Analisis Pengaruh Kebijakan Pembebasan Bersyarat Dan Cuti Menjelang Bebas Terhadap Over Kapasitas Penghuni Pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

(1)

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS TERHADAP OVER KAPASITAS PENGHUNI

PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN

TESIS

Oleh

LIBERTI SITINJAK 031011006/IM

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009 S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA


(2)

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS TERHADAP OVER KAPASITAS PENGHUNI

PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program studi Ilmu manajemen pada sekolah Pasca Sarjana

Universitas sumatera Utara

Oleh

LIBERTI SITINJAK 077019044/IM

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS TERHADAP OVER KAPASITAS PENGHUNI PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN Nama Mahasiswa : Liberti sitinjak

Nomor Pokok : 077019044

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. A.Rahim Matondang, MSIE) (Ir. Harmein Nasution. MSIE) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Prof. Dr. Rismayani. SE. MS) (Prof. Dr.Ir. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 16 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Ir. A.Rahim matondang. MSIE Anggota : 1. Ir. Harmein Nasution.MSIE

2. Prof. Dr. Ir. Sumono.MS 3. Prof. Dr. Rismayani. SE. MS 4. Drs. Syahyunan. M.Si


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya nyatakan bahwa tesis yang berjudul :

“ ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS TERHADAP OVER KAPASITAS PENGHUNI PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya.

Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan benar dan jelas.

Medan, 16 Juli 2009

Yang Membuat Pernyataan


(6)

ABATRAK

Dasar hukum pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang menyatakan orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah melalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit Sembilan bulan dari pada itu. Pada hakekatnya pemberian pembebasan bersyrat ini merupakan hadiah dari Negara bagi narapidana untuk bebas lebih awal dari masa hukuman yang sebenarnya. Pemberian pembebasan bersyarat ini jika dilihat secara implisit hanya merupakan hadiah dari Negara, dimana pada situasi pada saat itu kondisi narapidana diseluruh Indonesia masih dihuni narapidana dalam jumlah yang wajar.

Perumusan masalah penlitian ini adalah : Sejauh mana pengaruh pelaksanaan kebijakan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap over kapasitas penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh kebijakan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap over kapasitas penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Hipotesis sebagai berikut : Pembebasan Bersyarat, Cuti menjelang bebas berpengaruh terhadap over kapasitas penghuni pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Metode Penelitian dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan survey, jenis penelitian ini Deskriptif Kuantitatif, dan sifat penelitian ini adalah penjelasan (explanatory). Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara (interview), daftar pertanyaan (questionaire), dan studi dokumentasi. Model analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Populasi adalah selur pegawai yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan berjumlah 189 orang. Penentuan jumlah sampel penelitian adalah 127 orang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas berpengaru signifikan terhadap pengurangan over kapasitas.

Nilai koefisien determinasi (R Square) diperoleh sebesar 55,5%. Hal ini bahwa variabel depaenden yaitu over kapasitas narapidana dapat dijelaskan oleh variabel independen pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas sebesar 55,5%. Sedangkan sisanya sebesar 44,5% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukan dalam model penelitian ini.


(7)

ABSTRACT

Legal fundamental from Parole is section 15 panel code expressing one who is punished by a prison may be discharged with the agreement,if only have passed by two-third the part of penalization which is in fact as well as at least nine month of that, Intrinsically, this parole gift only represents the present from state for convict to be free is earlier than the term of imprisonment which in fact. This parole gift if seen implicitly and also explicitly only represents the present from state, where at that moment situation is convict condition of totality Indonesia is still be dwelt by all fair convict in number.

This problem formulation is how far the influence of execution of policy of parole and leave before free to over capacities of dweller in Social Institute of Class I, Medan.

Research target is to know the influence of policy of parole and leave before free to over capacities of dweller in Social Institute of Class I, Medan.

The following hypothesis of parole and leave before free have an effect on to over capacities of dweller in Social Institute of Class I, Medan.

Research method in this research is with the approach survey, this research type is quantitative descriptive, and nature of its research is explanatory. Method of data collecting conducted with the interview questionnaire and documentation study. The model of data analysis used is doubled linear regression analysis. Population is entire officer residing in Social Institute of Class I, Medan which is amount to 189 people. Determination sum up the sample in this research uses the Slovin’s formula and sum up the sample research is 127 people.

The result of research indicates that the variable of the parole and leave before free have an significant effect on to the reduction of over capacities.

Tha assess determinant coefficient (R square) obtained by equal to 55,5%. This matter means that variable dependent that is explainable over convict capacities by independent variable of parole and leave before free equal to 55,5%. While the rest of equal to 44,5% is explained by other variable which is not packed into this research model.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah-nya Kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasrjana Universitas Sumatera Utara. Judul pene;itian yang dilakukan penulis adalah ; “ANALISIS PENGARU KEBIJAKAN PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS TERHADAP OVER KAPASITAS PENGHUNI PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN “.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis DTM&H., Sp.A(K), Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan hingga selesainya penulisan tesis ini.

4. Bapak Ir. Harmein Nasution, MSIE selaku Pembimbing dua yang telah membimbing dan memberikan masukan hingga selesainya tesis ini.

5. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE, MS Selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Serta pembanding dalam penulisan tesis ini

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS, Bapak Drs. Syahyunan, M.Si selaku komisi pembanding atas kritik dan saran yang diberikan dalam perbaikan tesis ini.


(9)

7. Kedua orang tua penulis yaitu, Drs T. Sitinjak dan ibunda (ALM) Tiorugun br Manurung, istri tercinta Dame Yosefina br Hutafea serta anakku yang kubanggakan Hakim Sanjaya, Gabriel Januari atas kesabaran, Motivasi, dan doa yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Seluruh rekan yang telah mendukung saya Dat Menda, SH, M.Si atas saran serta bantuannya dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepad seluruh pembaca. Semoga Kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.

Medan, 16 Juli Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Liberti Sitinjak , dilahirkan di Balige Tanggal 01 Juli 1964, anak ke – Empat dari enam bersaudara dari Ayahanda Drs Tombang sitinjak dan Tiorugun, memiliki seorang istri yang bernama Dame Yosefina dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Hakim Sanjaya dan Gabriel januari

Menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 78 Medan pada tahun 1976, Pendidikan sekolah menegah pertama di SMP Negeri XVII Medan tamat tahun 1980, Pendidikan sekolah Menengah umum di SMU Negeri 4 Medan tamat tahun 1983 dan melanjutkan studi di fakultas Sospol Universitas HKBP Nomensen tamat tahun 1988 dan Melanjutkan Kuliah Pascasarjana Universitas HKBP Nomensen jurusan Magister Manajemen pada tahun 2008 dan melanjutkan studi di program studi Magister Ilmu Manjemen Sekolah Pasca Sarjan Universitas Sumater Utara

Penulis bekerja di Departemen Hkum Dan HAM Upt. Lapas Kla I Medan sebagai Kabag TU dan akan menduduki jabatan sebagai Kepala Lembaga pemasyarakatan Kls II/B Timika.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL……… v

DAFTAR GAMBAR ……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. viii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang Penelitian………. 1

1.2. Perumusan Masalah……….. 8

1.3. Tujuan Penelitian ………. 8

1.4. Manfaat Penelitian……… 8

1.5. Landasan Teori………. 9

1.5.1. Kerangka Berfikir ……….. 9

1.5.2. Kerangka konseptual……….. 12

1.6. Hipotesis………... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 13

2.1. Penelitian Terdahulu ……… 13

2.2. Lembaga Pemasyarakatan……… 15

2.2.1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan……… 15

2.2.2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan……….. 16


(12)

2.3.1. Kerawanan sosial……… 19

2.3.2. Kejahatan……… 19

2.3.3. Konflik……… 20

2.4. Kerawanan Pengangguran……… 21

2.5. Pembebasan Bersyarat (PB)……… 22

2.5.1. Pengertian Pembebasan Bersyarat ……… 22

2.5.2. Syarat-syarat Pembebasan bersyarat……….. 24

2.5.3. Tujuan Pembebasan bersyarat………. 25

2.6. Cuti Menjelang Bebas……….. 26

2.6.1. Pengertian Cuti Menjelang Bebas ………. 26

2.6.2. Syarat-Syarat Cuti Menjelang Bebas ………. 30

2.7. Over Kapasitas ………. 31

2.7.1. Pengertian Over Kapasitas………. 31

2.7.2. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Over Kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan... 32

2.7.3. Dampak yang Ditimbulkan Over Kapasitas ……….. 33

2.7.4. Langkah untuk mengatasi Over Kapasitas………. 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 35

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 35

3.2. Metode Penelitian ……… 35

3.3. Populasi dan Sampel ……… 36

3.3.1. Populasi……….. 36

3.3.2. Sampel……… 37

3.4. Teknik Pengumpulan Data………... 38

3.5. Jenis Data ………. 38

3.6. Identifikasi Variabel………. 39

3.7. Definisi Operasional Variabel ………. 39


(13)

3.9. Metode Analisis Data ……….. 41

3.9.1. Pengolahan Data ……… 41

3.9.2. Analisis Data……….. 42

3.10. Uji Asumsi klasik ……….. 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 44

4.1. Hasil Penelitian ……… 44

4.1.1. Sejarah berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. 44 4.1.2. Visi dan Misi ………. 46

4.1.3. Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi……… 46

4.2. Karakteristik Responden ……….. 51

4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…… 51

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Latar belakang Pendidikan ………. 51

