Keterkaitan antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektoral: Kasus Sektor Pendidikan

(1)

KETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN DAN KINERJA SEKTORAL: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

OLEH INNA OKTAVIANI

H14050730

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

RINGKASAN

INNA OKTAVIANI. Keterkaitan antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektoral: Kasus Sektor Pendidikan (dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO).

Pelaksanaan pembangunan merupakan tanggung jawab bersama. Namun, pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan tersebut, karena prinsip kebebasan ekonomi dalam praktiknya menghadapi perbenturan kepentingan sehingga dibutuhkan koordinasi. Peranan pemerintah di dalam ekonomi modern dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan besar (Mangkoesoebroto, 2000), yaitu peranan alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, Salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh pemerintah adalah kebijakan fiskal, yakni pengelolaan penerimaan dan pengeluaran pemerintah.

Ukuran kesejahteraan dapat dilihat dari kualitas pendidikan. Peran pemerintah sangat penting dalam upaya pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan barang publik atau sebagai hak-hak sosial yang dijamin oleh pemerintah. Upaya ini tidak bisa diharapkan akan disediakan sepenuhnya oleh sektor swasta mengingat biaya penyediaan pendidikan yang besar dan tidak menghasilkan keuntungan yang seketika.

Pengeluaran publik untuk sektor pendidikan Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia, pada tahun 2004 pengeluaran publik untuk sektor pendidikan Indonesia adalah 2,8 persen dari PDB. Sedangkan pengeluaran publik untuk sektor pendidikan negara-negara tetangga Indonesia, yaitu Malaysia, Thailand, dan Filipina berturut-turut adalah 8,1 persen, 4,6 persen, dan 3,1 persen dari PDB masing-masing negara.

Pemerintah menjamin hak atas setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, hal ini tercantum pada UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2, 3, dan Ayat 4 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, pemerintah mewajibkan setiap warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar dan wajib membiayainya serta pemerintah minimal mengalokasikan dana pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD. Melalui instrumen kebijakannya, yaitu kebijakan fiskal, pemerintah mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan. Alokasi anggaran ini berupa anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Kualitas pendidikan yang dilihat merupakan kualitas pendidikan dasar, yang dapat diukur melalui angka putus sekolah dan angka buta huruf. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat keterkaitan antara alokasi anggaran dengan kinerja sektor pendidikan.

Analisis statistika yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Untuk mencari nilai-nilai dari parameter persamaan regresi berganda tersebut digunakan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Keuangan (Depkeu), antara lain berupa data angka alokasi anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan, angka partisipasi sekolah berdasarkan kelompok usia sekolah (usia 7-12, usia 13-15, dan usia 16-18), dan angka buta huruf.


(3)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggaran rutin pada angka partisipasi sekolah usia 7-12, angka partisipasi sekolah usia 13-15, dan angka buta huruf serta anggaran pembangunan pada angka partisipasi sekolah usia 16-18 tidak berpengaruh nyata. Sedangkan anggaran pembangunan pada angka partisipasi sekolah usia 7-12, angka partisipasi sekolah usia 13-15, dan angka buta huruf serta anggaran rutin pada angka partisipasi sekolah usia 16-18 berpengaruh nyata.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa anggaran rutin pada kelompok sekolah usia 7 – 12 dan usia 13 – 15 tidak berpengaruh signifikan terhadap angka partisipasi sekolah. Sedangkan pada kelompok sekolah usia 16 – 18, anggaran yang tidak berpengaruh signifikan terhadap angka partisipasi sekolah adalah anggaran pembangunan. Selain itu, alokasi dana pendidikan pada anggaran belanja negara masih belum mencapai 20 persen. Tetapi kualitas pendidikan masyarakat Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Sehingga dampak besarnya alokasi dana pendidikan pada anggaran belanja negara terhadap kualitas pendidikan masyarakat cukup efektif. Melihat alokasi anggaran pendidikan yang cukup efektif, pengambil kebijakan diharapkan dapat memanfaatkan ruang gerak fiskal agar anggaran pendidikan dapat lebih optimal.


(4)

KETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN DAN KINERJA SEKTORAL: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

Oleh

INNA OKTAVIANI H14050730

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(5)

Judul : Keterkaitan antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektoral: Kasus Sektor Pendidikan

Nama : Inna Oktaviani

NIM : H14050730

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

D.S. Priyarsono, Ph.D NIP. 19610501 198601 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Inna Oktaviani H14050730


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Inna Oktaviani lahir pada tanggal 24 Oktober 1986 di Bogor. Penulis anak terakhir dari dua bersaudara, dari pasangan Suherman dan Efrinar. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas pada Sekolah Bina Insani di Bogor dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti BEM KM dan Hipotesa.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Keterkaitan antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektoral: Kasus Sektor Pendidikan”. Pendidikan merupakan topik yang sangat menarik karena diharapkan berdampak positif terhadap pembangunan sumber daya manusia. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, antara lain :

1. D.S. Priyarsono, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen penguji skripsi yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Jaenal Effendi, MA selaku komisi pendidikan yang telah memberi saran mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.

4. Para peserta pada Seminar Hasil Penelitian skripsi ini, yang telah memberikan saran dan kritik.

5. Petugas tata usaha, yang telah membantu pelaksanaan seminar dan sidang skripsi ini sehingga dapat berjalan dengan lancar.

6. Kedua orang tua penulis, Suherman dan Efrinar, serta kakak dan keponakan tersayang, Mia Maulana dan Alif Putra Maulana, yang selalu setia memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

7. Sahabat-sahabat penulis dari masa kecil hingga saat ini, Bella, Nisha, Cintin, Avi, Maryam, Reta, Abbie yang selalu memberikan dorongan dan keceriaan kepada penulis.


(9)

8. Nye-nye, Ginna, Tyas, Renny, Bebeh, Chyla, Arisa, Dewinta, Adit, Lukman, Bayu, Gerry, Joger, Vagha, Riza, Dhamar, sahabat-sahabat penulis yang selalu menemani hari-hari penulis selama di IE 42 dan senantiasa berbagi kesenangan, keceriaan, juga kesedihan bersama.

9. Sahabat-sahabat penulis di HIPOTESA dan BEM KM IPB yang telah memberikan warna baru dalam kehidupan penulis.

10.Teman-teman satu bimbingan, Giga, Rian, dan Dani, yang selalu menjadi tempat bertukar pikiran dan berdiskusi dalam proses penyusunan skripsi ini.

11.Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

Inna Oktaviani H14050730


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN... ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 6

2.1. Peranan Pemerintah ... 6

2.2. Kebijakan Fiskal ... 7

2.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ... 7

2.4. Angka Partisipasi Sekolah ... 10

2.5. Angka Buta Huruf ... 10

2.6. Penelitian Terdahulu ... 11

2.7. Kerangka Pemikiran ... 12

2.8. Hipotesis ... 14

III. METODE PENELITIAN ... 15

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 15

3.2. Metode Analisis ... 15


(11)

KETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN DAN KINERJA SEKTORAL: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

OLEH INNA OKTAVIANI

H14050730

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(12)

RINGKASAN

INNA OKTAVIANI. Keterkaitan antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektoral: Kasus Sektor Pendidikan (dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO).

Pelaksanaan pembangunan merupakan tanggung jawab bersama. Namun, pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan tersebut, karena prinsip kebebasan ekonomi dalam praktiknya menghadapi perbenturan kepentingan sehingga dibutuhkan koordinasi. Peranan pemerintah di dalam ekonomi modern dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan besar (Mangkoesoebroto, 2000), yaitu peranan alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, Salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh pemerintah adalah kebijakan fiskal, yakni pengelolaan penerimaan dan pengeluaran pemerintah.

Ukuran kesejahteraan dapat dilihat dari kualitas pendidikan. Peran pemerintah sangat penting dalam upaya pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan barang publik atau sebagai hak-hak sosial yang dijamin oleh pemerintah. Upaya ini tidak bisa diharapkan akan disediakan sepenuhnya oleh sektor swasta mengingat biaya penyediaan pendidikan yang besar dan tidak menghasilkan keuntungan yang seketika.

Pengeluaran publik untuk sektor pendidikan Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia, pada tahun 2004 pengeluaran publik untuk sektor pendidikan Indonesia adalah 2,8 persen dari PDB. Sedangkan pengeluaran publik untuk sektor pendidikan negara-negara tetangga Indonesia, yaitu Malaysia, Thailand, dan Filipina berturut-turut adalah 8,1 persen, 4,6 persen, dan 3,1 persen dari PDB masing-masing negara.

Pemerintah menjamin hak atas setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, hal ini tercantum pada UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2, 3, dan Ayat 4 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, pemerintah mewajibkan setiap warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar dan wajib membiayainya serta pemerintah minimal mengalokasikan dana pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD. Melalui instrumen kebijakannya, yaitu kebijakan fiskal, pemerintah mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan. Alokasi anggaran ini berupa anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Kualitas pendidikan yang dilihat merupakan kualitas pendidikan dasar, yang dapat diukur melalui angka putus sekolah dan angka buta huruf. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat keterkaitan antara alokasi anggaran dengan kinerja sektor pendidikan.

