Profil Pasien Yang Menjalani Pemeriksaan Spirometri Di Poli Faal Paru Dan Instalasi Diagnostik Terpadu Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan Dari Periode Januari 2012 Sampai Juni 2012

(1)

Profil Pasien Yang Menjalani Pemeriksaan Spirometri Di Poli Faal Paru Dan Instalasi Diagnostik Terpadu Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan Dari Periode

Januari 2012 Sampai Juni 2012.

Oleh:

DEEPANESH MP LAKSHMANAN 090100373

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Penelitian dengan Judul:

Profil Pasien Yang Menjalani Pemeriksaan Spirometri Di Poli Faal Paru Dan Instalasi Diagnostik Terpadu, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan dari periode Januari 2012

sampai Juni 2012.

Yang dipersiapkan oleh:

DEEPANESH MP LAKSHMANAN

090100373

Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui

untuk dilanjutkan ke Lahan Penelitian.

Medan, 3 Disember 2012

Disetujui,

DosenPembimbing

...


(3)

DAFTAR ISI HALAMAN

Halaman Persetujuan………... i

Daftar Isi……… ii-iv Daftar Gambar... v

Kata Pengantar……….. vi

Lembar Pengesahan……….. vii

Abstrak……… viii

Abstract……….. ix

BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1.1. Latar Belakang………. 1

1.2. Rumusan Masalah………... 2

1.3. Tujuan Penelitian………... 2

1.4. Manfaat Penelitian………... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 2.1. Anatomi Dan Fisiologi Paru………. 3

2.1.1 Sistem Pernapasan………... 3

2.1.2. Rongga Hidung ………... 3

2.1.3. Faring ………... 4

2.1.4. Trakea ……… 4


(4)

2.1.6. Bronkus………... 5

2.1.7. Fisiologi Pernapasan ………... 7

2.1.8. Uji Faal Paru……… 9

2.1.9. Spirometri………... 10

2.1.10. Faktor Ketika Memilih Spirometer………... 11

2.1.11. Sejarah Spirometer………. 12

2.1.12. Indikasi Spirometer……… 16

2.1.13 Volume Statik Dan Volume Dinamik... 17

2.1.14 Cara Pengunaan Spirometer …………... 18

2.1.15 Masalah Yang Terkait Saat Manuver... 20

2.1.16. Prediksi Normal……….. 21

2.1.17. Interpretasi Fungsi Ventilasi……… 22

2.1.18. Cek Kalibrasi……… 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL…… 3.1. Kerangka Konsep Penelitian……….... 25

3.2. Definisi Operasional……….. 26

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian……… 28

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian……… 28

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……… 28


(5)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PERBAHASAN

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 30 5.1.2. Karakteristik Sampel………... 30 5.2 .Perbahasan……….. 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan……… 38 6.2. Saran………... 39

DAFTAR PUSTAKA………. 40


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi sampel berdasarkan umur………. 32 Tabel 5.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin…… 32 Tabel 5.3 Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan……… 33 Tabel 5.4 Distribusi sampel berdasarkan status gizi……… 34 Tabel 5.5 Distribusi sampel status pendidikan……….. 34 Tabel 5.6 Distribusi sampel diagnosa………... 35


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Paru ……… 6 Gambar 2.2 Spirometer ...……… 11 Gambar 2.3 Cara melakukan pemeriksaan spirometri…… 19


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. Dr. Amira Permatasari Sp.P, selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Kepala Instalasi Litbang Rumah Sakit Haji Adam Malik atas izin penelitian yang telah diberikan dan dalam memberi kerjasama yang baik untuk memperoleh data penelitian.

4. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang, dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

6. Seluruh teman-teman penulis yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Untuk seluruh bantuan baik moral atau materi yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih.


(9)

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Demikian dan terima kasih.

Medan, 03 Desember 2012

Penulis,

( DEEPANESH LAKSHMANAN )

090100373


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Faal paru berarti kerja atau fungsi paru dan uji faal paru mempunyai arti menguji apakah fungsi paru seseorang berada dalam keadaaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu. Penurunan fungsi paru yang terjadi secara mendadak dapat menimbulkan keadaan yang disebut gagal

napas dan dapat mendatangan kematian kepada penderita. ( Blondshine,2000) Sejumlah gangguan dapat menyebabkan perubahan yang berbahaya di paru-paru dan

saluran pernafasan. Efek yang paling penting adalah pada saluran napas dan elastisitas paru-paru. Pengujian Spirometri adalah penting dalam mendeteksi beberapa kelainan yang berhubungan dengan gangguan pernapasan. Spirometri merupakan alat skrining untuk penyakit paru dan paling sering dilakukan untuk menguji fungsi paru serta mendeteksi kelainan pada saluran pernapasan. Spirometri adalah tes fungsi paru yang paling sering digunakan untuk menapis (screening) penyakit paru. Indikasi lain penggunaan spirometri adalah untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada, mendeteksi berbagai penyakit saluran pernapasan terutama akibat pencemaran lingkungan dan asap rokok.

Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menentukan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai beratnya obstruksi, berat restriksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi atau restriksi dan hal ini dapat dijadikan peringatan dini terhadap gangguan fungsi paru yang kemungkinan dapat terjadi sehingga dapat ditentukan tindakan pencegahan secepatnya. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa.( Alasagaff,2005)


(11)

1.2. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Bagaimana profil dan karakteristik demografi pasien yang menjalanii pemeriksaan spirometri di Poli Faal Paru dan Instalasi Diagnostik Terpadu, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan dari periode Januari 2012 sampai Juni 2012?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui profil pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri di Poli Faal Paru dan Instalasi Diagnostik Terpadu, Rumah Sakit Umum Hajii Adam Malik, Medan dan karakteristik pasien dari periode Januari 2012 sampai Juni 2012

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui kelompok masyarakat yang lebih terdedah kepada penyakit paru restriktif , obstruktif atau campuran dan bisa melakukan diagnose dini melalui pemeriksaan spirometri.

2. Mengetahui karakteristik pasien yang mengalami gangguan fungsi paru dan ingin memberikan informasi dan pengetahuan kepada dokter dan masyarakat luas tentang

hasil dari penelitian ini.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

• Untuk memperoleh data tentang profil pasien yang melakukan pemeriksaan spirometri di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan dari periode Januari 2012 sampai Juni 2012.

• Untuk memberikan informasi awal tentang pentingnya pemeriksaan spirometri dan pelayanan kesehatan bagi pasien yang diajukan indikasi pemeriksaan spirometrberdasarkan hasil penelitian karakteristik.


(12)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Dan Fisiologi Paru

2.1.1. Sistem Pernapasan

Organ pernapasan merupakan organ yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Organ pernapasan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian penhantar udara dan bagian yang berperan sebagai tempat pertukaran gas. Bagian penhantar udara terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkhi dan bronkioli. Sedangkan bagian pertukaran gas terdiri dari bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Struktur saluran udara ini berperan dalam mengatur jalannya udara, dengan cara menghangatkan dan serta menyingkirkan benda-benda asing yang masuk (Plopperdan Adams, 1993; Bergman et al 1996).

2.1.2. Rongga hidung

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.( Evelyn, Pearce, 1992)


(13)

2.1.3. Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan nasofaring pada bagian depan dan saluran pencernaan orofaring pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan ( Evelyn, Pearce, 1992).

2.1.4 Batang Tenggorokan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).

2.1.5. Pangkal Tenggorokan (Laring)

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh


(14)

membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.

2.1.6. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru ( Evelyn, Pierce, 1992).


(15)

Gambar 2.1 : Anatomi Paru

Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992, Hal 219).


(16)

2.1.7. Fisiologi Pernapasan

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer. Paru-paru teregang dan berkembang pada waktu bayi baru lahir. Pada akhir ekspirasi tenang, cenderung terjadi “recoil” dinding dada yang diimbangi oleh kecenderungan dinding dada berkerut kearah yang berlawanan (Guyton, 2006).

Otot diafragma yang terletak di bagian dalam dan luar interkostalis kontraksinya bertambah dalam. Rongga toraks menutup dan mengeras ketika udara masuk ke dalam paru-paru, diluar muskulus interkostalis menekan tulang iga dan mengendalikan luas rongga toraks yang menyokong pada saat ekspirasi sehingga bagian luar interkostalis dari ekspirasi menekan bagian perut. Kekuatan diafragma kearah atas membantu mengembalikan volume rongga pleura (Guyton, 2006).

Pada waktu menarik napas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran pernapasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan napas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernapas dalam dan volume udara bertambah (Syaifuddin, 2001). Paru-paru merupakan struktur elastik yang mengempis seperti balon yang mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya, tidak terdapat perlengketan antara paru-paru dan dinding rongga dada. Paru-paru mengapung dalam rongga dada dan dikelilingi lapisan tipis berisi cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru dalam rongga dada. Ketika melakukan pengembangan dan berkontraksi maka paru-paru dapat bergeser secara bebas karena terlumas dengan rata (Ganong, 2005).

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan volume intratoraks. Selama bernapas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5mmHg relatif terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif


(17)

dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernapasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Syaifuddin, 2001).

Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga pleura dan paru-paru berhenti sebentar ketika tekanan dalam paru-paru bersamaan bergerak mengelilingi atmosfer. Pada waktu penguapan, pernapasan volume sebuah paru-paru berkurang karena naiknya tekanan udara untuk memperoleh dorongan keluar pada sistem pernapasan (Syaifuddin, 2001).

