Analisis Yuridis terhadap Implementasi Perjanjian Pemborongan Rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan antara Dinas Kesejahteraan dan Sosial dengan CV. Rapima

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

(24)

(25)

(26)

(27)

(28)

(29)

(30)

(31)

(32)

(33)

(34)

(35)

(36)

(37)

(38)

(39)

73

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Baros, Wan Sadjaruddin, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, USU PRESS, Medan, 1992.

Data dan Infomasi Pembinaan Kepahlawanan dan Keperintisan, Departemen Sosial RI Direktorat Jendral Bina Kesejahteraan Sosial Direktorak Urusan Kepahlawan dan Perintis Kemerdekaan, Jakarta, 1996/1997.

Djumiadji, Hukum Bangunan, Dasar-Dasar Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 1996.

Fuady, Munir, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998.

Harahap M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.

Kementrian Sosial RI Direktorat Kepahlawanan Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial Standarisasi Taman Makam Pahlawan Nasional dan Makam Pahlawan Nasional, Jakarta, 2013.

Komariah, Hukum Perdata, Universitas Muhammaddiyah Malang, Malang, 2005. Muljadi Kartini&Widjaja Gunawan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Marbun, BN., Membuat Perjanjian Yang Aman & Sesuai Hukum, Puspa Swara, Jakarta, 2009.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1990. _____, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Adytia Bakti, Bandung, 2003 Prodjodikoro, R. Wirjono, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1973. Simamora, Y. Yogar, Hukum Kontrak ( Kontrak Pengadaan barang dan Jasa

Pemerintahan di Indonesia), Kantor Hukum “Wins&Partners, Surabaya, 2012 Subekti, R, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, 1995.


(40)

74

_____,Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1976.

Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan

Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 17 Tahun 2010 Tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.

Peraturan Menteri Sosial republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Standar Pengelolaan Taman Makam Pahlawan Nasional dan Makam Pahlawan Nasional


(41)

36

BAB III

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PEMBORONGAN DAN PENGATURANNYA

A. Pengertian Perjanjian Pemborongan

Peranjian pemborongan secara umum diatur dalam Bab VII A Buku III KUH Perdata Pasal 1601 b, kemudian Pasal 1616. Perjanjian pemborongan dalam KUH Perdata bersifat pelengkap artinya ketentuan-ketentan perjanjian pemborongan dalam KUH Perdata tersebut dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

Secara bersama-sama atau secara bergantian masing-masing istilah kontruksi dan pemborongan sungguhpun barangkali jika di kaji-kaji perbedaan diantara kedua istilah tersebut dianggap sama, terutama jika dikaitkan dengan istilah hukum/kontrak kontruksi atau hukum/kontrak pemborongan. Walaupun begitu, sebenarnya istilah pemborongan mempunyai cakupan yang lebih luas dengan istilah kontruksi. Sebab, dengan istilah pemborongan dapat saja berarti bahwa yang diborong tersebut bukan hanya kontruksinya (pembangunannya), melainkan dapat juga berupa “pengadaan” barang saja (procurement).44

Dalam kaitan dengan pengadaan jasa kontruksi, Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 telah menggunakan istilah pekerjaan kontruksi. Penggunaan istilah ini berbeda dengan yang digunakan dalam Keppres No. 80 Tahun 2003. Dari sisi terminologi, istilah jasa pemborongan tidak tepat, sebab sejak berlakunya UU No.

44 Munir Fuady, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal.14


(42)

37

18/1999 istilah ini tidak digunakan ini. Jenis kontrak dengan objek pekerjaan jasa kontruksi adalah kontrak kerja kontruksi, dan bukan kontrak pemborongan bangunan sebagaimana lazim digunakan sebelum lahirnya undang-undang ini.

Kontrak kerja kontruksi meliputi tiga bidang pekerjaan, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Pada prinsipnya, pelaksanaan masing-masing jenis pekerjaan ini harus dilakukan oleh penyedia jasa secara terpisah dalam suatu pekerjaan kontruksi. Tujuannya adalah untuk menghindari konflik kepentingan. Dengan demikian tidak dibenarkan ada perangkapan fungsi.45

Khusus mengenai pekerjaan pemborongan untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang sampai dengan akhir tahun 2012 juga telah mengalami dua kali perubahan, yakni Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012. Diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi dengan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2000, apabila pekerjaan pemborongan yang dilakukan adalah mengenai pemborongan pekerjaan kontruksi, serta dalam Algemene Voorwaarden Vvoorde Unitvoering Bij Aaneming Werken ini Indonesia Tahun 1941 (AV 1941) yang berarti syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum Indonesia. AV 1941 berdasarkan surat keputusan pemerintah hindia Belanda tanggal 28 Mei 1941 no. 9 dan merupakan peraturan standar atau baku bagi perjanjian pemborongan di Indonesia, khususnya untuk proyek-proyek pemerintah.

45 Y.Yogar Simamora, Hukum Kontrak (Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di


(43)

38

Cara peraturan standar (AV 1941) masuk dalam perjanjian pemborongan sebagai perjanjian standar adalah sevagai berikut:

1. Dengan penunjukan yaitu dalam SPK atau Surat Perintah Kerja atau dalam surat perjanjian pemborongan (kontrak) terdapat ketentuan-ketentuan yang merujuk pada Pasal-Pasal AV 1941.

2. Dengan penandatanganan yaitu dalam SPK atau dalam surat perjanjian pemborongan (kontrak) dimuat ketentuan-ketentuan dari AV 1941 secara lengkap.46

Di dalam ketentuan Pasal 1601 KUH Perdata diatur mengenai jenis-jenis perjanjian untuk melakukan pekerjaan, sebagai berikut :47

a. Persetujuan untuk melakukan jasa-jasa tertentu; b. Persetujuan perburuhan dan;

c. Persetujuan pemborongan pekerjaan

Ketiga perjanjian tersebut mempunyai persamaan yaitu bahwa pihak yang lain dengan menerima upah.

Perjanjian kerja atau perburuhan adalah perjanjian antara seseorang buruh dengan seorang majikan yang ditandai dengan ciri-ciri yaitu adanya suatu upah atau gaji tertentu, adanya hubungan di bawah perintah, dan adanya suatu jangka waktu tertentu. Jadi dalam hal ini buruh dalam melakukan pekerjaan harus tunduk pada perintah-perintah majikan dan majikan berhak untuk memberikan perintah ataupun petunjuk-petunjuk kepada buruhnya.

Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah suatu perjanjian dimana suatu pihak menghendaki pihak lainnya melakukan suatu pekerjaan untuk suatu

46 Djumiadji, Hukum Bangunan, Dasar-Dasar Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 6

47


(44)

39

tujuan tertentu dimana ia bersedia untuk membayar upah, sedangkan apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu sama sekali tersertah kepada pihak lawan itu, yang biasanya telah memasang tarif tertentu untuk jasa-jasa itu. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa ini diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus yang berhubungan dengan bidang masing-masing. Biasanya pihak pemborong ini adalah orang yang ahli dalam melakukan pekerjaan tersebut dan biasanya ia telah memasang tarif tertentu untuk jasa itu, yang biasanya disebut honorarium.

Selain yang disebutkan dalam KUH Perdata Pasal 1601b, R Soebekti juga mengatakan perjanjian pemborongan adalah suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memborongkan pekerjaan), dengan seorang lain (pihak yang menerima borongan pekerjaan) dimana pihak pertama menghendaki suatu hasil pekerjaan yang disanggupi pihak lawan atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan.48

Selain memilih persamaan, ketiga perjanjian tersebut juga memiliki perbedaan antara lain sebagai berikut :

1) Beda antara perjanjian pemborongan dengan perjanjian perburuhan

Dalam hal ini perbedaannya adalah mengenai interelasi di antara para pihak. Dalam perjanjian perburuhan, terdapat hubungan vertikal antara buruh dengan majikan, di mana buruh sebagai pihak yang kedudukannya lebih rendah dari kedudukan majikannya. Dengan demikian terdapat hubungan atasan-bawahan Sebaliknya dalam kontak kontruksi, terdapat hubungan horisontal antara pihak kontraktor dengan pihak bouwher, di mana kedudukan kedua-duanya sama tinggi. Jadi tidak ada hubungan atasan-bawahan.

48


(45)

40

2) Beda antara perjanjian menyelenggarakan jasa dengan perjanjian kontruksi Perbedaan antara perjanjian menyelenggarakan jasa dengan perjanjian kontruksi terletak pada dua hal sebagai berikut :

a) Prestasi

Dalam kontrak penyelenggaraan jasa prestasi dari penyelenggaraan jasa adalah memberikan jasa tertentu tetapi dengan tidak “membangun” atau “melakukan” sesuatu secara fisik. Misalnya pemberian jasa konsultasi, dan lain-lain. Sementara itu, dalam kontrak kontruksi, prestasi yang diberikan oleh pihak kontraktor adalah melakukan atau “membangun” sesuatu secara fisik. Misalnya membangun sebuah gedung.

b) Fee yang dibayar oleh pemberi kerja

Dalam suatu kontrak menyelenggarakan jasa tertentu, maka fee yang diberikan kepada penyelenggara jasa tersebut adalah suatu “tarif” tertentu, sementara dalam suatu kontrak kontruksi, fee yang diberikan kepada pemborong tidak dengan tarif tertentu, melainkan dengan sejumlah uang tertentu atau sejumlah hasil tertentu yang lebih bersifat negosiatif.