Analisis statistika yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Untuk mencari nilai-nilai dari parameter persamaan regresi berganda tersebut digunakan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Keuangan (Depkeu), antara lain berupa data angka alokasi anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan, angka partisipasi sekolah berdasarkan kelompok usia sekolah (usia 7-12, usia 13-15, dan usia 16-18), dan angka buta huruf.


(13)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggaran rutin pada angka partisipasi sekolah usia 7-12, angka partisipasi sekolah usia 13-15, dan angka buta huruf serta anggaran pembangunan pada angka partisipasi sekolah usia 16-18 tidak berpengaruh nyata. Sedangkan anggaran pembangunan pada angka partisipasi sekolah usia 7-12, angka partisipasi sekolah usia 13-15, dan angka buta huruf serta anggaran rutin pada angka partisipasi sekolah usia 16-18 berpengaruh nyata.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa anggaran rutin pada kelompok sekolah usia 7 – 12 dan usia 13 – 15 tidak berpengaruh signifikan terhadap angka partisipasi sekolah. Sedangkan pada kelompok sekolah usia 16 – 18, anggaran yang tidak berpengaruh signifikan terhadap angka partisipasi sekolah adalah anggaran pembangunan. Selain itu, alokasi dana pendidikan pada anggaran belanja negara masih belum mencapai 20 persen. Tetapi kualitas pendidikan masyarakat Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Sehingga dampak besarnya alokasi dana pendidikan pada anggaran belanja negara terhadap kualitas pendidikan masyarakat cukup efektif. Melihat alokasi anggaran pendidikan yang cukup efektif, pengambil kebijakan diharapkan dapat memanfaatkan ruang gerak fiskal agar anggaran pendidikan dapat lebih optimal.


(14)

KETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN DAN KINERJA SEKTORAL: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

Oleh

INNA OKTAVIANI H14050730

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(15)

Judul : Keterkaitan antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektoral: Kasus Sektor Pendidikan

Nama : Inna Oktaviani

NIM : H14050730

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

D.S. Priyarsono, Ph.D NIP. 19610501 198601 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Inna Oktaviani H14050730


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Inna Oktaviani lahir pada tanggal 24 Oktober 1986 di Bogor. Penulis anak terakhir dari dua bersaudara, dari pasangan Suherman dan Efrinar. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas pada Sekolah Bina Insani di Bogor dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti BEM KM dan Hipotesa.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Keterkaitan antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektoral: Kasus Sektor Pendidikan”. Pendidikan merupakan topik yang sangat menarik karena diharapkan berdampak positif terhadap pembangunan sumber daya manusia. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, antara lain :

1. D.S. Priyarsono, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen penguji skripsi yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Jaenal Effendi, MA selaku komisi pendidikan yang telah memberi saran mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.

4. Para peserta pada Seminar Hasil Penelitian skripsi ini, yang telah memberikan saran dan kritik.

5. Petugas tata usaha, yang telah membantu pelaksanaan seminar dan sidang skripsi ini sehingga dapat berjalan dengan lancar.

6. Kedua orang tua penulis, Suherman dan Efrinar, serta kakak dan keponakan tersayang, Mia Maulana dan Alif Putra Maulana, yang selalu setia memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

7. Sahabat-sahabat penulis dari masa kecil hingga saat ini, Bella, Nisha, Cintin, Avi, Maryam, Reta, Abbie yang selalu memberikan dorongan dan keceriaan kepada penulis.


(19)

8. Nye-nye, Ginna, Tyas, Renny, Bebeh, Chyla, Arisa, Dewinta, Adit, Lukman, Bayu, Gerry, Joger, Vagha, Riza, Dhamar, sahabat-sahabat penulis yang selalu menemani hari-hari penulis selama di IE 42 dan senantiasa berbagi kesenangan, keceriaan, juga kesedihan bersama.

9. Sahabat-sahabat penulis di HIPOTESA dan BEM KM IPB yang telah memberikan warna baru dalam kehidupan penulis.

10.Teman-teman satu bimbingan, Giga, Rian, dan Dani, yang selalu menjadi tempat bertukar pikiran dan berdiskusi dalam proses penyusunan skripsi ini.

11.Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

Inna Oktaviani H14050730


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN... ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 6

2.1. Peranan Pemerintah ... 6

2.2. Kebijakan Fiskal ... 7

2.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ... 7

2.4. Angka Partisipasi Sekolah ... 10

2.5. Angka Buta Huruf ... 10

2.6. Penelitian Terdahulu ... 11

2.7. Kerangka Pemikiran ... 12

2.8. Hipotesis ... 14

III. METODE PENELITIAN ... 15

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 15

3.2. Metode Analisis ... 15


(21)

3.4. Metode Estimasi... 18

3.4.1. Uji Statistik... 18

3.4.2. Uji Ekonometrika... ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1. Estimasi Persamaan Model... 23

4.1.1. Hasil Uji Statistik... 23

4.1.2. Hasil Uji Ekonometrika... 27

4.2. Perkembangan Alokasi Anggaran Belanja Negara untuk Sektor Pendidikan... ... 29

4.3. Perkembangan Kualitas Pendidikan Masyarakat Indonesia... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 40

5.1. Kesimpulan... 40

5.2. Saran... 41

DAFTAR PUSTAKA... 42


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

4.1. Nilai Probabilitas Model Pengaruh Anggaran Rutin dan Anggaran Pembangunan terhadap Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah dan Angka Buta Huruf ... 24 4.2. Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Model Pengaruh Anggaran Rutin

dan Anggaran Pembangunan terhadap Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah dan Angka Buta Huruf ... 28 4.3. Anggaran Pendidikan Tahun 1995-2007 ... 31 4.4. Anggaran Rutin dan Anggaran Pembangunan untuk Pendidikan ... 38


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 13 4.1. Angka Partisipasi Sekolah Usia 7-12.... ... 33 4.2. Angka Partisipasi Sekolah Usia 13-15.... ... 34 4.3. Angka Partisipasi Sekolah Usia 16-18.... ... 35 4.4. Angka Buta Huruf... 36


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 44 2. Uji Heteroskedastisitas ... 46


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan merupakan tanggung jawab bersama. Namun, pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan tersebut, karena prinsip kebebasan ekonomi dalam praktiknya menghadapi perbenturan kepentingan sehingga dibutuhkan koordinasi. Peranan pemerintah di dalam ekonomi modern dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan besar (Mangkoesoebroto, 2000), yaitu peranan alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Menyediakan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh sektor swasta, mengusahakan agar alokasi sumber-sumber ekonomi dilaksanakan secara efisien, dan menjaga keseimbangan terhadap goncangan yang terjadi.

Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, karena pemerintah memiliki peran yang dapat dijalankannya melalui instrumen yang dimiliki. Salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh pemerintah adalah kebijakan fiskal, yakni pengelolaan penerimaan dan pengeluaran pemerintah.

Ukuran kesejahteraan dapat dilihat dari kualitas pendidikan. Investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlihatkan oleh meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Peningkatan pengetahuan dan keahlian akan mendorong peningkatan produktivitas kerja seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang dapat dilihat dari peningkatan pendapatan maupun konsumsinya.


(26)

Peran pemerintah sangat penting dalam upaya pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan barang publik atau sebagai hak-hak sosial yang dijamin oleh pemerintah. Upaya ini tidak bisa diharapkan akan disediakan sepenuhnya oleh sektor swasta mengingat biaya penyediaan pendidikan yang besar dan tidak menghasilkan keuntungan yang seketika.

Pengeluaran publik untuk sektor pendidikan Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia, pada tahun 2004 pengeluaran publik untuk sektor pendidikan Indonesia adalah 2,8 persen dari PDB. Sedangkan pengeluaran publik untuk sektor pendidikan negara-negara tetangga Indonesia, yaitu Malaysia, Thailand, dan Filipina berturut-turut adalah 8,1 persen, 4,6 persen, dan 3,1 persen dari PDB masing-masing negara.

Pemerintah menjamin hak atas setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, hal ini tercantum pada UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2. Selain itu, pada Pasal 31 Ayat 3 disebutkan bahwa pemerintah mewajibkan setiap warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Melalui instrumen kebijakannya, yaitu kebijakan fiskal, pemerintah mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan. Alokasi anggaran ini berupa anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Kualitas pendidikan yang dilihat merupakan kualitas pendidikan dasar, yang dapat diukur melalui angka putus sekolah dan angka buta huruf.