4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Dinas …….. 52

4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian………. 53

4.3.1. Uji Validitas Instrumen……….. 53

4.3.2. Uji Reliabilitas Instrumen ……….. 55

4.4. Analisis Deskripsi Variabel ………. 57

4.4.1. Penjelasan Responden Atas Variabel Pembebasan Bersyarat ……… 57

4.4.2. Perilaku Narapidana ……….. 58

4.4.3. Masa Pidana ……….. 59

4.4.4. Kelengkapan Berkas ……….. 60

4.4.5. Litmas ……… 61

4.4.6. Jaminan ……….. 61

4.4.7. Denda ………. 61

4.5. Penjelasan Responden Atas Variabel Cuti Menjelang Bebas….. 62


(14)

4.5.2. Masa Tahanan………. 63

4.5.3. Kelengkapan Berkas ……….. 63

4.5.4. Remisi……….. 64

4.5.5. Jaminan ……….. 65

4.5.6. Denda ……… 65

4.6. Penjelasan Responden Atas Variabel Kapasitas ………. 66

4.6.1. Daya Tampung………... 66

4.6.2. Kesehatan………... 67

4.6.3. Debet Air……… 68

4.6.4. Keamanan………... 68

4.7. Pengujian Asumsi Klasik ………. 69

4.7.1. Uji Normalitas……… 69

4.7.2. Uji Multikolonieritas……….. 70

4.7.3. Uji Heteroskedastisitas ……….. 71

4.8. Pembahasan ………. 73

4.8.1. Uji Simultan (F-Test)………. 73

4.8.2. Koefisien Determinasi (R2)……… 74

4.8.3. Uji t-Test ……… 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 78

5.1. Kesimpulan ……….. 78

5.2. Saran………. 79


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Penghuni Lapas Secara Nasional ………. 2

1.2. Gambaran Jumlah Napi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tanjung Gusta Medan Tahun 2003-2007 ... 7

2.1. Perbandingan Jumlah Penghuni Dalam Lapas Dan Rutan Dengan Kapasitas Hunian ………. 32

3.1 Data Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan Per-September 2008... 36

3.2 Aspek Pengukuran Variabel Bebas dan Terikat ……… 40

4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………... 51

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Latar belakang Pendidikan ……… 51

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Dinas …………. 52

4.4 Uji Validitas Instrumen Pembebasan bersyarat………. 54

4.5 Uji Validitas Instrumen Cuti Menjelang Bebas ……… 54

4.6 Uji Validitas Instrumen Over Kapasitas……… 55

4.7 Uji Reliabilitas Instrumen ………. 57

4.8 Perilaku Narapidana ……… 58

4.9 Masa Pidana ………. 59

4.10 Kelengkapan Berkas ………. 59

4.11 Litmas ……… 60

4.12 Jaminan ………. 61

4.13 Denda ……… 61

4.14 Perilaku Narapidana ………. 62

4.15 Masa Tahanan ………... 63

4.16 Kelengkapan Berkas ……….. 63


(16)

4.18 Jaminan ………. 65

4.19 Denda ……… 65

4.20 Daya Tampung...……….. 66

4.21 Kesehatan...………. 67

4.22 Debet...………. 68

4.23 Keamanan... ………. 68

4.24 Uji Multikolonieritas ……… 71

4.25 Tabel Uji Statistik F ………. 73

4.26 Koefisien Determinasi (R2) ………. 74


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Alur Pikir Pengaruh Pembebasan bersyarat dan Cuti

Menjelang Bebas Terhadap Over Kapasitas Penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan ... ……. 11

1.2 Kerangka Konsep ……….. 12 4.1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan 50 4.2 Hasil Uji Normalitas ……….. 70


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Angket (Kuisioner)... 82

2 Tabulasi Skor Jawaban Responden………... 98

3 Uji Validitas dan Realibilitas………. 104


(19)

ABATRAK

Dasar hukum pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang menyatakan orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah melalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit Sembilan bulan dari pada itu. Pada hakekatnya pemberian pembebasan bersyrat ini merupakan hadiah dari Negara bagi narapidana untuk bebas lebih awal dari masa hukuman yang sebenarnya. Pemberian pembebasan bersyarat ini jika dilihat secara implisit hanya merupakan hadiah dari Negara, dimana pada situasi pada saat itu kondisi narapidana diseluruh Indonesia masih dihuni narapidana dalam jumlah yang wajar.

Perumusan masalah penlitian ini adalah : Sejauh mana pengaruh pelaksanaan kebijakan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap over kapasitas penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh kebijakan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap over kapasitas penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Hipotesis sebagai berikut : Pembebasan Bersyarat, Cuti menjelang bebas berpengaruh terhadap over kapasitas penghuni pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Metode Penelitian dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan survey, jenis penelitian ini Deskriptif Kuantitatif, dan sifat penelitian ini adalah penjelasan (explanatory). Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara (interview), daftar pertanyaan (questionaire), dan studi dokumentasi. Model analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Populasi adalah selur pegawai yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan berjumlah 189 orang. Penentuan jumlah sampel penelitian adalah 127 orang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas berpengaru signifikan terhadap pengurangan over kapasitas.

Nilai koefisien determinasi (R Square) diperoleh sebesar 55,5%. Hal ini bahwa variabel depaenden yaitu over kapasitas narapidana dapat dijelaskan oleh variabel independen pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas sebesar 55,5%. Sedangkan sisanya sebesar 44,5% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukan dalam model penelitian ini.


(20)

ABSTRACT

Legal fundamental from Parole is section 15 panel code expressing one who is punished by a prison may be discharged with the agreement,if only have passed by two-third the part of penalization which is in fact as well as at least nine month of that, Intrinsically, this parole gift only represents the present from state for convict to be free is earlier than the term of imprisonment which in fact. This parole gift if seen implicitly and also explicitly only represents the present from state, where at that moment situation is convict condition of totality Indonesia is still be dwelt by all fair convict in number.

This problem formulation is how far the influence of execution of policy of parole and leave before free to over capacities of dweller in Social Institute of Class I, Medan.

Research target is to know the influence of policy of parole and leave before free to over capacities of dweller in Social Institute of Class I, Medan.

The following hypothesis of parole and leave before free have an effect on to over capacities of dweller in Social Institute of Class I, Medan.

Research method in this research is with the approach survey, this research type is quantitative descriptive, and nature of its research is explanatory. Method of data collecting conducted with the interview questionnaire and documentation study. The model of data analysis used is doubled linear regression analysis. Population is entire officer residing in Social Institute of Class I, Medan which is amount to 189 people. Determination sum up the sample in this research uses the Slovin’s formula and sum up the sample research is 127 people.

The result of research indicates that the variable of the parole and leave before free have an significant effect on to the reduction of over capacities.

Tha assess determinant coefficient (R square) obtained by equal to 55,5%. This matter means that variable dependent that is explainable over convict capacities by independent variable of parole and leave before free equal to 55,5%. While the rest of equal to 44,5% is explained by other variable which is not packed into this research model.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang menyatakan orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah melalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit sembilan bulan dari pada itu. Pada hakekatnya pemberian Pembebasan bersyarat ini hanyalah merupakan hadiah/remisi dari Negara bagi narapidana untuk bebas lebih awal dari masa hukuman yang sebenarnya. Pemberian Pembebasan bersyarat ini jika dilihat secara implisit maupun eksplisit hanya merupakan hadiah/remisi dari Negara, dimana pada situasi saat itu kondisi narapidana diseluruh Indonesia masih dihuni para narapidana dalam jumlah yang wajar.

Namun seiring dengan perkembangan, ditinjau dari sudut jumlah pertumbuhan penduduk, tidak tersedianya lapangan kerja yang berdampak tingginya jumlah pengangguran yang menjadi penyumbang terbesar dalam angka kriminalitas. Tingginya angka kriminalitas adalah merupakan penyebab dominan yang menyebabkan banyaknya penghuni Lembaga Pemasyarakatan. Pada bagian ini, Lembaga pemasyarakatan memunculkan masalah-masalah baru, dimana daya tampung yang tidak memadai dan sarana-sarana pendukung juga menimbulkan masalah baru seperti kerawanan sosial seperti perkelahian, tidak terpeliharanya peri kehidupan para warga binaan yang semuanya itu disebabkan over kapasitas.


(22)

Mencermati hal tersebut di atas, pihak Lembaga Pemasyarakatan melalui Direktur Jenderal Pemasyarakatan mencoba mengatasi dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum, yaitu dengan mencoba memaksimalkan pelaksanaan Pembebasan bersyarat. Pembebasan bersyarat yang ada pada awalnya hanya bersifat hadiah/remisi dari Negara, namun saat ini digunakan sebagai salah satu instrumen untuk mengurangi over kapasitas.

Tabel 1.1. Penghuni Lapas Secara Nasional

Tahun Kapasitas (org) Penghuni Lapas (org)

2003 64.345 71.587

2004 66.891 86.450

2005 68.141 97.671

2006 76.550 118.453

2007 76.550 116.000

Sumber : Dirjen Pemasyarakatan 2008

Dari Tabel 1.1 dapat dijelaskan pada tahun 2003 penghuni Lapas (Tahanan dan Narapidana) 71.587 orang kapasitas 64.345 orang, tahun 2004 penghuni 86.450 orang kapasitas untuk 66.891 orang, tahun 2005 penghuni 97.671 orang kapasitas untuk 68.141 orang, tahun 2006 penghuni 118.453 orang kapasitas 76.550 orang, dan tahun 2007 sekitar 116.000 penghuni Lapas dengan kapasitas yang sama, berarti terdapat kelebihan penghuni sekitar 54,73 persen dari kapasitas yang semestinya, dari jumlah ini kasus yang menempati urutan pertama adalah kasus narkoba sekitar 30 persen atau 32.000.