Selama pernapasan tenang, ekspirasi adalah pasif, dalam arti bahwa tidak ada otot-otot yang menurunkan volume unuk toraks berkontraksi. Pada permulaan ekspirasi, kontraksi ini menimbulkan kerja yang menahan kekuatan recoil dan melambatkan ekspirasi. Insiprasi yang kuat berusaha mengurangi tekanan intrapleura sampai 30mmHg sehingga menimbulkan pengembangan paru-paru dengan derajat yang lebih besar. Bila ventilasi meningkat seluas deflasi maka paru-paru meningkat dengan kontraksi otot-otot pernapasan yang menurunkan volume intratoraks (Syaifuddin, 2001).

2.1.9. Uji Faal Paru

Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma, evaluasi rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang akan mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita penyakit paru obstruktif menahun, akan mengalami anestasi umum sedangkan yang bersangkutan menderita penyakit paru atau jantung dan keperluan lainnya.

Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran darah. Fungsi pam disebut normal apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan PaCO2 kurang dari 50mmHg dan disebut gagal napas apabila PaCO2 kurang dari 50mmHg dan PaCO2 lebih dari 50mmHg. Apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan PaCO2 kurang dari 50mmHg, dikatakan bahwa fungsi difusi gas berlangsung normal.


(18)

Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilian faal paru seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi ventilasi nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff,dkk, 2005).

2.1.10. Spirometri

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff, dkk, 2005).

Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin dan Nilai KVP dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin. Spirometer menggunakan prinsip salah satu hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini tercermin pada saat spirometer ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara akan naik turun karena adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang masuk ke spirometer. Spirometer juga menggunakan hukum newton yang diterapkan dalam sebuah katrol. Bandul ini kemudian dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang bergerak diatas silinder berputar. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam.


(19)

Melalui spirometri ini, bisa diketahui gangguan obstruksi ,sumbatan dan restriksi atau pengembangan paru. (Blondshine,2000 )

Gambar 2.2: Spirometri ( Dewan Asma Nasional Australia)

2.1.11 Faktor yang perlu dipertimbangkan ketika Memilih sebuah spirometer

 Mudah digunakan

 Penyediaan mudah dibaca menampilkan real-time grafis dari manuver

 Pemberian umpan balik langsung tentang kualitas penerimaan termasuk reproduktifitas

 Penyediaan laporan spirometri disesuaikan akhir

 Harga dan biaya operasional

 Keandalan dan kemudahan pemeliharaan

 Pelatihan, pelayanan dan perbaikan spirometer disediakan

 Kemampuan untuk percobaan spirometer dalam pengaturan Anda sebelum membeli

 Penyediaan sensor sekali pakai atau sirkuit pernapasan yang dapat dengan mudah dibersihkan dan didesinfeksi


(20)

 Penyediaan sesuai nilai normal dengan batas bawah normal

 Penyediaan sebuah manual yang komprehensif yang menjelaskan operasi spirometer itu pemeliharaan dan kalibrasi

 Kalibrasi persyaratan

 Kesesuaian dengan standar kinerja spirometri diterima

 Sesuai standar keselamatan listrik (Dewan Nasional Asma Australia).

2.1.12. Sejarah Terciptanya Spirometer

129-200 A.D.: Galen melakukan eksperimen ‘volumetric’ terhadap saluran udara manusia. Dia menyuruh seorang anak menghirup dan mengeluarkan udara dan menemukan volum gas,setelah beberapa waktu,tetap. Galen menemukan ukuran yang mutlak dari ukuran paru-paru.

1681: Borelli mencoba untuk mengukur volume inspirasi dalam satu kali bernafas. Dia melakukannya dengan menghisap cairan dari tabung silinder. (JPHAS, Winter 2005)

1718: Jurin J. meniupkan udara dalam kantung dan mengukur volume udara menggunakan prinsip arcimedes.Dia mengukur 650 ml volum tidal dan volume ekspirasi maksimal sebanyak 3610 ml.

1788: Goodwyn E. menghisap air ke dalam bejana berisi udara yang sudah diukur beratnya dalam skala. Dia menyebutkan bahwa kapasitas vital paru-paru dapat mencapai 4460 ml. Dia memeriksa temperaturnya, tapi dia tidak menggunakan nose-clip.

1793: Abernethy mencoba untuk menentukan seberapa jauh kadaluarsa gas yang dihabiskan oksigen. Dia mengumpulkan gas-gas kadaluarsa di sekeliling merkuri. Abernethy mengukur kapasitas vital paru-paru adalah 3150 ml. (JPHAS, Winter 2005)

1796: Menzies R. mencelupkan seorang laki-laki ke dalam air berisi lebih dari satu barel ke dagunya dan mengukur kenaikan dan penurunan tingkatan sekitar


(21)

dagu. Dengan metode ‘body plethysmography’,dia menentukan volume tidal paru-paru.

1799: Pepys W.H. jun. menemukan volum tidal biasa menjadi 270 ml dengan menggunakan dua gasometer air raksa dan sebuah gastometer biasa.

1800: Davy H. mengukur kapasitas vital paru-parunya sendiri sebesar 3110 ml. volume tidal paru-paru sebesar 210 ml menggunakan gasometer dan volume residu paru-paru sebesar 590-600 ml menggunakan metode pengenceran hidrogen atau hydrogen dilution method. ( JPHAS,2005)

1813: Kentish E. menggunakan pulmometer yang cukup sederhana untuk mempelajari volum saluran udara ketika sakit.

1831: Thrackrah C.T. menggambarkan pulmometer mirip dengan Kentish, tetapi udara memasuki botol kaca dari bawah. Disana tidak terdapat perbaikan untuk tekanan, sehingga pengukuran mesin tidak hanya terpaku pada volume respirasi tetapi juga kekuatan dari otot-otot ekspirasi.

1844: Maddock, A.B. mempublikasikan di Lancet, sebuah surat untuk editor tentang “Pulmometer” nya. “Penemuan luar biasa yang saya temukan sangat berguna untuk mengukur kekuatan dari paru-paru di dalam lingkungan dan kondisi yang berbeda.” Maddock tidak menyebutkan Thrackrah atau Kentish.

1845: Vierordt mempublikasikan bukunya ‘Physiologie des Athmens mit besonderer Rücksicht auf die Auscheidung der Kohlensäure’. Walaupun Vierordt tertarik tentang penentuan penghembusan nafas, dia telah melakukan penentuan parameter volume dengan seksama. Dalam percobaannya dia menggunakan ‘expirator’. Vierordt mendeskripsikan beberapa parameter tersebut masih digunakan dewasa ini dalam spirometer modern. Sebagai contoh volume residu (‘Rückständige Luft’), kapasitas vital (‘vitales Atmungsvermögen’)


(22)

1852: John Hutchinson mempublikasikan laporannya tentang air di spirometer yang tetap digunakan sampai hari ini hanya dengan perubahan kecil (perubahan besar yang terjadi sekarang adalah penambahan alat pengukur grafik dan waktu dan reduksi masa bel). Hutchinson mencatat kapasitas vital paru-paru 4000 orang dengan spirometernya. Dia mengklasifikasikan manusia, sebagai contoh ‘Paupers’, ‘First Battalion Grenadier Guards’, ‘Pugilists and Wrestlers’, ‘Giants and Dwarfs’, ‘Girls’, ‘Gentleman’, ‘Deseased cases’. Dia menunjukan bahwa kapasitas vital paru-paru berbanding lurus dengan tinggi dan dia pun menunjukan bahwa kapasitas vital paru-paru tidak memiliki kaitan dengan berat badan. Hutchinson telah memulai pekerjaannya dengan spirometers pada tahun 1844. (Tissier)

1854: Wintrich mengembangkan spirometer yang sudah diperbaharui, pengunaan spirometer ini lebih sederhana dibandingkan dengan spirometer Hutchinson. Wintrich menguji 4000 orang dengan spirometernya. Terdapat 500 kasus tentang penyakit di paru-paru. Dia menyimpulkan ada 3 parameter yang menentukan kapasitas vital paru-paru yaitu tinggi badan, berat badan dan umur. (Tissier)

1859: E.Smith mengembangkan konsep spirometer portabel dan mencoba untuk mengukur metabolisme gas.

1866: Salter menambahkan kymograph pada spirometer untuk merekam waktu serta volume yang diperoleh.

1868: Bert.P memperkenalkan plethysmography total tubuh.

1879: Gad.J menerbitkan sebuah artikel tentang pneumatography yang ditambahkan sebagai parameter dar pemeriksaan spirometer dan juga perubahan volume rongga dada selama inspirasi dan ekspirasi.


(23)

1902: Brodie.T.G adalah yang pertama mengunnakan spirometer baji bawah, pendahulu dari spirometer fleisch yang masih digunakan saat ini.

1904: Tissor memperkenalkan spirometer sirkuit tertutup.

1974: Campbell memperkembangkan suatu peak flow meter yang ringan.