Angka partisipasi sekolah dan angka buta huruf merupakan indikator bidang pendidikan. Angka partisipasi sekolah digunakan untuk melihat kemampuan lembaga pendidikan formal (sekolah) dalam menyerap anak usia sekolah. Angka ini termasuk ke dalam indikator pendidikan dikarenakan sekolah merupakan tempat menuntut ilmu guna mencerdaskan bangsa yang telah disusun berdasarkan kebutuhan yaitu melalui


(27)

kurikulum. Sedangkan angka buta huruf digunakan untuk melihat ketidakmampuan masyarakat dalam membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh masyarakat sehingga angka buta huruf dapat digunakan untuk melihat kualitas pendidikan masyarakat. Peningkatan pada nilai indikator-indikator tersebut menunjukkan peningkatan kualitas pada pendidikan. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat keterkaitan antara alokasi anggaran dengan kinerja sektor pendidikan.

1.2. Perumusan Masalah

Sumber daya manusia merupakan modal pembangunan. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pendidikan. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia, Indonesia masih memiliki kualitas pendidikan yang rendah. Hasil survei tentang kualitas pendidikan di Asia yang dilakukan oleh Political and Economic Review Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong, Indonesia menempati urutan ke-12 atau yang terburuk. Rendahnya kualitas pendidikan itu telah berpengaruh pada rendahnya daya saing bangsa Indonesia di dunia internasional.

Penyelenggaraan pendidikan tidak terlepas dari biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari berbagai sumber. Salah satu sumber pembiayaan tetap adalah dari pemerintah melalui pengeluaran pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk anggaran untuk sektor pendidikan. Pemerintah menjamin setiap warga negaranya untuk mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Hal ini tercantum pada UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3. Melalui pengeluaran pemerintah diharapkan kualitas pendidikan masyarakat semakin meningkat. Untuk melihat apakah pengeluaran pemerintah tersebut


(28)

efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat, berikut masalah yang dapat dirumuskan :

1. Bagaimanakah alokasi anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan? 2. Bagaimanakah kualitas pendidikan masyarakat Indonesia?

3. Bagaimanakah pengaruh alokasi anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan terhadap kualitas pendidikan masyarakat Indonesia?

1.3. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini, yaitu : 1. Menganalisis alokasi anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan. 2. Menganalisis kualitas pendidikan masyarakat Indonesia.

3. Menganalisis pengaruh alokasi anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan terhadap kualitas pendidikan masyarakat Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis, pemerintah, masyarakat, maupun bagi akademisi. Manfaat-manfaat tersebut diantaranya :

1. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat melalui pengelolaan anggaran belanja negara yang lebih efektif.

2. Sebagai referensi tentang permasalahan sehubungan dengan pembangunan pendidikan di Indonesia.

3. Sebagai proses belajar dan menambah pengetahuan bagi penulis pada khususnya dan mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada umumnya.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Peranan Pemerintah

Peranan pemerintah di dalam ekonomi modern dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan besar (Mangkoesoebroto, 2000), yaitu :

1. Peranan Alokasi

Barang dan jasa yang ada tidak semuanya dapat disediakan oleh sektor swasta. Adanya barang yang tidak dapat disediakan melalui sistem pasar ini disebabkan karena adanya kegagalan sistem pasar. Sistem ini tidak dapat menyediakan barang/jasa tertentu oleh karena manfaat dari adanya barang tersebut tidak hanya dirasakan secara pribadi melainkan juga dinikmati oleh orang lain. Barang dan jasa yang tidak dapat disediakan oleh sistem pasar ini disebut barang publik, yaitu barang yang tidak dapat disediakan melalui transaksi antara penjual dan pembeli.

2. Peranan Distribusi

Distribusi pendapatan dan kekayaan yang ditimbulkan oleh sistem pasar mungkin dianggap oleh masyarakat sebagai tidak adil. Keadilan bukanlah suatu hal yang statis dan absolut akan tetapi merupakan suatu hal yang dinamis dan relatif. Pemerintah melalui kebijaksanaan fiskal dan moneter dapat merubah keadaan masyarakat sehingga sesuai dengan distribusi pendapatan yang diinginkan oleh masyarakat.

3. Peranan Stabilisasi

Perekonomian yang sepenuhnya diserahkan kepada sektor swasta akan sangat peka terhadap goncangan keadaan yang akan menimbulkan


(30)

pengangguran dan inflasi. Pengangguran dapat terjadi dikarenakan pengurangan jumlah pegawai akibat dari penurunan permintaan suatu barang. Sedangkan inflasi dapat terjadi akibat dari tidak terkendalinya jumlah uang yang beredar. Pemerintah dapat menangani hal ini melalui kebijakannya.

2.2. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal terpusat pada segi penerimaan (perpajakan) dan pembelanjaan pemerintah (Todaro dan Smith, 2003). Instrumen kebijakan ini adalah perpajakan (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy). Dalam konteks perencanaan pembangunan ekonomi, rancangan kebijakan fiskal tidak hanya diarahkan untuk pengembangan aspek ekonomi seperti pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran dan stabilisasi ekonomi, tetapi juga peningkatan aspek sosial seperti pemerataan pendapatan, pendidikan, dan kesehatan (Abimanyu, 2009).

2.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan penjabaran rencana kerja para penyelenggara negara untuk kurun waktu satu tahun yang dituangkan ke dalam suatu format yang memuat pengelompokan jenis transaksi berkaitan dengan rencana kegiatan penyelenggaraan negara menurut pengaruhnya terhadap posisi keuangan negara selama jangka waktu satu tahun (BPS, 2006).

APBN, Perubahan APBN, Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. Untuk menghasilkan APBN tentunya melalui proses penyusunan. Penyusunan tersebut diawali dengan pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan,


(31)

DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.

Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Belanja negara adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Dalam Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1969, dinyatakan bahwa anggaran belanja rutin memuat seluruh pengeluaran aparatur pemerintah sehari-hari yang tiap tahun diperlukan untuk mengamankan dalam menjamin kelangsungan tugas dan kewajiban secara efektif. Jadi anggaran rutin merupakan suatu anggaran yang diberikan setiap tahun yang besarnya ditetapkan oleh pemerintah yang digunakan untuk kelancaran kegiatan pemerintah sehari-hari, dikeluarkan untuk melayani kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan anggaran pembangunan diartikan sebagai pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan menambah aset atau kekayaan bagi daerah, yang selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.


(32)

Menurut Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pengeluaran rutin adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai tugas-tugas umum pemerintahan dan kegiatan operasional pemerintah pusat dan daerah, pembayaran bunga atas hutang dalam negeri, pembayaran bunga atas hutang luar negeri, serta pembiayaan subsidi. Sedangkan pengeluaran pembangunan adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai proyek-proyek pembangunan.

Ada beberapa alasan mengapa pendidikan disediakan dan dibiayai oleh pemerintah, ditinjau dari aspek-aspek berikut (Stiglitz, 2000 dalam Sukma) :

1. Eksternalitas

a. Pendidikan meningkatkan kualitas individu dalam masyarakat. Suatu kelompok masyarakat yang bisa membaca akan menjalani aktivitas sosial dengan lebih baik dari pada kelompok masyarakat yang buta huruf. b. Dalam kasus Amerika Serikat, pendidikan membantu proses melting pot

atau pembauran kebudayaan dalam masyarakat yang multi etnis. c. Pendidikan merupakan jenjang awal dalam penguasaan teknologi. 2. Investasi

a. Walaupun setiap individu, dalam hal ini orang tua, menyadari arti penting pendidikan, namun keterbatasan pendapatan dan banyaknya kebutuhan lain menghalangi mereka untuk berinvestasi besar untuk pendidikan.

b. Perbedaan keadaan dari setiap orang tua membuat keputusan pemberian pendidikan terbaik bagi anak menjadi tidak sama.


(33)

2.4. Angka Partisipasi Sekolah

Partisipasi sekolah yang dimaksud di sini berkaitan dengan aktivitas pendidikan formal seseorang. Angka partisipasi sekolah merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk melihat tingkat partisipasi penduduk khususnya anak usia sekolah dalam proses kegiatan pendidikan formal (BPS, 2006). Angka partisipasi sekolah juga dapat digunakan untuk melihat kemampuan lembaga pendidikan formal (sekolah) dalam menyerap anak usia sekolah.

2.5. Angka Buta Huruf

Angka buta huruf merupakan perbandingan antara jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas, dan biasanya dinyatakan dalam persen (BPS, 2006). Angka buta huruf mengindikasikan tingkat kebutuhan dalam mengorganisir program melek huruf dan kualitas pendidikan dasar. Untuk menghitung angka buta huruf dapat digunakan perhitungan sebagai berikut :

Angka buta huruf yang kecil menunjukkan tingginya kualitas pendidikan dasar di suatu wilayah.