(23)

Masalah berikutnya yang sangat prinsipil adalah pelaksanaan prosedur pengusulan Pembebasan bersyarat :

a. Pembebanan biaya bagi narapidana yang akan mendapatkan remisi

b. Syarat administratip berupa surat menyatakan bahwa narapidana tidak memiliki perkara lain yang diperoleh dari kejaksaan setempat, dan adanaya pembayaran subsider

c. Tidak efisien dan efektifnya regulasi yang mengatur pemberian remisi bagi narapidana yang akan mendapat Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas

Dengan kondisi yang terjadi diatas tersebut, animo para penghuni Lapas untuk mengurus Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas menurun, karena para narapidana yang menjalani pidana harus dibebankan beberapa syarat- syarat yang harus dipenuhi. Sebagai akibatnya banyak penghuni Lapas yang sudah menjalani 2/3 masa hukuman dan sudah saatnya memperoleh Pembebasan bersyarat akhirnya gagal menggunakan kesempatan ini.

Disisi lain, pengawasan yang ada selama ini dalam organisasi Lapas minimal ada dua, yaitu pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. Pengawasan melekat yang dilakukan oleh pejabat internal lapas belum bisa diharapkan mengingat tidak adanya mekanisme kontrol yang jelas terutama dari masyarakat. Terlebih lagi pengawasan fungsional yang diserahkan kepada Inspektorat Jenderal Dep.KumHAM, bagaimana mungkin pengawasan yang dilakukan “orang dalam” bisa diharapkan transparan dan akuntable. Keberadaan badan pertimbangan Pemasyarakatan (BPP)


(24)

yang mayoritas diisi oleh masyarakat sipil dan oleh akademisi diperhadapkan kepada masalah yang serupa mengingat badan ini hanya memberikan berbagai macam masukan dan pertimbangan kepada menteri, dan sepertinya sampai sekarang masyarakat umum tidak pernah mengetahui kinerja dan aktifitasnya. Sebenarnya jika badan ini diperkuat dengan mereformasi tugas dan kewenangannya, maka pengawasan yang dilakukan bisa efektif dan memiliki kontrol yang baik.

Kelebihan kapasitas (over capacity) lembaga pemasyarakatan (LP) dinilai sebagian kalangan menjadi sumber masalah di seluruh LP di Indonesia. Menurut Meliala (2008) Kerusuhan massal di LP Cipinang, Jakarta, sepekan lalu juga dinilai pengamat lantaran penjara tersebut telah `kelebihan muatan'. ''Masalah di penjara Indonesia itu banyak sekali, tapi sumbernya adalah over capacity, (http://ham.go.id.).

Untuk menekan arus masuk narapidana, diusulkan agar meminta pemerintah segera mengatur manajemen kasus pidana. Kelebihan kapasitas LP dan rumah tahanan (rutan) di Indonesia karena manajemen kasus yang kurang baik dari aparat hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga hakim.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Ham, Untung Sugiyono (2008) sepakat dengan usulan hukuman alternatif bagi pelaku pidana ringan. Untung menilai, pembatasan arus masuk narapidana sudah harus dijalankan untuk mengatasi kelebihan kapasitas LP dan rutan yang ada di Indonesia. Dari kapasitas 80 ribu penghuni LP dan rutan di bawah Depkumham, terang Untung, jumlah narapidana di Indonesia telah mencapai angka 150 ribu orang. 'Hukuman


(25)

alternatif seperti kerja sosial mulai harus diterapkan aparat penegak hukum karena penjara sudah kelebihan kapasitas, http://ham.go.id .

Oleh karena itu, pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Menjelang Bebas, dan Pembebasan Bersyarat kepada pelaku tindak pidana tersebut perlu diberi batasan khusus. Untuk tindak pidana narkotika dan psikotropika, ketentuan Peraturan Pemerintah ini hanya berlaku bagi produsen dan bandar. Untuk tindak pidana korupsi, ketentuan Peraturan Pemerintah ini hanya berlaku bagi tindak pidana korupsi yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Bentuk-bentuk kebijakan yang dapat menimbulkan permasalahan akibat dari kelebihan kapasitas ini yaitu:

1. Kebijakan kesehatan kurang maksimal sehingga hak dasar kesehatan narapidana tidak terpenuhi. Dengan demikian, keterbatasan anggaran dan penghuni lembaga pemasyarakatan yang merupakan masalah klasik menjadi permasalahan utama dalam menambah keterpurukan lembaga pemasyarakatan.

2. Kebijakan terhadap pelaku tawuran didalam penjara. Dalam hal ini, pihak lembaga hanya bersifat reaktif dalam melihat tawuran di dalam penjara tanpa


(26)

melihat kebijakan pencegahan tawuran tersebut ketika sudah terjadinya tawuran barulah pihak dari lapas mencari sebab-musabab tawuran dan melakukan razia sejata tajam di lembaga permasyarakatan. Kasus ini sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pengawasan yang ketat dan tingkat kewaspadaan terhadap pola tingkah laku narapidana.

3. Penjara menjadi sekolah kejahatan. Dalam kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan, pihak lembaga melupakan pemilahan antara residivis dengan

first offender atau orang yang melakukan kejahatan untuk pertama kalinya. Menurut Sutherland yang merupakan tokoh kriminolog paradigma positivis dalam teori Differential Association ditekankan bahwa penentu kejahatan terletak dalam hubungan pelaku dengan lingkungan dimana ia melakukan interaksi sosial sehingga dapat menghasilkan kejahatan.

Dari semua kondisi yang telah dipaparkan diatas, dirasakan perlunya penerapan langkah- langkah strategis dalam upaya mengurangi over kapasitas. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan adalah pengembangan kebijakan Pembebasan bersyarat (PB) ataupun Cuti menjelang bebas (CMB) Berdasarkan hasil penelitian sementara, terlihat bagaimana pengaruh kebijakan Pembebasan bersyarat dan Cuti menjelang bebas yang akan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.


(27)

Pada Tabel 1.1. di bawah ini dapat dilihat bagaimana perkembangan jumlah napi dan kaitannya dengan target serta realisasi Kebijakan Pembebasan bersyarat (PB) dan Cuti Menjelang Bebas (CMB) di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan

Tabel 1.2. Gambaran Jumlah Napi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tanjung Gusta Medan Tahun 2003-2007

TAHUN ISI YANG

MEMENUHI PERSYARATAN

DIUSULKAN TEREALISASI YANG

TIDAK DIUSULKAN

CMB KET

1 2 3 4 5 6 7 8

2004 1363 374 194 194 180 - -

2005 1427 411 161 161 250 - -

2006 1673 428 216 211 212 3 2 Orang batal

2007 1674 398 275 274 123 - 1 Orang batal

Sumber : Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan 2008)

Berdasarkan Tabel 1.1. di atas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 dilaksanakan Proses Pembebasan bersyarat dan atau Cuti Menjelang Bebas (CMB) terhadap Narapidana/tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan yang ditentukan menurut Persyaratan Substantif dan Persyaratan

Administratif Lembaga Peradilan dan Perundang-undangan yang berlaku.

Secara umum antara target dan realisasi per tahunnya hanya mencapai rata-rata 50% saja, dengan demikian dari kondisi ini penulis perlu mengkaji melalui suatu penelitian mengenai sampai sejauh mana keefektifan Permenkeh Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1989 tentang Asimilasi terhadap over capasitas khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.


(28)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah: Sejauh mana pengaruh pelaksanaan kebijakan Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas terhadap Over Kapasitas penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan permasalahan di atas, yang menjadi tujuan penelitian adalah: Untuk mengetahui pengaruh kebijakan Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas terhadap over kapasitas penghuni Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan pada masing-masing sektor yang terlibat dalam manajemen lembaga pemasyarakatan 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan pada


(29)

Selanjutnya diharapkan agar hasil penelitian ini secara khusus dapat bermanfaat bagi :

1. Pihak pemerintah daerah utamanya Pemerintah daerah Sumatera Utara untuk memperoleh umpan balik dalam merumuskan suatu gambaran sistem manajemen kebijakan Pembebasan bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, over kapasitas Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

2. Bagi pihak Akademik, sebagai pengembangan ilmu dalam bidang manajemen secara umumnya dan menambah informasi dan pengetahuan dalam operasional pembangunan di Sumatera Utara.

1.5. Landasan Teori 1.5.1. Kerangka Berpikir

Menurut Suhardi, M (2005) Pembebasan bersyarat adalah Pembebasan dengan beberapa syarat kepada Narapidana yang telah menjalani dua pertiga dari masa pidananya, dimana dua pertiga ini sekurang- kurangnya Sembilan bulan. Setelah bebas dari Lapas dibebani oleh beberapa syarat, Narapidana juga diberikan tambahan masa pencobaan selama setahun dan langsung ditambahkan dengan masa pidananya.