2.1.13. Indikasi Spirometri

Ada beberapa indikasi-indikasi dari pemeriksaan spirometri seperti:

Diagnostik-

•Untuk mengevaluasi gejala dan tanda

•Untuk mengukur efek penyakit pada fungsi paru

•Untuk menilai resiko pra-operasi

•Untuk menilai prognosis

•Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas fisik berat program

Monitoring-

• Untuk menilai intervensi terapeutik

• Untuk menggambarkan perjalanan peyakit yang mempengaruhi fungsi paru-paru • Untuk memantau efek samping obat dengan toksisitas paru diketahui

• Untuk memantau orang terkena agen merugikan Penurunan Nilai Evaluasi-

•Untuk menilai pasien sebagai bagian dari program rehabilitasi


(24)

2.1.14. Volume Statik Dan Volume Dinamik

Dibawah ini adalah jenis-jenis volume statik dan volume dinamik yang dapat diukur dengan menggunakan spirometri kecuali Volume Residu, Kapasitas Total paru dan Kapasitas Residu Fungsional:

Volume Statik-

•Volume Tidal ( VT )

•Volume Cadangan Inspirasi ( VCI )

•Volume Cadangan Ekspirasi ( VCE )

•Volume Residu ( VR )

•Kapasiti Vital ( KV )

•Kapasiti Vital Paksa ( KVP )

•Kapasiti Residu Fungsional ( KRF )

•Kapasiti Paru Total ( KPT )

Volume Dinamik-

• Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama ( VEP1 )

• Maximal Voluntary Ventilasi ( MVV )

a) Vital Capacity (VC): adalah jumlah udara (dalam liter) yang keluar dari paru sewaktu pernapasan yang normal. Responden diinstruksi untuk menginhalasi dan mengekspirasi secara normal untuk mendapat ekspirasi yang maksimal. Nilai normal biasanya 80% dari jumlah total paru. Akibat dari elastisitas paru dan keadaan toraks, jumlah udara yang kecil akan tersisa didalam paru selepas ekspirasi maksimal. Volume ini disebut residual volume (RV). (Guyton, 2006)

b) Forced vital capacity (FVC): Seetelah mengekspirasi secara maksimal, responden disuruh menginspirasi dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan


(25)

cepat. KVP adalah volume udara yang diekspirasi ke dalam spirometri dengan usaha inhalasi yang maksimum ( Ganong, 2005)

c) Forced expiratory volume (FEV: Pada awalnya maneuver KVP diukur dengan volume udara keluar ke dalam spirometri dengan interval 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 detik. Jumlah dari semua nilai itu memberikan ukuran sebanyak 97% dari KVP. Secara umum, VEP1 digunakkan lebih banyak yaitu volume udara yang diekspirasi ke dalam spirometri pada 1 saat. Nilai normalnya adalah 70% dari KVP. (Ganong, 2005)

d) Maximal voluntary ventilation (MVV): Responden akan bernapas sedalam dan secepat mungkin selama 15 detik. Rerata volume udara (dalam liter) menunjukkan kekuatan otot respiratori. (Guyton, 2006)

2.1.15. Cara Pengunaan Spirometri

 Siapkan alat spirometer, dan kalibrasi harus dilakukan sebelum pemeriksaan.

 Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran napas bagian atas dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu serangan asma.

 Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan makanan berat dalam waktu 2 jam.

 Pasien juga tidak harus merokok dalam waktu 1 jam dan menkonsumsi alkohol dalam waktu 4 jam.

 Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, dan ras untuk megetahui nilai prediksi.

 Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup mouth piece.

 Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biaa tiga kali berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin


(26)

udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth piece.

 Manuver dilakukan 3 kali untuk mendapatkan hasil terbaik ( Johns DP, Pierce, 2007).


(27)

2.1.16. Beberapa Masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan spirometri: 1. Submaksimal usaha

2. Kebocoran antara bibir dan mulut

3. Tidak lengkap inspirasi atau ekspirasi (sebelum atau selama manuver paksa)

4. Ragu-ragu pada awal pemeriksaan

5. Batuk (terutama dalam hitungan detik pertama ekspirasi)

6. Penutupan Glotis

7. Obstruksi corong dengan lidah

8. Fokalisasi selama manuver dipaksa

9. Buruknya postur tubuh.

Sekali lagi, demonstrasi prosedur akan mencegah banyak masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan spirometri dan, mengingat bahwa semua upaya pengukuran tergantung akan variabel pada pasien yang tidak kooperatif atau mencoba untuk menghasilkan nilai-nilai rendah. Penutupan glotis harus dicurigai jika aliran berhenti tiba-tiba selama tes bukan menjadi halus terus menerus kurva. Rekaman dengan batuk, terutama jika ini terjadi dalam hitungan detik pertama, atau ragu-ragu di awal harus ditolak. Fokalisasi selama pengujian akan mengurangi arus dan tidak bisa melakukan manuver dengan leher diperpanjang sering membantu. Upaya yang kuat diperlukan untuk spirometri sering difasilitasi dengan menunjukkan tes sendiri. Instrumen-Terkait Masalah Ini sangat tergantung pada jenis spirometer yang digunakan. Pada volume-perpindahan spirometer mencari kebocoran pada koneksi selang; pada aliran-sensing spirometer mencari robekan dan air mata dalam tabung konektor flowhead, di spirometer elektronik sangat berhati-hati tentang kalibrasi, akurasi dan linearitas. Standar menyarankan memeriksa kalibrasi setidaknya setiap hari dan diri-tes sederhana spirometer merupakan pemeriksaan, tambahan sehari-hari berguna bahwa instrumen berfungsi dengan benar. (Johns DP, Pierce R, 2007)


(28)

2.1.16. Prediksi Normal

Prediksi Nilai normal Untuk menginterpretasikan tes fungsi ventilasi dalam setiap individu, bandingkan hasilnya dengan nilai-nilai referensi yang diperoleh dari yang jelas populasi subyek normal cocok untuk jenis kelamin, umur, tinggi dan asal etnis dan menggunakan tes serupa protokol, dan instrumen hati-hati dikalibrasi dan divalidasi. Nilai diprediksi Normal untuk fungsi ventilasi umumnya bervariasi sebagai berikut:

1) Jenis Kelamin: Untuk ketinggian tertentu dan usia, laki-laki memiliki VEP1, KVP, FEF25%-75% dan PEF yang lebih besar tetapi memiliki VEP1/KVP yang relatif lebih kecil.

2) Umur: VEP1, KVP, FEF25-75% dan PEF meningkat sementara penurunan VEP1/ KVP dengan usia sampai sekitar 20 tahun pada wanita dan 25 tahun pada pria. Setelah ini, semua indeks bertahap turun, meskipun kadar penurunan yang tepat tidak diketahui karena keterkaitan antara usia dan tinggi badan. Penurunan VEP1/ KVP dengan usia pada orang dewasa karena penurunan yang lebih besar pada VEP1 dari KVP.

3) Tinggi: Semua indeks selain VEP1/ KVP meningkat.

4) Etnis asal: Polinesia termasuk yang paling rendah memiliki VEP1 dan KVP dari berbagai kelompok etnis seperti kaukasia dan afrika. (Miller MR, Hanikinson JL, 2005)

2.1.17. Interpretasi Fungsi Ventilasi

Pengukuran fungsi ventilasi sangat berguna dalam arti diagnostik dan juga berguna dalam mengikuti riwayat alami penyakit selama periode waktu, menilai risiko pra operasi dan dalam mengukur dampak pengobatan. Kelainan ventilasi dapat disimpulkan jika ada VEP1, KVP, PEF atau VEP1/KVP adalah luar kisaran normal.

• Normal: KVP≥ 80%, VEP1/KVP≥75%

• Gangguan Obstruksi: VEP1< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 70% nilai prediksi • Gangguan Restriksi: Kapasitas Vital (KV)< 80% nilai prediksi, KVP<80%


(29)

• Gangguan Campuran: KVP< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 75% nilai prediksi (Johns DP, Pierce, 2007).

2.1.18. Cek Kalibrasi

Dari sudut pandang praktis maka perlu melakukan pemeriksaan kalibrasi pada spirometer jarum suntik kalibrasi biasanya dibutuhkan. Frekuensi melakukan pemeriksaan akan berbeda dengan setting klinis dan jenis instrumen yang digunakan, dan kebutuhan untuk menyesuaikan kalibrasi akan tergantung pada apakah itu adalah di luar batas kontrol. Spirometer yang dikenali sebagai Flow spirometer umumnya memerlukan pemeriksaan kalibrasi sehari-hari. Faktor penting adalah stabilitas kalibrasi dari waktu ke waktu dan ini hanya dapat dibentuk dengan tabir, setelah dilakukan pemeriksaan kalibrasi banyak pada instrumen. Semua spirometer harus dikalibrasi ulang setelah pembersihan atau disinfeksi, atau jika hasil yang tidak biasa atau tidak diharapkan menunjukkan masalah. Biasanya, spirometer harus akurat (volume ke dalam ± 0,05 L atau ± 3%, mana yang lebih besar; mengalir ke dalam ± 0,2 L/detik atau ± 5%, mana yang lebih besar) dan dikalibrasi secara berkala dengan jarum suntik (bersertifikat) yang akurat 3L. Ketika sebuah spirometer akan dipindahkan ke lingkungan yang lebih dingin atau lebih panas, penting untuk memberikan waktu untuk itu untuk mencapai baru suhu dan mengukurnya.