(34)

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian Rasidin K. Sitepu dan Bonar M. Sinaga (2004) bertujuan untuk menganalisis dampak investasi sumber daya manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia. Analisis menggunakan kombinasi Model Komputasi Keseimbangan Umum dan Metode Foster-Greer-Thorbecke. Investasi sumber daya manusia diwakili oleh pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa investasi sumber daya manusia mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan rumah tangga. Indeks rasio kemiskinan, indeks kesenjangan, dan indeks intensitas kemiskinan juga menurun, kecuali untuk rumah tangga bukan angkatan kerja di kota. Investasi sumber daya manusia untuk pendidikan memberi manfaat lebih besar bagi rumah tangga perdesaan dibandingkan dengan rumah tangga perkotaan, terutama untuk rumah tangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian di perdesaan, sedangkan investasi kesehatan memberi manfaat lebih besar bagi rumah tangga bukan pertanian golongan atas di kota.

Penelitian Angga Oktapriono (2008) menganalisis dampak investasi pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan terhadap pembangunan manusia (studi kasus : kawasan timur Indonesia periode 2001-2003). Investasi pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi secara signifikan baik atau buruknya tingkat pembangunan manusia. Semakin besar investasi yang dikeluarkan pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan maka semakin baik pula tingkat pembangunan manusia.


(35)

2.7. Kerangka Pemikiran

Kualitas pendidikan Indonesia yang masih rendah dibandingkan dengan negara lain dapat ditingkatkan melalui peningkatan anggaran untuk sektor pendidikan. Hal ini dapat dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan yang dimiliki. Kebijakan pemerintah memiliki dua instrumen, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter terdiri dari Operasi Pasar Terbuka (OPT), tingkat suku bunga, dan rasio cadangan minimum. Kebijakan ini merupakan hal yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. Sedangkan kebijakan fiskal terdiri dari pajak dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang dianalisis dalam penelitan ini. Anggaran untuk sektor pendidikan merupakan salah satu pengeluaran pemerintah yang dikeluarkan melalui anggaran belanja negara. Anggaran ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Untuk melihat kinerja pelayanan pendidikan tersebut dapat diukur melalui angka partisipasi sekolah dan angka buta huruf. Angka partisipasi sekolah ini dibagi berdasarkan kelompok usia sekolah, yaitu usia 7-12, usia 13-15, dan usia 16-18. Pemikiran tersebut tertuang dalam gambar berikut:


(36)

Keterangan Gambar : Hal yang tidak dianalisis Hal yang dianalisis

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kinerja Pelayanan Pendidikan

- Angka Partisipasi Sekolah (APS) berdasarkan kelompok usia sekolah : 7-12, 13-15, 16-18 - Angka Buta Huruf (ABH)

Kebijakan Moneter - OPT

- Tingkat Suku Bunga - Rasio Cadangan

Minimum

Kebijakan Fiskal

- Pajak

- Pengeluaran Pemerintah Rendahnya Anggaran

Pendidikan Indonesia

Kebijakan Pemerintah

Anggaran Pembangunan

Anggaran untuk Sektor Pendidikan

Anggaran Rutin Jenis Anggaran

Instrumen Kebijakan Rendahnya Kualitas


(37)

2.8. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Anggaran rutin untuk pendidikan dalam anggaran belanja negara berpengaruh positif terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12.

2. Anggaran pembangunan untuk pendidikan dalam anggaran belanja negara berpengaruh positif terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12.

3. Anggaran rutin untuk pendidikan dalam anggaran belanja negara berpengaruh positif terhadap angka partisipasi sekolah usia 13-15.

4. Anggaran pembangunan untuk pendidikan dalam anggaran belanja negara berpengaruh positif terhadap angka partisipasi sekolah usia 13-15.

5. Anggaran rutin untuk pendidikan dalam anggaran belanja negara berpengaruh positif terhadap angka partisipasi sekolah usia 16-18.

6. Anggaran pembangunan untuk pendidikan dalam anggaran belanja negara berpengaruh positif terhadap angka partisipasi sekolah usia 16-18.

7. Anggaran rutin untuk pendidikan dalam anggaran belanja negara berpengaruh negatif terhadap angka buta huruf.

8. Anggaran pembangunan untuk pendidikan dalam anggaran belanja negara berpengaruh negatif terhadap angka buta huruf.


(38)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Keuangan (Depkeu), antara lain berupa data angka alokasi anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan yang terbagi atas anggaran rutin dan anggaran pembangunan, angka partisipasi sekolah berdasarkan kelompok usia sekolah (usia 7-12, usia 13-15, dan usia 16-18), dan angka buta huruf. Data-data tersebut dimasukkan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan diolah dengan menggunakan Minitab 14.

3.2. Metode Analisis

Analisis statistika yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Analisis ini berguna untuk mengukur hubungan matematis antara peubah bebas (X) dengan peubah tak bebas (Y). Regresi linear berganda tidak hanya melihat keterkaitan antar variabel, namun juga mengukur besaran hubungan kausalitasnya. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut :

Y =

= 1, 2, 3, …, N = intersep

- = koefisien kemiringan parsial

Kata linier di atas menunjukkan bahwa persamaan regresi tersebut linier dalam parameter. Untuk mencari nilai-nilai dari parameter persamaan regresi berganda tersebut dapat digunakan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode


(39)

kuadrat terkecil. Menurut Teorema Gauss-Markov (Gujarati, 1978), OLS memiliki sifat statistik yang sangat menarik yang membuatnya menjadi suatu metode analisis regresi yang paling kuat dan populer, dengan menggunakan beberapa asumsi, yaitu :

1. Nilai rata-rata hitung dari deviasi (simpangan) yang berhubungan dengan setiap variabel tak bebas harus sama dengan nol.

2. Tidak adanya autokorelasi dalam setiap variabel dalam model.

3. Tidak adanya heteroskedastisitas yang dapat diartikan dengan nilai varians yang sama.

4. Tidak adanya korelasi antara koefisien error dengan variabel tak bebas.

Dengan melihat asumsi model regresi linier klasik, penaksir kuadrat terkecil dalam kelas penaksir linier tak bias mempunyai varians minimum, yaitu penaksir tersebut bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).

3.3. Model Analisis

Model persamaan yang digunakan untuk melihat pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12, angka partisipasi sekolah usia 13-15, angka partisipasi sekolah usia 16-18, dan angka buta huruf adalah sebagai berikut :

APS = f ( , ) (3.1)

APS = f ( , ) (3.2)

APS = f ( , ) (3.3)


(40)

dimana :

APS = angka partisipasi sekolah usia 7-12 APS = angka partisipasi sekolah usia 13-15 APS = angka partisipasi sekolah usia 16-18

= angka buta huruf

= anggaran rutin untuk sektor pendidikan

= anggaran pembangunan untuk sektor pendidikan

Langkah selanjutnya adalah mengestimasi model dalam bentuk logaritma untuk mempermudah dalam melihat respon dari setiap variabel bebas yang digunakan terhadap variabel tak bebasnya. Selain itu, langkah ini dilakukan agar dapat dibandingkan dan konsisten sepanjang waktu. Setelah dilakukan beberapa uji model untuk memperoleh hasil estimasi terbaik, maka model persamaan yang digunakan untuk melihat pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12, angka partisipasi sekolah usia 13-15, angka partisipasi sekolah usia 16-18, dan angka buta huruf adalah sebagai berikut:

LN APS = â0 + â1 LN + â2 LN (3.5)

LN APS = â0 + â1 LN + â2 LN (3.6)

LN APS = â0 + â1 LN + â2 LN (3.7)

LN = â0 - â1 LN - â2 LN (3.8)

dimana :


(41)

LN APS = angka partisipasi sekolah usia 13-15 LN APS = angka partisipasi sekolah usia 16-18

LN = angka buta huruf

â0 = konstanta

â1, â2 = koefisien regresi

LN AR = anggaran rutin untuk sektor pendidikan

LN AP = anggaran pembangunan untuk sektor pendidikan = error term

3.4. Metode Estimasi

Setelah koefisien variabel bebas diperoleh, kemudian dilakukan pengujian yang terdiri dari uji statistik dan uji ekonometrika.

3.4.1. Uji Statistik

Uji statistik dilakukan untuk menguji tingkat signifikansi model. Uji ini untuk mengetahui signifikansi setiap variabel bebas, signifikansi model secara keseluruhan, dan keragaman model.

1. Uji-F

Uji-F digunakan untuk menguji kelayakan model dan menguji parameter regresi secara keseluruhan. Hipotesis yang diuji adalah :

:

: minimal ada salah satu

Jika seluruh nilai sebenarnya dari parameter regresi sama dengan nol maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang linier antara variabel tak bebas dengan variabel-variabel bebas. Atau dapat dilihat juga pada p-value model tersebut


(42)

dibandingkan dengan taraf nyata. Jika kurang dari á maka tolak , yang berarti terdapat hubungan linier antara variabel tak bebas dengan variabel-variabel bebas.

2. Uji-t

Uji-t digunakan untuk menguji parameter secara parsial. Dengan uji-t akan dilihat apakah setiap variabel independen (X) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap variabel dependen (Y). Hipotesis yang diuji adalah :

: :

Untuk uji-t ini dapat dilihat melalui p-value dari masing-masing variabel bebas. Jika p-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap variabel tak bebas, begitupun sebaliknya.

