Studi Retrospektif Interaksi Obat pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari–Juni 2012

(1)

STUDI RETROSPEKTIF INTERAKSI OBAT PADA PASIEN

PEDIATRIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM

PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE JANUARI - JUNI 2012

TESIS

OLEH:

UMI CHAIRANI MANIK

NIM 107014006

PROGRAM STUDI MAGISTERFARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

STUDI RETROSPEKTIF INTERAKSI OBAT PADA PASIEN

PEDIATRIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM

PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE

JANUARI - JUNI 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

UMI CHAIRANI MANIK

NIM 107014006

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERSETUJUAN TESIS

Nama Mahasiswa : Umi Chairani Manik Nomor Induk Mahasiswa : 107014006

Program Studi : Magister Ilmu Farmasi

Judul Tesis : Studi Retrospektif Interaksi Obat Pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari –Juni 2012

Tempat dan Tanggal Ujian Lisan Tesis : Medan, 24 Mei 2013

Menyetujui:

Komisi Pembimbing Ketua,

Prof. Dr.Urip Harahap, Apt. NIP195301011983031004

Medan, Agustus 2013 Ketua Program Studi, Dekan

Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

Anggota,

Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K). NIP 195508171980111002


(4)

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Umi Chairani Manik Nomor Induk Mahasiswa : 107014006

Program Studi : Magister Ilmu Farmasi

Judul Tesis : Studi Retrospektif Interaksi Obat Pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari – Juni 2012

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Jum’at

tanggal dua puluh empat bulan Mei Tahun dua ribu tiga belas

Mengesahkan: Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

Anggota Tim Penguji : Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K). Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.


(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : Umi Chairani Manik Nomor Induk Mahasiswa : 107014006

Program Studi : Magister Ilmu Farmasi

Judul Tesis : Studi Retrospektif Interaksi Obat Pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari – Juni 2012

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Agustus 2013 Yang membuat Pernyataan

Umi Chairani Manik NIM 107014006


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Studi Retrospektif Interaksi Obat pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari-Juni 2012 sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terimakasih yang tiada terhingga kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K)., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan program Magister.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

3. Ketua Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., yang telah memberi dorongan dalam penyelesaian pendidikan Program Magister Farmasi.


(7)

4. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., selaku Pembimbing I yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan dorongan dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K)., selaku Pembimbing II yang telah memberi saran, bimbingan dan dorongan selama penulis menjalani penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, Apt., sebagai Penguji.

7. Bapak Drs. Palas Tarigan, Apt., Kepala Instalasi Litbang (RSUP H. Adam Malik).

8. Bapak Jongar, S.E., Kepala Instalasi Rekam Medik (RSUP H. Adam Malik). Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penelitian tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan karunia dan kesehatan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Agustus 2013 Penulis,


(8)

STUDI RETROSPEKTIF INTERAKSI OBAT PADA PASIEN PEDIATRIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2012

Abstrak

Interaksi obat adalah terjadinya perubahan efek suatu obat akibat pengaruh pemberian obat, herbal medisin, makanan, minuman atau agen kimia lain secara bersamaan atau hampir bersamaan. Interaksi obat merupakan salah satu penyebab terjadinya drug related problem (DRP). Salah satu kategori penting terkait dengan DRP adalah interaksi obat. Dan hal ini menjadi satu masalah yang serius dalam terapi karena jika terjadi interaksi obat akan mempengaruhi keberhasilan terapi dan berpotensi menyebabkan kegagalan terapi, bisa menyebabkan gangguan tubuh baik bersifat sementara atau permanen dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Meskipun begitu tidak semua interaksi obat merugikan, bahkan ada yang menguntungkan, tetapi efek merugikan jauh lebih besar akibat interaksi obat.

Penelitian interaksi obat pada bagian Pediatrik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP H. Adam Malik) Medan telah dilakukan secara retrospektif untuk melihat gambaran interaksi obat yang terjadi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara interaksi obat dengan jumlah obat, usia, jenis kelamin dan jumlah diagnosis pasien; mengetahui obat yang sering berinteraksi, frekwensi; dan pola mekanisme interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatri RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Januari-Juni 2012.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data lembar rekam medis yang dirawat di bagian rawat inap bagian Pediatrik RSUP H. Adam Malik. Prinsip penelitian ini adalah menghitung frekwensi interaksi obat-obat (secara teoritik), mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel terikat (interaksi obat), mempelajari pola mekanisme interaksi, jenis obat yang berinteraksi, dan tingkat keparahan interaksi.

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa jumlah obat dan jumlah diagnosis menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian interaksi obat, sedangkan usia dan jenis kelamin tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Frekwensi kejadian interaksi obat dengan obat adalah sebesar 75,43%. Berdasarkan mekanisme interaksi obat antara lain interaksi farmakokinetika adalah sebesar 24,76%; farmakodinamika 3,45%; dan unknown sebesar 71,78 %. Obat-obat yang sering berinteraksi adalah deksametason, vitamin E, kaptopril, spironolakton, fenitoin, dan furosemida. Sedangkan tingkat keparahan antara lain mayor 8,83%; moderat 66,41%; dan minor 24,76%.


(9)

DRUG INTERACTION RETROSPECTIVE STUDY FOR PEDIATRIC HOSPITALIZED PATIENT IN CENTRAL HOSPITAL HAJI ADAM

MALIK PERIOD JANUARY - JUNE 2012

Abstract

Drug interaction is alteration of drugs effect because of coadministration of drugs, herbal medicine, food, drink or other chemical agents. At the same time drug interaction is one of the Drug Related Problem (DRP) causes. One of the important cathegory related to DRP is drug interaction. This could be a serious problem in therapy, if drug interaction is happened, it will affect the outcome and leads to therapy failure, damages part of body temporaryly or permanently or even causes death. Nevertheless, not all of drug interaction interact significantly, but some advantagious effects, but disadvantage effect are bigger because of the drug interaction.

Drug interaction research in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik Medan was done retrospectively to see the drug interaction that had happened. The aims of the research were: to investigate the correlation between drug interaction and the number of drugs; age; gender; and the number of patients diagnostic in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik Medan in January-June 2012.

This clinical study was done by collecting patients medical record in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik. The principle of this study were to count the frequencies of drugs interaction (theoretically); to study the correlation between independent variables namely risk factor and dependent variable namely drug interaction; interaction mechanism; kind of drugs interacted; and drug interaction severity.