Demikian pula, kalibrasi jarum suntik harus pada suhu yang sama seperti spirometer dan untuk alasan ini biasanya disimpan di dekat spirometer. Untuk mendeteksi perubahan kinerja spirometer keseluruhan, fungsi ventilasi dari satu atau lebih subyek dengan fungsi pernafasan yang stabil harus diukur dan dicatat secara teratur sebagai bagian dari kualitas yang sedang berlangsung mengendalikan program. Rekaman pemeriksaan kalibrasi, kontrol kualitas dan sejarah pelayanan harus disimpan dengan peralatan. Dalam operasi, menguji diri sendiri (jika Anda memiliki fungsi stabil) pada spirometer Anda setiap minggu atau dua adalah cara yang praktis memastikan kontrol kualitas. Sebuah variasi dari> 5% pada VEP1 atau KVP harus mengingatkan Anda untuk masalah dan kebutuhan untuk memiliki instrumen Anda dengan benar diperiksa dan diservis Perangkat pengukuran aliran (pneumotachographs misalnya, turbinometers) harus diperiksa secara teratur untuk linearitas selama rentang fisiologis arus (0-14 L per detik). Sebuah tes yang baik dari linearitas adalah untuk memberikan volume tertentu (misalnya dengan jarum suntik 3L) di berbagai arus, memastikan bahwa volume dicatat oleh instrumen dekat dengan 3,00 L selama rentang seluruh arus. Ketika 3L dilewatkan ke dalam


(30)

spirometer harus merekam volume ke dalam ± 3,5%; yaitu, spirometer adalah akurat jika volume tercatat adalah antara 2,895 L dan 3.105 L. Peak flow meter umumnya dapat diharapkan aus setelah sekitar 12 sampai 24 bulan penggunaan berat, meskipun ada ini sedikit dipublikasikan data untuk mendukung ini, sedangkan spirometer volume perpindahan akan biasanya tahun terakhir jika benar service dan pemeliharaan. (Johns DP, Pierce, 2007)


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Dan Fisiologi Paru

2.1.1. Sistem Pernapasan

Organ pernapasan merupakan organ yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Organ pernapasan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian penhantar udara dan bagian yang berperan sebagai tempat pertukaran gas. Bagian penhantar udara terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkhi dan bronkioli. Sedangkan bagian pertukaran gas terdiri dari bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Struktur saluran udara ini berperan dalam mengatur jalannya udara, dengan cara menghangatkan dan serta menyingkirkan benda-benda asing yang masuk (Plopperdan Adams, 1993; Bergman et al 1996).

2.1.2. Rongga hidung

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.( Evelyn, Pearce, 1992)


(32)

2.1.3. Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan nasofaring pada bagian depan dan saluran pencernaan orofaring pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan ( Evelyn, Pearce, 1992).

2.1.4 Batang Tenggorokan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).

2.1.5. Pangkal Tenggorokan (Laring)

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan


(33)

getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.

2.1.6. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru ( Evelyn, Pierce, 1992).


(34)

Gambar 2.1 : Anatomi Paru

Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992, Hal 219).


(35)

2.1.7. Fisiologi Pernapasan

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer. Paru-paru teregang dan berkembang pada waktu bayi baru lahir. Pada akhir ekspirasi tenang, cenderung terjadi “recoil” dinding dada yang diimbangi oleh kecenderungan dinding dada berkerut kearah yang berlawanan (Guyton, 2006).

Otot diafragma yang terletak di bagian dalam dan luar interkostalis kontraksinya bertambah dalam. Rongga toraks menutup dan mengeras ketika udara masuk ke dalam paru-paru, diluar muskulus interkostalis menekan tulang iga dan mengendalikan luas rongga toraks yang menyokong pada saat ekspirasi sehingga bagian luar interkostalis dari ekspirasi menekan bagian perut. Kekuatan diafragma kearah atas membantu mengembalikan volume rongga pleura (Guyton, 2006).

Pada waktu menarik napas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran pernapasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan napas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernapas dalam dan volume udara bertambah (Syaifuddin, 2001).

Paru-paru merupakan struktur elastik yang mengempis seperti balon yang mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya, tidak terdapat perlengketan antara paru-paru dan dinding rongga dada. Paru-paru mengapung dalam rongga dada dan dikelilingi lapisan tipis berisi cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru dalam rongga dada. Ketika melakukan pengembangan dan berkontraksi maka paru-paru dapat bergeser secara bebas karena terlumas dengan rata (Ganong, 2005).

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan volume intratoraks. Selama bernapas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5mmHg relatif terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi


(36)

ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernapasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Syaifuddin, 2001).

Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga pleura dan paru-paru berhenti sebentar ketika tekanan dalam paru-paru bersamaan bergerak mengelilingi atmosfer. Pada waktu penguapan, pernapasan volume sebuah paru-paru berkurang karena naiknya tekanan udara untuk memperoleh dorongan keluar pada sistem pernapasan (Syaifuddin, 2001).

Selama pernapasan tenang, ekspirasi adalah pasif, dalam arti bahwa tidak ada otot-otot yang menurunkan volume unuk toraks berkontraksi. Pada permulaan ekspirasi, kontraksi ini menimbulkan kerja yang menahan kekuatan recoil dan melambatkan ekspirasi. Insiprasi yang kuat berusaha mengurangi tekanan intrapleura sampai 30mmHg sehingga menimbulkan pengembangan paru-paru dengan derajat yang lebih besar. Bila ventilasi meningkat seluas deflasi maka paru-paru meningkat dengan kontraksi otot-otot pernapasan yang menurunkan volume intratoraks (Syaifuddin, 2001).

2.1.9. Uji Faal Paru

Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma, evaluasi rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang akan mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita penyakit paru obstruktif menahun, akan mengalami anestasi umum sedangkan yang bersangkutan menderita penyakit paru atau jantung dan keperluan lainnya.

Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran darah. Fungsi pam disebut normal apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan PaCO2 kurang dari 50mmHg dan disebut gagal napas apabila PaCO2 kurang dari 50mmHg dan PaCO2 lebih dari 50mmHg. Apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan PaCO2 kurang dari 50mmHg, dikatakan bahwa fungsi difusi gas berlangsung normal.


(37)

Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilian faal paru seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi ventilasi nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff,dkk, 2005).

2.1.10. Spirometri

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff, dkk, 2005).

Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin dan Nilai KVP dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin. Spirometer menggunakan prinsip salah satu hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini tercermin pada saat spirometer ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara akan naik turun karena adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang masuk ke spirometer. Spirometer juga menggunakan hukum newton yang diterapkan dalam sebuah katrol. Bandul ini kemudian dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang bergerak diatas silinder berputar. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam.


(38)

Melalui spirometri ini, bisa diketahui gangguan obstruksi ,sumbatan dan restriksi atau pengembangan paru. (Blondshine,2000 )

Gambar 2.2: Spirometri ( Dewan Asma Nasional Australia)

2.1.11 Faktor yang perlu dipertimbangkan ketika Memilih sebuah spirometer

 Mudah digunakan

 Penyediaan mudah dibaca menampilkan real-time grafis dari manuver

 Pemberian umpan balik langsung tentang kualitas penerimaan termasuk reproduktifitas

 Penyediaan laporan spirometri disesuaikan akhir

 Harga dan biaya operasional

 Keandalan dan kemudahan pemeliharaan

 Pelatihan, pelayanan dan perbaikan spirometer disediakan

 Kemampuan untuk percobaan spirometer dalam pengaturan Anda sebelum membeli

 Penyediaan sensor sekali pakai atau sirkuit pernapasan yang dapat dengan mudah dibersihkan dan didesinfeksi

 Penyediaan sesuai nilai normal dengan batas bawah normal

 Penyediaan sebuah manual yang komprehensif yang menjelaskan operasi spirometer itu pemeliharaan dan kalibrasi


(39)

 Kalibrasi persyaratan

 Kesesuaian dengan standar kinerja spirometri diterima

 Sesuai standar keselamatan listrik (Dewan Nasional Asma Australia).

2.1.12. Sejarah Terciptanya Spirometer

129-200 A.D.: Galen melakukan eksperimen ‘volumetric’ terhadap saluran udara manusia. Dia menyuruh seorang anak menghirup dan mengeluarkan udara dan menemukan volum gas,setelah beberapa waktu,tetap. Galen menemukan ukuran yang mutlak dari ukuran paru-paru.

1681: Borelli mencoba untuk mengukur volume inspirasi dalam satu kali bernafas. Dia melakukannya dengan menghisap cairan dari tabung silinder. (JPHAS, Winter 2005)

1718: Jurin J. meniupkan udara dalam kantung dan mengukur volume udara menggunakan prinsip arcimedes.Dia mengukur 650 ml volum tidal dan volume ekspirasi maksimal sebanyak 3610 ml.

1788: Goodwyn E. menghisap air ke dalam bejana berisi udara yang sudah diukur beratnya dalam skala. Dia menyebutkan bahwa kapasitas vital paru-paru dapat mencapai 4460 ml. Dia memeriksa temperaturnya, tapi dia tidak menggunakan nose-clip.

1793: Abernethy mencoba untuk menentukan seberapa jauh kadaluarsa gas yang dihabiskan oksigen. Dia mengumpulkan gas-gas kadaluarsa di sekeliling merkuri. Abernethy mengukur kapasitas vital paru-paru adalah 3150 ml. (JPHAS, Winter 2005)

1796: Menzies R. mencelupkan seorang laki-laki ke dalam air berisi lebih dari satu barel ke dagunya dan mengukur kenaikan dan penurunan tingkatan sekitar dagu. Dengan metode ‘body plethysmography’,dia menentukan volume tidal paru-paru.