3. Koefisien Determinasi Yang Disesuaikan (Adj )

Uji keragaman digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Uji ini digunakan juga untuk mengetahui seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model tersebut. Adjusted R-Squared merupakan koefisien determinasi yang sudah disesuaikan terhadap jumlah variabel bebas dalam model. Untuk mengetahui keragaman antar variabel dapat dilakukan uji keragaman yang mengikuti persamaan :


(43)

Nilai keragaman yang tinggi (mendekati 100%) menunjukkan model semakin baik dalam menjelaskan peubah tak bebas.

3.4.2. Uji Ekonometrika

Uji ekonometrika dilakukan untuk melihat masalah-masalah ekonometrika, yaitu autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas.

1. Uji Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Gejala autokorelasi besar kemungkinan terjadi pada observasi yang menggunakan data time series karena data yang terdapat pada suatu periode dipengaruhi oleh data yang terjadi pada periode sebelumnya. Akibatnya, varians yang diperoleh menjadi under estimated. Untuk mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan Uji Durbin Watson. Uji Durbin Watsonmerupakan pengujian autokorelasi sisaan ordo satu (sisaan berkorelasi dengan sisaan satu lag/jeda waktu sebelumnya). Hipotesis yang diuji adalah:

: tidak terdapat autokorelasi ordo 1 pada sisaan : terdapat autokorelasi ordo 1 pada sisaan

Nilai DW tersebut berkisar antara 0 sampai 4 dengan nilai kurang dari 2 merupakan indikasi adanya autokorelasi positif ordo 1, sedangkan nilai lebih dari 2 sebagai indikasi adanya autokorelasi negatif ordo 1. Nilai DW dibandingkan dengan titik kritis pada tabel Uji Durbin Watson dengan kriteria pengambil keputusannya adalah :

Tolak apabila 0 < DW < atau 4 - < DW < 4 Terima apabila < DW < 4 -


(44)

Tidak ada keputusan apabila < DW < atau 4 - < DW < 4 -

Untuk mengatasi masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan mengakomodasi adanya korelasi antar sisaan ini.

2. Uji Heteroskedastisitas

Suatu model dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam konstan. Terjadinya heteroskedastisitas dapat menyebabkan tidak tercapainya sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimated). Untuk melihat gejala heteroskedastisitas dapat menggunakan Uji Gleijser dengan cara memutlakkan nilai residual (|u|), kemudian membuat regresi (|u|= + ). Jika nilai p-value lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka ragam galat konstan (homoskedastisitas) yang berarti model terbebas dari heteroskedastisitas.

3. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier yang sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas pada model regresi. Dampak yang ditimbulkan adalah koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standard error setiap parameter menjadi tak terhingga. Untuk mendeteksi adanya masalah multikolinearitas dapat dilakukan dengan menghitung nilai VIF (Variance Inflation Factor). Nilai VIF ini mengukur seberapa besar ragam dari dugaan parameter akan meningkat apabila antar variabel bebas terdapat masalah multikolinier. Nilai VIF = 1 menunjukkan tidak ada korelasi antar variabel bebas. Jika nilai VIF tidak melebihi 10 maka dapat dikatakan bahwa data kita terbebas dari persoalan multikolinearitas.


(45)

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinier, antara lain dengan menambah pengamatan, menghilangkan variabel yang berkorelasi kuat dengan peubah lain, menggunakan variabel bebas lain yang tidak berkorelasi dengan variabel bebas lain, atau dengan menggunakan teknik selain metode kuadrat terkecil dalam pendugaan parameter seperti metode regresi komponen utama.


(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Estimasi Persamaan Model

Model estimasi dari persamaan-persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

LN APS SD = 4,08 + 0,00569 LN AR + 0,0106 LN AP (4.1) LN APS SMP = 2,60 + 0,0245 LN AR + 0,0357 LN AP (4.2) LN APS SMA = 1,17 + 0,0601 LN AR + 0,0330 LN AP (4.3)

LN ABH = 11,6 - 0,140 LN AR - 0,173 LN AP (4.4)

Setelah mendapatkan persamaan model, kemudian dilakukan pengujian terhadap parameter estimasi tersebut. Pengujian tersebut terdiri dari uji statistik dan uji ekonometrika.

4.1.1. Hasil Uji Statistik

Uji statistik dilakukan untuk menguji tingkat signifikansi model. Uji ini untuk mengetahui signifikansi model secara keseluruhan, signifikansi setiap variabel bebas, dan keragaman model.

1. Uji-F

Tabel 4.1 menyajikan nilai probabilitas model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah menurut usia sekolah dan angka buta huruf.


(47)

Tabel 4.1. Nilai Probabilitas Model Pengaruh Anggaran Rutin dan Anggaran Pembangunan Terhadap Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah dan Angka Buta Huruf

Analysis of Variance

No. Indikator Pendidikan Nilai p-value

1 APS 7-12 0,000

2 APS 13-15 0,000

3 APS 16-18 0,000

4 ABH 0,000

Dari hasil pengujian parameter estimasi model dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara variabel tak bebas dengan variabel-variabel bebas. Ini dapat dilihat dari nilai p-value yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, yaitu 5% (á = 0,05).

2. Uji-t

Model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12 memiliki nilai p-value dari anggaran rutin lebih besar dari taraf nyata 5%, yaitu 0,107. Ini berarti anggaran rutin tidak berpengaruh nyata terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12. Sedangkan nilai p-value dari anggaran pembangunan lebih kecil dari taraf nyata 5%, yaitu 0,002. Ini berarti anggaran pembangunan berpengaruh nyata terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12.

Model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 13-15 memiliki signifikansi masing-masing variabel yang sama dengan model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12. Nilai p-value dari anggaran rutin lebih besar dari taraf


(48)

nyata 5%, yaitu 0,109. Ini berarti anggaran rutin tidak berpengaruh nyata terhadap angka partisipasi sekolah usia 13-15. Sedangkan nilai p-value dari anggaran pembangunan lebih kecil dari taraf nyata 5%, yaitu 0,010. Ini berarti anggaran pembangunan berpengaruh nyata terhadap angka partisipasi sekolah usia 13-15.

Model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 16-18 memiliki signifikansi masing-masing variabel yang berbeda dengan dua model sebelumnya. Nilai p-value dari anggaran rutin lebih kecil dari taraf nyata 5%, yaitu 0,022. Ini berarti anggaran rutin berpengaruh nyata terhadap angka partisipasi sekolah usia 16-18. Sedangkan nilai p-value dari anggaran pembangunan lebih besar dari taraf nyata 5%, yaitu 0,093. Ini berarti anggaran pembangunan tidak berpengaruh nyata terhadap angka partisipasi sekolah usia 16-18.

Model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka buta huruf memiliki nilai p-value dari anggaran rutin lebih kecil dari taraf nyata 5%, yaitu 0,025. Ini berarti anggaran rutin berpengaruh nyata terhadap angka buta huruf. Begitupun dengan nilai p-value dari anggaran pembangunan yang lebih kecil dari taraf nyata 5%, yaitu 0,002 menunjukkan anggaran rutin berpengaruh nyata terhadap angka buta huruf.

3. Koefisien Determinasi Yang Disesuaikan (Adj )

Model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12 memiliki nilai R-Squared (adj) sebesar 89,9%. Nilai tersebut memiliki arti bahwa 89,9% keragaman model dapat dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan 10,1% lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.


(49)

Model yang kedua, yaitu model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 13-15 memiliki nilai R-Squared (adj) yang tidak terlalu jauh berbeda dengan model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12. R-Squared (adj) model ini masih berada pada kisaran 80%, yaitu sebesar 86,1%. Nilai tersebut memiliki arti bahwa 86,1% keragaman model dapat dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan 13,9% lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Begitupun dengan model ketiga, yaitu model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 16-18, memiliki nilai R-Squared (adj) sebesar 83,9%. Nilai tersebut memiliki arti bahwa 83,9% keragaman model dapat dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan 16,1% lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka buta huruf memiliki nilai R-Squared (adj) tertinggi dibandingkan dengan ketiga model lainnya. Nilai R-Squared (adj) model ini adalah 92,0%. Nilai tersebut memiliki arti bahwa 92,0% keragaman model dapat dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan 8,0% lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

4.1.2. Hasil Uji Ekonometrika

Semua model harus terbebas dari masalah-masalah ekonometrika. Berikut hasil uji ekonometrika yang dilakukan untuk melihat masalah-masalah ekonometrika, yaitu autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas.


(50)

1. Uji Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Masalah autokorelasi biasanya terjadi pada data time series, karena data pada suatu periode dipengaruhi oleh data periode sebelumnya. Hal tersebut dapat menyebabkan varians yang diperoleh menjadi under estimated. Model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12 memiliki Nilai Durbin Watson sebesar 1,57510. Ini berarti model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi. Begitupun dengan model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka buta huruf yang memiliki Nilai Durbin Watson sebesar 2,06869.