Cuti menjelang bebas adalah Pemberian cuti kepada Narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidanannya, dimana masa dua pertiga itu sekurang- kurangnya Sembilan bulan. Berbeda dengan Pembebasan bersyarat pada cuti menjelang bebas Narapidana tidak diberikan masa pencobaan. Cuti menjelang bebas


(30)

pada prinsipnya hanya diberikan kepada Narapidana yang hukumannya pendek. Besar waktu atau jumlah waktu Cuti Menjelang Bebas adalah sama dengan besar remisi terakhir yang diperoleh Narapidana tersebut.

Masalah dan fenomena kapasitas dari berbagai UPT Pemasyarakatan merupakan salah satu gejala yang nyata tidak adanya sinergitas dalam bekerjasama peradilan pidana (Depkumham, 2008).

Teori rehabilitasi dan reintergrasi sosial mengembangkan beberapa kebijakan pembinaan Narapidana sebagaimana telah dalam undang- undang no. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Program kebijakan itu meliputi :

1. Asimilasi

Dalam Asimilasi dikemas berbagai macam program pembinaan yang salah satunya adalah pemberian latihan kerja dan produksi kepada Narapidana. 2. Reintregasi Sosial

Dalam intregrasi sosial dikembangkan dalam dua bentuk program pembinaan, yaitu Pembebasan bersyarat dan Cuti Menejelang Bebas.

a. Pembebasan bersyarat adalah Pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada Narapidana yang telah menjalani dua pertiga dari masa pidananya, dimana masa duapertiga tersebut sekurang- kurangnya Sembilan bulan.

b. Cuti Menjelang Bebas adalah Pemberian cuti kepada Narapidana yang telah menjalani dua pertiga dari masa pidananya, dimana masa dua pertiga itu sekurang- kurangnya Sembilan bulan.


(31)

Untuk lebih jelasnya keterkaitan antar variabel dapat dilihat pada Gambar 1.1 di bawah ini :

Gambar 1.1. Alur Pikir Pengaruh Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas Terhadap Over Kapasitas Penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007

RE- INTEGRASI SOSIAL

PEMBEBASAN BERSYARAT

PENGARUH

CUTI MENJELANG BEBAS

OVER KAPASITAS

1. Fasilitas Hunian

2. Sanitasi dan Kesehatan

3. Keseimbangan target dan realisasi jumlah


(32)

1.5.2.Kerangka Konseptual

Gambar 1.2 Kerangka Konsep

1.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konspetual penelitian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Pembebasan bersyarat, Cuti menjelang bebas berpengaruh terhadap over kapasitas penghuni pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

PEMBEBASAN BERSYARAT

CUTI MENJELANG BEBAS


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Mayashafira (2007) melakukan penelitian dengan judul Tentang Perspektif Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perlindungan HAM Narapidana Berdasarkan Sistem Pemasyarakatan di daerah Lampung memberikan gambaran sebagai berikut :

1. Pada proses terpidana berada di Lembaga Pemasyarakatan (LP), yaitu tahap integrasi yaitu dimulai setelah terpidana menjalani 2/3 dari masa pidananya atau paling sedikit 9 (sembilan) bulan, terpidana dapat diusulkan memperoleh: Cuti Menjelang Bersyarat (CMB) atau Pembebasan bersyarat .

2. Pada tahap ini terpidana sudah sepenuhnya diletakkan di dalam masyarakat/keluarganya.

3. Selama memperoleh CMB atau PB, terpidana diberi surat pas, yang bila telah habis masa CMB atau Pembebasan bersyarat, ia segera melapor ke Balai Pemasyarakatan (BAPAS) untuk memperoleh surat kebebasannya.

4. Pendekatan pembinaan sejak konsep pemasyarakatan dicetuskan, kedudukan terpidana telah berubah dari yang dijaga menjadi yang dibina. Artinya orientasi memenjarakan atau berubah menjadi merehabilitasi atau perlakuan.


(34)

5. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan dapat dikatakan “berubah” menjadi lembaga pendidikan dan pembangunan seperti tertuang dalam GBHN bukan lagi diartikan sebagai “sekolah penjahat” lazimnya orang awam memberikan nama/predikat tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Triadi, Rd (2008) dengan judul ”Penanggulangan Over Kapasitas di Rumah Tahanan Negara (Tinjauan Khusus Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Pusat)”. Penelitian ini untuk mengetahui perencanaan strategi yang layak diterapkan dalam upaya penanggulangan over kapasitas di Rutan khususnya Rutan Klas I Jakarta Pusat. Pembangunan sarana dan prasarana yang terus dikembangkan juga kelihatannya tidak cukup mampu mengimbangi laju pertambahan jumlah pelaku tindak kejahatan yang mengalami pertambahan dan perkembangan dari waktu ke waktu. Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi strategi penempatan tahanan dan narapidana dalam lingkungan RUTAN terutama dalam mengantisipasi over capasitas.


(35)

2.2. Lembaga Pemasyarakatan

2.2.1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Dalam proses pembinaan narapidana oleh lembaga Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan prasarana pendukung guna mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi :

1. Sarana Gedung Pemasyarakatan

Gedung Pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung proses pembinan yang sesuai harapan. Di Indonesia, sebagian besar bangunan Lembaga Pemasyarakatan merupakan warisan kolonial, terbuat dari tembok yang tinggi dengan trali besi.

2. Pembinaan Narapidana

Bahwa sarana untuk pendidikan ketrampilan di Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas, baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi, atau jika berfungsi, hasilnya tidak memadai dengan barang-barang yang diproduksikan di luar.

3. Petugas Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

Berkenaan dengan maslaha petugas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri, mengingat sebagian besar dari mereka belum ditunjang oleh bekal kecakapan melakukan pembinaan dengan


(36)

pendekatan humanis yang dapat menyentuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan.

Dengan demikian dalam suatu lembag pemasyarakatan, ketiga unsure tersebut di atas mutlak perlu ada.

2.2.2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

Teori pemidanaan yang dari masa ke masa mengalami perubahan, pada masa kini sudah tidak lagi berorientasi kepada tujuan pembalasan/penjeraan yang cenderung bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, melainkan lebih pada tata perlakuan yang bertujuan bukan saja agar para terpidana bertobat dan tidak melakukan tindak pidana lagi, melainkan juga melindungi masyarakat dari tindak kejahatan ( Sistem Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2008)

Dengan berlandaskan prinsip tersebut, maka LAPAS diharapkan dapat menampilkan fungsi yang diharapkan, antara lain :

1. Merupakan komunitas yang teratur dengan baik, seperti : tidak membahayakan nyawa, kesehatan dan integritas personal.

2. Kondisinya tidak menambah kesulitan yang dialami narapidana akibat pemidanaan.

3. Aktivitas di dalamnya sebanyak mungkin membantu narapidana untuk mampu kembali ke masyarakat setelah menjalani pidananya.


(37)

Menurut Matalata (2004) pada hakekatnya, secara sosiologis Pemasyarakatan menyelenggarakan pelayanan publik dalam dua tataran :

a. Pelayanan secara makro yaitu Pelayanan yang dilaksanakan Pemasyarakatan sehubungan dengan tugas dan fungsinya dalam rangka pembinaan pelanggar hukum. Ketika pelanggaran yang dilakukan seseorang berada dalam kualitas yang tidak bisa tolerir oleh keadilan masyarakat, negara (dalam hal ini pemasyarakatan) mengambil ahli peran pembinaannya agar bersangkutan menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna.

b. Pelayanan secara mikro yaitu Pelayanan pemasyarakatan terhadap hak- hal pelanggar hukum yang dijamin oleh undang- undang. Misalnya, hak berkunjung, hak perawatan jasmani, hak mendapatkan Pembebasan bersyarat, Cuti menjelang bebas dan sebagainya

2.3. Kerawanan Kriminalitas

Berbicara mengenai kriminalitas, tidak berarti sampai kepada deskripsi numeris berbagai bentuk pelanggaran hukum pidana atau peraturan- peraturan lain yang menerapkan sangsi yang ditentukan ataupun hanya melihat statistik kriminal resmi belaka, melainkan juga bentuk pelanggaran lain yang dianggap merugikan secara sosial dan mengguncangkan persaan keadilan yang ada didalam masyarakat.


(38)

Dengan demikian, usaha untuk memeperoleh gambaran kriminalitas yang sesungguhnya terjadi dikota- kota besar maupun daerah- daerah lainnya, paling tidak dapat diktelusuri lewat dua sumber yakni statistik kriminal resmi dan keterangan- keterangan yang diperoleh langsung dari masyarakat.

Kejahatan dalam arti kriminologis adalah gejala sosial yang merupakan masalah sosial. Kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan kriminal. Perbuatan kriminal ini lebih luas lingkupnya dari kejahatan. Bukan meliputi perbuatan pidana baik yang berbentuk pelanggaran maupun yang berbentuk kejahatan, tetapi juga perbuatan- perbuatan yang oleh seorang kriminolog disebut perbuatan yang menyimpang.

Perbuatan yang menyimpang ini merugikan masyarakat dipandang dari sudut sosial etis yang sudah mapan.Dengan demikian perbuatan kriminal tidak hanya mencakup perbuatan yang didapat dipidana dan perbuatan-perbuatan yang tidak dapat dipidana tetapi juga oleh pandangan masyarakat merupakan perbuatan tercela dan patut dipidana.

Dilihat dari segi sosial patologik, maka perbuatan kriminalpun merupakan gejala sosial patologik yaitu gejala didalam masyarakat dimana nampak tidak adanya persesuaian anatara beberapa unsur dari keseluruhan sehingga dapat membahayakan kelanjutan dari kelompok atau merintangi pemuasan dan keinginan fundamental dari anggota kelompok, sehingga mengakibatkan pecahnya kelompok. Gejala sosial seperti pengemisan, pelacuran, perjudian, pemadatan, perdagangan manusia, peghisapan, gelandangan merupakan sebagian dari gejala sosial patologik.