Based on the result of statistical data analysis showed that the number of drugs and the number of patient diagnostic correlated significantly, meanwhile age and gender have no correlation. The frequencies of drug interaction were 75.43%. Based on the result of drug interaction mechanism which were pharmacokinetic interation 24.76%; pharmacodynamics 3.45%; and unknown 71.78%. Frequently interacting drugs were dexametason, vitamin E, captopril, spironolactone, phenytoin and furosemide. Meanwhile, the level of severity were mayor 8.83%; moderate 66.41%; and minor 24.76%.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 6

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 7

1.6 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... . 9

2.1 Pasien Pediatrik ... 9


(11)

2.1.2 Klasifikasi Populasi Pediatrik ... 9

2.2 Data Populasi Pediatrik di Indonesi ... 10

2.3 Konsep Fisiologi dan Kinetika pada Pediatrik ………. 10

2.3.1 Fisiologi dan Kinetika pada Neonatus (Term Newborn Infants) ………... 10

2.3.1.1 Absorpsi pada Neonatus ……… 11

2.3.1.2 Distribusi pada Neonatus ……….. 11

2.3.1.3 Metabolisme pada Neonatus ………. 12

2.3.1.4 Ekskresi pada Neonatus ……… 14

2.3.2 Fisiologi dan Kinetika pada Bayi dan Anak ... 14

2.3.2.1 Absorpsi pada Bayi dan Anak ...………. 15

2.3.2.2 Distribusi pada Bayi dan Anak ... 15

2.3.2.3 Metabolisme pada Bayi dan Anak …... 15

2.3.2.4 Ekskresi pada Bayi dan Anak ...……….... 16

2.4 Interaksi Obat ………... 16

2.4.1 Pengertian ………... 16

2.4.2 Mekanisme Interaksi Obat ……….... 17

2.4.2.1Interaksi Farmakokinetik ……….. 17

2.4.2.1.1 Interaksi Pada Level Absorpsi Obat …. 17 2.4.2.1.2 Interaksi Pada Level Distribusi Obat ... 18

2.4.2.1.3 Interaksi Pada Level Metabolisme Obat ………. 19

2.4.2.1.4 Interaksi Pada Level Ekskresi Obat ….. 20


(12)

2.5 Pemberian Dosis Obat pada Bayi ………. 21

2.6 Studi Retrospektif ………. 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Desain Penelitian ... 23

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian. .. ... 23

3.3 Populasi dan Sampel ... 24

3.3.1 Populasi ... 24

3.3.2 Sampel ... 24

3.4 Cara Pengumpulan Data ... 26

3.5 Defenisi variabel yang penting ... 26

3.6 Analisis Data ... 28

3.7 Bagan Alur Penelitian ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Gambaran Umum Lokasi Peneltian ... 30

4.2 Karakteristik Umum Subjek Penelitian ... 30

4.3 Gambaran Kejadian Interaksi Obat Subjek ... 33

4.3.1. Gambaran kejadian Interaksi Obat berdasarkan jumlah obat ... 34

4.3.2. Gambaran kejadian Interaksi Obat berdasarkan Usia pasien ... 35

4.3.3. Gambaran kejadian Interaksi Obat berdasarkan Jenis kelamin ... 36

4.3.4. Gambaran kejadian Interaksi Obat berdasarkan Jumlah diagnosis ... 36

4.4 Gambaran Interaksi Obat-obat Pasien Rawat Inap Pediatrik .... 37


(13)

4.5.1 Karakteristik Obat ... 46

4.5.1.1 Jumlah Obat ... 46

4.5.2 Karakteristik Pasien ... 48

4.5.2.1 Faktor Usia ... 48

4.5.2.2 Faktor Jenis Kelamin ... 49

4.5.3 Faktor Jumlah Diagnosis ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Data Total Jumlah Penduduk dan Persentasi Penduduk

Usia Muda ... 10

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 31

Tabel 4.2 Gambaran Kejadian Interaksi Obat Subjek... 33

Tabel 4.3 Gambaran Kejadian Interaksi Obat berdasarkan jumlah obat 34

Tabel 4.4 Gambaran Kejadian Interaksi Obat berdasarkan usia pasien .. 35

Tabel 4.5 Gambaran Kejadian Interaksi Obat berdasarkan jenis kelamin ... .. 36

Tabel 4.6 Gambaran Kejadian Interaksi Obat berdasarkan jumlah diagnosis ... 37

Tabel 4.7 Jenis Obat yang Berpotensi Berinteraksi Kategori Minor ….. 38

Tabel 4.8 Jenis Obat yang Berpotensi Berinteraksi Kategori Moderat .. 39

Tabel 4.9 Jenis Obat yang Berpotensi Berinteraksi Kategori Mayor …. 42 Tabel 4.10 Jenis Obat yang berpotensi mengalami interaksi pada pasien rawat Inap Jamkesmas di RSUP H Adam Malik Medan... 42

Tabel 4.11 Level Interaksi Obat-obat pada pasien rawat inap Jamkesmas di RSUP H Adam Malik ... 42

Tabel 4.12 Kejadian Interaksi Obat berdasarkan jumlah Obat yang diterima Pasien ... 46

Tabel 4.13 Kejadian Interaksi Obat berdasarkan Usia Pasien ... 47

Tabel 4.14 Kejadian Interaksi Obat berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

Tabel 4.15 Kejadian Interaksi Obat berdasarkan Jumlah diagnosis ... 50 .


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 5 Gambar 1.2 Bagan Alur Penelitian ... 29


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Persetujuan Komite Etik ... 58

Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian pada (RSUP H. Adam Malik) ... 59

Lampiran 3 Surat Rekomendasi melakukan Penelitian di (RSUP H. Adam Malik) ... 60

Lampiran 4 Surat Keterangan telah selesai melakukan penelitian di (RSUP H. Adam Malik)... 61

Lampiran 5 Hasil Analisis Data pada Program SPSS Advanced Statistic 18.0 ... 62

Lampiran 6 Tinjauan Interaksi Obat Kategori Minor ... 64

Lampiran 7 Tinjauan Interaksi Obat Kategori Moderat ... 82

Lampiran 8 Tinjauan Interaksi Obat Kategori Mayor ... 129

Lampiran 9 Contoh Data Pengobatan Pasien satu diagnosis ... 135

Lampiran 10 Contoh Data Pengobatan Pasien dua diagnosis ... 138

Lampiran 11 Contoh Data Pengobatan Pasien tiga diagnosis ... 140

Lampiran 12 Contoh Data Pengobatan Pasien empat diagnosis ... 141

Lampiran 13 Contoh Data Pengobatan Pasien lima diagnosis ... 142

Lampiran 14 Contoh Data Pengobatan Pasien enam diagnosis ... 144

Lampiran 15 Contoh Data Pengobatan Pasien tujuh diagnosis ... 145


(17)

DAFTAR SINGKATAN

CYP : Cytochrome P450

LITBANG : Penelitian Pengembangan PGE2 : Prostaglandin tipe E2 PGI2 : Prostasiklin

NSAID : Non Steroid Anti Inflamsi Drugs PPI : Proton Pump Inhibitor

ACE : Angiotensin Converting Enzyme SMX : Sulfametoxazole

DOX : Doxorubicin TMP : Trimetropim


(18)

STUDI RETROSPEKTIF INTERAKSI OBAT PADA PASIEN PEDIATRIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2012

Abstrak

Interaksi obat adalah terjadinya perubahan efek suatu obat akibat pengaruh pemberian obat, herbal medisin, makanan, minuman atau agen kimia lain secara bersamaan atau hampir bersamaan. Interaksi obat merupakan salah satu penyebab terjadinya drug related problem (DRP). Salah satu kategori penting terkait dengan DRP adalah interaksi obat. Dan hal ini menjadi satu masalah yang serius dalam terapi karena jika terjadi interaksi obat akan mempengaruhi keberhasilan terapi dan berpotensi menyebabkan kegagalan terapi, bisa menyebabkan gangguan tubuh baik bersifat sementara atau permanen dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Meskipun begitu tidak semua interaksi obat merugikan, bahkan ada yang menguntungkan, tetapi efek merugikan jauh lebih besar akibat interaksi obat.