(40)

1799: Pepys W.H. jun. menemukan volum tidal biasa menjadi 270 ml dengan menggunakan dua gasometer air raksa dan sebuah gastometer biasa.

1800: Davy H. mengukur kapasitas vital paru-parunya sendiri sebesar 3110 ml. volume tidal paru-paru sebesar 210 ml menggunakan gasometer dan volume residu paru-paru sebesar 590-600 ml menggunakan metode pengenceran hidrogen atau hydrogen dilution method. ( JPHAS,2005)

1813: Kentish E. menggunakan pulmometer yang cukup sederhana untuk mempelajari volum saluran udara ketika sakit.

1831: Thrackrah C.T. menggambarkan pulmometer mirip dengan Kentish, tetapi udara memasuki botol kaca dari bawah. Disana tidak terdapat perbaikan untuk tekanan, sehingga pengukuran mesin tidak hanya terpaku pada volume respirasi tetapi juga kekuatan dari otot-otot ekspirasi.

1844: Maddock, A.B. mempublikasikan di Lancet, sebuah surat untuk editor tentang “Pulmometer” nya. “Penemuan luar biasa yang saya temukan sangat berguna untuk mengukur kekuatan dari paru-paru di dalam lingkungan dan kondisi yang berbeda.” Maddock tidak menyebutkan Thrackrah atau Kentish.

1845: Vierordt mempublikasikan bukunya ‘Physiologie des Athmens mit besonderer Rücksicht auf die Auscheidung der Kohlensäure’. Walaupun Vierordt tertarik tentang penentuan penghembusan nafas, dia telah melakukan penentuan parameter volume dengan seksama. Dalam percobaannya dia menggunakan ‘expirator’. Vierordt mendeskripsikan beberapa parameter tersebut masih digunakan dewasa ini dalam spirometer modern. Sebagai contoh volume residu (‘Rückständige Luft’), kapasitas vital (‘vitales Atmungsvermögen’)

1852: John Hutchinson mempublikasikan laporannya tentang air di spirometer yang tetap digunakan sampai hari ini hanya dengan perubahan kecil (perubahan besar yang terjadi sekarang adalah penambahan alat pengukur


(41)

grafik dan waktu dan reduksi masa bel). Hutchinson mencatat kapasitas vital paru-paru 4000 orang dengan spirometernya. Dia mengklasifikasikan manusia, sebagai contoh ‘Paupers’, ‘First Battalion Grenadier Guards’, ‘Pugilists and Wrestlers’, ‘Giants and Dwarfs’, ‘Girls’, ‘Gentleman’, ‘Deseased cases’. Dia menunjukan bahwa kapasitas vital paru-paru berbanding lurus dengan tinggi dan dia pun menunjukan bahwa kapasitas vital paru-paru tidak memiliki kaitan dengan berat badan. Hutchinson telah memulai pekerjaannya dengan spirometers pada tahun 1844. (Tissier)

1854: Wintrich mengembangkan spirometer yang sudah diperbaharui, pengunaan spirometer ini lebih sederhana dibandingkan dengan spirometer Hutchinson. Wintrich menguji 4000 orang dengan spirometernya. Terdapat 500 kasus tentang penyakit di paru-paru. Dia menyimpulkan ada 3 parameter yang menentukan kapasitas vital paru-paru yaitu tinggi badan, berat badan dan umur. (Tissier)

1859: E.Smith mengembangkan konsep spirometer portabel dan mencoba untuk mengukur metabolisme gas.

1866: Salter menambahkan kymograph pada spirometer untuk merekam waktu serta volume yang diperoleh.

1868: Bert.P memperkenalkan plethysmography total tubuh.

1879: Gad.J menerbitkan sebuah artikel tentang pneumatography yang ditambahkan sebagai parameter dar pemeriksaan spirometer dan juga perubahan volume rongga dada selama inspirasi dan ekspirasi.

1902: Brodie.T.G adalah yang pertama mengunnakan spirometer baji bawah, pendahulu dari spirometer fleisch yang masih digunakan saat ini.


(42)

1904: Tissor memperkenalkan spirometer sirkuit tertutup.

1959: Wright B.M dan McKerrow C.B memperkenalkan peak flow meter.

1974: Campbell memperkembangkan suatu peak flow meter yang ringan dan murah. (Brockbank)

2.1.13. Indikasi Spirometri

Ada beberapa indikasi-indikasi dari pemeriksaan spirometri seperti:

Diagnostik-

•Untuk mengevaluasi gejala dan tanda

•Untuk mengukur efek penyakit pada fungsi paru

•Untuk menilai resiko pra-operasi

•Untuk menilai prognosis

•Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas fisik berat program

Monitoring-

• Untuk menilai intervensi terapeutik

• Untuk menggambarkan perjalanan peyakit yang mempengaruhi fungsi paru-paru • Untuk memantau efek samping obat dengan toksisitas paru diketahui

• Untuk memantau orang terkena agen merugikan Penurunan Nilai Evaluasi-

•Untuk menilai pasien sebagai bagian dari program rehabilitasi


(43)

2.1.14. Volume Statik Dan Volume Dinamik

Dibawah ini adalah jenis-jenis volume statik dan volume dinamik yang dapat diukur dengan menggunakan spirometri kecuali Volume Residu, Kapasitas Total paru dan Kapasitas Residu Fungsional:

Volume Statik-

•Volume Tidal ( VT )

•Volume Cadangan Inspirasi ( VCI )

•Volume Cadangan Ekspirasi ( VCE )

•Volume Residu ( VR )

•Kapasiti Vital ( KV )

•Kapasiti Vital Paksa ( KVP )

•Kapasiti Residu Fungsional ( KRF )

•Kapasiti Paru Total ( KPT )

Volume Dinamik-

• Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama ( VEP1 )

• Maximal Voluntary Ventilasi ( MVV )

e) Vital Capacity (VC): adalah jumlah udara (dalam liter) yang keluar dari paru sewaktu pernapasan yang normal. Responden diinstruksi untuk menginhalasi dan mengekspirasi secara normal untuk mendapat ekspirasi yang maksimal. Nilai normal biasanya 80% dari jumlah total paru. Akibat dari elastisitas paru dan keadaan toraks, jumlah udara yang kecil akan tersisa didalam paru selepas ekspirasi maksimal. Volume ini disebut residual volume (RV). (Guyton, 2006)

f) Forced vital capacity (FVC): Seetelah mengekspirasi secara maksimal, responden disuruh menginspirasi dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan


(44)

cepat. KVP adalah volume udara yang diekspirasi ke dalam spirometri dengan usaha inhalasi yang maksimum ( Ganong, 2005)

g) Forced expiratory volume (FEV: Pada awalnya maneuver KVP diukur dengan volume udara keluar ke dalam spirometri dengan interval 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 detik. Jumlah dari semua nilai itu memberikan ukuran sebanyak 97% dari KVP. Secara umum, VEP1 digunakkan lebih banyak yaitu volume udara yang diekspirasi ke dalam spirometri pada 1 saat. Nilai normalnya adalah 70% dari KVP. (Ganong, 2005)

h) Maximal voluntary ventilation (MVV): Responden akan bernapas sedalam dan secepat mungkin selama 15 detik. Rerata volume udara (dalam liter) menunjukkan kekuatan otot respiratori. (Guyton, 2006)

2.1.15. Cara Pengunaan Spirometri

 Siapkan alat spirometer, dan kalibrasi harus dilakukan sebelum pemeriksaan.

 Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran napas bagian atas dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu serangan asma.

 Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan makanan berat dalam waktu 2 jam.

 Pasien juga tidak harus merokok dalam waktu 1 jam dan menkonsumsi alkohol dalam waktu 4 jam.

 Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, dan ras untuk megetahui nilai prediksi.

 Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup mouth piece.

 Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biaa tiga kali berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth piece.