(39)

2.3.1. Kerawanan sosial

Menurut Biro Pusat Stasistik Sumatera Utara(2003), ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kerawanan sosial, diantaranya adalah tingginya angka kriminalitas didaerah,

a. Jumlah pengangguran yang tinggi, b. Jumlah miskin yang besar

c. Adanya tempat- tempat terlarang seperti perjudian dan tempat pelacuran/ lokalisasi didaerah tersebut juga dapat memicu adanya potensi kerawanan sosial.

d. Keanekaragaman suku dan agama, didaerah tersebut juga dapat mengakibatkan adanya pertentangan dan persaingan tidak sehat sehingga dapat memicu konflik antar suku atau agama.

2.3.2. Kejahatan

Kejahatan yang secara kualitatif maupun kuantitatif meningkat dewasa ini, pada skala global, nasional maupun regional telah diungkapkan pada data resmi maupun pernyataan para pejabat penegak hukum. Kejahatan merupakan usaha pelanggaran hukum dalam suatu situasi sosial ekonomi yang sulit yang bersumber pada tatanan sosial. Adalah fakta bahwa kejahatan tertentu dapat dipandang sebagai pernyataan kekurangna kebutuhan jasmani maupun rohani yang disebabkan dan dipertahankan oleh struktur koleksos masyarakat yang bersangkutan. Pencurian dapat dilakukan karena kebutuhan ekonomi yang tidak adil. Kejahatan atas harta benda dapat disebabkan oleh keserakahan yang diransang oleh alat- alat produktif dan


(40)

sarana reklame yang kapitalis. Kejahatan yang menggunakan kekerasan dapat merupakan suatu penyaluran harga diri yang difrustasikan dalam suatu masyarakat yang memepertahankan keterbelakangan sosial yang mustahil diatasi oleh individu,tetapi sekali- kali mempropagandakan kesamaan harkat dan martabat manusia.

Penjelasan tersebut diatas menunjukan bahwa kejahatan- kejahatan tertentu terutama kejahatan individual harus dilihat dan dijelaskan dalam konteks ketidak adilan struktural yang ada dalam masyarakat. Kejahatan yang ada adalah kejahatan dalam masyarakat dan merupakan bagian dari proses- proses sosial produk sejarah dan senantiasa terkait pada proses- proses ekonomi yang sangat mempengaruhi hubungan antar manusia.

2.3.3. Konflik

Kita semua sudah pernah melihat orang atau kelompok orang terlibat dalam konflik. Johnson (1989), menyatakan bahwa konflik, perselisihan, percecokan, pertentangan merupakan pengalaman hidup yang cukup mendasar karena meskipun tidak harus tetapi bahkan amat mungkin terjadi. Konflik terjadi manakala dalam hubungan antar dua orang atau dua kelompok perbuatan yang satu berlawanan dengan perbuatan lainnya, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Secara teoritis, konflik merupakan suatu bagian dari dinamika sosial yang lumrah terjadi di setiap interaksi sosial dalam tatanan pergaulan keseharian masyarakat (Ramlan, dkk, 2004).


(41)

Konflik dapat berperan sebagai pemicu proses menuju keseimbangan sosial. Bahkan bila konflik dapat dikelola dengan baik sampai batas tertentu, maka dapat juga dipakai sebagai alat perekat kehidupan masyarakat.

Namun konflik sosial menjadi tidak lumrah dan tidak dapat menjadi sumber kerawanan sosial semakin terasa sangat tidak patut karena sudah menuju kebentuk kekerasan sosial hampir diseluruh lapisan masyarakat disertai dengan terancamnya keutuhan hidup berbangsa. (Ramlan, dkk, 2004).

2.4. Kerawanan Pengangguran

Pengangguran merupakan issue utama disuatu daerah atau negara berkaitan dengan memperdayakan dan pemanfaatan tenaga kerja. Berbagai kebijakan ketertenaga kerjaan diarahkan untuk menekan jumlah pengangguran dengan memutar lebih kencang lagi roda perekonomian. Jumlah pengangguran yang tidak terkendali akan berdampa pada kehidupan sosial dan kondisi politik suatu negara dimana jumlah pengangguran yang terlalu tinggi akan membuat kondisi suatu darerah tersebut menjadi rawan. Untuk penanganan pengangguran agar lebih terarah dan terkendali, diperlukan informasi yang lengkap berkaitan dengan jumlah pengangguran dan kondisi kerawanan menurut tingkat pengangguran. Ketidak seimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk dengan kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja, cepat atau lambat akan menimbulkan berbagai masalah sosial dimana kriminalitas merupakan salah satu wujudnya (Ramlan, dkk 2004)


(42)

2.5. Pembebasan bersyarat (PB)

2.5.1. Pengertian Pembebasan bersyarat

Pembebasan bersyarat (PB) adalah proses pembinaan Narapidana di luar LAPAS setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidananya minimal 9 (sembilan) bulan (Pasal 1 PP Nomor 32 Th.1999 tentang Syarat dan Tata Cara pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan).

Izin Pembebasan bersyarat (PB) dapat diberikan kepada narapidana apabila yang bersangkutan :

1. Dipidana untuk masa satu tahun atau lebih, baik dalam satu atau beberapa putusan;

2. Telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 7, Pasal 8 huruf a, b, c, d, e dan f angka 2 dan Pasal 9 Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas dan bagi narapidana tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, telah pula memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan b Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1991;


(43)

3. Tidak termasuk narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Permenkeh RI No.M.01-PK.04.10 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No.M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas;

4. Telah memenuhi persyaratan administrasi lainnya.

Pemberian izin Pembebasan bersyarat adalah wewenang Menteri Kehakiman dan HAM yang dalam pelaksanaannya didelegasikan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

Narapidana yang memperoleh PEMBEBASAN BERSYARAT harus memenuhi syarat-syarat :

1. Telah menjalani 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya, minimal 9 bulan.

2. Tanggal 2/3 dari masa pidana yang sekarang dihitung sejak tanggal eksekusi jaksa.

3. Tidak sedang menjalani Hukuman Disiplin

Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan. Setelah bebas dari lapas selain dibebani oleh beberapa syarat, narapidana juga diberikan tambahan masa percobaan selama setahun dan langsung ditambahkan pada sisa pidananya (Suhardi, M, 2005).


(44)

2.5.2. Syarat-syarat Pembebasan bersyarat Syarat – syarat Pembebasan bersyarat yaitu : 1. Syarat Substantif

a. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan penyebab dijatuhi pidana;

b. Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral positif c. Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan

semangat;

d. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan napi dan anak pidana yang bersangkutan;

e. Berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapatkan hukuman disiplin sekurang-kurangnya sembilan bulan terakhir;

f. Telah menjalani masa pidana 2/3 dari masa pidananya, dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut tidak kurang dari sembilan bulan; 2. Syarat administratif

a. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis) ;

b. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan napi dan anak didik permasyarakatan yang dibuat oleh Wali permasyarakatan;


(45)

c. Surat pemberitahuan ke Kejaksaan negeri tentang rencana pemberian Pembebasan bersyarat terhadap napi dan anak didik permasyarakatan yang bersangkutan ;

d. Salinan register F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan napi dan anak didik permasyarakatan selama menjalani masa pidana )dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan ;

e. Salinan Daftar Perubahan atau Pengurangan Masa Pidana (grasi presiden, remisi, ) dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan ;

f. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima napi dan anak didik permasyarakatan (pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah, swasta,atau lain-lain).

2.5.3. Tujuan Pembebasan bersyarat

Adapun yang menjadi tujuan sekaligus manfaat diberikannya Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas kepada narapidana adalah :

1. Dapat berintegrasi kembali dengan masyarakat serta menyesuaikan diri dengan nilai-nilai positif yang ada di masyarakat itu pula (Bahrrudin Surybroto, 1978).

2. Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembinaan narapidana/pembinaan guna menguarngi peran Negara dalam pembinaan dan perawatan narapidana.

3. Negara atau pemerintah dalam keadaan ini tidak lagi mendapatkan beban anggaran dalam rangka pembinaan dan perawatan narapidana tersebut. Hal ini


(46)

secara langsung akan mengurangi beban anggaran Negara. Karena dengan dibebaskannya narapidana melalui program Pembebasan bersyarat dan cuti mnjelang bebas, maka akan mengurangi hari tinggal narapidana itu di Lapas, dan dengan berkurangnya hari tinggal narapidana maka Negara tidak perlu lagi menyediakan anggaran guna membina dan merawat narapidana di dalam Lapas.

2.6. Cuti Menjelang Bebas

2.6.1. Pengertian Cuti Menjelang Bebas

Cuti menjelang bebas adalah pemberian cuti kepada narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidanannya, di mana masa dua pertiga itu sekurang- kurangnya sembilan bulan. Besarnya pemberian cuti menjelang bebas ini adalah sebesar remisi terakhir pada tahun berjalan. Berbeda dengan Pembebasan bersyarat, pada cuti menjelang bebas narapidana tidak diberikan masa percobaan. Cuti menjelang bebas pada prinsipnya hanya diberikan kepada narapidana hukuman pendek. Besarnya waktu/ jumlah waktu cuti menjelang bebas adalah sama dengan besarnya remisi terakhir yang diperoleh narapidana tersebut.