Penelitian interaksi obat pada bagian Pediatrik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP H. Adam Malik) Medan telah dilakukan secara retrospektif untuk melihat gambaran interaksi obat yang terjadi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara interaksi obat dengan jumlah obat, usia, jenis kelamin dan jumlah diagnosis pasien; mengetahui obat yang sering berinteraksi, frekwensi; dan pola mekanisme interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatri RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Januari-Juni 2012.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data lembar rekam medis yang dirawat di bagian rawat inap bagian Pediatrik RSUP H. Adam Malik. Prinsip penelitian ini adalah menghitung frekwensi interaksi obat-obat (secara teoritik), mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel terikat (interaksi obat), mempelajari pola mekanisme interaksi, jenis obat yang berinteraksi, dan tingkat keparahan interaksi.

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa jumlah obat dan jumlah diagnosis menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian interaksi obat, sedangkan usia dan jenis kelamin tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Frekwensi kejadian interaksi obat dengan obat adalah sebesar 75,43%. Berdasarkan mekanisme interaksi obat antara lain interaksi farmakokinetika adalah sebesar 24,76%; farmakodinamika 3,45%; dan unknown sebesar 71,78 %. Obat-obat yang sering berinteraksi adalah deksametason, vitamin E, kaptopril, spironolakton, fenitoin, dan furosemida. Sedangkan tingkat keparahan antara lain mayor 8,83%; moderat 66,41%; dan minor 24,76%.


(19)

DRUG INTERACTION RETROSPECTIVE STUDY FOR PEDIATRIC HOSPITALIZED PATIENT IN CENTRAL HOSPITAL HAJI ADAM

MALIK PERIOD JANUARY - JUNE 2012

Abstract

Drug interaction is alteration of drugs effect because of coadministration of drugs, herbal medicine, food, drink or other chemical agents. At the same time drug interaction is one of the Drug Related Problem (DRP) causes. One of the important cathegory related to DRP is drug interaction. This could be a serious problem in therapy, if drug interaction is happened, it will affect the outcome and leads to therapy failure, damages part of body temporaryly or permanently or even causes death. Nevertheless, not all of drug interaction interact significantly, but some advantagious effects, but disadvantage effect are bigger because of the drug interaction.

Drug interaction research in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik Medan was done retrospectively to see the drug interaction that had happened. The aims of the research were: to investigate the correlation between drug interaction and the number of drugs; age; gender; and the number of patients diagnostic in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik Medan in January-June 2012.

This clinical study was done by collecting patients medical record in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik. The principle of this study were to count the frequencies of drugs interaction (theoretically); to study the correlation between independent variables namely risk factor and dependent variable namely drug interaction; interaction mechanism; kind of drugs interacted; and drug interaction severity.

Based on the result of statistical data analysis showed that the number of drugs and the number of patient diagnostic correlated significantly, meanwhile age and gender have no correlation. The frequencies of drug interaction were 75.43%. Based on the result of drug interaction mechanism which were pharmacokinetic interation 24.76%; pharmacodynamics 3.45%; and unknown 71.78%. Frequently interacting drugs were dexametason, vitamin E, captopril, spironolactone, phenytoin and furosemide. Meanwhile, the level of severity were mayor 8.83%; moderate 66.41%; and minor 24.76%.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Berdasarkan hasil sensus penduduk Indonesia tahun 2010, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 13.118.327 orang, yag terdiri dari 6.550.849 penduduk laki-laki dan 6.567.470 penduduk perempuan. Jika dikelompokkan berdasarkan umur, maka menurut data badan pusat statistik tahun 2011, penduduk Sumatera Utara terdiri dari usia muda (usia < 15 tahun) sebanyak 4.358.043 orang, usia produktif (15-64 tahun) sebanyak 8.248.526, dan usia tua (≥ 65 tahun) sebanyak 511.758 (Depkes RI, 2010). Berdasarkan data pusat statistik tersebut, usia muda (pediatrik) menempati urutan kedua komposisi penduduk Sumatera Utara terbesar setelah kelompok usia produktif.

Populasi pediatrik merupakan kelompok yang memiliki fisiologi berbeda, dan tidak boleh diperlakukan sebagai miniatur laki-laki atau wanita dewasa. Secara internasional populasi pediatrik dikelompokkan menjadi (preterm newborn infants) bayi prematur yang baru lahir, (term newborn infant) bayi yang baru lahir umur 0-28 hari, (infants and toddlers) bayi dan anak kecil yang baru belajar berjalan umur > 28 hari sampai 23 bulan, (children) anak-anak umur 2-11 tahun, dan (adolescents) anak remaja umur 12 - 18 tahun tergantung daerah (WHO, 2007).

Variasi farmakokinetik obat antara orang dewasa, bayi dan anak adalah faktor penting dalam penggunaan dan penentuan dosis obat agar diperoleh hasil yang efektif dan aman. Peninjauan peranan enzim CYP-450 yang memetabolisme


(21)

sebagian besar obat dalam terapi pasien pediatrik perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya perubahan kliren obat yang diakibatkan oleh interaksi obat dengan penyakit atau obat dengan obat (Howrie, et al., 2008).

Pada pasien anak-anak, terutama neonatus, respons obat berbeda dengan orang dewasa (BNFC, 2009). Aksi obat bervariasi pada neonatus karena dipengaruhi karakteristik biologi seperti berat badan rendah, kandungan lemak badan sedikit, volume cairan tubuh besar dan permeabilitas beberapa membran cukup besar termasuk kulit dan membran sawar otak (Hashem, 2005). Dengan demikian, perhatian khusus bagi neonatus sangat perlu, terutama dosis obat harus dihitung dengan hati-hati karena kliren obat yang rendah dan sensitivitas target organ yang berbeda dapat berpotensi meningkatkan toksisitas (BNFC, 2009).

Sebagai contoh, pemberian dosis tunggal atau berganda parasetamol (hingga mencapai 150 mg/kgbb) dalam 24 jam mungkin menyebabkan nekrosis hepatoseluler berat serta nekrosis tubular renal walaupun jarang terjadi. Namun, pada pasien anak yang diberi obat-obat yang menginduksi enzim hati (misal, karbamazepin atau penobarbital) dan mendapat parasetamol dosis 75 mg/kgbb dalam 24 jam akan memungkinkan untuk menyebabkan terjadinya kerusakan hati (BNFC, 2009).

Interaksi obat adalah terjadinya perubahan efek suatu obat karena adanya pengaruh obat, herbal medisin, makanan, minuman atau agen kimia lain dalam lingkungan sistem (Baxter, 2008). Pemberian suatu obat (A) dapat mengubah aksi obat lain (B) dapat terjadi melalui dua mekanisme umum yaitu interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik. Selain itu ada katergori lain yaitu


(22)

interaksi farmaseutik, yaitu interaksi yang terjadi secara in vitro yang dapat menyebabkan salah satu atau kedua obat tidak aktif (Hashem, 2005).

Frekwensi dan prevalensi terjadinya interaksi tergantung pada jumlah medikasi yang diberikan secara bersamaan serta kompleksitas regimen pemberian obat. Prevalensi interaksi juga tergantung pada beberapa variabel lain seperti kepatuhan pasien, hidrasi dan status nutrisi, tingkat keparahan kerusakan ginjal dan hati, merokok dan penggunaan alkohol, dan genetik serta dosis obat (Bailie, et al., 2004).