Berbeda dengan kedua model di atas, model pengaruh anggaran rutin dan anggaran pembangunan terhadap angka partisipasi sekolah usia 13-15 dan usia 16-18 tidak dapat terdeteksi. Ini dapat dilihat dari Nilai Durbin Watson dari kedua model, yaitu 1,39897 dan 1,19751. Tabel 4.2 menyajikan Nilai Durbin Watson dari keempat model tersebut.

Tabel 4.2. Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Model Pengaruh Anggaran Rutin dan Anggaran Pembangunan Terhadap Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah dan Angka Buta Huruf

No. Indikator Pendidikan Nilai Durbin-Watson

1 APS 7-12 1,57510

2 APS 13-15 1,39897

3 APS 16-18 1,19751


(51)

2. Heteroskedastisitas

Suatu model dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas. Terjadinya heteroskedastisitas dapat menyebabkan tidak tercapainya sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimated). Nilai p-value dari semua model setelah dilakukan Uji Gleijser, yaitu nilai residual dari masing-masing model dimutlakkan adalah lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (Lampiran 2). Ini menunjukkan bahwa ragam galat konstan (homoskedastisitas) yang berarti model terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

3. Multikolinearitas

Multikolinearitas menyebabkan koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standard error setiap parameter menjadi tak terhingga. Oleh karena itu, setiap model harus terbebas dari masalah multikolinearitas. Dari hasil pengujian parameter estimasi model, nilai VIF untuk semua model adalah kurang dari 10, yaitu 3,4 (Lampiran 1). Ini berarti semua model terbebas dari masalah multikolinearitas.

4.2. Perkembangan Alokasi Anggaran Belanja Negara untuk Sektor Pendidikan Pemerintah menyediakan barang dan jasa yang tidak dapat disediakan oleh sektor swasta merupakan peranan alokasi pemerintah. Adanya barang yang tidak dapat disediakan oleh sektor swasta dikarenakan adanya kegagalan sistem pasar. Sistem ini tidak dapat menyediakan barang/jasa tersebut dikarenakan manfaat dari adanya barang tersebut tidak hanya dirasakan secara pribadi melainkan juga dinikmati oleh orang lain sehingga barang tersebut tidak dapat disediakan melalui transaksi antara penjual dan pembeli. Barang ini disebut sebagai barang publik. Peranan pemerintah lainnya adalah


(52)

peranan distribusi. Distribusi pendapatan yang lebih merata pun dapat dianggap sebagai barang publik. Begitu juga dengan kesehatan, pendidikan, dan standar hidup dasar. Semuanya dapat dianggap sebagai barang publik atau sebagai hak-hak sosial yang dijamin oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah menjamin hak atas setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, hal ini tercantum pada UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2. Penyelenggaraan pendidikan tentu membutuhkan biaya, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan melalui belanja negara.

Alokasi anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 pada kolom anggaran pendidikan. Begitupun dengan total anggaran pemerintah, setiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun, sebenarnya anggaran pendidikan tidak mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari proporsi anggaran pendidikan terhadap total anggaran yang mengalami penurunan (Tabel 4.3).

Melihat pengalokasian anggaran pendidikan yang tidak maksimal, dirasakan perlu penetapan secara legitimasi mengenai alokasi anggaran pendidikan ini. Oleh karena itu, di dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4 yang diamandemen pada tahun 2002 disebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Pemerintah menetapkan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% agar setiap anak usia 7 – 15 tahun dapat mengikuti pendidikan dasar tanpa dipungut biaya, seperti tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3, yaitu “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Selain itu, penetapan angka 20% juga dimaksudkan agar setiap peserta didik memiliki buku tulis,


(53)

buku pelajaran, buku bacaan, dan buku rujukan. Bagi guru, agar setiap guru memiliki buku pelajaran, buku guru, buku sumber, dan buku bacaan. Dan bagi sekolah, agar setiap sekolah memiliki sarana dan prasarana seperti yang ditetapkan dalam PP No. 19 Tahun 2005 yang antara lain meliputi: perpustakaan, laboratorium, kebun botani, lapangan olah raga, ruang kesenian. Namun, pada kenyataannya peraturan ini belum dapat dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4.3 yang menyediakan jumlah anggaran pendidikan, total anggaran belanja negara, dan persentase anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.

Tabel 4.3. Anggaran Pendidikan Tahun 1995 – 2007

Tahun Anggaran Pendidikan (dalam milyar rupiah)

Total Anggaran (dalam milyar rupiah)

Total Anggaran Pendidikan (%) 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 6216,59 7337,03 8776,165 10215,30 14426,50 11851,20 13611,80 15869,40 20435,80 21628,80 21585,10 37095,10 44058,40 78024,20 90616,40 101090 147221 219604 197030 340300 344009 300170 374351 397769 647668 763571 8 8,1 8,7 6,9 6,6 6 4 4,6 6,8 5,8 5,4 5,7 5,8 Sumber : Departemen Keuangan

Setelah pada tahun 2002 UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4 diamandemen, pada tahun berikutnya ditetapkan UU Pendidikan Nasional No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 4 Pasal 49 yang menyatakan bahwa dana yang dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD tidak


(54)

termasuk gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Hal ini dimaksudkan agar anggaran pendidikan digunakan sepenuhnya guna pembangunan dalam bidang pendidikan. Namun, pada kenyataannya target ini tidak pernah tercapai. Sehingga pada tahun 2008 Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa gaji pendidik dimasukkan ke dalam perhitungan 20%. Hal ini sungguh ironis karena anggaran yang ada akan terserap untuk gaji guru sehingga anggaran untuk pembangunan pendidikan tetap tidak meningkat.

Tidak terpenuhinya anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD menunjukkan tidak fokusnya pemerintah dalam usaha meningkatkan pendidikan masyarakat.

4.3. Perkembangan Kualitas Pendidikan Masyarakat Indonesia

Kualitas pendidikan masyarakat dapat dilihat dari indikator bidang pendidikan. Terdapat banyak sekali indikator bidang pendidikan yang dapat dijadikan indikasi bagi kualitas pendidikan, diantaranya adalah angka partisipasi sekolah dan angka buta huruf.

Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk terutama usia muda. Ukuran yang banyak digunakan di sektor pendidikan seperti pertumbuhan jumlah murid lebih menunjukkan perubahan jumlah murid yang mampu ditampung di setiap jenjang sekolah. Sehingga, naiknya persentase jumlah murid tidak dapat diartikan sebagai semakin meningkatnya partisipasi sekolah. Kenaikan tersebut dapat pula dipengaruhi oleh semakin besarnya jumlah penduduk usia sekolah yang tidak diimbangi dengan ditambahnya infrastruktur sekolah serta


(55)

peningkatan akses masuk sekolah sehingga partisipasi sekolah seharusnya tidak berubah atau malah semakin rendah.

Usia sekolah tersebut dibagi ke dalam usia 7 – 12 sebagai murid sekolah dasar atau yang sederajat, usia 13 – 15 sebagai murid sekolah menengah pertama atau yang sederajat, dan usia 16 – 18 sebagai murid sekolah menengah atas atau yang sederajat. Semakin tinggi angka partisipasi sekolah mengindikasikan semakin tinggi pula kualitas pendidikan masyarakat.

Gambar 4.1 memperlihatkan angka partisipasi sekolah usia 7 – 12. Angka partisipasi sekolah kelompok usia ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Begitupun dengan angka partisipasi sekolah usia 13 – 15 (Gambar 4.2). Hanya pada tahun 1998 tingkat sekolah usia 7 – 12 dan usia 13 – 15 mengalami penurunan. Hal ini merupakan dampak dari krisis yang terjadi, anggaran belanja menurun sehingga ini berdampak pada penurunan anggaran untuk sektor pendidikan.

Sumber : Badan Pusat Statistik


(56)

Sumber : Badan Pusat Statistik

Gambar 4.2. Angka Partisipasi Sekolah Usia 13-15

Angka partisipasi sekolah usia 16-18 cenderung berfluktuatif (Gambar 4.3). Tingkat sekolah usia 16-18 tidak termasuk ke dalam Program Wajib Belajar Sembilan Tahun sehingga partisipasi sekolah di kelompok usia sekolah ini lebih bergantung kepada masyarakat. Ada kalanya masyarakat memiliki pendapatan dan kesadaran untuk menyekolahkan anak-anak mereka di tingkat ini, namun ada kalanya juga masyarakat tidak memiliki pendapatan yang cukup atau lebih memilih menggunakan pendapatannya untuk keperluan lain serta tidak memiliki pengetahuan yang cukup akan pentingnya pendidikan. Selain itu, masyarakat berekonomi rendah menganggap usia 16-18 sudah cukup matang untuk bekerja untuk membantu menghasilkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Oleh karena itu, pemerintah dapat menambah jenjang pendidikan sekolah gratis hingga usia 16-18 sehingga masyarakat berekonomi rendah dapat terus melanjutkan pendidikannya.