Adapun syarat-syarat Izin cuti menjelang bebas dapat diberikan kepada narapidana apabila yang bersangkutan :

1. Dipidana untuk masa satu tahun atau lebih, baik dalam satu atau beberapa putusan;


(47)

2. Telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 7, Pasal 8 huruf a, b, c, d, e dan f angka 3 dan Pasal 9 Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas dan bagi narapidana tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, telah pula memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan b Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1991;

3. Tidak termasuk narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas;

4. Telah memenuhi persyaratan administrasi lainnya.

5. Pemberian izin cuti menjelang bebas adalah wewenang Menteri Kehakiman dan HAM yang dalam pelaksanaannya didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah.

6. Proses penyelesaian usulan PEMBEBASAN BERSYARAT membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga bagi Narapidana yang mempunya masa hukuman pendek, keputusan PEMBEBASAN BERSYARAT-nya menjadi terlambat dan merugikan Narapidana ybs.


(48)

7. Diberikan kepada Narapidana yang telah memenuhi syarat untuk diberikan PEMBEBASAN BERSYARAT. Remisi Istimewa, Remisi Khusus dan Remisi Tambahan dapat dijumlahkan dengan besarnya Remisi Umum untuk dijadikan dasar usulan besarnya CMB, dengan ketentuan tidak melebihi 6 bulan (Pasal 6 Kepres No.174 Tahun 1999).

Menurut Suhardi, M, (2005) Diberikannya Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas kepada narapidana diharapkan mereka betul-betul dapat berintegrasi kembali dengan masyarakat serta menyesuaikan diri dengan nilai-nilai positif yang ada di masyarakat itu pula. Selain bertujuan untuk mengintegrasikan kembali narapidana dengan masyarakat sesuai dengan proses dan tujuan dari pemasyarakatan, pemberian program Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas juga bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembinaan narapidana /pembinaan guna mengurangi peran negara dalam pembinaan dan perawatan narapidana. Karena dengan diberikannya hak Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas kepada narapidana yang telah memenuhi syarat, maka narapidana itu tidak dibina lagi di dalam lapas, melainkan dibina di tengah-tengah masyarakat.

Dengan dibinanya narapidana di tengah-tengah masyarakat melalui program Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, negara atau pemerintah dalam keadaan ini tidak lagi mendapatkan beban anggaran dalam rangka pembinaan dan perawatan narapidana tersebut. Hal ini secara langsung akan mengurangi beban anggaran negara. Karena dengan dibebaskannya narapidana melalui program Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, maka akan mengurangi hari tinggal


(49)

narapidana itu di lapas, dan dengan berkurangnya hari tinggal narapidana maka negara tidak perlu lagi menyediakan anggaran guna membina dan merawat narapidana di dalam lapas (Suhardi, M, 2005)

Teori rehabilitasi dan reintegrasi sosial mengembangkan beberapa program kebijakan pembinaan narapidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Program kebijakan itu meliputi :

1. Asimilasi

Dalam asimilasi dikemas berbagai macam program pembinaan yang salah satunya adalah pemberian latihan kerja dan produksi kepada narapidana. 2. Reintegrasi Sosial

Dalam integrasi sosial dikembangkan dua macam bentuk program pembinaan, yaitu Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.

a. Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan.

b. Cuti menjelang bebas adalah pemberian cuti kepada narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidanannya, di mana masa dua pertiga itu sekurang- kurangnya sembilan bulan.


(50)

2.6.2. Syarat-Syarat Cuti Menjelang Bebas

Izin cuti menjelang bebas dapat diberikan kepada narapidana apabila yang bersangkutan :

1. Dipidana untuk masa satu tahun atau lebih, baik dalam satu atau beberapa putusan.

2. Telah memenuhi persyaratan dimaksud Pasal 7, Pasal 8 hurf a,b,c,e dan f angka 3 dan Pasal 9 Permenkeh RI No.M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang bebas dan bagi narapidana tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Permenkeh RI No.M.01-O1-PK.0410 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No. RI No.M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, telah pula memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan b Permenkeh No.M.01-PK.04.10th 1991 ;

3. Tidak termasuk narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Permenkeh RI No.M.01-O1-PK.0410 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No. RI No.M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas,

4. Telah memenuhi persyaratan administrasi lainnya.

5. Pemberian izin cuti menjelang bebas adalah wewenang Menteri Kehakiman dan HAM yang dalam pelaksanaannya didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah.


(51)

6. Proses penyelesaian usulan PEMBEBASAN BERSYARAT membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga bagi narapidana yang mempunyai masa hukuman pendek, keputusan PEMBEBASAN BERSYARAT-nya menjadi terlambat dan merugikan Narapidanya yang bersangkutan

2.7. Over Kapasitas

2.7.1. Pengertian Over Kapasitas

Masalah over kapasitas lapas/rutan merupakan masalah yang terjadi pada hampir semua lapas/rutan di Indonesia sehingga perlu dilakukan langkah konseptual disamping upaya penambahan kapasitas bangunan, yang antara lain dilakukan dengan meningkatkan angka Pembebasan bersyarat atau Cuti Menjelang Bebas.

Menurut Direktorat Registrasi dan Statistik, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Maret 2008, Perbandingan jumlah Penghuni dalam LAPAS dan RUTAN dengan kapasitas hunian sangat tidak seimbang.

Triadi, RD (2008) menyatakan bahwa berbagai upaya dalam mengatasi dampak dari over kapasitas telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, antara lain:

1. Dengan melakukan pemindahan warga binaan yang berstatus narapidana secara bertahap dari RUTAN ke LAPAS,

2. Pembangunan gedung hunian baru secara bertingkat dan merenovasi gedung bangunan-bangunan lama,


(52)

3. Pengembangan kegiatan Pembebasan bersyarat (PB) ataupun Cuti Bersyarat (CB).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Registrasi dan Statistik, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Maret 2008 bahwa perbandingan jumlah Penghuni dalam LAPAS dan RUTAN dengan kapasitas hunian sangat tidak seimbang., hal ini dapat dilihat dari perbandingan komposisi pada Tabel 2.1. di bawah ini :

Tabel 2.1. Perbandingan Jumlah Penghuni Dalam Lapas Dan Rutan Dengan Kapasitas Hunian

Jumlah Lapas

Jumlah Rutan

Jumlah keseluruhan Penghuni

Kapasitas hunian

Over kapasitas 209 UPT 190 UPT 130.420 orang 81.384 orang 49.036 orang Sumber : Direktorat Registrasi dan Statistik, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Maret 2008

2.7.2. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Over Kapasitas di LP

Menurut Raharjo dalam muktar (2008), yang menjadi penyebab over kapasitas :

a. Faktor internal berkaitan dengan perilaku manusianya b. Faktor eksternal :

1.) Faktor lingkungan yang berperan besar membentuk watak seseorang 2.) Kesempatan untuk melakukan tindak kejahatan


(53)

4.) Pembinaan yang tidak optimal yang disebabkan adanya ketidak keseimbangan diantara tenaga pembina dengan jumlah narapidana. 5.) Sistem penegakan hukum mulai dari tindak penyelidikan (polisi)

penuntutan (kejaksaan) dan pengadilan harus lebih bersinergi dan berkesinambungan

6.) Sarana dan prasarana pada rutan daerah yang minim 2. Menurut Mustafa, (2008)

a. Tingginya pelaku kasus Narkoba terutama unsur pengguna menjadi penyebab utama terjadinya over kapasitas (Kelebihan tingkat hunian) di Lembaga Pemasyarakatan (LP) atau Rumah Tahanan (Rutan).

b. Pertambahan jumlah penduduk

c. Belum adanya persamaan persepsi diantara penegak hukum dalam hal pemberian hukuman yang cenderung memberi hukuman berupa pidana penjara, khususnya terhadap pelaku tindak pidana yang tergolong anak- anak.

2.7.3. Dampak yang Ditimbulkan Over Kapasitas

Akibat yang ditimbulkan dari keadaan ini adalah tidak optimalnya pemenuhan hak mutlak narapidana, antara lain:

1. Fasilitas hunian; Tidak seimbangnya jumlah napi dengan jumlah sel/kamar pada LAPAS/RUTAN dapat menyebabkan penempatan yang tidak terpisah antara tahanan dengan narapidana, wanita dengan pria, anak dengan dewasa;


(54)

2. Sanitasi dan kesehatan; kesulitan mendapatkan air bersih pada LAPAS/RUTAN yang terletak jauh dari sumber mata air, ventilasi yang buruk, sulitnya mendapatkan bahan makanan tertentu seperti protein hewani pada LAPAS/RUTAN didaerah yang sulit dijangkau (kesulitan dalam hal distribusi bahan makanan), kurangnya tenaga medis dan obat-obatan, dll ; 3. Kurangnya pengawasan terhadap perilaku kekerasan/penyiksaan penghuni;

keberadaan narapidana dalam LAPAS yang relative lama, menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan spesifik, seperti terbentuknya kelompok-kelompok narapidana, tumbuhnya sikap superior dan inferior di kalangan narapidana yang cenderung mengakibatkan terjadinya pelecehan dan penindasan.

