Anak bapak ada yang juga pacaran dengan beda agama?

4 Ada mbk anak saya yang no 1 dia pacaran saa orang islam, sudah lama juga sejak dia kuliah di Yogya apalagi sekarang sudah sama-sama kerja makin serius mbk.

5 Lalu apa yang bapak lakukan berkaitan dengan pasangan anak bapak yang beda agama?

6 Ya mendukung mbk dia datang kesini pas lebaran juga kami sambut baik, mau pergi ya monggo asalkan pulang gak terlalu malam.