3) Beda antara kontrak kontruksi dengan perjanjian jual-beli

Kontrak kontruksi dengan perjanjian jual-beli juga mirip-mirip, Bedanya terletak dalam hal-hal sebagai berikut :

a. Proses pembuatan

Dalam kontrak kontruksi kedua belah pihak di samping perhatiaannya terhadap hasil akhir dati suatu kontruksi, juga sangat konsern dengan proses pembuatan suatu kontruksi tersebut, bahkan seringkali proses


(46)

41

tersebut dinegoisasi secara detil, sementara dalam perjanjian jual beli, pihak pembeli hanya konsern pada hasil akhirnya saja berupa barang yang dibelinya itu.

b. Keterlibatan pihak lain

Dalam kontrak kontruksi, di samping pihak kontraktor, banyak pihak lain yang terlibat dan memegang peranan penting dalam suatu kontruksi tetapi tidak terikat secara kontraktual dengan pihak bouwheer, sementara dalam perjanjian jual beli hal-hal seperti itu umumnya tidak ada atau kalaupun ada (seperti jual beli barang yang dipesan untuk dibuat terlebih dahulu), maka peranannya tidak penting.

c. Subkontraktor

Dalam hal kontrak kontruksi di sampingnya pihak kontraktor, ada pihak lain yang disebut subkontraktor, sementara dalam perjanjian jual beli hanya ada pihak penjual, dus tidak ada yang disebut subpenjual.

B. Bentuk-Bentuk Perjanjian Pemborongan

Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil artinya perjanjian pemborong itu ada atau lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong mengenai pembuatan suatu karya dan harga borongan/kontrak.

Dengan adanya kata sepakat tersebut, perjanjian pemborongan mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian pemborong tanpa persetujuan pihak lainnya. Jika perjanjian pemborongan dibatalkan atau diputuskan secara sepihak, maka pihak lainnya dapat menuntut.


(47)

42

Perjanjian pemborongan bentuknya bebas (vormvrijk) artinya perjanjian pemborong dapat dibuat secara lisan ataupun tertulis. Dalam prakteknya, apabila perjanjian pemborongan yang menyangkut harga borongan kecil biasanya perjanjian pemborongan dibuat secara lisan, sedangkan apabila perjanjian pemborongan menyangkut harga borongan yang agak besar maupun yang besar, biasanya perjanjian pemborongan dibuat secara tertulis baik dengan akta di bawah tangan atau dengan akta autentik (akta notaris).

Perjanjian pemborongan pada proyek-proyek pemerintah harus dibuat secara tertulis dan dalam bentuk perjanjian standar artinya perjanjian pemborongan (Surat Perintah Kerja dan Surat Perjanjian Pemborongan) dibuat dalam bentuk model-model formulir tertentu yang isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak yang memborongkan berdasarkan pada peraturan standar/ buku yaitu A.V. 1941.

Di dalam Keppres 16 Tahun 1994 dikenal adanya 3 (tiga) bentuk perjanjian pemborongan yaitu:

1. Akta di bawah tangan yaitu perjanjian pemborongan yang dibuat atas cara memborongkan proyek dengan pengadaan langsung, bernilai sampai dengan Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

2. Surat Perintah Kerja (SPK) yaitu perjanjian pemborongan yang dibuat atas cara memborongkan proyek dengan pengadaan langsung di atas Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) dan pemilihan langsung.

3. Surat Perjanjian Pemborongan/Kontrak yaitu perjanjian pemborongan yang dibuat atas cara memborongkan proyek dengan pemilihan langsung dan pelelangan.


(48)

43

C. Macam-Macam Dan Jenis-Jenis Perjanjian Pemborongan 1. Macam-Macam Perjanjian Pemborongan

Di dalam KUH Perdata dikenal adanya 2 (dua) macam perjanjian pemborongan yaitu:

a. Perjanjian pemborongan dimana pemborong hanya melakukan pekerjaan saja.

b. Perjanjian pemborongan dimana pemborong selain melakukan pekerjaan juga menyediakan bahan-bahannya (materialnya).

Perbedaan kedua macam perjanjian pemborongan tersebut dalam hal risiko kalau terjadi overmach/keadaan memaksa. Dalam perjanjian pemborongan dimana pemborong hanya melakukan pekerjaan saja, apabila pekerjaan itu musnah sebelum disertahkan, maka pemborong hanya bertanggung jawab atas kesalahannya saja. Dalam perjanjian pemborongan dimana pemborong selain melakukan pekerjaan juga menyediakan bahan-bahannya, apabila pekerjaan itu musnah sebelum disertahkan, maka pemborong bertanggung jawab baik karena kesalahannya mapun bukan karena kesalahannya, kecuali jika pihak yang memborongkan telah lalai menerima pekerjaan tersebut.

Mengenai isi dari perjanjian pemborongan di dalam KUH Perdata tidak ditentukan maka para pihak yang memborongkan yang mereka buat. Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang mengandung pengertian :

1.) Orang bebas membuat perjanjian maupun tidak membuat perjanjian 2.) Orang bebas menentukan isi dari perjanjian


(49)

44

3.) Orang bebas menetukan bentuk dari perjanjian

4.) Orang bebas mengadakan perjanjian dengan siapapun

5.) Orang bebas menentukan hukumnya yang berlaku bagi pihak perjanjian

Pasal-pasal yang ditentukan berlaku sepanjang para pihak tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang diadakan. Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat persetujuan harus mentaati hukum yang sifatnya memaksa tersebut. Selain itu, meskipun setiap orang bebas membuat perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, sesusilaan dan ketertiban umum. 49 Namun kebebasan tersebut di atas dibatasi yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.50 Di dalam Keppres 16 Tahun 1994 mengenai isi dari perjanjian pemborongan ditentukan sebagai berikut:

a) Akta di bawah tangan isinya tersertah kepada yang memborongkan (tidak diatur di dalam Keppres 16 Tahun 1994).

b) Surat Perintah Kerja (SPK) isinya sekurang-kurangnya harus memuat (Pasal 22 Ayat (1) Keppres 16 Tahun 1994):

1.1 Pihak yang memerintahkan dan yang menerima perintah pelaksanaan pekerja serta ditandatangani oleh kedua belah pihak 1.2 Pokok pekerjaan yang harus dilaksanakan

1.3 Harga yang tetap dan pasti serta syarat-syarat pembayarannya

49 Komariah, Op. Cit, hal. 174 50


(50)

45

1.4 Persyaratan dan spesifikasi teknis 1.5 Jangka waktu penyelesaian/penyerahan

1.6 Sanksi dalam hal penyelesaian tidak memenuhi kewajibannya c) Surat perjanjian pemborongan/kontrak isinya sekurang-kurangnya

harus memuat (Pasal 22 Ayat (2) Keppres 16 Tahun 1994):

1.1 Pokok yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlahnya.

1.2 Harga yang tetap dan pasti, serta syarat-syarat pembayarannya. 1.3 Persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terperinci. 1.4 Jangka waktu penyelesaian/penyerahan, dengan disertai jadwal

waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syarat-syarat penyerahannya

1.5 Jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan

1.6 Sanksi dalam hal rekaan jika ternyata tidak memenuhi kewajibannya.

1.7 Penyelesaian perselisihan 1.8 Status hukum

1.9 Hak dan kewajiban para pihak yang terkait di dalam perjanjian yang bersangkutan.

1.10 Penggunaan barang dan jasa hasil produksi dalam negeri secara tegas dirinci dalam lampiran kontrak.

Surat perjanjian pemborongan/ kontrak yang jangka waktunya lebih dari 1 (satu) tahun dapat memuat rumusan mengenai penyelesaian harga kontrak (price adjustment). Dalam surat perjanjian pemborongan/ kontrak


(51)

46

dapat dimuat ketentuan mengenai pembayaran uang muka yang sebelumnya telah ditetapkan dalam dokumen lelang.51

Dalam hal rekanan golongan ekonomi lemah memperoleh pekerjaan pengadaan barang/jasa dengan kelonggaran 10% (sepuluh persen) maka dalam surat perjanjian pemborongan/kontrak di cantumkan bahwa:

1. Pekerjaan tersebut harus dilaksanakan sendiri oleh rekanan yang ditunjuk dan dilarang disertahkan pihak lain.

2. Apabila keuntungan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilanggar, maka kontrak pengadaan barang/jasa tersebut dibatalkan dan rekanan golongan ekonomi lemah yang bersangkutan dikeluarkan dari daftar rekanan golongan ekonomi lemah dan Daftar Rekanan Mampu (DRM).

Apabila dalam pengadaan barang/jasa yang terpilih adalah rekanan yang tidak termasuk golongan ekonomi lemah, maka dalam surat perjanjian pemborongan/kontrak dicantumkan bahwa:

a. Rekanan wajib bekerja sama dengan rekanan golongan ekonomi lemah setempat, antara lain dengan subkontraktor atau leveransir barang, bahan dan jasa.

b. Dalam melaksanakan huruf a, rekanan yang terpilih tetap bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan tersebut.

c. Bentuk kerjaan sama tersebut adalah hanya untuk sebagai pekerjaan saja dan tidak dibenarkan mensubkontrakkan lebih lanjut dan/ atau mensubkontraktor seluruh pekerjaan.