Studi komparatif pada rekam medis pasien pediatrik periode Mei-Agustus 2009 yang dilakukan pada dua rumah sakit di Pakistan, dari 1.420 resep 950 (66,90%) diantaranya terjadi interaksi obat (Bashir, et al., 2011). Dalam sebuah studi yang melibatkan 9.900 pasien dengan 83.200 paparan obat, 234 (6,5%) dari 3600 pasien mengalami reaksi obat merugikan yang termasuk ke dalam kategori interaksi obat. Studi lain yang dilakukan oleh Gallery, et al., (1994) menemukan bahwa peresepan pada 160 pasien, terjadi 221 interaksi obat; sebanyak 24 kasus (10,85%) termasuk kategori major, 115 kasus (52,03%) kategori moderate, dan 82 kasus (37,12%) termasuk kategori minor. Studi lain yang dilakukan oleh Hajebi, et al.,(2000) mengevaluasi interaksi obat pada 3.130 resep dari 4 bagian di sebuah rumah sakit pendidikan, hasilnya menunjukkan bahwa dari 3960 resep terjadi 156 kejadian interaksi obat

Berdasarkan tingkat keparahan/severitas, interaksi juga dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level yaitu minor, moderate, dan mayor. Suatu interaksi disebut keparahan minor jika interaksi mungkin terjadi dan dipertimbangkan potensial membahayakan pasien jika terjadi kelalaian, dan disebut interaksi keparahan


(23)

moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan diperlukan beberapa intervensi/monitor. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau menyebabkan lama tinggal di rumah sakit semakin panjang. Sedangkan interaksi keparahan major jika terdapat probabilitas yang tinggi untuk membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan kerusakan permanen (Bailie, 2004).

Tidak semua interaksi obat bermakna secara signifikan, walaupun secara teoritis mungkin terjadi. Banyak interaksi obat yang kemungkinan besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Namun demikian, seorang farmasis perlu selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya efek merugikan akibat interaksi obat untuk mencegah timbulnya risiko morbiditas atau bahkan mortalitas dalam pengobatan pasien (Rahmawati, 2006).

Interaksi obat merupakan salah satu penyebab drug related problem (DRP). Ada tiga kemungkinan DRP lain yang dapat disebabkan oleh interaksi obat, diantaranya dosis terlalu rendah, reaksi obat merugikan dan dosis terlalu tinggi. DRP sendiri merupakan suatu masalah yang sangat mempengaruhi keberhasilan terapi pasien (Cipolle, et al., 2007).

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian retrospektif interaksi obat pada bagian Pediatrik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP H. Adam Malik) Medan untuk melihat gambaran awal interaksi obat yang terjadi. Selain itu berdasarkan penelusuran pada bagian LITBANG RSUP H. Adam Malik Medan penelitian


(24)

interaksi obat secara retrospektif pada pasien rawat inap dibagian Pediatrik Rumah Sakit belum pernah dilakukan.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan studi interaksi obat pada pasien pediatrik rawat inap di RSUPHAM Medan. Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1

Variabel bebas

Faktor Resiko

Variabel terikat

Usia Pasien -umur 0-28 hari

-umur 29 hari sampai 23 bulan

-umur 2-11 tahun

-umur 12 sampai 18 tahun

Jenis Kelamin -Laki-Laki

-Perempuan

PASIEN

Jumlah diagnosis Jumlah Obat

Interaksi Obat

Frekuensi/ Jumlah (%) Jenis Obat (%)

Mekanisme (%)

Keparahan (%)

Parameter

-Farmakokinetik -Farmakodinamik -Unknown

-Mayor -Moderate -Minor


(25)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. apakah interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan terkait dengan jumlah obat?

b. apakah interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan terkait dengan pasien?

c. apakah interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan terkait dengan jumlah diagnosis?

d. apa saja obat yang sering berinteraksi di bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan?

e. apakah frekwensi interaksi obat pada unit rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan tinggi?

f. apa saja pola mekanisme interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan?

g. apa sajakah tingkat keparahan interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan?

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis awal penelitian ini adalah:

a. interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan tidak ada hubungan dengan jumlah obat.

b. interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan tidak ada hubungan dengan pasien.


(26)

c. interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan tidak ada hubungan dengan jumlah diagnosis.

Hipotesa alternatifnya:

a. interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan ada hubungan dengan jumlah obat.

b. interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan ada hubungan dengan pasien.

c. interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan ada hubungan dengan jumlah diagnosis.

d. obat yang sering berinteraksi pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik beragam jenisnya

e. frekwensi interaksi obat-obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik tinggi.

f. pola mekanisme interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan beragam, diantaranya farmakokinetik, farmakodinamik, dan unknown.

g. tingkat keparahan interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan beragam, diantaranya adalah mayor, moderate, dan low.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini untuk: a. mengetahui hubungan interaksi obat dengan jumlah obat.

b. mengetahui hubungan interaksi obat dengan pasien.


(27)

d. mengetahui obat yang sering berinteraksi pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

e. mengetahui besarnya frekwensi interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

f. mengetahui pola mekanisme interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

g. mengetahui tingkat keparahan interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. memberikan gambaran tentang interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

b. memberikan gambaran tentang obat yang sering berinteraksi dan frekwensinya pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

c. memberikan gambaran tentang pola mekanisme dan tingkat keparahan interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasien Pediatrik 2.1.1 Pengertian Pediatrik

Pediatrik adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan perawatan medis bayi (infant), anak-anak (children), dan remaja (aldosents, 2012). Menurut American Academy of Pediatrics (AAP), pediatrik adalah spesialisasi ilmu kedokteran yang berkaitan dengan fisik, mental dan sosial kesehatan anak sejak lahir sampai dewasa muda. Pediatrik juga merupakan disiplin ilmu yang berhubungan dengan pengaruh biologis, sosial, lingkungan dan dampak penyakit pada perkembangan anak. Anak-anak berbeda dari orang dewasa secara anatomis, fisiologis, imunologis, psikologis, perkembangan dan metabolisme (AAP, 2012).

2.1.2 Klasifikasi Populasi Pediatrik

Secara internasional populasi pediatrik dikelompokkan menjadi: a. Preterm newborn infants (bayi prematur yang baru lahir).

b. Term newborn infants (bayi yang baru lahir umur 0-28 hari).

c. Infants and toddlers (bayi dan anak kecil yang baru belajar berjalan umur > 28 hari sampai 23 bulan).

d. Children (anak-anak umur 2-11 tahun).

e. Adolescents (anak remaja umur 12 sampai 16 sampai 18 tahun tergantung daerah).


(29)

2.2 Data Populasi Pediatrik di Indonesia

Berikut ini adalah data jumlah total penduduk Indonesia dan persentasi jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) yang diambil dari data profil kesehatan Indonesia beberapa tahun terakhir (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Data Total jumlah penduduk dan persentasi penduduk usia muda

No. Tahun Total Jumalah

Penduduk (Jiwa)

Persentasi Penduduk Usia Muda (0-14 tahun)

Referensi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 217.072.346 218.868.791 222.192.000 225.642.124 228.523.342 231.369.592 237.641.326 29,61% 29,04% 28,26% 29,30% 27,23% 26,96% 28,87%.