(45)

Gambar 2.3: Cara Melakukan Pemeriksaan Spirometri (British Thoracic Society) 2.1.16. Beberapa Masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan spirometri:

1. Submaksimal usaha

2. Kebocoran antara bibir dan mulut

3. Tidak lengkap inspirasi atau ekspirasi (sebelum atau selama manuver paksa)

4. Ragu-ragu pada awal pemeriksaan

5. Batuk (terutama dalam hitungan detik pertama ekspirasi)

6. Penutupan Glotis

7. Obstruksi corong dengan lidah

8. Fokalisasi selama manuver dipaksa


(46)

Sekali lagi, demonstrasi prosedur akan mencegah banyak masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan spirometri dan, mengingat bahwa semua upaya pengukuran tergantung akan variabel pada pasien yang tidak kooperatif atau mencoba untuk menghasilkan nilai-nilai rendah. Penutupan glotis harus dicurigai jika aliran berhenti tiba-tiba selama tes bukan menjadi halus terus menerus kurva. Rekaman dengan batuk, terutama jika ini terjadi dalam hitungan detik pertama, atau ragu-ragu di awal harus ditolak. Fokalisasi selama pengujian akan mengurangi arus dan tidak bisa melakukan manuver dengan leher diperpanjang sering membantu. Upaya yang kuat diperlukan untuk spirometri sering difasilitasi dengan menunjukkan tes sendiri. Instrumen-Terkait Masalah Ini sangat tergantung pada jenis spirometer yang digunakan. Pada volume-perpindahan spirometer mencari kebocoran pada koneksi selang; pada aliran-sensing spirometer mencari robekan dan air mata dalam tabung konektor flowhead, di spirometer elektronik sangat berhati-hati tentang kalibrasi, akurasi dan linearitas. Standar menyarankan memeriksa kalibrasi setidaknya setiap hari dan diri-tes sederhana spirometer merupakan pemeriksaan, tambahan sehari-hari berguna bahwa instrumen berfungsi dengan benar. (Johns DP, Pierce R, 2007)

2.1.16. Prediksi Normal

Prediksi Nilai normal Untuk menginterpretasikan tes fungsi ventilasi dalam setiap individu, bandingkan hasilnya dengan nilai-nilai referensi yang diperoleh dari yang jelas populasi subyek normal cocok untuk jenis kelamin, umur, tinggi dan asal etnis dan menggunakan tes serupa protokol, dan instrumen hati-hati dikalibrasi dan divalidasi. Nilai diprediksi Normal untuk fungsi ventilasi umumnya bervariasi sebagai berikut:

5) Jenis Kelamin: Untuk ketinggian tertentu dan usia, laki-laki memiliki VEP1, KVP, FEF25%-75% dan PEF yang lebih besar tetapi memiliki VEP1/KVP yang relatif lebih kecil.

6) Umur: VEP1, KVP, FEF25-75% dan PEF meningkat sementara penurunan VEP1/ KVP dengan usia sampai sekitar 20 tahun pada wanita dan 25 tahun pada pria. Setelah ini, semua indeks bertahap turun, meskipun kadar penurunan yang tepat tidak diketahui karena keterkaitan antara usia dan tinggi badan. Penurunan VEP1/ KVP dengan usia pada orang dewasa karena penurunan yang lebih besar pada VEP1 dari KVP.


(47)

7) Tinggi: Semua indeks selain VEP1/ KVP meningkat.

8) Etnis asal: Polinesia termasuk yang paling rendah memiliki VEP1 dan KVP dari berbagai kelompok etnis seperti kaukasia dan afrika. (Miller MR, Hanikinson JL, 2005)

2.1.17. Interpretasi Fungsi Ventilasi

Pengukuran fungsi ventilasi sangat berguna dalam arti diagnostik dan juga berguna dalam mengikuti riwayat alami penyakit selama periode waktu, menilai risiko pra operasi dan dalam mengukur dampak pengobatan. Kelainan ventilasi dapat disimpulkan jika ada VEP1, KVP, PEF atau VEP1/KVP adalah luar kisaran normal.

• Normal: KVP≥ 80%, VEP1/KVP≥75%

• Gangguan Obstruksi: VEP1< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 70% nilai prediksi • Gangguan Restriksi: Kapasitas Vital (KV)< 80% nilai prediksi, KVP<80%

• Gangguan Campuran: KVP< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 75% nilai prediksi (Johns DP, Pierce, 2007).

2.1.18. Cek Kalibrasi

Dari sudut pandang praktis maka perlu melakukan pemeriksaan kalibrasi pada spirometer jarum suntik kalibrasi biasanya dibutuhkan. Frekuensi melakukan pemeriksaan akan berbeda dengan setting klinis dan jenis instrumen yang digunakan, dan kebutuhan untuk menyesuaikan kalibrasi akan tergantung pada apakah itu adalah di luar batas kontrol. Spirometer yang dikenali sebagai Flow spirometer umumnya memerlukan pemeriksaan kalibrasi sehari-hari. Faktor penting adalah stabilitas kalibrasi dari waktu ke waktu dan ini hanya dapat dibentuk dengan tabir, setelah dilakukan pemeriksaan kalibrasi banyak pada instrumen. Semua spirometer harus dikalibrasi ulang setelah pembersihan atau disinfeksi, atau jika hasil yang tidak biasa atau tidak diharapkan menunjukkan masalah. Biasanya, spirometer harus akurat (volume ke dalam ± 0,05 L atau ± 3%, mana yang lebih besar; mengalir ke dalam ± 0,2 L/detik atau ± 5%, mana yang lebih besar) dan dikalibrasi secara berkala dengan jarum suntik (bersertifikat) yang akurat 3L. Ketika


(48)

sebuah spirometer akan dipindahkan ke lingkungan yang lebih dingin atau lebih panas, penting untuk memberikan waktu untuk itu untuk mencapai baru suhu dan mengukurnya.

Demikian pula, kalibrasi jarum suntik harus pada suhu yang sama seperti spirometer dan untuk alasan ini biasanya disimpan di dekat spirometer. Untuk mendeteksi perubahan kinerja spirometer keseluruhan, fungsi ventilasi dari satu atau lebih subyek dengan fungsi pernafasan yang stabil harus diukur dan dicatat secara teratur sebagai bagian dari kualitas yang sedang berlangsung mengendalikan program. Rekaman pemeriksaan kalibrasi, kontrol kualitas dan sejarah pelayanan harus disimpan dengan peralatan. Dalam operasi, menguji diri sendiri (jika Anda memiliki fungsi stabil) pada spirometer Anda setiap minggu atau dua adalah cara yang praktis memastikan kontrol kualitas. Sebuah variasi dari> 5% pada VEP1 atau KVP harus mengingatkan Anda untuk masalah dan kebutuhan untuk memiliki instrumen Anda dengan benar diperiksa dan diservis Perangkat pengukuran aliran (pneumotachographs misalnya, turbinometers) harus diperiksa secara teratur untuk linearitas selama rentang fisiologis arus (0-14 L per detik). Sebuah tes yang baik dari linearitas adalah untuk memberikan volume tertentu (misalnya dengan jarum suntik 3L) di berbagai arus, memastikan bahwa volume dicatat oleh instrumen dekat dengan 3,00 L selama rentang seluruh arus. Ketika 3L dilewatkan ke dalam spirometer harus merekam volume ke dalam ± 3,5%; yaitu, spirometer adalah akurat jika volume tercatat adalah antara 2,895 L dan 3.105 L. Peak flow meter umumnya dapat diharapkan aus setelah sekitar 12 sampai 24 bulan penggunaan berat, meskipun ada ini sedikit dipublikasikan data untuk mendukung ini, sedangkan spirometer volume perpindahan akan biasanya tahun terakhir jika benar service dan pemeliharaan. (Johns DP, Pierce, 2007)


(49)

BAB 3

Kerangka Konsep Dan Definisi Operasional

3.1. Kerangka Konsep

Variabel penelitian:

- Umur

- Jenis kelamin - Pekerjaan

- Tingkat pendidikan - Status gizi

- Diagnosa

Pasien-pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri dari periode Januari-Juni 2012


(50)

3.2. Definisi Operasional

3.2.1 Spirometri merupakan alat skrining untuk penyakit paru dan paling sering dilakukan untuk menguji fungsi paru serta mendeteksi kelainan pada saluran pernapasan

3.2.2 Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun terekam tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnosis, segala pelayanan dan tindakan medik yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan maupun pelayanan gawat darurat

 Umur adalah ulang tahun terakhir yang dihitung berdasarkan tahun sejak pasien lahir, sesuai yang tercatat pada rekam medis., dikelompokkan:

a. 15- 25 tahun b. 26-35 tahun c. 36-45 tahun d. 46-55 tahun e. > 55 tahun

 Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas:

a. Laki-laki b. perempuan

 Pekerjaan adalah aktifitas rutin yang dilakukan pasien setiap hari yang menghasilkan uang atau gaji, sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas:

1. Petani/ Nelayan 2. Wiraswasta 3. Pegawai Negeri 4. Pegawai Swasta 5. PNS

6 Ibu Rumah Tangga 7 Pekerja Lepas 8 Tidak Bekerja


(51)

3.2.5 Status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.

1. Underweight 2. Normoweight 3. Overweight 4. Obese

3.2.6 Tingkat pendidikan adalah tingkat tertinggi pendidikan pasien 1. Sekolah Dasar (SD)

2. Sekolah Menegah Pertama (SMP) 3. Sekolah Menengah Atas (SMA) 4. Pengajian Tinggi


(52)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang akan menggambarkan karakteristik pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri dengan pendekatan retrospektif, dimana data diambil dari data sekunder

( rekam medis ).

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli Paru dan Instalasi Diagnostik Terpadu, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan mulai Januari 2012 - Juni 2012

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Semua data rekam medik penderita yang menjalani pemeriksaan spirometri Poli Paru dan Instalasi Diangnostik Terpadu, RSUP H.Adam Malik Medan dari Januari 2012 sampai juni 2012.

4.3.2. Sampel

Semua data sekunder ( rekam medis ) pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri di Poli Paru dan Instalasi Diagnostik Terpadu RSUP H.Adam Malik Medan dari Januari 2012- Juni 2012

4.3.3. Jumlah Sampel

Semua data rekam medis pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri di Poli Paru dan Instalasi Diagnostik Terpadu, RSUP H.Adam Malik Medan dari periode Januari 2012 sampai Juni 2012.

4.4. Analisis Data

Pengumpulan data-data yang diperoleh dari rekam medis pasien-pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri di Poli Faal Paru dan Instalasi Diagnostik Terpadu, RSUP H. Adam Malik, Medan. Data dikumpulkan dari bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012.


