meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukkannya. Akta yang dibuat di luar jabatannya adalah tidak sah.
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan
akta itu. Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari jabatannya, demikian juga notaris tidak boleh
membuat akta sebelum ia memangku jabatannya.
C. Peran MPD dan MPW dalam hal menerima penngaduan masyarakat
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomot 2 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pengawasan Notaris tidak dilakukan oleh Pengadilan Negeri sesuai
wilayah kerja Notaris yang bersangkutan berada. Ada dua lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris, yaitu lembaga Majelis
Pengawas Notaris yang dibentuk oleh menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan pengawas
terhadap Notaris dan Dewan Kehormatan yang merupakan salah satu dari alat pelengkapan organisasi Notaris dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia. Kedua
lembaga tersebut berwenang untuk mengawasi Notaris sampai dengan penjatuhan sanksi bagi Notaris yang dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-
ketentuan yang berlaku. Terdapat perbedaan kewenangan antara kedua lembaga tersebut dikarenakan keduanya terbentuk dari lembaga yang berbeda, namun
keduanya tetap tidak dapat di pisahkan dari keberadaan organisasi Notaris.
††††††††††††
††††††††††††
Sjaifurracman., Op.Cit., hlm. 261
Universitas Sumatera Utara
Pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan oleh Majelis Pengawas, yang di dalamnya ada unsur Notaris, dengan demikian
setidaknya Notaris diawasi dan diperiksa oleh anggota Majelis Pengawas yang memahami dunia Notaris. Adanya anggota Majelis Pengawas dari kalangan
Notaris merupakan pengawasan internal, artinya dilakukan oleh sesama Notaris yang memahami dunia Notaris luar dalam. Sedangkan unsur lainnya merupakan
unsur eksternal yang mewakili dunia akademik, pemerintah dan masyarakat. Perpaduan keanggotaan Majelis Pengawas diharapkan dapat memberikan sinergi
pengawasan dan pemeriksaan yang objektif sehingga setiap pengawasan dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan para notaris dalam
menjalankan tugas jabatannya tidak menyimpang dari UUJN karena diawasi secara internal dan eksternal.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Dewan kehormatan dan Majelis Pengawas Notaris merupakan dua lembaga yang berbeda dan mempunyai kewenangan yang berbeda pula dalam hal
pelaksanaan pengawasan bagi Notaris. Dewan kehormatan dibentuk sebagai alat perlengkapan organisasi Ikatan Notaris Indonesia, sedangkan Majelis Pengawas
Notaris dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Dari kewenangannya, maka Dewan Kehormatan berwenang untuk
melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik organisasi yang bersifat tidak berkaitan secara langsung dengan masyarakat atau hanya
bersifat internal organisasi saja, sedangkan Majelis Pengawas Notaris berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelanggaran jabatan Notaris,
dan kode etik jabatan Notaris apabila berkaitan langsung dengan masyarakat yang
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Putri A.R., Op.Cit., hlm. 50
Universitas Sumatera Utara
menggunakan jasa notaris, meskipun dalam kewenangan masing-masing tercantum bahwa kedua lembaga tersebut berwenang melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan dan pelanggaran kode etik Notaris, namun lingkup kewenangannya berbeda berdasarkan bentuk pelanggaran yang dilakukan
oleh Notaris. Apabila pelanggaran kode etik yang dilakukan bersifat internal, maka Dewan Kehormatan bertugas untuk melakukan pemeriksaan atas
pelanggaran tersebut dan bila sifat pelanggaran yang dilakukan telah merugikan klien atau masyarakat, maka Majelis Pengawas Notaris yang bertugas untuk
melakukan pemeriksaan. Namun demikian, Dewan Kehormatan tetap bertugas untuk membantu Majelis Pengawas Notaris dalam hal pemerikasaan pelanggaran
kode etik dan jabatan Notaris.