Depkes RI, 2006 Depkes RI, 2007 Depkes RI, 2007 Depkes RI, 2008 Depkes RI, 2009 Depkes RI, 2010 Depkes RI, 2011

2.3 Konsep Fisiologi dan Kinetika pada Pediatrik

Pada pediatrik, secara fisiologi beberapa organ penting belum matang seperti halnya orang dewasa. Oleh karena itu akan mempengaruhi proses farmakokinetik obat, dan perubahan akan terjadi sejalan dengan pendewasaan, sehingga mempengaruhi respon obat pada pasien anak-anak (Hashem, 2005).

2.3.1 Fisiologi dan Kinetika pada Neonatus (Term Newborn Infants)

Variasi kerja obat terjadi pada neonatus karena adanya variasi karakteristik biologis pada bayi yang baru lahir, diantaranya massa tubuh yang kecil, kandungan lemak tubuh rendah, volume air tubuh tinggi dan permeabilitas beberapa membran lebih besar seperti pada kulit dan sawar otak (Hashem, 2005).


(30)

2.3.1.1 Absorpsi pada Neonatus

Pada bayi yang baru lahir (neonatus), waktu transit lambung lebih lama, pH lambung dan fungsi enzim bervariasi, tidak ada flora usus akan mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan secara oral (Hashem, 2005). Dengan demikian selama periode neonatal, obat-obat yang tidak tahan asam seperti benzilpenisilin dan ampisilin akan diserap lebih baik, sedangkan penyerapan obat-obatan seperti fenitoin, fenobarbital dan rifampisin rendah (WHO, 2007).

Pada minggu pertama sejak lahir, neonates mengalami hanya setelah usia tiga tahun ekskresi asam lambung menyerupai orang dewasa. Dalam usia hingga satu bulan waktu pengosongan lambung lebih lama dan gerak peristalsis tidak teratur. Massa otot rangka lebih terbatas dan kontraksi otot yang berperan mendorong aliran darah untuk penyebaran obat yang diberikan secara intramuskular relatif lemah (Rowland dan Tozer, 1995).

Tingkat perfusi perifer rendah dan mekanisme pengaturan panas belum sempurna pada neonatus mengganggu penyerapan. Obat topikal diserap lebih cepat, dan biasanya lebih baik karena penghalang kulit neonatus masih relatif tipis sehingga risiko toksisitas yang lebih besar (Hashem, 2005).

2.3.1.2 Distribusi pada Neonatus

Bayi yang baru lahir memiliki konsentrasi protein plasma dan kapasitas pengikatan albumin yang rendah, sehingga berpengaruh pada kemampuan mengikat terhadap obat yang terikat ekstensif dengan protein plasma. Rendahnya kapasistas protein plasma mengikat obat menyebabkan beberapa efek obat yang merugikan. Misalnya, protein plasma dapat mengikat bilirubin. Obat sangat kuat berikatan dengan protein dapat menggantikan bilirubin sehingga menyebabkan


(31)

kerusakan otak dari kernikterus akibat hiperbilirubinemia. Antibiotik sulfonamid adalah contoh obat utama pada kasus ini (Hashem, 2005).

Volume distribusi dalam kompartemen tubuh bayi sangat berbeda dengan orang dewasa. Jumlah total kandungan air tubuh mencapai 70-80% dari berat badan pada bayi prematur dan bayi baru lahir, dibandingkan dengan orang dewasa sekitar 50-55%. Cairan ekstraseluler sekitar 40% dari total berat badan, sekitar dua kali pada orang dewasa. Tingginya kandungan air tubuh dan rendahnya kapasitas protein plasma mengakibatkan volume distribusi obat yang larut dalam air lebih besar. Sehingga dibutuhkan dosis relatif lebih besar untuk obat yang larut dalam air untuk menghasilkan efek terapi yang diinginkan (Hashem, 2005). Secara substansial jumlah lemak tubuh pada neonatus lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa, dan hal ini juga dapat mempengaruhi efek terapi obat. Beberapa obat yang kelarutannya tinggi dalam lemak, distribusinya lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa. Sebagai contoh, perbedaan volume distribusi diazepam berkisar 1,4-1,8 L/kg pada neonatus dan 2,2-2,6 L/ kg pada dewasa (Nahata dan Taketomo, 2008).

2.3.1.3 Metabolisme pada Neonatus

Neonatus memiliki kemampuan lebih rendah untuk metabolisme obat yang rentan dibandingkan dengan bayi dan anak-anak (Nahata dan Taketomo, 2008). Secara umum metabolisme obat oleh enzim hati belum sempurna pada neonatus. Setelah lahir, kapasitas metabolisme akan naik secara dramatis dari sekitar seperlima hingga sepertiga tingkat orang dewasa selama minggu pertama kehidupan (Hashem, 2005).


(32)

Jalur utama metabolisme obat dibagi menjadi fase reaksi 1 dan fase reaksi 2. Fase 1 melibatkan reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan hidrasi. Jalur paling utama adalah reaksi oksidasi yang melibatkan enzim sitokrom P450 (CYP). Enzim-enzim CYP utama dibagi menjadi CYP1A2, CYP2B6, CYP2C8 - 10, CYP2C19, CYP2D6, CYP2E1 dan CYP3A4 dan 5. Jalur untuk fase 2 melibatkan glukuronidasi, sulfasi, metilasi, asetilasi dan konjugasi glutation. Jumlah kandungan sitokrom P450 di hati janin adalah antara 30% dan 60% dari nilai dewasa dan mendekati nilai-nilai orang pada usia 10 tahun (Choonara, 2005). Tempat utama metabolisme obat adalah dalam hati, selain saluran pencernaan, sel darah, dan organ lain juga terlibat dalam metabolisme obat. Tujuan biologis metabolisme obat adalah untuk mengkonversi senyawa lipofilik (larut dalam lemak) menjadi lebih polar dan lebih larut dalam air dengan demikian lebih mudah diekskresikan ke dalam empedu atau urin (Choonara, 2005). Obat-obat yang nonpolar, dan larut dalam lipid (misalnya diazepam, teofilin dan parasetamol) akan dimetabolisme dalam hati sehingga menjadi lebih polar. Sedangkan obat yang larut dalam air, biasanya diekskresikan dalam bentuk tidak berubah oleh filtrasi glomerulus dan / atau sekresi tubular pada ginjal (misalnya aminoglikosida, penisilin, dan diuretik) (WHO, 2007).

Bayi baru lahir memiliki kemampuan memetabolisme obat yang rendah dibandingkan dengan bayi dan anak terutama pada neonatus prematur. Perubahan metabolisme dapat mempengaruhi neonatus yaitu terjadinya resiko toksisitas obat lebih besar. Neonatus biasanya membutuhkan dosis obat yang lebih kecil dan diberikan lebih jarang dari pada bayi dan anak-anak (Choonara, 2005).


(33)

2.3.1.4 Ekskresi pada Neonatus

Pada neonatus fungsi ginjal belum berkembang secara sempurna, sehingga ekskresi obat pada neonates obat lebih lambat. Neonatus memiliki kemampuan yang rendah memekatkan urin sehingga pH urin rendah, sehingga mempengaruhi ekskresi beberapa senyawa. Fungsi ginjal secara keseluruhan mendekati tingkat dewasa pada akhir atau tahun pertama sejak kelahiran (Hashem, 2005).

Fungsi ginjal sangat penting untuk disposisi obat pada periode neonatus. Banyak pasien neonatus yang mengalami infeksi diberi antibiotik yang larut dalam air. Secara umum pada neonatus waktu paruh eliminasi obat semakin lama. Laju eliminasi meningkat pesat selama minggu-minggu berikutnya, dan waktu paruh sama dengan orang dewasa biasanya dicapai pada akhir bulan pertama (WHO, 2010).