51


(52)

47

d. Membuat laporan periodik mengenai pelaksanaan pembayarannya dan disampaikan kepada kantor/satuan kerja/ pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek yang bersangkutan.

e. Apabila rekanan yang bersangkutan tidak melaksanakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, di samping kontrak akan batal, rekanan bersangkutan dikeluarkan dari Daftar Rekanan Mampu (DRM).

Ada pun persamaan dan perbedaan antara Surat Perintah Kerja (SPK) dengan Surat Perjanjian Pemborongan/Kontrak sebagai berikut:

1.) Persamaannya:

Bahwa Surat Perintah Kerja (SPK) menpunyai kedudukan yang sama dengan Surat Perjanjian Pemborongan/Kotrak.

2.) Perbedaannya:

Surat Perintah Kerja (SPK) hanya memuat ketentuan-ketentuan secara garis besar saja, sedangkan surat perjanjian pemborongan kontrak memuat ketentuan-ketentuan yang rinci, lengkap dan dilampiri bestek/rencana dan syarat-syarat kerja (RKS).52

2. Jenis-Jenis Perjanjian Pemborongan

Berdasarkan Pasal 50 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa atau disebut juga dengan perjanjian pemborongan dibagi atas beberapa jenis. Dilihat dari bentuk imbalannya, maka kontrak pengadaan barang dan jasa dapat dibedakan dalam 5 (lima) jenis, yaitu:53

52 Ibid, hal. 12 53


(53)

48

a. Lump sum, adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua risiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa.

b. Harga satuan, adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.

c. Gabungan lump sum dan harga satuan, yaitu kontrak yang merupakan gabungan lump sum dan harga satuan dalam satu pekerjaan yang diperjanjikan.

d. Terima jadi (turn key) adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborong atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh bangunan/kontruksi, peralatan dan jaringan utama maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan.

e. Presentase, yaitu kontrak pelaksana jasa konsultasi di bidang kontruksi atau pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan


(54)

49

yang bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan presentase tertentu dari nilai pekerjaan fisik kontruksi/pemborongan tersebut.


(55)

50

BAB IV

ANALISIS YURIDIS TERHADAP IMPLEMENTASI PERJANJIAN PEMBORONGAN REHAB TAMAN MAKAM PAHLAWAN BUKIT BARISAN ANTARA DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL DENGAN

CV. RAPIMA

A. Proses Terjadinya Perjanjian Pemborongan Rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan Antara Dinas Kesejahteraan dan Sosial Dengan CV. RAPIMA

Perjanjian permborongan rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan Medan yang dilakukan oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara dengan CV. RAPIMA menggunakan proses yang dilakukan dengan kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Proses pelaksanaan ini didasarkan pada Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera utara, berdasarkan Pasal 6 diuraikan bahwa Kepala Seksi Kepahlawanan dan Keperintisan, mempunyai tugas:

1. Melaksanakan pembinaan, bimbingan dan arahan kepada pegawai pada lingkup seksi kepahlawan dan keperintisan ;

2. Melaksanakan pengumpulan, pengelolaan dan menyajikan bahan/data untuk penyempurnaan dan penyusunan standar pelayanan minimal pelaksanaan kewenangan daerah Kabupaten/Kota dalam pembinaan pelestarian nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan;

3. Melaksanakan penyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang pelestarian nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan;


(56)

51

4. Melaksanakan penyusunan perencanaan dan program kegiatan di bidang kepahlawanan dan keperintisan;

5. Melaksanakan sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan pedoman dan standarisasi bidang kepahlawanan dan keperintisan;

6. Melaksanakan pemberian bimbingan, monitoring , supervisi, konsultasi, dan fasilitasi bidang kepahlawanan dan keperintisan skala provinsi;

7. Melaksanakan koordinasi dan kerja sama dalam upaya pembinaan kesejahteraan keluarga para pahlawan dan perintis kemerdekaan, sesuai standar yang ditetapkan;

8. Melaksanakan kebijakan teknis di bidang pelestarian di bidang pelestarian nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan;

9. Melaksanakan pemberian rekomendasi atas usul pengangkatan gelar pahlawan nasional, perintis kemerdekaan;

10. Melaksanakan pemeliharaan makam pahlawan nasional dan Taman Makam Pahlawan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

11. Melaksanakan pemeliharaan dan membangun simbol-simbol kepahlawanan; 12. Melaksanakan sosialisasi, evaluasi, pembinaan dan pengendalian, penetapan

standar pembinaan pelestarian nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan di daerah Kabupaten/Kota;

13. Melaksanakan pembinaan terhadap oraganisasi kejuangan dan keperintisan; 14. Melaksanakan pembinaan terhadap pendirian tugu kepahlawanan.

15. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang, sesuai bidang tugasnya;


(57)

52

16. Melaksanakan penyususnan laporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala bidang, sesuai standar yang ditetapkan.; 17. Melaksanakan pemberian masukan yang perlu kepada kepala bidang, sesuai

bidang tugasnya.

Sehubungan dengan uraian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara maka dinas ini melakukan pelelangan terbuka. Sebelum proses diadakannya perjanjian ini maka dilalui tahapan-tahapan untuk melakukan pelelangan terhadap penyedia jasa pekerjaan rehab Taman Makam Pahlawan Nasional Bukit Barisan.

Yang Pertama yaitu anggaran yang tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan Angggaram (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesejahteraan dan Sosial. Program yang akan dilaksanakan oleh pihak Dinas Kesejahteraan dan Sosial, pada kegiatan yang akan dikerjakan termasuk juga penentuan pada lokasi. Setelah itu ditentukan nilai borongan yang bersumber pada dana APBD Provinsi Sumatera Utara.

Pelelangan Umum

a. Persiapan penyusunan dokumen lelang (umum) yang akan menjadi isi dari dokumen lelang, yang memiliki item-item yaitu :

1.) Pelelangan yang dilaksanakan oleh panitia pengadaan barang dan jasa, lalu dengan tahapan tahapan pertamanya yaitu :

(a.) Persiapan jadwal rencana pelelangan

(b.) Persiapan dokumen, dokumen yang dibutuhkan untuk pelelangan, lalu dokumen dokumen yang perlu di siapkan terbagi atas :


(58)

53

1.1 Dokumen perencanaan, di dalam dokumen perencanaan memiliki beberapa item yaitu :

a.1. Adanya gambar kerja, dari rencana yang akan di bangun a.2. RAB (Rencana Anggaran Biaya)

a.3. Spesifikasi teknis tentang fisik yang akan di kerjakan 1.2 Syarat-Syarat Umum dan Khusus Kontrak

Syarat-syarat umum ada pada pepres nomor 54 tahun 2010

Peraturan Presiden RI nomor 70 tahun 2012 (perubahan kedua dari pepres sebelumnya) acuannya pepres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah

2.) Membuat Syarat-Syarat Umum&Khusus dokumen lelang. Syarat umum kontrak

Isi umum dokumen lelang Pelaksanaan pelelangan

a. Pengumuman lelang

Pengumuman lelang ini langsung diumumkan secara terbuka di web resmi LPSE (Lembaga Pelelangan Sistem Elektronik) dilakukan secara online di website resmi lpse.sumutprov.go.id. Proses dari lelang itu sendiri melalui online tidak lagi manual. Dan bentuk dari proses pengumuman lelang nampak pada halaman depan lpse.sumutprov.go.id dan dapat dilihat secara keseluruhan dari pengumuman-pengumuman lelang di Sumatera Utara.

b. Pendaftaran dan pengambilan dokumen kualifikasi

Pendaftaran dilakukan dengan media email, atau pos/jasa pengiriman. Pada tahap pendaftaran diharuskan:


(59)

54

1.) Mencatat data peserta secara lengkap

2.) Pengambilan dokumen sesuai dengan yang ditentukan dalam pengumuman 3.) Dokumen kualifikasi hanya diberikan kepada peserta yang mendaftar 4.) Memberikan dokumen kualifikasi dalam bentuk file

5.) Mengunggah dokumen kualifikasi melalui website lpse.sumutprov.go..id yang dapat diunduh oleh calon penyedia jasa.

c. Penjelasan Pekerjaan (Aanwedjing)

Setelah diumumkan ke penyedia bahwa Dinas Kesejahteraan dan Sosial mengadakan pelelangan secara terbuka, para penyedia jasa dapat membaca di website mereka tersendiri melalui kantor penyedia masing-masing bahwa di Dinas Kesejahteraan dan Sosial ada pelelangan secara terbuka. Lalu mereka para calon penyedia jasa diberikan penjelasan mengenai dokumen dari pelelangan tersebut. Mengenai apa yang akan dilelangkan, aturan-aturan terkait, harga serta spesifikasi yang ada di dalam dokumen lelang tersebut. Penjelasan Pekerjaan juga dijelaskan mengenai syarat-syarat administasi, syarat-syarat teknis dan syarat penawaran bagi penyedia jasa yang ingin menanyakan isi dari pengumuman dokumen pengadaan lelang tersebut apabila ada pasal-pasal di dokumen yang kurang dimengerti dan proses yang dilakukan seluruhnya dilakukan secara online dan apabila ada perubahan atau kesalahan maka ada kesepakatan antara panitia dan penyedia jasa tetapi tidak menyalahi aturan dari Pepres No. 54 tahun 2010 langsung dilakukan perubahan, dan telah ditetapkan waktu serta jam untuk penjelasan pekerjaan dokumen lelang tersebut.


