1
I. PENDAHULUAN
Daya dukung ketersediaan benih sangat dibutuhkan untuk memenuhi permintaan konsumsi ini. Pemenuhan kebutuhan benih dapat disuplai dari daerah
pembenih melalui kegiatan transportasi. Salah satu komoditas unggulan Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dengan kenaikan
produksi sebesar 4,9 adalah ikan gurame KKP, 2010. Kegiatan pembenihan gurame di Indonesia banyak dilakukan di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah
sedangkan kegiatan pembesaran ikan gurame banyak dilakukan di daerah lain di pulau Jawa seperti di daerah Kalimantan, Sumatra, dan Nusa Tenggara. Hingga
saat ini, daerah penghasil gurami terbesar diantaranya adalah Jawa Barat 34, Jawa Tengah 18,7, Jawa Timur 15, Sumatera Barat 15,4, dan Nusa
Tenggara Barat 2,7 Saparinto, 2008. Lokasi kegiatan pembesaran dan lokasi kegiatan pembenihan memiliki jarak
yang cukup jauh sehingga dibutuhkan suatu upaya untuk kegiatan pengangkutan. Ada 2 metode yang digunakan dalam kegiatan pengangkutan ikan, yaitu yang
pengangkutan kering dan pengangkutan basah. Pengangkutan kering adalah tidak menggunakan air sebagai media transportasi, akan tetapi media lain yang bisa
membuat lingkungan atau wadah dalam keadaan lembab. Sedangkan pengangkutan basah media dituntut sama dengan tempat hidup ikan sebelumnya
yaitu air dan oksigen Wibowo 1993. Pengangkutan basah terbagi menjadi 2 yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka
umumnya dilakukan pada jarak tempuh yang lebih pendek sedangkan pengangkutan tertutup dilakukan untuk jarak tempuh yang lebih jauh. Untuk
mengefisienkan biaya transportasi maka transportasi benih ikan biasanya dilakukan dengan kepadatan tinggi. Semakin padat jumlah benih ikan dalam
wadah transportasi akan mengakibatkan stress pada benih ikan. Tingkat stress yang tinggi akan mempengaruhi aktifitas fisiologi ikan yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kualitas media dalam wadah transportasi. Benih ikan yang stress akan mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar sehingga kadar oksigen terlarut
2 dalam air menurun dan akan meningkatkan kadar CO
2
. Selain itu, tingkat stress yang berlebih akan membuat benih ikan mengeluarkan NH
3
yang bersifat toksik. Tingginya NH
3
dan CO
2
dapat diantisipasi dengan penggunaan zeolit dan karbon aktif. Bahan aktif berupa zeolit dan karbon aktif ini digunakan karena telah
dilakukan penelitian oleh Gozali 2007 yang menguji pemberian zeolit sebanyak 20 gℓ pada pengangkutan ikan maanvis ukuran 2 gekor dengan kepadatan 20
ekorℓ selama 120 jam, dengan hasil SR sebesar 100. Penelitian yang juga
menggunakan bahan aktif zeolit dan karbon aktif adalah penelitian Ardianti 2007 mengenai
zeolit sebanyak 10 gℓ dan C-aktif sebanyak 10 gℓ pada pengangkutan ikan coridoras ukuran 2 gℓ dengan kepadatan 20 ekorℓ
menghasilkan SR sebesar 100. Penelitian lebih lanjut mengenai penambahan zeolit dan karbon aktif dilakukan kembali oleh Gozali 2010 yaitu penggunaan
zeolit 20 gℓ, C-aktif 10gℓ, dan garam 4 gℓ menghasilkan SR 89 pengangkutan ikan maanvis ukuran 2 gekor dengan kepadatan 40 ekor
ℓ selama 120 jam. Selanjutnya Maria 2010 menggunakan
zeolit 20 gℓ, C-aktif 10gℓ dengan ikan gurame dengan kepadatan optimum sebesar 40 ekor
ℓ dengan SR sebesar 84,17. Zeolit memiliki kemampuan sebagai penyerap amoniak, karena zeolit dapat
memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukuran dan konfigurasi molekul Anwar et al., 1985. Penggunaan zeolit sebagai penyerap TAN sangat efektif,
sebab zeolit dalam bekerja tidak bergantung pada suhu, kisaran pH 4-8 dan tidak terpengaruh oleh desinfektan serta zat kemoterapik yang terdapat pada lingkungan
perairan tersebut. Sementara menurut Setyawan 2003 selai dapat dipakai sebagai penyerap ion NH4
+
, Fe
+
, Mn
+
, juga dapat dipakai sebagai penyerap CO
2
dan dapat mengakibatkan kenaikan pH air.
Sembiring dan Sinaga 2003 mengatakan bahwa karbon aktif merupakan bahan yang berfungsi melalui adsorbsi jerapan dan absorbsi serapan. Adsorbsi
adalah suatu proses partikel “menempel” pada suatu permukaan akibat “perbedaan” muatan lemah diantara kedua benda, sehingga akhirnya akan
terbentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan tersebut, kemudian sifat absorpsi yaitu proses suatu partikel terperangkap ke dalam struktur
suatu media seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut.
3 Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari Maria 2010 yang
menggunakan benih ikan gurame rata-rata ±4cm dengan kepadatan optimum 40 ekorℓ. Untuk mengefisienkan biaya pengepakan dibutuhkan suatu usaha
penambahan bahan tertentu guna meningkatkan kepadatan serta meminimalisir kematian benih. Bahan yang ditambahkan dalam media pada pengangkutan ini
adalah berupa garam yang tidak beryodium. Dosis acuan garam berdasarkan Gozali 2010 dan Emu 2010. Penambahan garam terhadap air yang media
transportasi bertujuan menguji efektifitas penambahan garam pada media pengangkutan. Dosis garam yang akan ditambahkan dalam penelitian ini
diharapkan akan dapat meminimalisir kematian benih ikan gurame dengan kepadatan 50
ekorℓ. Pemeliharaan benih ikan pasca tranportasi juga dilakukan guna mengetahui tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame pasca
transportasi.
4
II. BAHAN DAN METODE