(57)

Sumber : Badan Pusat Statistik

Gambar 4.3. Angka Partisipasi Sekolah Usia 16-18

Angka partisipasi sekolah usia 7 – 12 dan usia 13 – 15 lebih tinggi dibanding angka partisipasi sekolah usia 16 – 18. Hal ini dikarenakan adanya program sekolah gratis pada tingkat sekolah kelompok usia tersebut. Program Wajib Belajar Sembilan Tahun yang kini menjadi Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pada tingkat sekolah usia 7 – 12 diberikan bantuan sebesar Rp. 235.000,-/siswa/semester dan usia 13 – 15 diberikan bantuan sebesar Rp. 324.500,-/siswa/semester.

Ditinjau dari pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan, Indonesia menghadapi masalah serius di sektor pendidikan, terutama di tingkat pendidikan sekolah menengah pertama dan tingkat selanjutnya. Dalam kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia, pendidikan sekolah menengah di Indonesia yang masih rendah akan menyebabkan angkatan kerja yang kurang berpendidikan di masa yang akan datang.

Indikator yang kedua adalah angka buta huruf. Angka ini untuk melihat perbandingan antara jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas. Semakin rendah angka buta huruf maka menunjukkan kualitas pendidikan masyarakat yang semakin meningkat.


(58)

Rendahnya angka buta huruf pun menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam program pemberantasan buta huruf.

Sumber : Badan Pusat Statistik

Gambar 4.4. Angka Buta Huruf

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa angka buta huruf semakin menurun, maka ini menunjukkan kualitas pendidikan masyarakat yang semakin meningkat dan menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam program pemberantasan buta huruf. Namun, jika dibandingkan secara internasional, kemampuan membaca masyarakat Indonesia masih di bawah rata-rata. Berdasarkan survei Programme for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2003, Indonesia memiliki angka sebesar 381,59 dari rata-rata sebesar 480,22. Finlandia menempati urutan tertinggi, yaitu 543,46. Kemudian disusul oleh Korea Selatan sebesar 534,09, Kanada sebesar 527,91, Australia sebesar 525,43, dan Tunisia sebesar 374,62. Di bawah Indonesia terdapat Meksiko sebesar 399,72, Brazil sebesar 402,80, dan Serbia sebesar 411,74. Meskipun angka buta huruf masyarakat Indonesia cenderung semakin menurun setiap tahunnya, namun program pemberantasan huruf masih harus terus digalakan, mengingat masih


(59)

rendahnya kemampuan membaca masyarakat Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain.

Kualitas pendidikan masyarakat Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini diindikasikan oleh meningkatnya angka partisipasi sekolah dan menurunnya angka buta huruf. Meskipun demikian, namun disparitas kualitas pendidikan masyarakat antarwilayah masih terjadi. Hal ini dikarenakan pemerintah belum bisa menjangkau masyarakat yang berada di pelosok desa. Masyarakat yang berada dekat dengan kota dapat mengakses pendidikan lebih mudah dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal jauh dari kota. Pemerintah belum banyak membangun fasilitas pendidikan di desa dikarenakan untuk membangun fasilitas pendidikan di sana membutuhkan juga pembangunan sarana prasarana pendukung sehingga membutuhkan biaya yang besar.

4.4. Pengaruh Alokasi Anggaran Belanja Negara untuk Sektor Pendidikan terhadap Kualitas Pendidikan Masyarakat

Belanja negara dibagi atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Begitupun dengan anggaran untuk sektor pendidikan, anggaran ini dibagi atas anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Anggaran rutin untuk sektor pendidikan digunakan untuk membiayai kegiatan operasional. Sedangkan anggaran pembangunan untuk sektor pendidikan digunakan untuk membiayai program pembangunan, seperti Program Wajib Belajar Sembilan Tahun. Berikut Tabel 4.4 menyediakan jumlah anggaran rutin dan pembangunan untuk sektor pendidikan dari tahun 1995 hingga tahun 2007 :


(60)

Tabel 4.4. Anggaran Rutin dan Anggaran Pembangunan Untuk Pendidikan

Tahun Anggaran Rutin

(dalam milyar rupiah)

Anggaran Pembangunan (dalam milyar rupiah) 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2857,38 3366,38 4053,205 4740,03 6045,23 6454,36 4425,10 4561,90 5377,70 6290,10 8634,04 14838,00 17623,40 3359,21 3970,65 4722,945 5475,24 8381,26 5396,81 9186,70 11307,50 15058,10 15338,70 12951,10 22257,10 26435,00 Sumber : Departemen Keuangan

Besarnya anggaran rutin lebih kecil dibandingkan dengan anggaran pembangunan. Anggaran pembangunan lebih besar jumlahnya dikarenakan anggaran ini digunakan untuk berbagai macam proyek-proyek pembangunan. Sedangkan anggaran rutin digunakan untuk tugas-tugas umum pemerintahan dan kegiatan operasional.

Anggaran rutin tidak berpengaruh nyata terhadap angka partisipasi sekolah usia 7-12 dan usia 13-15. Hal ini dikarenakan anggaran rutin untuk sektor pendidikan merupakan dana pemerintah yang diperuntukkan bagi tugas-tugas pemerintahan dan kegiatan operasional. Dana tersebut tidak langsung diberikan untuk siswa, sehingga anggaran rutin tidak mampu secara langsung meningkatkan partisipasi sekolah siswa. Selain itu, karena anggaran rutin tidak langsung diperuntukkan bagi siswa, tingkat kemungkinan moral hazard lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran pembangunan.


(61)

Sedangkan anggaran pembangunan tidak berpengaruh nyata terhadap angka partisipasi sekolah usia 16-18. Hal ini dikarenakan kelompok usia ini tidak termasuk ke dalam Program Wajib Belajar Sembilan Tahun yang sekarang dikenal dengan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Anggaran pembangunan yang dikeluarkan untuk kelompok usia ini pun tidak seperti pada dua kelompok usia di bawahnya. Anggaran pembangunan untuk dua kelompok usia di bawahnya ditentukan langsung berapa jumlah anggaran tiap anak per semester sehingga angka partisipasi sekolah dapat dipengaruhi secara nyata.


(62)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Anggaran rutin pada kelompok sekolah usia 7 – 12 dan usia 13 – 15 tidak berpengaruh signifikan terhadap angka partisipasi sekolah. Hal ini dikarenakan anggaran tersebut tidak secara langsung digunakan untuk peningkatan partisipasi sekolah. Sedangkan pada kelompok sekolah usia 16 – 18, anggaran yang tidak berpengaruh signifikan terhadap angka partisipasi sekolah adalah anggaran pembangunan. Hal ini dikarenakan kelompok sekolah usia tersebut tidak termasuk ke dalam pendidikan dasar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Alokasi dana pendidikan pada anggaran belanja negara masih belum mencapai 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Hal ini belum sesuai dengan Perubahan Keempat UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4 yang disetujui pada Agustus 2002 yang menetapkan bahwa alokasi anggaran pendidikan adalah 20 persen dari APBN.

2. Kualitas pendidikan masyarakat Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Kecenderungan peningkatan kualitas pendidikan tercermin dari meningkatnya angka partisipasi sekolah pada setiap kelompok usia sekolah dan semakin menurunnya angka buta huruf pada masyarakat.

3. Dampak besarnya alokasi dana pendidikan pada anggaran belanja negara terhadap kualitas pendidikan masyarakat cukup efektif. Program-program pemerintah, seperti Program Wajib Belajar Sembilan Tahun dan Program


(63)

Pemberantasan Huruf efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat.

5.2. Saran

Saran yang diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Pengambil kebijakan dapat memanfaatkan ruang gerak fiskal agar anggaran pendidikan dapat lebih optimal.

2. Pengambil kebijakan memasukkan kelompok sekolah usia 16 – 18 ke dalam pendidikan dasar sehingga pendidikan masyarakat semakin meningkat.

3. Pengambil kebijakan memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya pendidikan.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, A. 2009. Era Baru Kebijakan Fiskal. Buku Kompas, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2004. Indikator Statistik Bidang Sosial. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2006. Indikator Kesejahteraan Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Mangkoesoebroto, G. 2000. Ekonomi Publik. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.

Oktapriono, A. 2008. Analisis Dampak Investasi Pemerintah Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pembangunan Manusia [Skripsi]. Bogor : Insititut Pertanian Bogor.

Sitepu, R. K. dan B. M. Sinaga. 2004. “Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia : Pendekatan

Model Computable General Equilibrium”.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(6)soca-rasidin dan bonar s-cge(1).pdf [12

April 2009]

Sukma Sawitri, Adisti. 2005. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pendidikan Dasar di Era Otonomi Daerah [Skripsi]. Bogor : Insititut Pertanian Bogor. Todaro, M. P. dan S. C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi

Kedelapan Jilid 2. Haris Munandar dan Puji A. L. [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.