2.3.2 Fisiologi dan Kinetika pada Bayi dan Anak

Ada beberapa faktor fisiologis yang mempengaruhi pemberian obat pada bayi (5 - 52 minggu setelah dilahirkan) dan anak-anak (1 -12 tahun). Pertumbuhan dan kematangan biologis yang progresif menstabilisasi respon tubuh terhadap obat sampai memberikan respon yang akhirnya sama dengan perkiraan pada orang dewasa. Selama pertumbuhan, terjadi peningkatan massa tubuh, perbedaan kandungan lemak, dan penurunan volume air tubuh. Semua hal itu akan mempengaruhi penyerapan, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat. Selain itu, hambatan anatomis seperti kulit dan sawar otak lebih efektif pada bayi. Pertumbuhan yang cepat selama masa kanak-kanak dan pubertas juga dapat mempengaruhi respon obat (Hashem, 2005).


(34)

2.3.2.1 Absorpsi pada Bayi dan Anak

Keasaman lambung belum mendekati nilai-nilai orang dewasa sampai usia sekitar dua sampai tiga bulan. Pada infant beberapa obat yang tidak tahan asam seperti benzil penisilin, ampisilin, dan nafsilin oral dapat diabsorpsi dengan baik karena kurangnya asam lambung pada masa awal bayi. Hal ini disebabkan adanya cairan ketuban dalam perut bayi sehingga pH lambung netral (6-8). Laju pengosongan lambung menyerupai orang dewasa sekitar usia 6 sampai 8 bulan. Barrier seperti kulit dan sawar otak lebih efektif selama pertumbuhan bayi, hal ini menyebabkan anak berisiko lebih rendah terhadap efek toksik beberapa obat (Hashem, 2005; Milsap dan Jusko, 1994).

2.3.2.2 Distribusi pada Bayi dan Anak

Distribusi obat dalam tubuh dipengaruhi oleh jumlah dan karakter protein plasma, volume relative cairan tubuh, lemak, dan kompartemen jaringan tubuh. Jumlah total air tubuh, dinyatakan sebagai persentase dari total berat badan. Bayi premature adalah 85% dan neonatus 78%. Meningkatnya fraksi total air tubuh berpengaruh terhadap nilai parameter volume distribusi obat yang berkaitan dengan konsentrasi obat (Hashem, 2005; Milsap dan Jusko, 1994). Pengikatan protein pada obat umumnya hampir sama pada orang dewasa dan dicapai pada usia satu tahun (Hashem, 2005).

2.3.2.3 Metabolisme pada Bayi dan Anak

Tingkat metabolik pada bayi dan anak-anak usia dua sampai tiga tahun secara umum lebih tinggi dari orang dewasa. Dosis terapeutik obat relatif terhadap berat badan, mungkin lebih besar untuk anak-anak dibandingkan orang dewasa, contohnya teofilin. Dosis harus individual untuk setiap anak berdasarkan berat


(35)

badan, dan harus disesuaikan dosis tersebut dengan adanya variasi metabolism secara individu. Artinya, dosis harus individual untuk setiap anak berdasarkan berat badan. Enzim hepatik dapat berubah sedemikian rupa pada anak yang sudah mature sehingga kliren teofilin akan berkurang, dan penyesuaian dosis lebih lanjut mungkin dibutuhkan (Hashem, 2005). Biotransformasi metronidazol lebih lambat oleh sistem enzim P450 pada bayi yang mengalami malnutrisi berat dibandingkan pada bayi yang tidak mengalami malnutrisi (Milsap dan Jusko, 1994).

2.3.2.4 Ekskresi pada Bayi dan Anak

Perubahan fungsi ginjal bergantung pada usia, sampai sekitar 6-12 bulan kematangan fungsi ginjal dan hati belum tercapai (Milsap dan Jusko, 1994; Hashem, 2005). Saat lahir, fungsi glomerulus lebih baik dari fungsi tubulus dan berlanjut sampai umur 6 bulan (Milsap dan Jusko, 1994).

Pada pasien infant dan children pemberian obat dosis berganda harus diberikan secara hati-hati. Dosis obat diekskresikan sebagian besar dalam bentuk tidak berubah (unmetabolized) oleh ginjal, seperti digoksin (untuk gagal jantung kongestif) dan gentamisin (antibiotik aminoglikosida) (Hashem, 2005). Proses filtrasi glomerulus, sekresi tubulus, dan reabsorpsi tubulus, semuanya menentukan efisiensi eliminasi obat melalui ginjal seperti gentamisin, dan agen lainnya seperti glukosa, fosfat, dan bikarbonat (Milsap dan Jusko, 1994).

2.4 Interaksi Obat 2.4.1 Pengertian

Interaksi obat yaitu situasi ketika suatu zat (biasanya obat lain) mempengaruhi aktivitas obat ketika keduanya diberikan secara bersamaan. Aktivitas tersebut bisa bersifat sinergis (efek obat meningkat) atau antagonis (efek obat berkurang) atau


(36)

bisa menghasilkan efek baru. Interaksi dapat terjadi antara obat dengan obat, obat dengan makanan, dan obat dengan herbal

2.4.2 Mekanisme Interaksi Obat

Pemberian satu obat (A) dapat mengubah aksi obat lain (B) dapat terjadi melalui dua mekanisme umum yaitu interaksi farmakokinetik (terjadi perubahan konsentrasi obat B yang mencapai tapak kerja reseptor) dan interaksi farmakodinamik (terjadi modifikasi efek farmakologis obat B tanpa mengubah konsentrasinya dalam cairan jaringan). Selain dua mekanisme tersebut masih ada yang disebut interaksi farmaseutik yaitu obat berinteraksi secara in vitro sehingga satu atau kedua obat tidak aktif. Tidak ada prinsip-prinsip farmakologi yang terlibat dalam interaksi farmaseutik, hanya reaksi secara fisika atau kimia. (Hashem, 2005).

2.4.2.1 Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik yaitu interaksi yang dapat mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolism, dan ekskresi (Baxter, 2008). Perubahan ini pada dasarnya adalah terjadi modifikasi konsentrasi obat. Dalam hal ini dua obat bersifat homergic jika memiliki efek yang sama dalam organisme dan heterergic

jika efeknya berbeda

2.4.2.1.1 Interaksi Pada Level Absorpsi Obat

Absorpsi gastrointestinal diperlambat oleh obat yang menghambat pengosongan lambung, seperti atropin atau opiat, atau dipercepat oleh obat (misalnya metoklopramid) yang mempercepat pengosongan lambung. Atau, obat A dapat berinteraksi dengan obat B dalam usus sedemikian rupa untuk menghambat penyerapan obat B (Hashem, 2005). Selain itu dapat juga terjadi


(37)

karena dampak perubahan pH pencernaan, adsorpsi, khelasi dan mekanisme kompleks lainnya, perubahan motilitas gastrointestinal, induksi atau inhibisi protein transporter obat, dan malabsorpsi disebabkan oleh obat (Baxter, 2008).

Beberapa contoh interaksi absorpsi obat:

a. Kalsium (dan juga besi) membentuk kompleks tak larut dengan tetrasiklin dan menghambat penyerapan obat,

b. Penambahan epinefrin pada suntikan bius lokal yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperlambat penyerapan obat bius, akibatnya memperpanjang efek lokal obat bius tersebut (Hashem, 2005).

