2.3 Adsorpsi
Secara umum, adsorpsi adalah suatu proses pemisahan komponen-komponen tertentu dalam fasa cair atau gas melewati suatu permukaan padat yang disebut adsorben,
sedangkan komponen yang diserap disebut adsorbat. Berkas selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi
yang kecil dari campuran yang mengandung bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Adsorbsi digunakan dalam air buangan industri, terutama untuk mengurangi
komponen-komponen organik misalnya warna, fenol, detergen, zat-zat toksik dan zat- zat organik yang susah diuraikan Mc. Cabe dkk., 1999.
Ketika permukaan padatan dipaparkan pada molekul adsorbat, adsorbat akan membentur permukaan padatan, sehingga sebagian akan menempel di permukaan
padatan dan terjerap, sedangkan yang lain terpantul kembali. Pada awalnya, laju adsorpsi cukup besar karena seluruh permukaan masih kosong. Namun, setelah waktu
kontak semakin lama, permukaan yang terisi oleh molekul gas semakin banyak dan luas daerah kosong menyusut, sehingga laju adsorpsinya ikut menurun. Bersamaan
dengan itu, laju desorpsi, yaitu laju pelepasan kembali molekul adsorbat, justru meningkat hingga tercapai suatu kesetimbangan dinamis adsorpsi-desorpsi.
Berdasarkan gaya yang terlibat, adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu adsorpsi fisik dan kimia. Adsorpsi fisik fisisorpsi hanya melibatkan gaya Van der
Walls yang lemah antara adsorpsi, pertukaran atau pemakaian bersama elektron antara molekul adsorbat dan permukaan adsorben. Kekuatan interaksi adsorben-adsorbat
berbanding lurus dengan kalor adsorpsinya. Kalor adsorbat proses kemisorpsi 40-400 kJ per mol lebih besar hingga 20 kali lipat dibandingkan dengan gaya yang terdapat
pada fisisorpsi, yaitu tidak lebih dari 10-20 kJ per mol Sugita, 2009.
2.4 Pencemaran oleh Logam Berat
Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas 5 gcm
3
dalam air laut, logam berat terdapat dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Dalam kondisi
alam ini, logam berat dibutuhkan oleh organisme untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya Effendi, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Toksisitas logam berat bisa dikelompokkan menjadi 3, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu dan Zn; bersifat toksik sedang
yang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni dan Co; dan bersifat toksik rendah yang terdiri atas unsur Mn dan Fe. Tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air, mulai dari
yang paling toksik, adalah Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni dan Co. tingkat toksisitas terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn
Widowati dkk. 2008. Logam
– logam tertentu sangat berbahaya jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan, karena logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuh
makhluk hidup. Disamping hal tersebut, beberapa logam sangat diperlukan dalam proses kehidupan makhluk hidup. Dalam hal ini logam dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu logam esensial dan nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu di dalam proses fisiologis makhluk hidup dengan jalan membantu
kerja enzim atau pembentukan organ dari makhluk yang bersangkutan. Sedangkan logam nonesensial adalah logam yang peranannya dalam tubuh makhluk hidup belum
diketahui, kandungannya dalam jaringan hewan sangat kecil dan apabila kandungannya tinggi akan merusak organ
– organ tubuh makhluk yang bersangkutan Vogel, A.I., 1994.
2.5 Logam Timbal Pb
Logam ini sangat populer dan banyak dikenal oleh orang awam. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya timah hitam yang digunakan di pabrik dan paling banyak
menimbulkan keracunan pada makhluk hidup Darmono, 1995. Timbal memiliki nomor atom 82 dengan berat atom 207,20. Titik leleh timbal adalah 1740
C dan memiliki massa jenis 11,34 gcm
3
Widowati, 2008. Sifat-sifat dan kegunaan logam ini adalah :
- Mempunyai titik lebur yang rendah 327,46 C sehingga mudah
digunakan dan murah biaya operasinya. - Mudah dibentuk karena logam ini lunak
- Mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan.
Universitas Sumatera Utara
- Bila dicampur dengan logam lain membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya
Timbal adalah sejenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman, serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Dalam pertambangan, logam ini berbentuk
sulfida logam PbS. Senyawa ini banyak ditemukan pada banyak pertambangan di seluruh dunia. Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan timbal ini adalah sering
menyebabkan keracunan Darmono, 1995.
2.5.1 Sumber Pencemaran Logam Pb
Timbal dapat masuk ke dalam sistem perairan melalui beberapa mekanisme di dalam daerah pertambangan dimana banyak ditemukan batu kapur limestone dan galena.
Sistem perairan alami dapat mengandung timbal dengan konsentrasi sebesar 0,8 g l
-1
, umumnya dihasilkan dari proses leaching dari cat yang menggunakan PbCrO
4
atau dari instalasi pipa.
Sumber masuknya Pb ke lingkungan yang paling penting zaman sekarang ini berasal dari emisi kendaraan bermotor. Penggunaan timbal dalam jumlah yang besar
adalah sebagai senyawa antiketuk dalam bensin. Meskipun pemakaiannya kini sudah menurun, masih saja pencemaran utama logam Pb berasal dari sumber ini. Makhluk
hidup yang berada atau tinggal disekitar jalan raya dapat mengandung kadar logam Pb yang tinggi Waite, 1984.