(53)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan juga merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara,Aceh,Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya dibangun di atas tanah seluas kurang lebih 10 Ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No.17 Km 12,Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara.

RSUP H.Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis (instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan intensif, gawat darurat, bedah pusat, hemodialisa), pelayanan penunjang medis (instalasi diagnostik terpadu, patologi klinik, patologi anatomi, radiologi, rehabilitasi medik, kardiovaskular, mikrobiologi), pelayanan penunjang non medis (instalasi gizi, farmasi, Central Sterilization Supply Depart(CSSD), bioelektrik medik, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS), dan pelayanan non medis (instalasi tata usaha pasien,teknik sipil pemulasaraan jenazah).

5.1.2. Karakteristik Sampel

Semua data sampel diambil dari rekam medis pasien. Sebanyak 109 pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri di Poli Faal Paru dan Instalasi Diagnostik Terpadu di, RSUP. Haji Adam Malik, Medan dari Januari hingga Juni pada tahun 2012.


(54)

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Kelompok umur (Tahun) n %

15-25 9 8,3

26-35

36-45

46-55

>55

7

20

23

50

6,4

18,3

21,1

45,9

Jumlah 109 100

Pada table 5.3 di atas, dapat diketahui bahwa dari 109 pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri, proprosi yang terbesar terjadi pada kelompok umur >55 tahun sebanyak 45,9%, manakala proporsi terendah adalah pada kelompok umur 26-35 tahun sebanyak 6,4%.

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin n %

Laki-laki 76 69,7

Perempuan 33 30,3

Jumlah 109 100%

Berdasarkan tabel 5,4 dapat dilihat bahwa proporsi jenis kelamin yang tertinggi adalah laki-laki yaitu 69,7%. Proprosi terendah adalah perempuan yaitu 30,3%.


(55)

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan

Status Pekerjaan n %

Petani/Nelayan Wiraswasta Pegawai Negeri Pegawai Swasta PNS Pensiunan

Ibu Rumah Tangga

Pekerja lepas Tidak bekerja 6 37 17 1 3 11 22 5 7 5,5 33,9 15,6 0,9 2,8 10,1 20,2 4,6 6,4

Jumlah 109 100%

Pada tabel 5.8. di atas,dapat diketahui bahwa dari 109 pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri, proporsi pekerjaan yang terbesar adalah wiraswasta yaitu sebanyak 33,9% dan proporsi terendah pada pegawai swasta sebanyak 0,9%.


(56)

Tabel 5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Status Gizi

Status Gizi n %

Underweight Normoweight Overweight Obese 23 61 23 2 21,1 56,0 21,1 1,8

Jumlah 109 100%

Hasil penelitian terlihat bahwa status gizi yang terbanyak adalah Normoweight sebanyak 56,0% dan yang terendah adalah, obese sebanyak 1,8%.

Tabel 5.5. Distribusi Sampel Tingkat Pendidikan

Pendidikan n %

Sekolah Menegah Pertama(SMP)

Sekolah Menengah Atas(SMA)

Sarjana (S1) Tidak Bersekolah 30 57 21 1 27,5 52,3 19,3 0,9

Jumlah 109 100

Berdasarkan tingkat pendidikan, proporsi terbesar ditemukan pada tingkat pendidikan sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 52,3 %, sementara proporsi terkecil ditemukan pada kumpulan yang tidak bersekolah.


(57)

Tabel 5.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Klasifikasi Diagnosa

Klasifikasi diagnosa n %

Obstruksi

Restriksi

69

40

63,3

36,7

Jumlah 109 100%

Berdasarkan klasifikasi diagnosa, penyakit obstruksi mempunyai proposi paling tinggi sebanyak 63,3% sedangkan penyakit restriksi sebanyak 36,7%.

5.2. Pembahasan

5.2.1 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Dari Januari Hingga Juni 2012.

Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa proprosi yang terbesar terjadi pada kelompok umur >55 tahun sebanyak 45,9%, diikuti kelompok umur 46-55 tahun sebanyak 21,1% . Lalu pada kelompok umur antara 36-45 tahun sebanyak 18,3% manakala proporsi kecil ditemukan pada kelompok umur 15-25 tahun sebanyak 8,3%. Proporsi terendah adalah pada kelompok umur 26-35 tahun sebanyak 6,4%. Dalam teori, juga dinyatakan bahwa mulai dari fase anak sampai kira-kira umur 22-24 tahun terjadi pertumbuhan paru sehingga pada waktu itu nilai fungsi paru semakin besar bersamaan dengan pertambahan umur. Beberapa waktu nilai fungsi paru menetap (stasioner) kemudian menurun secara gradual, biasanya pada usia 30 tahun mulai mengalami penurunan, selanjutnya nilai fungsi paru mengalami penurunan rata-rata sekitar 20ml tiap pertambahan satu tahun usia seseorang. (Yulaekah, 2007)


(58)

5.2.2 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Dari Januari Hingga Juni 2012.

Berdasarkan jenis kelamin, proporsi jenis kelamin yang tertinggi adalah laki-laki yaitu 69,7%. Proprosi terendah adalah perempuan yaitu 30,3%. Hal ini sejalan dengan teori dimana kapasitas vital rata-rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6 liter dan perempuan muda kurang lebih 3 liter. Volume paru pria dan wanita berbeda di mana kapasitas paru total pria 6,0 liter dan wanita 4,2 liter. Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria. (Guyton&Hall,2007)

5.2.4 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaaan Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Dari Januari Hingga Juni 2012.

Berdasarkan klasifikasi pekerjaan, proporsi pekerjaan yang terbesar adalah wiraswasta yaitu sebanyak 33,9 %, diikuti Ibu rumah tangga sebanyak 20,3% dan pegawai negeri sebanyak 15,6%. Lalu proporsi bagi pensuinan sebanyak 10,1% manakala yang tidak bekerja sebanyak 6,4%. Sementara petani/nelayan sebanyak 5,5% dan pekerja lepas sebanyak 4,6%. Proporsi kecil ditemukan pada PNS sebanyak 2,8% dan proporsi terendah pada pegawai swasta sebanyak 0,9%. Wiraswasta mempunyai proporsi yang tinggi karena kebanyakan wiraswasta di Rumah Sakit Umum Adam Malik adalah masyarakat yang miskin dan tidak mempunyai perkerjaan yang tetap. Wiraswasta yang mempunyai sosio ekonomi yang rendah dan lebih terpapar kepada polusi udara, asap rokok, debu ataupun bahan kimia yang bisa menyebabkan gangguan fungsi paru. Beberapa penelitian menunjukan hubungan di antara gangguan fungsi paru dengan eksposur pekerjaan bagi wiraswasta yang mempunyai sosioekonomi rendah. (Sunyer J, 2001)

5.2.5 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Status Gizi Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Dari Januari Hingga Juni 2012.

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa status gizi yang terbanyak adalah Normoweight sebanyak 56,0% diikuti dengan underweight and overweight sebanyak 21,1%. Manakala obese sebanyak 1,8%. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan di Itali tentang perubahan-perubahan longitudinal pada indeks massa tubuh dan difusi dalam populasi umum menemukan bahwa sebagian besar orang yang mengalami perbaikan fungsi paru dan yang mengalami penambahan berat badan mengalami penurunan pada fungsi paru. Status gizi merupakan keadaan


(59)

tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan zat gizi. Salah satu akibat dari kekurangan gizi adalah dapat menurunkan sistem imunitas dan antibodi sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek,batuk dan diare dan juga berkurangnya kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifokasi terhadap benda asing seperti debu yang masuk ke dalam tubuh. (Bottai M, Pistelli F, Di Pede F, Carrozzi L, Baldacci S, Matteelli G,2002)

5.2.6 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Dari Januari Hingga Juni 2012.

Berdasarkan klasifikasi status pendidikan, proporsi tingkat pendidikan yang terbesar adalah sekolah menengah atas (SMA) yaitu sebanyak 52,3 %, diikuti sekolah menengah pertama sebanyak 27,5% dan sarjana (S1) sebanyak 19,3%. Proporsi terendah ditemukan pada yang tidak bersekolah sebanyak 0,9%. Proporsi tingkat pendidikan sekolah menengah atas ( SMA ) yang paling tinggi karena tingkat pengetahuan yang rendah secara langsung bisa menyebabkan gangguan fungsi paru. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan di Norway dimana tingkat pendidikan yang rendah adalah salah satu faktor resiko gangguan fungsi paru dimana masyarakat menpunyai edukasi yang rendah terhadap kualitas perumahan, sanitasi yang buruk, polusi udara dan juga akses ke perawatan kesehatan. ( Bakke PS, Hanoa R, Gulsvik A, 1995 )

5.2.8 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Diagnosa Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Dari Januari Hingga Juni 2012.

Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa penyakit obstruksi mempunyai proposi paling tinggi sebanyak 63,3% sedangkan penyakit restriksi sebanyak 36,7%. Hal ini sejalan dengan teori dimana spirometri adalah GOLD standar untuk penilaian, diagnosis dan pemantauan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan sekarang menjadi metode yang digunakan untuk menunjukkan obstruksi saluran napas dalam diagnosis asma.


(60)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

• Dari penelitian ini, saya dapat mengetahui kelompok masyarakat yang lebih terdedah kepada gangguan fungsi paru di mana bagi jenis kelamin, kaum laki-laki lebih banyak dari kaum perempuan.