(60)

55

Peserta menyerahkan dokumen kualifikasi dan kelengkapan kepada panitia sesuai dengan jadwal, tata cara, dan ketentuan yang tercantum pada dokumen kualifikasi.

e. Pembukaan dokumen penawaran

Pembukaan dari dokumen ini memiliki aplikasi khusus dan panitia mempunyai aplikasi khusus tersebut yang mempunyai kata kunci.

f. Evaluasi dokumen penawaran

Metode evaluasi penawaran juga sangat terkait dengan kompleksitas barang/jasa. Bagian ini juga akan membahas dari dokumen administrasi, teknis, dan harga. Metode evaluasi penawaran untuk pengadaan terdiri dari tiga cara yaitu :

1.) Sistem gugur 2.) Sistem nilai

3.) Sistem nilai selama umur ekonomis. g. Pembuktian kualifikasi

Calon penyedia jasa yang tidak memenuhi syarat teknis akan dinyatakan gugur Kenapa gugur ? karena dalam tahapan evaluasi. Selama proses lelang ini yang terendah nilai penawarannya yang menang, seta syarat-syarat yang harus dipenuhi calon penyedia jasa ialah syarat-syarat terdapat pada dokumen lelang, dan jika ditemukan pemalsuan data, maka peserta calon penyedia jasa akan digugurkan dan dimasukkan dalam daftar hitam.

h. Penetapan pemenang

Jumlah minimal peserta calon penyedia jasa yang lulus prakualifikasi dan jumlah maksimal peserta yang masuk dalam daftar pendek adalah jika lulus


(61)

56

kurang dari jumlah minimal, dilakukan proses ulang dan kemudian proses pemilihan dapat dilanjutkan.

i. Pengumuman pemenang

Pengumuman dapat dilihat dari hasil nama peseta prakualifikasi, nilai hasil evaluasi termasuk tidak lulus dan keterangan hal yang menjadikan gugur. j. Masa sanggah 5 hari

Peserta lelang ada 10 dan pemenangnya hanya 1 jadi yang 9 yang kalah itu diberikan waktu untuk menyanggah, memprotes diberi hak asal alasannya dapat dipertanggungjawabkan.

k. Laporan hasil lelang dari panitia kepada pejabat penguasa anggaran. Penandatanganan Kontrak

Antara Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada pihak pertama lalu penyedia jasa sebagai pihak kedua secara bersama-sama membahas penyusunan kontrak agar kedua belah pihak tidak saling merugikan diantara penyusunan kontrak tersebut, tetapi tetap mengacu syarat-syarat umum dan khusus yang ada di dalam dokumen kontrak pengadaan lelang tersebut.54

B. Penerapan Perjanjian Borongan Rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan

Penerapan pelaksanaan perjanjian pemborongan dalam bentuk pekerjaan kontruksi rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan Medan Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara menggunakan anggaran 2013.

CV. RAPIMA melaksanakan pekerjaan rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan sesuai dengan isi perjanjian yang ada dalam kontrak yang telah disepakati

54 Wawancara dengan Bapak Jenni Ginting, Sekertaris Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, pada hari Rabu, 24 Februari 2016


(62)

57

oleh kedua belah pihak antara Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sumatera Utara sebagai pemberi pekerjaan dengan CV. RAPIMA sebagai pelaksana pekerjaan. Adapun acuan yang mengikat pihak CV. RAPIMA dalam melaksanakan pekerjaan harus tetap berpedoman kepada isi perjanjian antara kedua belah pihak. Baik dari segi volume maupun kualitas bahan yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan rehab harus sesuai dengan pengajuan penawaran yang dilakukan CV. RAPIMA.

Setelah CV. RAPIMA menerima Surat Perintah (SP) untuk melaksanakan pekerjaan rehab Taman Makam Pahlawan sesuai dengan isi kontrak yang ditanda tangani, langsung mengadakan pekerjaan pendahuluan sesuai dengan tahapan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Mengenai pelaksanaan pekerjaan tersebut tidak ditemukan hambatan yang mengakibatkan pekerjaan Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan tidak sesuai dengan isi kontrak, hal ini dikarenakan CV. RAPIMA dalam mengajukan penawaran pekerjaan berpedoman kepada regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik dari harga satuan bahan yang digunakan, dan CV. RAPIMA sudah mempunyai stok berupa bahan maupun peralatan serta tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan rehab TMP.55

Dalam Kontrak disebutkan uraian dari penerapan pekerjaan rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan ialah :

1. Pekerjaan Pendahuluan dan akhir

55 Wawancara dengan Bapak Sabar Lumbang Gaol selaku pihak dari CV. RAPIMA, pada hari Selasa 29 Maret 2016


(63)

58

a. Pekerjaan ini dimulai pada tahap pengukuran dan penarikan Bouwplank56. Sebelum galian tanah untuk pondasi dimulai bouwplank harus dipasang terlebih dahulu. Setelah bouwplank terpasang maka, harus dilaporkan kepada direksi pelaksana untuk diperiksa, agar pekerjaan selanjutnya dapat segera dilakukan.

b. Papan nama proyek dibuat dari bahan triplek yang dipasang di tempat yang dapat dilihat masyarakat.

c. Pembuatan Shop Drawing57 dan perhitungan ulang volume Kerja. Setelah penandatanganan kontrak yang pertama dilaksanakan adalah perhitungan volume kembali dimana volume yang tertuang dalam kontrak disesuaikan dengan yang di lapangan.

d. Jaga malam, sebagai pengamanan bahan dan peralatan diperlukan jaga malam di lokasi pekerjaan.

e. Direksi keet dan gudang, pembuatan direksi keet gudang adalah pembuatan yang diperuntukkan sebagai bangunan sementara untuk penyimpanan bahan material dan tempat rapat/koordinasi lapangan antara pelaksana, konsultan perencana, konsultan pengawas dan instansi terkait baik rutin maupun yang bersifat mendadak.

2. Pekerjaan jalan setapak lingkungan makam

a. Galian tanah biasa, pekerjaan ini adalah menggali tanah untuk pelavon perletakan titik pondasi yang akan dikerjakan sesuai dengan volume yang

56 Bouwplank adalah pembatas yang dipakai untuk menentukan titik bidang kerja pada sebuah proyek pendirian bangunan atau rumah dan juga berfungsi sebagai tempat penentuan untuk membuat dan meletakkan ukuran bangunan yang akan didirikan dan sebagai media untuk bentuk bagi proses pembuatan pondasi.

57 Shop Drawing adalah gambar teknis lapangan yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan


(64)

59

tencantum dalam Rencana Anggaran Biaya. Bentuk galian dilaksanakan sesuai dengan ukuran yang tertera dalam gambar.

b. Pekerjaan urugan tanah kembali hasil galian, pekerjaan urugan merupakan bekas galian dilakukan setelah pekerjaan galian selesai dilaksanakan. c. Pekerjaan pembongkaran dan membuat kanstin58 lama, pekerjaan ini

dilakukan dengan alat martil, linggis, semua bahan bekas pembongkaran tidak boleh dipakai kembali dan harus dibuang pada tempat yang telah ditentukan.

d. Pelaksanaan pengecoran kanstin, dilaksanakan setelah pekerjaan penggalian, pemasangan cetakan dilanstinksanakan.

e. Pengecoran gorong-gorong, pekerjaan plat gorong-gorong selesai dicor dan bekisting dapat dibuka dan dilaksanakan sesuai persyaratan sebagai berikut:

1.) Semen

2.) Pasir beton kerikil 3.) Air

4.) Besi beton

5.) Cetakan (Bekisting)

f. Pekerjaan lantai keramik jalan setapak lingkungan makam dilaksanakan setelah pekerjaan pengecoran kanstin dilaksanakan.

g. Pengecekan, seluruh permukaan bidang-bidang tembok/beton yang tampak harus dilabur dengan cat tembok 2-3 lapisan, penegecetan dilakukan pada permukaan dinding yang kering dan telah diplester.

58


(65)

60

3. Pekerjaan taman area kantor dan pos jaga

a. Galian pot bunga, pekerjaan ini adalah menggali tanah untuk perletakan titik pondasi tapak yang akan dikerjakan sesuai dengan volume yang tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya. Galian pondasi dilaksanakan setelah pasang bowplank dengan penandaan sumbu ke sumbu selesai diperiksa dan disetujui konsultan pengawas.

b. Urugan kembali, pekerjaan urugan bekas galian dilakukan setelah pekerjaan galian selesai dilaksanakan yang telah ditentukan oleh direktur teknis atau konsultan pengawas setelah mendapat persetujuan.

c. Pekerjaan pondasi, pondasi bangunan yang digunakan adalah pondasi batu kali/batu gunung yang memenuhi persyaratan teknis atau sesuai keadaan lapangan.

d. Pasangan batu bata, setelah pekerjaan pasangan pondasi selesai dilaksanakan dapat dilanjutkan dengan pemasangan baru bata, batu bata yang dipakai harus berkualitas baik dimana batu bata yang di pakai cetakan mesin dimana ukuran dan warnanya telah mendapat persetujuan dari direktur teknis/pengawas lapangan.

e. Pasangan plesteran , pekerja plesteran yang dilakukan pada pekerja ini adalah plesteran dengan perbandingan 1Pc : 4 Ps dengan ketebalan 15 mm. f. Pekerjaan relief, pekerjaan relief pot bunga adalah pekerjaan yang tingkat kerumitan yang tinggi kualitas relief yang baik yaitu besar relipan sama dan rata tidak bergelombang, relief harus dikerjakan yang benar-benar ahli dalam merelief agar hasilnya baik. Semua bidang pinggiran pot bunga harus direlief, besar dan ukuran dapat dilihat pada gambaran kerja.