(65)

(66)

Lampiran 1

HASIL ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA

Regression Analysis: LN APS SD versus LN AR; LN AP

The regression equation is

LN APS SD = 4,08 + 0,00569 LN AR + 0,0106 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 4,08065 0,05159 79,10 0,000 LN AR 0,005691 0,003217 1,77 0,107 3,4 LN AP 0,010601 0,002577 4,11 0,002 3,4 S = 0,00322668 R-Sq = 91,6% R-Sq(adj) = 89,9%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 0,00113212 0,00056606 54,37 0,000 Residual Error 10 0,00010411 0,00001041

Total 12 0,00123624

Source DF Seq SS LN AR 1 0,00095599 LN AP 1 0,00017614 Durbin-Watson statistic = 1,57510

Regression Analysis: LN APS SMP versus LN AR ; LN AP

The regression equation is

LN APS SMP = 2,60 + 0,0245 LN AR + 0,0357 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 2,5988 0,2235 11,63 0,000 LN AR 0,02448 0,01393 1,76 0,109 3,4 LN AP 0,03565 0,01116 3,19 0,010 3,4 S = 0,0139762 R-Sq = 88,4% R-Sq(adj) = 86,1%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 0,0149474 0,0074737 38,26 0,000 Residual Error 10 0,0019533 0,0001953

Total 12 0,0169008

Source DF Seq SS LN AR 1 0,0129552 LN AP 1 0,0019923 Durbin-Watson statistic = 1,39897


(67)

Lanjutan lampiran 1

Regression Analysis: LN APS SMA versus LN AR ; LN AP

The regression equation is

LN APS SMA = 1,17 + 0,0601 LN AR + 0,0330 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 1,1713 0,3561 3,29 0,008 LN AR 0,06013 0,02220 2,71 0,022 3,4 LN AP 0,03298 0,01779 1,85 0,093 3,4 S = 0,0222724 R-Sq = 86,6% R-Sq(adj) = 83,9%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 0,032094 0,016047 32,35 0,000 Residual Error 10 0,004961 0,000496

Total 12 0,037055

Source DF Seq SS LN AR 1 0,030389 LN AP 1 0,001705 Durbin-Watson statistic = 1,19751

Regression Analysis: LN ABH versus LN AR; LN AP

The regression equation is

LN ABH = 11,6 - 0,140 LN AR - 0,173 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 11,5685 0,8536 13,55 0,000 LN AR -0,14018 0,05323 -2,63 0,025 3,4 LN AP -0,17325 0,04265 -4,06 0,002 3,4 S = 0,0533905 R-Sq = 93,3% R-Sq(adj) = 92,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 0,39773 0,19887 69,76 0,000 Residual Error 10 0,02851 0,00285

Total 12 0,42624

Source DF Seq SS LN AR 1 0,35069 LN AP 1 0,04704 Durbin-Watson statistic = 2,06869


(1)

Pemberantasan Huruf efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan

masyarakat.

5.2.

Saran

Saran yang diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1.

Pengambil kebijakan dapat memanfaatkan ruang gerak fiskal agar anggaran

pendidikan dapat lebih optimal.

2.

Pengambil kebijakan memasukkan kelompok sekolah usia 16

– 18 ke dalam

pendidikan dasar sehingga pendidikan masyarakat semakin meningkat.

3.

Pengambil kebijakan memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya

pendidikan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, A. 2009.

Era Baru Kebijakan Fiskal

. Buku Kompas, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2004. Indikator Statistik Bidang Sosial. Badan Pusat Statistik,

Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2006.

Indikator Kesejahteraan Indonesia

. Badan Pusat Statistik,

Jakarta.

Gujarati, D. 1978.

Ekonometrika Dasar

. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Erlangga,

Jakarta.

Mangkoesoebroto, G. 2000.

Ekonomi Publik

. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.

Oktapriono, A. 2008.

Analisis Dampak Investasi Pemerintah Sektor Pendidikan dan

Kesehatan Terhadap Pembangunan Manusia

[Skripsi]. Bogor : Insititut

Pertanian Bogor.

Sitepu, R. K. dan B. M. Sinaga. 2004.

“Dampak Investasi Sumber Daya Manusia

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia : Pendekatan

Model

Computable

General

Equilibrium”.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(6)soca-rasidin dan

bonar s-cge(1).pdf [12

April 2009]

Sukma Sawitri, Adisti. 2005.

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pendidikan

Dasar di Era Otonomi Daerah

[Skripsi]. Bogor : Insititut Pertanian Bogor.

Todaro, M. P. dan S. C. Smith. 2003.

Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

. Edisi

Kedelapan Jilid 2. Haris Munandar dan Puji A. L. [penerjemah]. Erlangga,

Jakarta.


(3)

(4)

Lampiran 1

HASIL ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA

Regression Analysis: LN APS SD versus LN AR; LN AP

The regression equation is

LN APS SD = 4,08 + 0,00569 LN AR + 0,0106 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 4,08065 0,05159 79,10 0,000 LN AR 0,005691 0,003217 1,77 0,107 3,4 LN AP 0,010601 0,002577 4,11 0,002 3,4 S = 0,00322668 R-Sq = 91,6% R-Sq(adj) = 89,9%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 0,00113212 0,00056606 54,37 0,000 Residual Error 10 0,00010411 0,00001041

Total 12 0,00123624

Source DF Seq SS LN AR 1 0,00095599 LN AP 1 0,00017614 Durbin-Watson statistic = 1,57510

Regression Analysis: LN APS SMP versus LN AR ; LN AP

The regression equation is

LN APS SMP = 2,60 + 0,0245 LN AR + 0,0357 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 2,5988 0,2235 11,63 0,000 LN AR 0,02448 0,01393 1,76 0,109 3,4 LN AP 0,03565 0,01116 3,19 0,010 3,4 S = 0,0139762 R-Sq = 88,4% R-Sq(adj) = 86,1%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 0,0149474 0,0074737 38,26 0,000 Residual Error 10 0,0019533 0,0001953

Total 12 0,0169008

Source DF Seq SS LN AR 1 0,0129552 LN AP 1 0,0019923 Durbin-Watson statistic = 1,39897


(5)

Lanjutan lampiran 1

Regression Analysis: LN APS SMA versus LN AR ; LN AP

The regression equation is

LN APS SMA = 1,17 + 0,0601 LN AR + 0,0330 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 1,1713 0,3561 3,29 0,008 LN AR 0,06013 0,02220 2,71 0,022 3,4 LN AP 0,03298 0,01779 1,85 0,093 3,4 S = 0,0222724 R-Sq = 86,6% R-Sq(adj) = 83,9%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 0,032094 0,016047 32,35 0,000 Residual Error 10 0,004961 0,000496

Total 12 0,037055

Source DF Seq SS LN AR 1 0,030389 LN AP 1 0,001705 Durbin-Watson statistic = 1,19751

Regression Analysis: LN ABH versus LN AR; LN AP

The regression equation is

LN ABH = 11,6 - 0,140 LN AR - 0,173 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 11,5685 0,8536 13,55 0,000 LN AR -0,14018 0,05323 -2,63 0,025 3,4 LN AP -0,17325 0,04265 -4,06 0,002 3,4 S = 0,0533905 R-Sq = 93,3% R-Sq(adj) = 92,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 0,39773 0,19887 69,76 0,000 Residual Error 10 0,02851 0,00285

Total 12 0,42624

Source DF Seq SS LN AR 1 0,35069 LN AP 1 0,04704 Durbin-Watson statistic = 2,06869


(6)

Lampiran 2

UJI HETEROSKEDASTISITAS

Regression Analysis: |Ut1| versus LN AR; LN AP

The regression equation is

|Ut1| = - 0,0038 + 0,00050 LN AR - 0,00030 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P Constant -0,00377 0,03717 -0,10 0,921 LN AR 0,000500 0,002318 0,22 0,834 LN AP -0,000301 0,001857 -0,16 0,875

Regression Analysis: |Ut2| versus LN AR; LN AP

The regression equation is

|Ut2| = - 0,198 + 0,00396 LN AR + 0,00304 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P Constant -0,1981 0,1298 -1,53 0,158 LN AR 0,003962 0,008095 0,49 0,635 LN AP 0,003043 0,006486 0,47 0,649

Regression Analysis: |Ut3| versus LN AR; LN AP

The regression equation is

|Ut3| = - 0,203 + 0,0116 LN AR - 0,00408 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P Constant -0,2026 0,1750 -1,16 0,274 LN AR 0,01159 0,01091 1,06 0,313 LN AP -0,004084 0,008742 -0,47 0,650

Regression Analysis: |Ut4| versus LN AR; LN AP

The regression equation is

|Ut4| = 0,149 + 0,0151 LN AR - 0,0184 LN AP

Predictor Coef SE Coef T P Constant 0,1493 0,2812 0,53 0,607 LN AR 0,01508 0,01753 0,86 0,410 LN AP -0,01840 0,01405 -1,31 0,220