• Distribusi umur yang paling tinggi mempunyai gangguan fungsi paru adalah dari kelompok umur yang lebih tua yaitu umur >55 tahun.

• Pekerjaan yamg lebih terpapar kepada debu dan asap rokok mempunyai proporsi yang paling tinggi.

• Tingkat pendidikan memainkan peranan yang penting yaitu kebanyakan pasien yang mengalami gangguan fungsi paru adalah dari kelompok masyarakat yang berpendidikan rendah dan mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap faktor resiko yang bisa menyebabkan gangguan fungsi paru.

6.2. Saran

Dari penelitian ini, terlihat bahwa secara keseluruhan :

• Status gizi memainkan peranan yang penting dalam fungsi paru. Kebiasaan berolaraga dapat membantu meningkatkan kapasitas vital paru. Individu yang mempunyai kebiasaan berolaraga memiliki tingkat kesegaran jasmani yang baik. Sedapat yang mungkin hindari polusi udara. Bagi para penguna jasa angkutan umum atau pengendara sepeda motor, pakailah saputangan atau masker. Makan teratur dengan gizi seimbang, terutamanya konsumsi buah dan sayuran hijau. Makanan bergizi penting untuk menjaga kekebalan tubuh sekaligus meningkatkan fungsi paru-paru. Selain itu kebersihan linkungan haruslah dijaga dengan baik.

• Pasien yang terpapar kepada debu dan bahan kimia yang merbahaya harus mengamalkan pemakaian alat pelindung diri seperti masker untuk meminimalkan paparan debu dan bahan kimia yang dapat terinhalasi ke paru-paru, maka disarankan pengunaan masker bagi pekerja yang terpapar debu.


(61)

• Selain itu, riwayat merokok haruslah dimasukkan oleh dokter yang bertugas untuk menyelipkan pesan berhenti merokok kepada pasien untuk mengedukasi masyarakat mengenai bahaya merokok kepada kesehatan dan riwayat merokok adalah penting untuk mendiagnosa gangguan fungsi paru.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff,., 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press, Surabaya

Bakke PS, Hanoa R, Gulsvik A, 1995, Educational level and obstructive lung disease given smoking habits and occupational airborne exposure: a Norwegian community study. Am J Epidemiol.;141:1080–1088.

Blonshine, S. and J.B. Fink, January 2000 "Spirometry: Asthma and COPD Guidelines Creating Opportunities for RTs." AARC Times: 43-7.

Bottai M, Pistelli F, Di Pede F, Carrozzi L, Baldacci S, Matteelli G, 2002 et.al. Longitudinal changes of body mass index, spirometry and diffusion in a general population. Eur Respir J; 20: 665–6.

Brockbank, E.M., ed, October 1905 to March 1906, "The Medical Chronicle: A Monthly Record of the Progress in Medical Science,"Vol. XLIII, Boston, page 301,

Burton D, Johns DP, 2005 Swanney M. spirometer Pengguna dan Pembeli 'Guide. Jakarta:

Departemen Kesehatan dan Penuaan,.

Creative-biotech.com, "History of Spirometry and Lung Function Test

Dewan Nasional Asma Australia. Asma Manajemen Buku Pegangan, 2006. Jakarta: Nasional Asma Dewan Australia.

Guyton.A.C.Text Book of Medical Physiology,4th

Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.

Ganong W.F., 2005. Review of Medical Physiology. 22nd ed. USA: McGraw Hill Companies Hankinson JL, Odencrantz JR Fedan KB, 1999. Spirometric referensi nilai dari sampel AS

umum . penduduk Am J Respir Crit Perawatan Med; 159: 179-87

Hankinson JL, Crapo RO, Jensen RL, 2003 Spirometric referensi nilai untuk manuver FVC 6-s Chest.; 124: 1805-11.

Johns DP, Pierce R. 2007. Pocket Guide to Spirometri, 2nd edition. Jakarta: McGraw-Hill Australia.

Journal of Pre-health Affiliated Students, JPHAS, Winter 2005. "History Spirometry," Volume 4, Issue

Lubis, 1991 Pengaruh Lingkungan Terhadap Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Cermin Unit Kedokteran,;70:15-17.


(63)

Miller MR, Hankinson JL, Brusasco V et al., 2005. Standarisasi spirometri Eur Respir J; 26:. 319-38

Sunyer J, Kogevinas M, Kromhout H, Anto JM, Roca J, Tobias A, Vermeulen R, Payo F, Maldonado JA, Martinez-Moratalla J, Muniozguren N, 2001: Pulmonary ventilatory defects and occupational exposures in a population-based study in Spain.

Syaifuddin, H., 2002. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta : Widya Medika

Tissier, Paul Lois, 1903"Pneumotherapy: Including Aerotherapy and Inhalation Methods and Therapy, Philadelphia, page 29) Herman Boerhaave (1668-1738)

Yulaekah, SIH, 2007. Paparan Debu & Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Batu Kapur. Available from http:/eprints.undip.ac.id/18220/1/siti yulaekah.pdf, di akses tanggal 20 Agustus 2012.


(64)

Lampiran

Statistics

UMUR PASIEN

JENIS

KELAMIN PEKERJAAN

STATUS GIZI

STATUS

PENDIDIKAN DIAGNOSIS

N Valid 109 109 109 109 109 109

Missing 0 0 0 0 0 0

Mean 3.90 1.30 4.34 2.04 2.36 1.37

Std. Error of Mean .123 .044 .245 .068 .143 .046

Median 4.00 1.00 3.00 2.00 2.00 1.00

Mode 5 1 2 2 2 1

Std. Deviation 1.283 .462 2.558 .706 1.494 .484

Variance 1.647 .213 6.541 .499 2.232 .234

Range 4 1 8 3 7 1

Minimum 1 1 1 1 1 1


(65)

UMUR PASIEN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 15-25 9 8.3 8.3 8.3

26-35 7 6.4 6.4 14.7

36-45 20 18.3 18.3 33.0

46-55 23 21.1 21.1 54.1

>55 50 45.9 45.9 100.0

Total 109 100.0 100.0

JENIS KELAMIN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid LAKI-LAKI 76 69.7 69.7 69.7

PEREMPUAN 33 30.3 30.3 100.0

Total 109 100.0 100.0


(66)

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PETANI 6 5.5 5.5 5.5

WIRASWASTA 37 33.9 33.9 39.4

PEGAWAI NEGRI 17 15.6 15.6 55.0

PEGAWAI SWASTA 1 .9 .9 56.0

PNS / TNI / POLRI 3 2.8 2.8 58.7

PENSIUNAN PNS / TNI / POLRI 11 10.1 10.1 68.8

IBU RUMAH TANGGA 22 20.2 20.2 89.0

PEKERJA LEPAS 5 4.6 4.6 93.6

TIDAK BEKERJA 7 6.4 6.4 100.0

Total 109 100.0 100.0

STATUS GIZI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid UNDERWEIGHT 23 21.1 21.1 21.1

NORMOWEIGH T

61 56.0 56.0 77.1

OVERWEIGHT 23 21.1 21.1 98.2

OBESE 2 1.8 1.8 100.0


(1)

69


(2)

(3)

71


(4)

(5)

73


(6)

74 CURRICULUM VITAE

Nama : Deepanesh A/L M.P Lakshmanan

Tempat / tanggal lahir : Selangor / 5 Juni 1989

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Dr. Mansur, Gg.Sehat No.26 Medan, 20155-Indonesia Nomor Telepon : 083194000370

Orang Tua : M.P Lakshmanan

Riwayat Pendidikan : Sijil Pelajaran Menengah(SPM)-2006 Kolej Tunku Abdul Rahman -2007

Fakultas Kedokteran Umum USU- 2009 - hingga sekarang

Kegiatan : Melakukan proposal penelitian tentang profil pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri di Poli Faal paru dan Instalasi Diagnostik Terpadu, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik dari periode Januari hingga Juni 2012.


Dokumen yang terkait

Studi Retrospektif Interaksi Obat pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari–Juni 2012

8 116 168

Profil Pasien Hipertensi di Poli Jantung Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 58 65

Prevalensi Anemia Pada Ibu Hamil Di RSUP Adam Malik Medan Pada Periode Januari-Desember 2012

1 35 38

Gambaran Pasien Yang Membutuhkan Pemeriksaan Spirometri Di Instalasi Diagnostik Terpadu Rumah Sakit Pusat Haji Adam malik Pada Bulan Juli Tahun 2013

0 51 71

Manifestasi Penyakit Kulit pada Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Juni 2008 sampai Juni 2011

2 75 60

Profil Peresepan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jamkesmas Dari Poli Kardiovaskular Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari–Maret 2011

3 101 74

Karakteristik Pasien Bakterial Vaginosis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Periode 2009 – 2012

1 11 73

Studi Retrospektif Interaksi Obat pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari–Juni 2012

0 0 92

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Dan Fisiologi Paru - Profil Pasien Yang Menjalani Pemeriksaan Spirometri Di Poli Faal Paru Dan Instalasi Diagnostik Terpadu Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan Dari Periode Januari 2012 Sampai Juni 2012

0 0 18

Profil Pasien Yang Menjalani Pemeriksaan Spirometri Di Poli Faal Paru Dan Instalasi Diagnostik Terpadu Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan Dari Periode Januari 2012 Sampai Juni 2012

0 0 21