(66)

61

g. Pekerjaan pengecetan seluruh permukaan bidang-bidang tembok/ beton yang tampak harus dilabur dengan cat tembok 2-3 lapisan, pengecetan dilakukan pada permukaan dinding yang kering dan telah dipelester. Untuk warna cat akan ditentukan oleh pihak direksi dimana pengecetannya dilakukan sebanyak 2-3 kali.

h. Pekerjaan paving block59, dilaksanakan setelah tanah dasar diratakan selanjutnya diisi dengan pasir urug dan tebal pasir urug ditentukan dalam gambaran kerja.

4. Pekerjaan rehab kantor dan toilet

a Galian, sebelum melaksanakan galian, posisi galian dan ukuran seperti tertera dalam gambar sudah dipastikan benar dan harus mendapat persetujuan direksi/ pengawas lapangan.

b. Urugan kembali, pekerjaan urugan bekas galian selesai dilaksanakan, dimana apabila bekas urugan tidak dapat dipakai lagi makan urugan harus dibuang kelokasi yang telah ditentukan oleh direktur teknis atau konsultan pengawas setelah mendapat persetujuan

c. Pembongkaran dinding lama, dinding batu bata lama harus benar-benar dilaksanakan jangan sampai merusak bagian dinding yang tidak dibongkar. d. Pasangan batu bata, setelah pasangan pondasi selesai dilaksanakan dapat

dilanjutkan dengan pemasangan batu bata.

e. Pasangan plesteran, pekerjaan plesteran yang dilakukan pada pekerjaan ini adalah plesteran dengan perbandingan 1Pc : 4 Ps dengan ketebalan 15mm. Adapun persyaratan pekerjaan ini adalah sebagai berikut :

59 Paving block adalah bahan bangunan berupa pasir dan semen PC dengan perbandingan campuran tertentu, yang mempunyai beberapa variasi bentuk untuk memenuhi selera pemakai.


(67)

62

1.) Semen 2.) Pasir beton 3.) Air

f. Pekerjaan lantai keramik dan dinding keramik, meliputi pemasangan lantai keramik dan keramik dinding kamar mandi titik peil mengukuti gambar rencana. Warna dan motif sesuai petunjuk Direksi/ konsulan pengawas. 5. Pekerjaan taman area dibelakang tugu garuda

Pertama adalah pekerjaan pot bunga

a. Galian, sebelum melaksanakan galian, posisi galian dan ukuran seperti tertera dalam gambar sudah dipastikan benar dan harus mendapat persetujuan direksi/pengawas lapangan. Untuk mempertahankan kepadatan muka tanah galian, maka lubang yang sudah siap segera dilanjutkan pekerjaan yang lain.

b. Urugan kembali, pekerjaan urugan bekas galian dilakukan setelah pekerjaan galian selesai dilaksanakan.

c. Pekerjaan pondasi, bagunan yang digunakan adalah pondasi batu kali/ batu gunung yang memenuhi persyaratan teknis atau sesuai dengan keadaan lapangan.

d. Pasangan batu bata, setelah pekerjaan pasangan pondasi selesai dilaksanakan dapat dilanjutkan dengan pemasangan batu bata.

e. Pasangan plesteran, pekerjaan plesteran yang dilakukan pada pekerjaan ini adalah plesteran dengan perbandingan 1Pc : 4 Ps dengan ketebalan 15mm. Adapun persyaratan pekerjaan ini adalah sebagai berikut :


(68)

63

2.) Pasir beton 3.) Air

f. Pengecekan, seluruh permukaan bidang-bidang tembok/beton yang tampak harus dilabur dengan cat tembok 2-3 lapisan, pengecetan dilakukan pada permukaan dinding yang kering dan telah diplester.

Kedua pekerjaan sumur bor dan rumah pompa

Pedoman pelaksanaan, pemakaian air menggunakan sumur bor yang kedalamannya tidak kurang lebih 50 meter atau sampai air dapat atau sesuai dengan petunjuk direktur teknis, sebagai pembungkus menggunakan (cassing) menggunakan pipa PVC d = 3” agar tanah hasil dari pengeboran tidak longsor. Selanjutnya sebagai pipa penghisap mengunakan pipa d= 1 inc dan pipa pendorong menggunakan pipa diameter 11/2 inc. Rumah Pompa air dibuat dari kontruksi batu bata (bentuk sesuai gambar). Seluruh jaringan air, harus dilakukan pengecetan yang disaksikan oleh kontraktor, pengawas dan pimpinan bagian proyek.

Ketiga pekerjaan kolam

a. Galian, sebelum melaksanakan galian, posisi galian dan ukuran seperti tertera dalam gambar sudah dipastikan benar dan harus mendapat persetujuan Direksi/Pengawas lapangan. Untuk mempertahankan kepadatan muka tanah galian, maka lubang yang sudah siap segera di lanjutkan pekerjaan yang lain.

b. Urugan kembali, pekerjaan urugan bekas galian dilakukan setelah pekerjaan galian selesai dilaksanakan.


(69)

64

c. Pekerjaan pondasi, bangunan yang digunakan adalah pondasi batu kali/ batu gunung yang memenuhi persyaratan teknis atau sesuai dengan keadaan lapangan.

Keempat jalan setapak

d. Galian kanstin, sebelum melaksanakan galian, posisi galian dan ukuran seperti tertera dalam gambar sudah dipastikan benar dan harus mendapat persetujuan Direksi/ pengawas Lapangan.

e. Urugan kembali, pekerjaan urugan bekas galian dilakukan setelah pekerjaan galian selesai dilaksanakan.

f. Pembongkaran kanstin lama

g. Pekerjaan pengecoran kanstin, dilaksanakan setelah pekerjaan penggalian, pemasangan cetakan dilaksanakan.

h. Pemasangan keramik, meliputi pemasangan lantai keramik dinding kamar mandi mengikuti gambar rencana. Warna dan motif berdasarkan petunjuk direksi / konsultan pengawas.

6. Pekerjaan taman pengelolaan taman

a. Pekerjaan timbunan tanam, bahan timbunan yang diperlukan harus dari tanah yang baik, banyak mengandung butir-butiran serta tidak banyak mengandung bahan bahan organik seperti misalnya akar tumbuh-tumbuhan sampah serta baan-bahan lainnya.

b. Pekerjaan tumbuhan humus, bahan timbunan yang diperlukan harus dari tanah humus yang baik, banyak mengandung butir-butiran serta tidak banyak mengadung bahan organik seperti misalnya akan tumbuh-tumbuhan sampah serta bahan-bahan lainnya.


(70)

65

c. Pekerjaan penanaman rumput

d. Pekerjaan penanaman bonsai cemara udang e. Peerjaan penanaman pucuk merah

f. Pekerjaan penanaman bogenvil g. Pekerjaan tokot hijau

h. Pekerjaan cemara salju, semua jenis bunga baik ukuran dan jenis harus mendapat persetujuan dari pengawas lapangan.

7. Pekerjaan rehab parkir depan

a. Timbunan, bahan timbunan yang diperlukan dari tanah yang baik, banyak mengandung butir-butiran serta tidak banyak mengandung bahan organik seperti misalnya akar tumbuh-tumbuhan sampah serta bahan-bahan lainnya.

b. Timbunan pasir urugan, bahan urugan yang diperlukan harus dari pasir urug atau pasir yang baik, banyak mengandung butir-butiran serta tidak banyak mengandung bahan organik seperti misalnya akar tumbuh-tumbuhan sampah serta bahan-bahan lainnya.

c. Pekerjaan paving block, pekerjaan ini dilaksanakan setelah dasar diratakan selanjutnya diisi dengan pasir urug ditentukan dalam gambar kerja.

8. Pekerjaan Lain-Lain

a. Pembuatan laporan, yang meliputi pemakaian beban, kebutuhan pekerja, volume dan cuaca.

b. Pembuatan ass buil drawing, merupakan gambar akhir dari pelaksanaan dimana apabila ada gambar awal dan gambar di lapangan berbeda harus


(71)

66

digambar dan apa yang ada di lapangan.60

C. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian pemborongan rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan Antara Dinas Kesejahteraan Dan Sosial Dengan CV. RAPIMA

Wanprestasi terjadi akibat dari si berutang (debitor) tidak melakukan apa yang dijanjikan, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi. Ia alpa atau ingkar janji, atau melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.

Wanperstasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitor dapat berupa empat macam:

a. Tidak melakukan apa yang di sangupi akan dilakukannya

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.61 Akibat adanya wanprestasi maka kreditor yang berhak menuntut prestasi kepada debitor yang wajib memenuhi prestasi:

1. Pemenuhan prestasi

2. Pemenuhan prestasi dengan ganti rugi 3. Ganti Rugi

4. Pembatalan perjanjian

5. Pembatalan perjanjian dengan ganti rugi.

Dalam Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) untuk melaksanakan pekerjaan kontruksi rehab Taman Makam Pahlawan dikatakan bahwa tanggal berlaku

60 Dikutip dari Surat Dokumen Kerja Rahab Taman Makam Pahlawan Tahun 2013 61


(72)

67

Kontrak ini terhitung sejak 2 Agustus 2013 s.d. 29 November 2013. Jadwal pelaksanaan pekerjaan harus menyelesaikan pekerjaan selama 120 (sertatus dua puluh hari kalender). Denda terhadap setiap hari keterlambatan pelaksanaan/penyelesaian pekerja penyedia akan dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/ 1000 (satu per seribu) dari nilai kontrak atau bagian tertentu dari nilai kontrak.

Pekerjaan yang dilakukan CV. RAPIMA untuk rehab Taman Makam Pahlawan sesuai dengan kontrak yang disepakati oleh kedua belah pihak antara Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sumatera Utara dan CV. RAPIMA. Dilaksanakan sesuai target waktu yang diperjanjikan dan pihak CV. RAPIMA tidak di kenakan denda keterlambatan pekerjaan di karenakan semua pekerjaan rehab Taman Makam Pahlawan dilaksanakan sesuai dengan target waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.62

Berita acara serah terima pekerjaan yang dilaksanakan oleh CV. RAPIMA terhadap pemborongan pekerjaan dilakukan sebelum masa kontrak berakhir. Jadi dapat dikatakan tidak ada keterlambatan atas pekerjaan yang dilakukan pihak penyedia jasa terhadap jadwal tanggal kerja yang telah disepakati sebelumnya dan CV. RAPIMA tidak dikenakan denda yang diakibatkan wanprestasi.

D. Penyelesaian Sengketa Yang Timbul Dalam Perjanjian Borongan Rehab Taman Makam Pahlawan Antara Dinas Kesejahteraan Dan Sosial Dengan CV. RAPIMA

Wawancara yang dilakukan mengenai kendala yang muncul di dalam pelaksanaan kontrak bahwa dari pelaksanaan tersebut para pihak menerangkan

62 Wawancara dengan Bapak Jenni Ginting, Sekertaris Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, pada hari Rabu, 24 Februari 2016


(73)

68

bahwa tidak terdapat masalah yang besar dalam pelaksanaan kontrak rehab Taman Makam Pahlawan tersebut. Masalah yang timbul hanya masalah yang tidak fatal, seperti keterlambatan pekerja hadir dan untuk itu para pihak telah menyepakati mengenai penyelesaian permasalahan yang muncul ketika terjadi perselisihan di dalam kontrak.

Pada perjanjian pemborongan rehab Taman Makam Pahlawan ini pekerjaan kedua belah pihak mengharapkan agar dalam pelaksanaan perjanjian tersebut tidak ada satu pun kendala atau sengketa yang menghalangi. Namun, beberapa masalah dapat hadir tanpa di khendaki atau tidak dapat dicegah dari salah satu pihak dan mereka tidak dapat memastikan bahwa dalam melakukan perjanjian mereka akan luput dari masalah. Jadi oleh karena itu dalam pembuatan kontrak tersebut harus benar-benar dipersiapkan solusi terbaik apabila nantinya terdapat kendala ataupun sengketa dalam kontrak.

Kontrak pekerjaan antara Dinas Kesejahteraan dan Sosial dengan CV. RAPIMA terdapat pasal mengenai penyelesaian perselisihan yaitu dalam Pasal 13 di sebutkan bahwa, penyelesaian perselisihan :

1. Para Pihak berkewajiban untuk berupaya sungguh-sungguh menyelesaikan secara damai semua perselisihan yang timbul dari atau berhubungan dengan Kontrak ini atau interprestasinya selama atau setelah pelaksanaan pekerjaan ini. 2. Penyelesaian perselisihan atau sengketa antara pihak dalam kontrak dapat

dilakukan melalui musyawarah, arbitrase, mediasi, konsiliasi atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(74)

69

1. Para pihak bertindak berdasarkan asas saling percaya yang disesuaikan dengan yang terdapat dalam kontrak.

2. Para pihak setuju untuk melaksanakan perjanjian dengan jujur tanpa menonjolkan kepentingan masing-masing pihak. Apabila selama kontrak, salah satu pihak merasa dirugikan, maka diupayakan tindakan yang terbaik untuk mengatasi keadaan tersebut.


(75)

70

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat di ambil kesimpulan:

1. Pelaksanaan rehab Taman Makam Pahlawan Nasional Bukit Barisan merupakan salah satu tupoksi dari Dinas Kesejahateraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, sebelum perjanjian ini dilaksanakan sudah melalui proses pemilihan calon penyedia jasa melalui pelelangan secara terbuka melalui website resmi yaitu lpse.sumutprov.go.id. Semua calon penyedia jasa yang mengikuti tahapan-tahapan serta seleksi dan memenuhi syarat-syarat evaluasi administrasi, teknis, harga, kualitatif serta evaluasi akhir.

2. Penerapan pelaksanaan perjanjian rehab Taman Makam Pahlawan ini dilakukan dalam bentuk pekerjaan kontruksi, dimana dalam metode pelaksanaan perjanjian disebutkan bahwa melakukan delapan (8) pekerjaan yaitu pekerjaan pendahuluan dan akhir, pekerjaan jalan setapak lingkungan makam, pekerjaan taman area kantor dan pos jaga, pekerjaan rehab kantor dan toilet, pekerjaan taman area dibelakang tugu garuda, pekerjaan pengelolaan taman, pekerjaan rehab parkir bagian depan. Bahan-bahan yang akan dipakai dalam pekerjaan telah disepakati oleh kedua belah pihak baik dari dinas pemerintahan maupun dengan pihak penyedia jasa tersebut.

3. Dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan ini pihak dari penyedia jasa tidak melakukan wanprestasi karena telah menyerahkan berita acara serah terima pekerjaan yang dilakukan pihak penyedia jasa yaitu CV. RAPIMA sebelum


(76)

71

dari jadwal yang telah disepakati oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial dengan CV. RAPIMA.

4. Semua kegiatan pekerjaan pemborongan rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan Medan sesuai dengan prosedur baik dalam sistem pelelangan, sistem pekerjaan dan sesuai aturan hukum yang berlaku. Apabila ada suatu perselisihan diakibatkan karena hal-hal kecil dapat diselesaikan dan dapat dicegah. Adapun upaya yang dapat ditempuh para pihak apabila terjadi sengketa dalam kontrak pemborongan ini dapat dilakukan melalui musyawarah, arbitrase, mediasi, konsiliasi atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka diberikan saran yang diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan perjanjian pemborongan :

1. Sebaiknya dalam hal penerapan pembangunan yang dilakukan dengan adanya perjanjian pemborongan rehab Taman Makam Pahlawan peningkatan dari fungsi Taman Makam Pahlawan sebagai tempat peristirahatan para pahlawan serta pejuang menjadi tempat yang lebih bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat.

2. Dalam penerapan pelaksanaan perjanjian pembrongan rehab Taman Makam Pahlawan harus dengan teliti dalam proses pemilihan bahan bahan yang sesuai standart yang telah ditentukan mulai dari perkerjaan awal sampai pekerjaan terakhir guna mengoptimalkan hasil dari pekerjaan yang dikerjakan pihak penyedia jasa.


(77)

72

3. Sangat diperlukannya integritas yang sangat tinggi dari masing-masing pihak yang ikut serta dalam perjanjian pemborongan ini. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan perbuatan-perbuatan yang melangar hukum. norma dan kesusilaan seperti perbuatan kongkalikong dalam pemilihan pemborong oleh pihak yang memborongkan. Mengingat dalam perjanjian pemborongan ini pemilihan penyedia jasa oleh pemerintah dilakukan dengan metode pengadaan lelang terbuka bagi calon penyedia jasa yang akan mengerjakan pekerjaan pemborongan tersebut.


(78)

14

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian

Pengaturan mengenai perjanjian terdapat di dalam Buku III KUH Perdata (selanjutnya disebut dengan KUH Perdata) yang merupakan bagian dari KUH Perdata yang terdiri atas empat buku. Keempat buku tersebut memberikan pengaturan yang berbeda-beda, Buku I mengenai perorangan (personenrecht), Buku II memuat ketentuan hukum kebendaan (zakenrecht), Buku III mengenai hukum perikatan (verbintenissenrecht), dan yang terakhir adalah Buku IV mengatur pembuktian dan daluarsa (bewijs en verjaring). Dalam buku III KUH Perdata memuat pengaturan tentang verbintenissenrecht yang di dalamnya juga tercakup istilah overeenkomst. Kata “verbintenis” bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan kedalam dua istilah, yaitu perjanjian dan persetujuan.7

Subekti berpendapat bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dengan demikian suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan karena kedua pihak itu bersetuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak adalah lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.8

7 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009. hal. 74.