2.7.4. Langkah untuk mengatasi Over Kapasitas

Menurut Matalata (2004), program utama untuk menanggulangi kelebihan over kapasitas Lapas atau Rutan :

1. Meningkatkan kapasitas hunian dalam membangun Lapas atau Rutan yang baru dan menambah blok hunian

2. Melalui Pembebasan bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat dengan program percepatan pembinaan (Remisi)

3. Salah satu program andalan Pemasyarakatan untuk meningkatkan kinerjanya adalah Bulan tertib Pemasyarakatan (BUTERPAS) adalah pengoptimalan pembinaan seingga bisa mempercepat proses pembinaan Narapidana dalam


(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan di Jalan Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan. Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Mei 2009.

3.2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode survey yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Penelitian Survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan mneggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendy, 1995).

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Menurut Bungin (2005) “Penelitian deskriptif kuantitatif bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan, atau meringkaskan berbagai kondisi, situasi, fenomena menurut kejadian sebagaimana adanya.

Adapun sifat penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatory) yang menguraikan dan menjelaskan fenomena yang terjadi mengenai pengaruh Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap over kapasitas pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. Penelitian ini pada dasarnya hendak


(56)

mengetahui hipotesa yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field study) yaitu pengamatan langsung terhadap objek penelitian.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh pegawai yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan yang memiliki jabatan struktural dan staf fungsional, dan dari hasil survey sementara diperoleh jumlah pejabat struktural sebanyak 18 orang dan Staf fungsional sebanyak 171 orang sehingga total populasi adalah 189 orang.

Tabel 3.1. Data Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan Per - September 2008

No JABATAN STRUKTUR/BIDANG TUGAS Jumlah

1 Kalapas 1

2 Kabag TU 1

3 Kasubbag.Kepegawaian 1

4 Kasubbag.Umum 1

5 Kasubbag.Keuangan 1

6 Ka.KPLP 1

7 Ka.Bid.Pem.Napi.A.Didik 1

8 Ka.Bid.Keg.Kerja 1

9 Ka.Bid.Adm.Kam.Tib 1

10 Ka.Sie Regristrasi 1

11 Ka.Sie Bim.Kemas 1

12 Ka.Sie Perawatan 1

13 Ka.Sie.Bim-Ker 1

14 Ka.Sie Sarana 1

15 Ka.Sie Peng-Hasil Kerja 1

16 Ka.Sie Keamanan 1

17 Ka.Sie Pelaporan 1

Jumlah 17


(57)

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian atau representasi yang dapat mewakili sebuah populasi (Kountur, 2004)

Untuk penentuan sampel, penulis cukup memilih sampel dari populasi yaitu unsur SDM dan tahanan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dengan ketentuan sebagai berikut :

Untuk menentukan banyaknya jumlah sampel digunakan rumus Slovin (2002), yaitu :

n = ) N( 1 N 2 l + Dimana :

n = Besar sampel N = Besar populasi

l = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan yaitu (0,05%)

n = ) 05 , 0 ( 189 1 189 2 + n = 4725 , 1 189

= 127orang


(58)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2000), pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain:

1. Wawancara (interview), menanyakan secara langsung mengenai masalah dengan Kepala Lapas atau pejabat berwenang yang berkaitan dengan penelitian

2. Angket (Kuisioner) yaitu mengumpulkan data dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada responden.

3. Studi kepustakaan dan dokumentasi yaitu mengumpulkan data melalui berbagai bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Penelitian ini akan menggunakan metode Angket (kuisioner).

3.5. Jenis Data

Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah :

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari individu atau perorangan, yaitu kuisoner yang diberikan kepada responden.

b. Data Sekunder, yaitu data primer yang telah diolah lebih lanjut, yaitu dokumen perusahaan seperti sejarah perusahaan, laporan tahunan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian.


(59)

3.6. Identifikasi Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diklasifikasi sebagai berikut :

1. Variabel Independent (Variabel Bebas): 1. Pembebasan bersyarat, (X1)

2. Cuti Menjelang Bebas (X2)

2. Variabel Dependent (Variabel Terikat): Over Kapasitas (Y)

3.7. Definisi Operasional Variabel

Untuk memperoleh persepsi yang sama sehingga memudahkan penelitian, maka perlu penjelasan definisi yaitu :

1. Pembebasan bersyarat:

Pembebasan dengan beberapa syarat kepada Narapidana yang telah menjalani dua pertiga dari masa pidananya, dimana dua pertiga ini sekurang- kurangnya Sembilan bulan. Setelah bebas dari Lapas dibebani oleh beberapa syarat. 2. Cuti Menjelang Bebas :

Pemberian cuti kepada narapidana yang telah menjalani dua pertiga dari masa pidananya dimana masa dua pertiga itu sekurang- kurangnya Sembilan bulan, besar cuti sebesar remisi terakhir.


(60)

3. Over kapasitas Penghuni

Over kapasitas Kondisi jumlah napi atau Penghuni Di LP Klas I Medan yang telah melampaui jumlah standar yang telah ditentukan, dimana julan ini akan dipengaruhi oleh kebijakan pemberian Pemberian Pembebasan bersyarat (PB) dan Cuti Menjelang Bebas (CMB).

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas dan Terikat Variabel Defenisi

Operasional

Indikator Alat ukur Pengukuran 1.Pembebasan bersyarat (X1) Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan

1. Perilaku Narapidana 2. Masa Pidana 3. Kelengkapan

Berkas 4. Litmas 5. Jaminan

6. Denda/Subsider

Kuesioner likert

2. Cuti Menjelang Bebas (X2) Cuti Menjelang Bebas adalah pemberian cuti kepada narapidana yang telah menjalani dua pertiga dari masa pidananya dimana masa dua pertiga itu sekurang- kurangnya

Sembilan bulan, besar cuti sebesar remisi terakhir.

1. Perilaku Narapidana 2. Masa Tahanan 3. Kelengkapan

Berkas 4. Remisi 5. Jaminan

6. Denda/Subsider


(61)

7. Over Kapasitas

Kapasitas adalah kondisi jumlah Narapidana atau penghuni di LP Klas I Medan dengan jumlah standar yang telah ditentukan.

1. Daya tampung 2. Kesehatan 3. Debet air 4. Keamanan

Kuesioner likert

3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas

Suatu angket dikatakan valid (sah) jika pertanyaan pada suatu angket mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh angket tersebut. Suatu angket dinyatakan valid jika angket tersebut mampu mengukur apa saja yang hendak diukurnya, mampu mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan.

Pengukuran reliabilitas dalam pembahasan analisis ini, keandalan kusioner akan diukur dengan One-Shoot.

3.9. Metode Analisa Data 3.9.1. Pengolahan Data

Data primer yang telah dikumpulkan kemudian dilaksanakan sebagai berikut : a. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan lembaran dan isian daftar cheklist dan

kuisioner serta memeriksa apakah terdapat kekeliruan dalam pengisiannya. b. Tabulasi, yaitu data yang telah diedit dibuat menjadi tabel-tabel.


(62)

3.9.2. Metode Analisa Data

Penelitian ini menggunakan analisa :

a. Analisa Multivariat dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dimana variabel bebasnya lebih dari satu variabel. Untuk itu akan dilakukan uji regresi linear berganda dengan rumus:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + έ Dimana :

Y = Variabel dependen (Over Kapasitas) a = Konstanta

b1-b2 = Koefisien Regresi X = Variabel Independen X1 = Pembebasan bersyarat X2 = Cuti Menjelang Bebas έ = Standar Error

b. Proses analisa data dilakukan dengan bantuan perangkat komputer melalui program SPSS for Windows versi 15.


(63)

3.10. Uji Asumsi Klasik

Untuk menjaga akurasi model hasil regresi yang diperoleh, maka dilakukan beberapa tahapan uji syarat klasik. Uji asumsi klasik dibutuhkan untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu model regresi yang akan dipakai sebagai model penjelasan bagi pengaruh antar variabel. Uji syarat klasik dilakukan untuk menjawab pertanyaan bahwa apakah model analisis regresi tersebut sudah memenuhi syarat-syarat yang berlaku. Uji asumsi klasik yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi linear berganda, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.

2. Uji Multikolonieritas dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi linier berganda ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. 3. Uji Heteroskedasitas dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi linier berganda terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.


(64)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Sejarah berdirinya Lapas Klas I Medan

Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran–pemikiran mengenai fungsi Pemasyarakatan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang di namakan dengan sistem Pemasyarakatan.

Satu tahun kemudian pada tanggal 27 April 1964 dalam Konferensi Jawatan Kepenjaraan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Bandung dilakukan sebagai pengganti kepenjaraan . Pemasyarakatan dalam Konferensi ini dinyatakan sebagai suatu sistem Pembinaan terhadap para pelanggar Hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi social atau pulihnya kesatuan hubungan Warga Binaan Pemasyarakatan dengan masyarakat.

Dalam pengembangan selanjutnya, pelaksanaan sistem Pemasyarakatan yang telah dilaksanakan sejak tahun 1964 semakin mantap dengan diundangkannya Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

Dengan Undang–Undang Pemasyarakatan ini maka makin kokoh usaha – usaha dalam mewujutkan suatu sistem Pemasyarakatan. Sebagai tatanan mengenai arah dan batas serta cara Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila


(65)

yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas–kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan. Agar masyarakat kesalahan memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

Dari adanya Undang – undang diatas maka terbentuklah suatu tatanan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan pada Tahun 1977 – 1978 menempati areal seluas 10 Ha (1000 x 1000). Areal Tanah ini berasal dari pertukaran tanah milik Lapas Medan dengan Kodam II Bukit Barisan

Pembangunan Gedung Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dilakukan secara bertahap yakni :

1. Tahap I : Pada Tahun 1982

Pembangunan 1 ( Satu ) unit Gedung Perkantoran seluas 6000 m/segi ditambah dengan satu unit Gedung Instalansi Fasilitas Penunjang Lainnya.