§§§§§§§§§§§§
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dilakukan
oleh Menteri yang membawahi bidang kenotariatan, dan dalam pelaksaan pengawasan teersebut menteri membentuk suatu lembaga tersendiri yang disebut
Majelis Penagawas Notaris. Mengenai Majelis Pengawas, menurut UUJN memberi batasan sebagai suatu badan yang mempunyai kewenangan dan
kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Pengertian pengawasan dalam ketentuan ini termasuk pembinaan yang dilakukan
oleh menteri terhadap Notaris. Pengawasan itu sendiri adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh
Majelis Pengawas terhadap Notaris. Majelis Pengawas ini dibentuk oleh menteri
§§§§§§§§§§§§
Sjaifurracman., Op.Cit., hlm. 263
Universitas Sumatera Utara
dalam rangka pelaksanaan pengawasan terhadap Notaris yang terdiri atas :
a. Majelis Pengawas Daerah, yang dibentuk dan berkedudukan di
Kabupaten atau Kota; b.
Majelis Pengawas Wilayah, yang dibentuk dan berkedudukan di Propinsi; dan
c. Majelis Pengawas Pusat yang dibentuk dan berkedudukan di Ibu
Kota Negara Adapun wewenang MPD yang diatur dalam UUJN, Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2014, dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M. 39-PW.07.10. Tahun 2004. Dalam pasal 66 UUJN diatur mengenai wewenang MPD yang berkaitan dengan :
1. Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau
hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: a.
mengambil fotokopi Minuta Akta dan surat-surat yang dilekatkan pada Minuta atau Protokol Notaris dalam
Penyimpanan Notaris; b.
memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang
berada dalam penyimpanan Notaris
Ibid., hlm 268
Universitas Sumatera Utara
2. pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf a dibuat berita acara penyerahan. Ketentuan pasal 66 UUJN ini mutlak kewenangan MPD yang tidak
dipunyai oleh MPW maupun MPP. Subtansi Pasal 66 UUJN imperatif dilakukan oleh penyidik, pejabat umum, atau hakim. Dengan batasan sepanjang berkaitan
dengan tugas jabatan Notaris dan sesuai dengan kewenangan Notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN. Ketentuan tersebut berlaku hanya dalam perkara
pidana, karena dalam pasal tersebut berkaitan dengan tugas penyidik dan penuntut umum dalam ruang lingkup perkara pidana. Jika seseorang Notaris digugat
perdata, maka izin dari MPD tidak diperlukan, karena setiap orang untuk mengajukan gugatan jika ada hak-haknya terlanggar oleh suatu akta Notaris.
Dalam kaitan ini MPD harus objektif ketika melakukan pemeriksaan atau meminta keterangan dari Notaris untuk memenuhi permintaan peradilan,
penyidik, penuntut umum, atau hakim, artinya MPD harus menempatkan akta Notaris sebagai objek pemeriksaan yang berisi pernyataan atau keterangan para
pihak, bukan menempatkan subjek Notaris sebagai objek pemeriksaan, sehingga tata cara atau prosedur pembuatan akta harus dijadikan ukuran dalam pemeriksaan
tersebut. Dengan demikian diperlukan anggota MPD, baik unsur Notaris, pemerintahan dan akademis yang memahami akta Notaris, baik dari prosedur
maupun subtansinya. Tanpa ada izin dari MPD penyidik, penuntut umum dan hakim tidak dapat memanggil atau meminta Notaris dalam suatu perkara
pidana.
†††††††††††††
†††††††††††††
Habib Adjie., Op.Cit., hlm 179.
Universitas Sumatera Utara
Adapun Pasal 70 UUJN mengatur wewenang MPD yang berkaitan dengan:
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap protokol Notaris secara berkala 1
satu kali dalam 1 satu tahun atau waktu yang dianggap perlu; c.
Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 enam bulan; d.
Menentapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan;
e. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat
serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 dua puluh lima tahun atau lebih;
f. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang
sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat 4;
g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;
h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan g kepada Majelis Pengawas Wilayah.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Ibid., hal 180
Universitas Sumatera Utara
Wewenang MPD dalam Pasal 16 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, mengatur
mengenai pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa, yaitu:
§§§§§§§§§§§§§
1. Pemeriksaan secara berkala dilakukan oleh Tim Pemeriksa yang terdiri
atas 3 tiga orang anggota dari masing-masing unsur yang dibentuk oleh Majelis Pengawas Daerah yang dibantu oleh 1 satu orang
sekretaris; 2.
Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib menolak untuk memeriksa Notaris yang mempunyai hubungan perkawinan atau
hubungan dara dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat, dan garis lurus ke samping sampai dengan derajat
ketiga dengan Notaris; 3.
Dalam hal Tim Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Ketua Majelis Pengawas daerah menunjuk
penggantinya. Hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa sebagaimana tersebut di atas wajib
dibuat Berita Acara dan dilaporkan kepada MPW, pengurus organisasi jabatan Notaris dan MPW, hal ini berdasarkan pasal 17 peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, yaitu:
§§§§§§§§§§§§§
Ibid,. hal 182 Ibid,. hlm 182
Universitas Sumatera Utara
1. Hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam pasal
15 dituangkan dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Ketua Tim Pemeriksa dan Notaris yang diperiksa;
2. Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat dengan Tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Pengurus Daerah Ikatan
Notaris Indonesia, dan Majelis Pengawas Pusat. Wewenang MPW di samping diatur dalam UUJN, juga diatur dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10.Tahun 2004. Dalam Pasal 73 ayat 1 UUJN diatur mengenai wewenang MPD yang berkaitan
dengan:
††††††††††††††
a. Menyelengarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil
keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah;
b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas
laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a; c.
Memberikan izin cuti lebih dari 6 enam bulan sampai 1 satu tahun;
d. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah
yang, memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis;
††††††††††††††
Ibid,. hlm 183
Universitas Sumatera Utara
e. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis
Pengawas Pusat berupa: 1. Pemberhentian sementara 3 tiga bulan sampai dengan 6
enam bulan atau 2. Pemberhentian dengan tidak hormat
f. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf f. Menurut Pasal 73 ayat 2 UUJN, Keputusan Majelis Pengawas Wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e bersifat final, dan terhadap setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e dan
huruf f dibuatkan berita acara Pasal 73 ayat 3 UUJN. Wewenang MPW menurut Pasasl 26 Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, berkaitan dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh MPW, yaitu:
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
1. Majelis Pengawas Wilayah memeriksa dan memutuskan hasil
pemeriksaan Majelis Pemeriksaan Daerah; 2.
Majelis Pengawas Wilayah mulai melakukan pemeriksaan terhadap hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Daerah dalam jangka waktu
paling lambat 7 tujuh hari kalender sejak berkas diterima; 3.
Majelis Pemeriksa Wilayah berwenang memanggil Pelapor dan Terlapor untuk di dengar keterangannya;
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Ibid,. hlm 184
Universitas Sumatera Utara
4. Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga
puluh hari kalender sejak berkas diterima. Dalam angka 2 butir 1 Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10. Tahun 2004, mengenai Tugas Majelis Pengawas menegaskan bahwa MPW berwenang untuk menjatuhkan
sanksi yang tersebut dalam pasal 73, 85 UUJN, dan Pasal 26 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10
Tahun 2004, kemudian angka 2 butir 2 keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10. Tahun 2004 mengatur pula
mengenai kewenangan MPW, yaitu:
§§§§§§§§§§§§§§
1. Mengusulkan kepada Majelis Pengawas Pusat pemberian sanksi
pemberhentia dengan hormat; 2.
Memeriksa dan memutuskan keberatan atas putusan penolakan cuti oleh Majelis Pengawas Pusat;
3. Mencatat izin cuti yang diberikan dalam sertifikat cuti;
4. Melaporkan kepada instansi yang berwenang adanya dugaan unsur pidana
yang telah diberitahukan oleh Majelis Pengawas Daerah. Atas laporan tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah
hasilnya disampaikan kepada Majelis Pengawas Pusat; 5.
Menyampaikan Laporan kepada Majelis Pengawas Pusat, yaitu : a. Laporan berkala setiap enam 6 bulan sekali dalam bulan
Agustus dan Febuari;
§§§§§§§§§§§§§§
Ibid,. hlm 184
Universitas Sumatera Utara
b. Laporan Insidentil paling lambat 15 lima belas hari setelah putusan Majelis Pemeriksa.