8


(79)

15

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja berpendapat bahwa, perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan pada debitor dalam perjanjian, memberikan hak pada pihak kreditor dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut. Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian adalah pelaksanaan dari perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut. Dalam hal debitor tidak melaksanakan perjanjian yang telah disepakati tersebut, maka kreditor berhak untuk menuntut pelaksanaan kembali perjanjian yang belum, tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan secara bertentangan atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, kerugian dan biaya yang telah dikeluarkan oleh kreditor.9

M. Yahya berpendapat bahwa perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.10

Dari pengertian singkat di atas kita jumpai di dalamnya beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain : hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.11

9

Kartini Muljadi&Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 91

10 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal.6 11


(80)

16

Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perujanjian, bukan suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang kita jumpai dalam harta benda kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan sendirinya timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya seperti yang diatur dalam hukum waris.

Berdasarkan KUH Perdata menurut ketentuan Pasal 1313 didefenisikan sebagai:

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengingatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Jika kita perhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau prestasi dan satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum. 12

Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “tindakan

hukum”/rechtshandeling.. Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak

12


(81)

17

pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun

menyediakan diri dibebani dengan “kewajiban” untuk menunaikan prestasi.13

Prestasi ini adalah objek atau “voorwerp” dari verbintenis. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan berdasar tindakan hukum sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi

mempunyai kedudukan sebagai “schuldeiser” atau “kreditor”. Pihak yang wajib

menunaikan prestasi berkedudukan sebagai “schuldenaar” atau “debitor”.14

Selain itu, terhadap defenisi perjanjian yang tercantum pada Pasal 1313 KUH Perdata ini dianggap kurang begitu memuaskan karena memiliki kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut15:

1. Hanya menyangkut sepihak saja

Hal ini dapat disimak dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya” Kata “mengikat” merupakan kata kerja yang bersifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak berasal dari kedua pihak. Sedang maksud perjanjian itu adalah para pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampaklah kekurangannya. Seharusnya pengertian perjanjian itu ditambah dengan rumusan “saling mengikatkan diri”.

2. Kata perbuatan mencakup juga kata consensus/kesepakatan

Pengertian kata “perbuatan” berarti termasuk juga tindakan mengurus kepentingan orang lain (zaakwaarneming) dan perbuatan melawan hukum

13

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 7. 14 Ibid., hal. 7.

15 Abdulkadir Muhammad (II), Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 88


(82)

18

(onrechtmatige daad). Hal ini menunjukkan makna kata “perbuatan” itu sangatlah luas dan dapat menimbulkan akibat hukum. Seharusnya dalam kalimat tersebut dipakai kata “persetujuan”.

3. Pengertian perjanjian terlalu luas

Perjanjian yang di khendaki dalam Buku Ketiga KUH Perdata adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukanlah perjanjian yang bersifat personal. Sementara itu, pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut dianggap terlalu luas, karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, janji kawin, yang dimana hal ini diatur dalam lapangan hukum keluarga. 4. Tanpa menyebutkan tujuan

Dalam perumusan Pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak yang mengikatkan diri tersebut dianggap tidak jelas tujuannya saling mengikatkan diri.

Pengertian perjanjian di atas memiliki kelemahan-kelemahan, sehingga atas dasar tersebut perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian tersebut. Pengertian perjanjian yang dikemukakan para ahli di atas melengkapi kekurangan defenisi Pasal 1313 KUHPerdata, sehingga secara lengkap pengertian perjanjian adalah perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.16

B. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;

16


(83)

19

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal”.

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.17

Yang mengenai subyeknya perjanjian ialah :

a. Orang yang memuat perjanjian harus cakap atau mampu melakukan perbuatan hukum tersebut.

b. Ada sepakat (konsensus) yanng menjadi dasar perjanjian, yang harus dicapai atas dasar kebebasan menetukan kehendaknya (tidak ada paksaan, kekhilafan dan penipuan).18

Dengan diperlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang setuju (overeenstemende wilsverklaring) antara pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).19

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk

17

R.Subekti (I), Op.Cit, hal. 17

18 R. Subekti (II), Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1976 19 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 73-74


(84)

20

dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, dan siapa yang harus melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksana-kannya. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak.20

Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh para pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.

Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dalam KUH Perdata dicantumkan beberapa, hal yang merupakan faktor yang dapat menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut.

Dilihat dari syarat-syarat sahnya perjanjian ini, maka Asser membedakan bagian perjanjian, yaitu bagian inti (wezenlijk oordeel) dan bagian yang bukan inti (non wezenlijk oordeel). Bagian inti disebutkan esensialia, bagian non-inti terdiri dari naturalia dan aksidentialia.

Esensialia : Bagian ini merupakan sifat yang harus ada di dalam perjanjian. Sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordel). Seperti, persetujuan antara para pihak dan objek, perjanjian.

20


(85)

21

Naturalia : Bagian ini merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual (vrijwaring).

Aksidentialia : Bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan mengenai domisili para pihak.21

Adanya kecakapan untuk bertindak dalam hukum merupakan syarat subyektif yang kedua terbentuknya perjanjian yang sah di antara para pihak. Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum. jika masalah kecakapan untuk bertindak berkaitan dengan masalah kedewasaan dari orang perorangan yang melakukan suatu tindakan atau perbuatan hukum, masalah kewenangan berkaitan dengan kapasitas orang perorangan tersebut yang bertindak atau berbuat dalam hukum.22

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUH Perdata disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :

1.) Orang-orang yang belum dewasa;

2.) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

3.) Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.23

Sebabnya orang yang belum dewasa dan orang yang tidak sehat pikirannya

21 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal. 74-75 22 Ibid., hal. 127.

23


(86)

22

dianggap tidak dapat melakukan perbuatan hukum secara sah, bahwa pada umumnya dapat dikhawatirkan, kalau-kalau orang itu terjerumus dalam perangkap yang disediakan oleh pihak lain dalam pergaulan hidup. Maka untuk kepentingan orang-orang itu sendirilah adanya anggapan ketidak sanggupan untuk melakukan perbuatan hukum yang sah. Juga mereka membikin suatu perjanjian dengan orang lain, hanya mereka sendiri dan bukannya pihak lawan diberikan hak untuk minta pembatalan dari perjanjian itu.24

Dengan demikian persetujuan semacam ini pelaksanaannya selalu tergantung dari apa maunya pihak yang belum dewasa atau pihak yang berada dalam pengawasan curatele yaitu mau melaksanakan pembatalan dari persetujuan yang bersangkutan. Kontrak semacam ini sering dinamakan kontrak pincang (hinkend contract).25

Menurut Pasal 433 KUH Perdata, orang-orang yang diletakkan di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap dan boros. Dalam hal ini bentuk undang-undang memandang bahwa yang bersangkutan tidak mampu menyadari tanggung jawabnya dan karena itu tidak cakap bertindak untuk mengadakan perjanjian. Apabila seorang yang belum dewasa dan mereka yang diletakkan di bawah pengampuan itu mengadakan perjanjian, maka yang mewakilinya masing-masing adalah orang tua atau pengampunya.26

Kecakapan seorang perempuan yang bersuami dalam KUH Perdata, ada hubungan dengan sistem yang dianut dalam Hukum Perdata Barat (Belanda) yang

24

R.Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, Jakarta, 1973, hal. 18

25 Ibid, hal. 18. 26


(87)

23

menyerahkan kepemimpinan keluarga itu kepada sang suami. Oleh karena ketentuan tentang ketidakcakapan seorang perempuan yang bersuami itu di Negeri Belanda sendiri sudah dicabut karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman, maka sebaiknya ketentuan tersebut di Indonesia juga dihapuskan. Memang dalam praktek notaris sekarang sudah mulai mengizinkan seorang istri, yang tunduk kepada Hukum Perdata Barat membuat suatu perjanjian di hadapannya, tanpa bantuan suami. Surat edaran Mahkamah Agung No. 3/1963 tanggal 4 Agustus 1963 kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia bahwa Mahkamah Agung menganggap pasal-pasal 108 dan 110 KUH Perdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya, sudah tidak berlaku lagi.27

Syarat obyektif sahnya perjanjian dapat ditemukan dalam:

a) Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUH Perdata mengenai keharusan adanya suatu hal tertentu dalam perjanjian.

b) Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 KUH Perdata yang mengatur mengenai kewajiban adanya suatu sebab yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.28

Tentang Hal Tertentu dalam Perjanjian

KUH Perdata menjelaskan maksud hal tertentu, dengan memberikan rumusan dalam Pasal 1333 KUH Perdata , yang berbunyi sebagai berikut:

“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya.

27 Subekti (I), Op. Cit, hal.19 28


(88)

24

Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

Secara sepintas, dengan rumusan “pokok perjanjian berupa barang yang telah

ditentukan jenisnya” tampaknya KUH Perdata hanya menekankan pada perikatan

untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu. Namun demikian jika diperhatikan lebih lanjut, rumusan tersebut hendak menegaskan kepada kita semua bahwa apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, KUH Perdata hendak menjelaskan, bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu kebendaan yang tertentu.29

Jumlah benda itu tidak perlu ditentukan dahulu, asal saja kemudian dapat ditentukan. Misalnya seorang pedagang mempunyai beras dalam gudangnya dan berjanji menjual semua atau sebagian dari beras itu kepada orang lain dengan harga sekian rupiah sekilogramnya. Perjanjian ini diperbolehkan, oleh karena kemudian secara menimbang dapat ditentukan berapa kilogramnya beras yang sebetulnya dijual.30

Pada perikatan untuk melakukan sesuatu, dalam pandangan KUH Perdata, hal yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak dalam perikatan tersebut (debitor) pastilah juga berhubungan dengan suatu kebendaan tertentu, baik itu berupa kebendaan berwujud maupun kebendaan tidak berwujud.31

Tentang Sebab yang Halal

Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 hingga Pasal 1337 KUH Perdata. Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa:

29 Ibid., hal. 155

30 R. Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit, hal. 22 31


(89)

25

“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang

palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan”.