2.4.2.1.2 Interaksi Pada Level Distribusi Obat

Mekanisme interaksi utama pada level distribusi adalah terjadinya kompetisi untuk berikatan dengan protein plasma. Dalam kasus ini, obat yang tiba pertama berikatan dengan protein plasma akan meninggalkan obat lain yang larut dalam plasma, sehingga memodifikasi konsentrasi yang obat bebas Distribusi obat ke dalam otak dan beberapa organ lainnya seperti testis, dibatasi oleh aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein aktif ini mengangkut obat keluar dari sel ketika obat telah secara pasif menyebar masuk ke dalam sel. Ada beberapa obat dapat menghambat transporter ini sehingga meningkatkan penyerapan obat (Baxter, 2008).

Beberapa contoh interaksi disitribusi obat:

a. Salisilat menggantikan metotreksat pada tapak ikat albumin dan mengurangi sekresinya ke dalam nefron.

b. Quinidine dan beberapa obat lainnya termasuk antidisritmia verapamil dan amiodaron menggantikan digoksin pada tapak ikat-jaringan sekaligus


(38)

mengurangi ekskresi ginjal, dan akibatnya menyebabkan disritmia parah akibat toksisitas digoxin (Hashem, 2005).

2.4.2.1.3 Interaksi Pada Level Metabolisme Obat

Interaksi pada Level Metabolisme terjadi karena metabolisme obat objek dirangsang atau dihambat oleh obat presipitasi. Terikat dengan metabolisme ini ada dua hal penting. Pertama, diantara obat yang berinteraksi ada yang menginduksi enzim dan yang kedua ada yang menghambat aktivitas enzim.

a. Induksi Enzim

Induksi enzim adalah perangsangan atau induksi enzim yang terjadi dalam retikulum endoplasik sel hati dan sitokrom P 450 (CYP) oleh obat tertentu, sehingga aktivitas metabolik bertambah. Akibatnya metabolisme obat menjadi lebih aktif dan konsentrasi obat objek dalam plasma berkurang, sehingga efektivitasnya pun menurun

b. Inhibisi Enzim

Inhibisi enzim adalah apabila suatu obat menghambat metabolisme obat lain, sehingga memperpanjang atau meningkatkan aksi obat. Sebagai contoh, allopurinol mengurangi produksi asam urat akibat hambatannya terhadap enzim santin oksidase, pada waktu yang sama metabolisme beberapa obat yang berpotensial toksis seperti merkaptopurin dan azatioprin juga dihambat. Penghambatan santin oksidase secara bermakna meningkatkan efek obat-obat tsb. Sehingga jika diberikan bersama allopurinol, dosis merkaptopurin atau azatioprin harus diturunkan sampai 1/3 atau ¼ dosis biasanya


(39)

2.4.2.1.4 Interaksi Pada Level Ekskresi Obat

Kecuali obat-obat anestetik inhalasi, sebagian besar obat diekskresi lewat empedu atau urin. Darah yang memasuki ginjal disepanjang arteri renal, pertama kali akan dikirim ke glomeruli tubulusmo dan molekul-molekul kecil akan melewati membran glomerulus (air, garam dan beberapa obat tertentu) disaring ke tubulus. Molekul-molekul yang besar seperti protein plasma dan sel darah akan ditahan. Aliran darah kemudian melewati bagian lain tubulus ginjal sehingga terjadi transport aktif yang memindahkan obat dan metabolitnya dari darah ke filtrat tubulus. Sel tubulus kemudian melakukan transport aktif maupun pasif (melalui difusi) untuk mereabsorpsi obat. Interaksi bisa terjadi karena perubahan ekskresi aktif di tubulus ginjal, perubahan pH, dan perubahan aliran darah ginjal (Anonim, 2011).

2.4.2.2Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik dapat terjadi dalam berbagai cara.. Berikut ini beberapa interaksi yang perlu dipertimbangkan. Antagonis β-adrenoseptor

mengurangi efektivitas agonis β-reseptor, seperti salbutamol atau terbutaline. Beberapa diuretik dapat menurunkan konsentrasi plasma kalium, sehingga meningkatkan efek digoksin dan menyebabkan risiko toksisitas glikosida tersebut. Penghambat monoamin oksidase meningkatkan jumlah norepinefrin yang disimpan dalam terminal saraf noradrenergik dan interaksinya dengan obat lain akan berbahaya, seperti efedrin atau tiramin yang bekerja melepaskan norepinefrin. Ini juga dapat terjadi dengan makanan kaya tiramin seperti keju hasil fermentasi misalnya keju Camembert. Warfarin bersaing dengan vitamin K, mencegah sintesis hepatik berbagai faktor koagulasi. Jika produksi vitamin K


(40)

dalam usus dihambat (misalnya dengan antibiotik), aksi antikoagulan warfarin meningkat. Obat yang menyebabkan perdarahan dengan mekanisme yang berbeda (misalnya aspirin, yang menghambat biosintesis tromboksan A2 trombosit dan dapat merusak lambung) akan meningkatkan risiko perdarahan yang disebabkan oleh warfarin. Sulfonamid mencegah sintesis asam folat oleh bakteri dan mikroorganisme lainnya; trimetoprim menghambat pengurangan untuk tetrahydrofolate. Jika diberikan bersama dengan obat yang memiliki aksi sinergis dalam mengobati Pneumocystis carinii. Non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID), seperti ibuprofen atau indometasin, menghambat biosintesis prostaglandin, yang bersifat sebagai vasodilator ginjal / natriuretik prostaglandin (PGE2, diikuti PGI2). Jika diberikan kepada pasien yang menerima pengobatan untuk hipertensi, akan menyebabkan peningkatan tekanan darah, dan jika diberikan kepada pasien yang menerima diuretik untuk gagal jantung kronis akan menyebabkan retensi garam dan air dan dekompensasi jantung. Antagonis reseptor H1, seperti mepiramin, sering menyebabkan rasa kantuk sebagai efek yang tidak diinginkan. Ini lebih parah jika obat tersebut diberi bersamaan dengan alkohol, dan dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja atau di jalan (Hashem, 2005).

2.5 Pemberian Dosis Obat pada Bayi

Pemberian dosis obat pada bayi perlu pertimbangan yang seksama karena adanya perbedaan antara bayi dan orang dewasa sehubungan dengan farmakokinetika dan farmakologi obat. Perbedaan komposisi tubuh dan kesempurnaan pertumbuhan hati dan fungsi ginjal merupakan sumber yang potensial dalam hal farmakokinetika obat yang berhubungan dengan umur. Untuk


(41)

mudahnya, bayi yang dimaksud adalah anak yang berumur 0-2 tahun. Dalam kelompok ini diperlukan pertimbangan khusus untuk bayi yang berumur kurang dari 4 minggu, karena kemampuannya memperlakukan obat-obat sering berbeda dari bayi-bayi yang lebih tua.

Pada umumnya, fungsi hepatik belum tercapai sampai minggu ketiga. Proses oksidasi pada bayi berkembang cukup baik, tetapi ada kekurangan enzim konjugasi. Sebagai tambahan, beberapa obat menunjukkan penurunan ikatan albumin plasma pada bayi.