2. Tahap II.: Pada Tahun 1982 – 1984 melalui daftar Proyek Tahun 1982 – 1984 sarana dan prasarana Lapas I Medan semakin disempurnakan dengan menambah antara lain :

a. 4 ( Empat ) Buah Blok Narapidana

b. 1 ( Satu ) Buah Bengkel Kerja Narapidana c. 1 ( Satu ) Buah Gedung / Ruang Cuci Gosok


(66)

d. 1 ( Satu ) Buah Koperasi Serbaguna e. 1 ( Satu ) Buah Garasi

3. Tahap III : Pada Tahun 1991 -1998 a. Gereja.

b. Mesjid c. Vihara

d. Ruang Melati / Ruang Pokja HAM e. 2 ( Dua ) Buah Sel Pengasingan f. Ruang Tamu

4. Tahap IV : Pada Tahun 2006 – 2007

Pembangunan Fisik Blok Napi di Lapas yaitu : Bangunan fisik T-7 dan T-5 yang masing masing terdiri dari T-7 Lantai I, II dan III. Demikian Halaman dengan Bangunan Fisik T-5 Lantai I, II dan III. Bangunan tersebut telah siap pakai bulan Januari tahun 2007 yang lalu.

4.1.2. Visi dan Misi

Visi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan adalah sesuai dengan visi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, yaitu memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan warga binaan pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan mahluk Tuhan Yang Maha Esa (membangun manusia mandiri).


(67)

Misi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan sesuai dengan misi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, yaitu pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dalam rangka penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pencapaian dan perlindungan hak asasi manusia.

4.1.3. Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi

Dasar pelaksanan tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi adalah Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI nomor : M.01.PR.07.03 tahun 1983 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)

Tugas dan fungsi Kepala / pimpinan Lapas adalah menyelenggarakan tugas pokok pemasyarakatan antara lain melakukan pembinaan terhadap narapidana, memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan pengolahan hasil kerja, melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban Lapas dan melaksanakan urusan tata usaha serta rumah tangga, melakukan bimbingan sosial atau rohani terhadap narapidana serta bertanggung jawab penuh pada keseluruhan aktivitas sehari-hari di Lapas tersebut, baik yang meliputi kegiatan narapidana maupun kegiatan kepegawaian. Kepala Lapas Klas I Medan berada dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM DKI Jakarta. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut dibantu oleh staf sesuai dengan ruang lingkup tugas yang diembannya.


(68)

2. Kepala Bagian Tata Usaha

Tugas dan fungsinya adalah melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga yang dibantu oleh tiga kepala sub bagian, yaitu :

a. Kepala Sub Bagian Keuangan dan staf, mempunyai tugas melakukan urusan keuangan.

b. Kepala Sub Bagian Kepegawaian dan staf, mempunyai tugas dan fungsi melakukan urusan kepegawaian.

c. Kepala Sub Bagian Umum dan staf, mempunyai tugas dan fungsi melakukan urusan surat menyurat dan inventaris.

3. Kepala Bidang Pembinaan Narapidana

Mempunyai tugas dan fungsi melakukan pembinaan narapidana, yang dibantu oleh tiga kepala seksi, yaitu :

a. Kepala Seksi Registrasi dan staf.

b. Kepala Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan staf. c. Kepala Seksi Perawatan narapidana dan staf.

4. Kepala Bidang Kegiatan Kerja / Pembinaan Kemandirian.

Mempunyai tugas dan fungsi memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan sarana kerja dan mengelola hasil kerja, yang dibantu oleh kepala seksi, yaitu:

a. Kepala Seksi Bimbingan Kerja dan staf b. Kepala Seksi Sarana Kerja dan staf


(69)

5. Kepala Bidang Administrasi Keamanan dan Tata Tertib

Mempunyai tugas dan fungsi mengatur jadual tugas kesatuan pengamanan, menginventarisir penggunaan perlengkapan narapidana dan pembagian tugas pengamanan, menerima laporan harian dan berita acara dari kesatuan pengamanan yang bertugas serta menyusun laporan berkala dibidang keamanan, menegakkan disiplin atau tata tertib dan mengawasi narapidana yang mendapat kunjungan. Dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua kepala seksi, yaitu :

a. Kepala Seksi Keamanan dan staf

b. Kepala Seksi Pelaporan dan Tata Tertib dan staf

6. Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas dan Staf.

Mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban.

b. Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap narapidana.

c. Melakukan Pengawasan penerimaan, penempatan dan pengeluaran narapidana.

d. Melakukan pemeriksanaan terhadap pelanggar keamanan dan melaksanakan kontrol ke kamar-kamar narapidana.

e. Membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan tugas pengamanan.


(70)

Adapun struktur organisasi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI tahun 1983 adalah seperit tersaji gambar no. 4.1 berikut ini.

Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

KALAPAS

KABAG TU

KA.K P L P KPLP KABID GIATJA KEG. KERJA KABID KAMTIP KASI REGISTRASI KASI BIMKER KASI KEAMANAN KASI PERAWATAN

NAPI KASI

SARANA KERJA KASI PELAPORAN TATIB KASI BIMBINGAN

PERAWATAN KASI

PENGELOLAAN HASIL KERJA KABID PEMBINAAN KARUPAM KASUB PEGAWAI KASUB UMUM KASUB KEUANGAN


(71)

4.2. Karakteristik Responden

4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No. Jenis Kelamin Jumlah (orang) (%)

1. Laki-laki 107 84,3 2. Perempuan 20 15,7

Jumlah 127 100

Berdasarkan Tabel di di atas dapat dijelaskan bahwa karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin adalah 107 orang (84,3%) berjenis kelamin laki-laki dan 20 orang (15,7%) berjenis kelamin perempuan. Hal ini tanpak jelas bahwa petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki.

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Latar belakang Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan latar belakang pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini :

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Latar belakang Pendidikan No. Pendidikan Jumlah (orang) (%)

1. SMP 4 3,1

2. SLTA/ Sederajat 88 69,3

3. Sarjana 35 27,6


(1)

Reliability X1

Case Processing Summary

N %

Cases Valid

Exluded

a

30

0

100,0

0

Total 30

100,0

Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha

N of Items

,975 10

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale

Variance if

Item Deleted

Correted

Item-Total

Correlation

Cronbach’s

Alpha if

Item Deleted

Pertanyaan 21

Pertanyaan 22

Pertanyaan 23

Pertanyaan 24

13,6333

13,5333

13,7000

13,6333

3,413

3,637

3,321

3,413

,976

,978

,922

,876

,956

,982

,972

,956


(2)

Lampiran : 5 Regression

Regression

Variables Entered/Removedb

Cuti Menjelang Bebas, Pembebas an

Bersyarata

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Over Kapasitas b.

Model Summaryb

,750a ,562 ,555 1,78594 1,172

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson Predictors: (Constant), Cuti Menjelang Bebas, Pembebasan Bersyarat a.

Dependent Variable: Over Kapasitas b.

ANOVAb

248,915 2 124,457 10,008 ,000a

1542,015 124 12,436

1790,929 126 Regression

Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Cuti Menjelang Bebas, Pembebasan Bersyarat a.

Dependent Variable: Over Kapasitas b.

Coefficientsa

,868 1,152 Pembebasan Bersyarat

Model 1

Tolerance VIF Collinearity Statistics


(3)

Coefficientsa

27,680 3,449 8,027 ,000

,198 ,076 ,232 2,593 ,011

,166 ,068 ,219 2,454 ,016

(Constant)

Pembebasan Bersyarat Cuti Menjelang Bebas Model

1

B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig.

Dependent Variable: Over Kapasitas a.

Collinearity Diagnosticsa

2,987 1,000 ,00 ,00 ,00

,008 19,363 ,05 ,39 ,91

,005 23,608 ,95 ,61 ,09

Dimension 1 2 3 Model 1 Eigenvalue Condition Index (Constant) Pembebasan Bersyarat Cuti Menjelang Bebas Variance Proportions

Dependent Variable: Over Kapasitas a.

Residuals Statisticsa

35,6279 45,9060 43,0236 1,40553 127

-5,262 2,051 ,000 1,000 127

,314 1,719 ,511 ,181 127

34,8882 45,8580 43,0283 1,41364 127

-7,38596 6,40630 ,00000 3,49832 127

-2,094 1,817 ,000 ,992 127

-2,151 1,825 -,001 1,004 127

-7,83222 6,46486 -,00468 3,58280 127

-2,183 1,842 -,002 1,009 127

,009 28,957 1,984 3,003 127

,000 ,102 ,008 ,014 127

,000 ,230 ,016 ,024 127

Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value

Adjusted Predicted Value Residual

Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance

Centered Leverage Value

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Dependent Variable: Over Kapasitas a.


(4)

Regression Standardized Residual

2 1

0 -1

-2 -3

Frequency

20

15

10

5

0

Histogram

Dependent Variable: Over Kapasitas

Mean =-1.27E-15 Std. Dev. =0.992

N =127


(5)

Observed Cum Prob

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

E

x

pe

ct

ed

Cum P

rob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual


(6)

Regression Standardized Predicted Value

4 2

0 -2

-4 -6

Regression

St

udent

ized R

e

sidual

2

1

0

-1

-2

-3

Scatterplot