KUH Perdata tidak memberikan pengertian atau defenisi dari “sebab” yang

dimaksud dalam Pasal 1320 Perdata. Hanya saja dalam Pasal 1335 KUH Perdata , dijelaskan bahwa yang disebut dengan sebab yang halal adalah:

1.1 Bukan tanpa sebab; 1.2 Bukan sebab yang palsu; 1.3 Bukan sebab yang terlarang.32

Sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seorang membuat suatu perjanjian dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan undang-undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seorang atau apa yang di cita-citakan seorang. Yang diperhatikan oleh hukum atau undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat.33

C. Jenis-Jenis Perjanjian

Menurut Pasal 1314 KUH Perdata suatu persetujuan dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban. Suatu perjanjian/persetujuan dengan cuma-cuma-cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri, misalnya hibah, pemberian, anugrah dan wasiat. Suatu persetujuan atas beban ialah suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.

32 Ibid, hal. 161 33


(90)

26

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara yaitu sebagai berikut: 1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.

Perjanjian timbal balik ialah perjanjian-perjanjian yang menimbulkan kewajiban-kewajiban pokok pada kedua belah pihak, misalnya: jual beli, sewa menyewa dan sebagainya.

2. Perjanjian bernama dan perjanjian tak bernama.

Perjanjian bernama (benoemd) ialah perjanjian yang mempunyai nama tersendiri yang diberikan (ditentukan) boleh undang-undang berdasarkan tipe (bentuk) yang paling banyak terjadi sehari-hari walaupun jumlahnya terbatas. Perjanjian itu juga disebut perjanjian khusus.

Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata tetapi hidup dalam kehidupan masyarakat.34

3. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator

Perjanjian kebendaan ialah suatu perjanjian untuk mengadakan suatu hak kebendaan, yaitu perjanjian dengan mana hak milik dari seorang atas sesuatu beralih kepada pihak lain, misalnya hipotik.35

Perjanjian obligator ialah perjanjian dimana para pihak terikat untuk melakukan kewajiban kepada pihak lain, dengan perkataan lain perjanjian ini menimbulkan perikatan.

4. Perjanjian yang konsensuil dan yang riil.

Perjanjian konsensuil ialah perjanjian yang terjadi dengan adanya kata sepakat untuk mengadakan perikatan.

34 Wan Sadjarudidin Baros, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, USU PRESS, Medan, 1992, hal. 25

35


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penelitian... 10

F. Keaslian Penulisan ... 12

G. Sistematika Penulisan... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian ... 14

B. Syarat Sahnya Perjanjian... 18

C. Jenis-Jenis Perjanjian ... 25

D. Akibat Hukum Perjanjian ... 27

E. Berakhirnya Suatu Perjanjian ... 29

BAB III TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PEMBORONGAN DAN PENGATURANNYA A. Pengertian Perjanjian Pemborongan ... 36

B. Bentuk-Bentuk Perjanjian Pemborongan ... 41

C. Macam-Macam Dan Jenis Perjanjian Pemborongan ... 43

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP IMPLEMENTASI PERJANJIAN PEMBORONGAN REHAB TAMAN MAKAM PAHLAWAN BUKIT BARISAN ANTARA DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL DENGAN CV. RAPIMA A. Proses Terjadinya Perjanjian Pemborongan Rehab Makam Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan Antara Dinas Kesejahteraan dan Sosial Dengan CV. RAPIMA ... 51

B. Penerapan Serta Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan ... 56

C. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Pemborongan Rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan Antara Dinas Kesejahteraan Dan Sosial Dengan CV. RAPIMA ... 66 D. Penyelesaian Sengketa Yang Timbul Dalam Perjanjian


(2)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(3)

ABSTRAK Dwi Putri Rezky Sihite

Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum Rabiatul Syahriah, SH, M.Hum

Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu perangkat daerah yang mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pekerjaan rehab Taman Makam Pahlawan Nasional Bukit Barisan Medan. Kondisi pengelolaan Taman Makam Pahlawan yang masih kurang terawat sehingga dipelukan peningkatan pemeliharaan, pembangunan, rehabilitasi/ pemugaran guna peningkatan fungsi dari Taman Makam Pahlwan, secara terus menerus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berlaku. Skripsi ini berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Implementasi Perjanjian Pemborongan Rehab Taman Makam Pahlawan Antara Dinas Kesejahteraan dan Sosial dengan CV. RAPIMA. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana proses terjadinya perjanjian pemborongan, penerapan pelaksanaan perjanjian pemborongan, bagaimana akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian pemborongan, dan bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul akibat perjanjian pemborongan tersebut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris yang bersifat deskriptif, dimana dalam teknik penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan, mengolah dan menggunakan data-data sekunder dan kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penilitian tentang hubungan antara peraturan dengan penerapan dalam praktek di lapangan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa proses terjadinya perjanjian pemborongan di Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara melalui beberapa tahapan yaitu melakukan pelelangan secara terbuka melalui website resmi lpse.sumutprov.go.id guna mendapatkan perusahaan yang mempunyai kualifikasi melaksanakan pekerjaan pemborongan rehab Taman Makam Pahlawan Nasional Bukit Barisan dengan mengikuti tahapan-tahapan seperti persiapan penyusunan dokumen lelang, persiapan pelelangan sampai penandatangan dokumen lelang. Penerapan dari perjanjian pemborongan ini adalah melakukan pekerjaan rehab Taman Makam Pahlawan Nasional Bukit Barisan Medan berdasarkan dokumen yang di setujui oleh kedua belah pihak yaitu dimulai dari perkerjaan awal sampai pekerjaan akhir. Pihak CV. RAPIMA yang melakukan pekerjaan tersebut melaksanakan tepat waktu sesuai perjanjian, sehingga tidak terjadi wanprestasi terhadap keterlambatan waktu yang telah di tetapkan dalam dokumen kontrak.Berdasarkan pelaksanaan pekerjaan sudah telah dipenuhi dan sesuai dengan isi kontrak sehingga tidak ditemukan sengketa atau perselisihan yang terjadi antara para pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong.


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb Bismillahhirrahmanirrahim

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Begitu pula shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafa’atnya di akhirat kelak.

Dalam Penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “Analisis Yuridis Terhadap Implementasi Perjanjian Pemborongan Rehab Taman Makam Pahlawan Antara Dinas Kesejahteraan dan Sosial dengan CV RAPIMA”. Adapun maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi kewajiban dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Departemen Hukum Keperdataan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari keterbatasan penulis dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah dengan ikhlas memberikan bimbingan, petunjuk serta bantuan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H. M.Hum selaku Dekan Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen Pembimbing I penulis yang memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan dan Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan sumbangan baik bimbingan, waktu, kesabaran, keterangan, dan nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisannya.

7. Bapak dan Ibu Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik, mengasuh, dan membimbing penulis selama menumpuh pendidikan di Fakultas Hukum universitas Sumatera Utara.

8. Orang tua Penulis Ayahanda Barita Sihite dan Ibunda Sinarta Ginting serta abang Guruh Syah Putra Sihite kedua adik penulis Meilani dan si bungsu Muhammad Fakhri Dianggi Sihite yang selalu memberikan dukungan, perhatian dan doa untuk penulis hingga penulis


(6)

9. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa hasil akhir penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat di harapkan guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, Maret 2016 Penulis,

` Dwi Putri Rezky Sihite


Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)

1 67 98

Wanprestasi Dalam Perjanjian Pemborongan Kerja Milik Pemerintah Antara CV. Dina Utama Dengan Dinas Penataan Ruang Dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara

2 55 134

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara Dinas Pekerjaan Umum KIMPRASWIL Kabupaten Toba Samosir Dengan CV. Bagas Belantara (Studi Kasus Pada CV. Bagas Belantara)

3 106 112

Analisis yuridis tentang pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan antara CV. Abdhi Tritunggal dengan Universitas Jember

1 7 81

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

1 21 106

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal dengan CV. Bersama Kontraktor (Studi Pada CV. Bersama Kontraktor)

4 25 108

Analisis Yuridis terhadap Implementasi Perjanjian Pemborongan Rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan antara Dinas Kesejahteraan dan Sosial dengan CV. Rapima

0 2 38

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal dengan CV. Bersama Kontraktor (Studi Pada CV. Bersama Kontraktor)

0 0 9

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal dengan CV. Bersama Kontraktor (Studi Pada CV. Bersama Kontraktor)

0 0 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis terhadap Implementasi Perjanjian Pemborongan Rehab Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan antara Dinas Kesejahteraan dan Sosial dengan CV. Rapima

0 0 13