Mengenai mekanisme yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam rangka laporan masyarakat tentang adanya dugaan pelanggaran kode etik
Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris adalah sebagai berikut : untuk keperluan pemeriksaan sehubungan dengan ada dan diterimanya laporan
masyarakat, Ketua Majelis Pengawas Daerah membentuk Majelis Pemeriksa yang berasal dari setiap unsur, dan terdiri dari seorang ketua dan dua orang anggota
yang dibantu oleh seorang sekretaris dalam waktu paling lambat lima hari kerja sejak diterimanya laporan, Majelis Pemeriksa harus menolak melakukan
pemeriksaan terhadap Notaris terlapor yang mempunyai hubungan perkawinan dan hubungan darah dalam garis tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping
sampai derajat ketiga, laporan masyarakat tersebut harus dilakukan secara tertulis dan dalam bahasa Indonesia disertai bukti-bukti yang dapat pertanggung
jawabkan, sebelum pemeriksaan dilakukan baik ke dalam pelapor maupun terlapor atau Notaris yang hendak diperiksa diberi tahu secara tertulis, dalam
waktu sekurang-kurangnya lima hari kerja sebelum pemeriksaan dilakukan, apabila terlapor tidak hadir, sekalipun telah dipanggil secara patut maka dilakukan
pemanggilan kedua, apabila setelah dilakukan pemanggilan kedua ternyata terlapor tetap tidak bisa hadir maka pemeriksaan tetap dilakukan dan putusan
diambil serta laporan dinyatakan gugur dan tidak dapat diajukan lagi, pemeriksaan dilakukan paling lambat dalam jangka pertama dimana pelapor hadir Majelis
Pemeriksa mulai melakukan pemeriksaan dengan membacakan laporan dan keterangan pelapor, majelis memberikan kesempatan yang cukup kepada terlapor
Universitas Sumatera Utara
untuk melakukan pembelaan diri, pelapor maupun terlapor dapat mengajukan bukti-bukti dalil yang diajukan Majelis Pemeriksa membuat berita acara
pemeriksaan yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris sedapat mungkin sebanyak dua rangkap, dimana satu rangkap untuk disampaikan kepada Majelis
Pengawas Wilayah. Agar pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang
ditentukan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris berikut peraturan pelaksanannya, maka perlu dilakukan hal-hal atau dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: untuk
pihak pemeriksa atau Majelis Pemeriksa, setiap anggota Majelis Pemeriksa dituntut untuk menguasai hal-hal yang berkenaan danatau berhubungan dengan
materi yang hendak diperiksa, maupun teknik pemeriksaan terutama dalam rangka mendapatkan data yang diperlukan, sebelum atau pada waktu pemeriksaan
dilakukan, sebaiknya Majelis Pemeriksa menjelaskan tentang maksud dan tujuan pebentukan, serta wewenang dan kewajiban Majelis Pengawas, termasuk di
dalamnya wewenang dan kewajiban Majelis Pemeriksa. Dalam melaksanakan pemeriksaan, kewajiban Majelis pemeriksa tidak
semata-mata mencari dan menemukan dataatau yang berhubungan dengan materi laporan masyarakat yang disampaikan kepada majelis, namun yang tidak kalah
pentingnya adalah menyampaikan informasi dengan maksud untuk memberikan pemahaman yang benar tentang materi laporan tersebut baik ditinjau dari aturan
hukum materill yang berlaku maupun dari hukum yang mengatur tentang pelaksanaan tugas jabatan Notaris serta kode etik Notaris, kepada Notaris yang
sedang diperiksa, apabila dipandang perlu dapat diberi penjelasan mengenai hal- hal yang dipandang sangat penting, misalnya tentang tanggung jawab Notaris
Universitas Sumatera Utara
terhadap akta yang dibuat oleh atau dihadapannya sekalipun pada prinsipnya Notaris hanya bertugas mengkonstatir hal-hal yang dikehendaki dan dinyatakan
oleh para pihak atau penghadap, sebab ada bagian tertentu dari akta yang merukapan tanggung jawab sepenuhnya dari Notaris pembuat akta, yaitu
mengenai awal dan akhir kata.
Sjaifurrachman., Op.Cit,. hlm 277-279
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA NOTARIS DALAM HAL