Timbal digunakan sebagai bahan untuk solder dan untuk penyambung pipa air, sehingga air untuk rumah tinggi kemungkinan dapat kontak dengan timbal. Air
yang tersimpan dalam alat-alat yang dibuat dari hasil pematrian, untuk jangka waktu lama dapat mengakumulasi sejumlah timbal yang sangat tinggi Achmad, 2004.
Pada perairan yang diperuntukkan bagi air minum, kadar maksimum timbal adalah 0,05 mgL. Untuk melindungi hewan ternak, kadar timbal sebaiknya tidak
melibihi 0,1 mgL. Kadar timbal di perairan yang diperuntukkan untuk keperluan pertanian pada tanah yang bersifat netral dan alkalis adalah 10 mgL, sedangkan pada
tanah yang bersifat asam adalah 5 mgL Effendi, 2000.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Toksisitas Logam Pb
Gejala khas dari keracunan Pb ini pada anak berbeda dengan orang dewasa. Kerusakan saraf perifer saraf tepi lebih umum daripada kerusakan saraf pusat yang
dialami oleh anak-anak. Pada awal keracunan sampai 4 – 6 minggu mungkin tidak
memperlihatkan gejala sama sekali. Kemudian berlanjut dengan kelemahan, sakit kepala, nafsu makan menurun yang diikuti dengan sakit perut dan muntah-muntah.
Jika keracunan terus berlanjut maka gejala khas berikutnya akan menyusul yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian.
Pada tahun 1953 Bayers dan Lord melaporkan bahwa anak yang telah menderita toksisitas Pb cenderung menunjukkan adanya gangguan tingkah laku pada
masa dewasanya nanti, termasuk gangguan neurologinya. Anak tersebut menjadi bodoh, kesulitan dalam berpikir, gangguan tingkah laku termasuk aktivitas sehari-hari.
Gamgguan mental juga dapat terjadi dan kerusakan otak secara permanen dapat terjadi pada keracunan yang parah.
Keracunan Pb pada orang dewasa biasanya terjadi di tempat mereka bekerja. Prevalensi keracunan Pb di tempat kerja telah banyak dilaporkan dan hasilnya
bervariasi tergantung pada jenis industrinya. Gejala khas keracunan Pb pada orang dewasa ialah kepucatan, sakit perut, konstipasi, muntah-muntah, anemia, dan yang
paling sering ialah terlihatnya warna biru “garis biru” pada gusi. Di samping itu, hasil uji psikologi dan neuropsikologi menunjukkan terjadi
penurunan daya ingat, kurang konsentrasi, sulit berbicara, kurang penglihatan, dan psikomotor. Neuropati saraf tepi tersebut dapat terlihat dengan adanya kelemahan
otot dan gangguan sistem gerak, kelumpuhan pada berkas otot ekstensor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang terjadi penurunan sistem daya sensor saraf yang
mengakibatkan daya perasa berkurang Darmono, 1995.
2.6 Spektroskopi Infra-Red
Konsep radiasi infra merah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan prisma. Ternyata pada daerah
setelah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan tertinggi yang berarti pada daerah
Universitas Sumatera Utara
panjang gelombang tersebut banyak kalor. Daerah spektrum tersebut selanjutnya disebut infra red. Spektroskopi infra merah ditujukan untuk maksud penentuan gugus-
gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif disamping untuk tujuan analisis kuantitatif Mulja, 1995.
Spektrometer Infra-Red modern bekerja dengan menggunakan prinsip yang berbeda-beda. Susunan jalur optiknya menghasilkan suatu pola yang disebut dengan
interferogram. Interferogram adalah sebuah sinyal yang kompleks tetapi polanya yang menyerupai gelombang memiliki semua bentuk frekuensi yang menyusun spektrum
infra-red tersebut. Interferogram sebenarnya adalah plot intensitas versus waktu. Namun, ahli kimia lebih tertarik pada spektrum yaitu plot intensitas versus frekuensi.
Suatu operasi matematika yang dikenal sebagai Fourier-Transform dapat memisahkan absorpsi frekuensi individual dari interferogram, sehingga menghasilkan spektrum
yang identik dengan spektrum yang diperoleh dari spectrometer dispersive. Instrumen ini dikenal dengan Fourier Transform Infra-Red atau FT-IR. Kelebihan dari instrumen
FT-IR adalah alat ini dapat memperoleh interferogram dalam waktu yang sangat cepat. Hal ini memungkinkan untuk memperoleh banyak interferogram dari sampel
yang sama dan mengumpulkannya dalam memori komputer. Dengan demikian FT-IR dapat melakukan proses identifikasi dengan kecepatan dan sensitivitas yang lebih
besar dari pada instrumen dispersi. Instrumen FT-IR yang dihubungkan dengan komputer beropersi secara
berkas-tunggal. Untuk mendapatkan spektrum dari suatu senyawa, peneliti awalnya memperoleh interferogram “latar belakang” yang terdiri dari gas atmosfer infra-red
aktif, karbon dioksida, dan uap air. Interferogram kemudian diarahkan pada Fourier- Transform sehingga menghasilkan spektrum latar belakang. Lalu, sampel diletakkan
ke dalam berkas dan mendapatkan spektrum yang dihasilkan oleh Fourier Transform dari interferogram. Spektrum ini memiliki pita serapan untuk senyawa dan latar
belakang. Software komputer secara otomatis mengurangkan spektrum latar belakang dari spektrum sampel, sehingga menghasilkan spektrum dari senyawa yang dianalisa
Pavia, 2001.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Spektrofotometer Serapan Atom