Bayi yang baru lahir memiliki aktivitas ginjal 30-50% dibandingkan orang dewasa. Obat-obat yang sangat bergantung pada ekskresi ginjal akan mengalami kenaikan waktu-paruh eliminasi yang tajam. Sebagai contoh, penisilin sebagian besar akan diekskresi melalui ginjal (Shargel dan Yu, 1985).

2.6 Studi Retrospektif

Studi retrospektif adalah studi yang dilakukan setelah peristiwa yang diteliti terjadi. Kedua eksposur dan hasil sudah terjadi pada awal penelitian (Strom dan Kimmel, 2006).


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen (survei) dilakukan secara retrospektif terhadap rekam medik pasien yang dirawat di bagian rawat inap Pediatrik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP H. Adam Malik) Medan. Prinsip penelitian ini adalah menghitung frekwensi interaksi obat-obat (secara teoritik), mempelajari hubungan antara variabel bebas (jumlah obat, pasien,dan jumlah diagnosis) dengan variabel terikat (interaksi obat), mempelajari pola mekanisme interaksi, jenis obat yang berinteraksi, dan tingkat keparahan interaksi. Untuk maksud tersebut dilakukan melalui pengumpulan data lembar rekam medis pasien rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan, selama periode Januari-Juni 2012.

Hasil penelitian diperoleh adalah berupa: a. frekwensi interaksi obat-obat secara keseluruhan.

b. frekwensi interaksi obat-obat berdasarkan mekanisme interaksi (farmakokinetik, farmakodinamik, dan unknown).

c. frekwensi interaksi obat-obat berdasarkan level severitas interaksi. d. analisis mengenai mekanisme interaksi obat-obat.

e. manajemen terhadap interaksi obat-obat yang terjadi untuk menghindari risiko interaksi yang dapat merugikan pasien di masa mendatang.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, pada bulan Oktober – November 2012.


(43)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pengobatan pasien pediatrik di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Juni 2012 yang dirawat di rindu B. Subjek yang dipilih harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi adalah :

a. rekam medis pasien rawat inap Jamkesmas di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Juni 2012.

b. kategori usia pasien 0-18 tahun. c. mendapat terapi ≥ 2 obat.

d. kategori semua gender. Kriteria eksklusi adalah :

a. rekam medis pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan diluar periode Januari-Juni 2012.

b. mendapat monoterapi obat sehingga tidak dapat diidentifikasi adanya interaksi obat-obat.

c. rekam medis pasien rawat inap yang tidak lengkap (tidak memuat informasi dasar yang dibutuhkan dalam penelitian).

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling (acak sederhana). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Krejcie dan Morgan (Krejcie, et al., 1970).


(44)

di mana :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

x

2

= nilai Chi kuadrat P = proporsi populasi d = galat pendugaan

dengan beberapa asumsi, maka rumus di atas diturunkan lagi menjadi:

Populasi target berupa rekam medis pasien rawat inap Pediatrik Jamkesmas selama 6 bulan (Januari-Juni 2012) sebanyak 581 rekam medis, maka jumlah sampel yang diambil menurut rumus diatas sebanyak sebanyak 232 sampel. Jadi pemeriksaan interaksi obat dilakukan melalui pengambilan 232 rekam medis pasien rawat inap Pediatrik di bulan Januari-Juni 2012 di RSUP H. Adam Malik Medan.


(45)

3.4 Cara Pengumpulan dan Manajemen Data

Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan rekam medis pasien rawat inap Pediatrik di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Juni 2012.

Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah: a. Data rekam medis pasien berdasarkan kriteria inklusi.

b. Data penggunaan obat pasien meliputi data pasien (usia, jenis kelamin, jumlah obat yang diterima) dan data obat (nama obat, jumlah obat, jenis obat, dosis, aturan pakai, cara pemberian, dan lama pemberian).

c. Data berdasarkan diagnosa penyakit.

d. Data berdasarkan ada tidaknya interaksi obat yang terjadi dalam satu resep yang tercatat didalam rekam medis pasien berdasarkan studi literatur.

3.5Definisi Variabel Penting

a. Jenis obat adalah obat yang berinteraksi.

b. Tingkat keparahan interaksi obat adalah mayor, moderate, dan low.

c. Jumlah obat adalah banyakny item obat yang diberikan dalam satu resep yang tercatat didalam rekam medis.

d. Jumlah diagnosis adalah banyaknya diagnosis yang ditulis dalam rekam medis pasien yang terdiri dari diagnosa utama, sekunder, dan komplikasi.

e. Frekwensi interaksi adalah jumlah kasus interaksi obat-obat yang terjadi.

f. Mekanisme interaksi adalah bagaimana interaksi obat terjadi apakah secara farmakokinetik, farmakodinamik atau unknown.

g. Mekanisme interaksi unknown adalah interaksi obat yang mekanismenya belum diketahui secara pasti.


(46)

h.Mekanisme interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolism, dan ekskresi

i. Mekanisme interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana suatu obat menginduksi perubahan dalam respon pasien terhadap obat.

j. Interaksi dengan tingkat keparahan low/minor adalah jika interaksi mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika terjadi kelalaian.

k. Interaksi dengan tingkat keparahan moderate adalah jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan.

l. Interaksi dengan tingkat keparahan major jika terdapat kemungkinan tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk yang menyangkut nyawa pasien dan kerusakan permanen.

m. Rekam medik yaitu berkas yang diberisikan catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seorang penderita selama di rawat di rumah sakit, baik rawat jalan maupun rawat inap.


(47)

3.6Analisis Data

Evaluasi data interaksi obat dilakukan secara teoritik berdasarkan studi literature (Stockley’s Drug Interaction, Drug Interaction Facts). Selain itu,

digunakan juga situs internet terpercaya http://

penelitian ini disajikan dalam bentuk Tabel, kemudian dianalisis secara statistik deskriptif.

Variabel bebas Variabel terikat Metode Analisa Jumlah obat Interaksi Obat Korelasi Bivariat Spearman Usia Interaksi Obat Korelasi Bivariat Spearman Jenis Kelamin Interaksi Obat Uji Komparatif Mann Whitney Jumlah diagnosis Interaksi Obat Korelasi Bivariat Spearman


(48)

3.7 Alur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan memohon persetujuan Komite etik pada Komite Etik di Fakultas Kedokteran USU, lalu ditindaklanjuti seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2

Gambar 1.2 Bagan Alur Penelitian

Semua rekam pasien pediatri rawat inap periode Januari-Juni

2012

Pengelompokan data penggunaan obat pasien

Identifikasi interaksi obat

Penghitungan frekwensi interaksi

Penentuan mekanisme interaksi

Penentuan level severitas interaksi

Analisis data

Penarikan Kesimpulan Persetujuan Komite Etik


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, terletak di lahan yang luas di Jalan Bungalau No 17 kota Medan .RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan RSUP kelas A terbesar di Sumatera, dan salah satu dari lima RSUP kelas A di Indonesia (Menkes RI, 1990). RSUP Haji Adam Malik Medan juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan dan menjadi tempat rujukan wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau (Menkes RI, 1991).

4.2 Karakteristik Umum Subjek Penelitian

Berdasarkan sampel yang diambil dari 232 kartu rekam medis pasien rawat inap Jamkesmas (PRIJ) di RSUP H. Adam Malik, diperoleh gambaran umum karakteristik subjek yang dominan antara lain:

a. berdasarkan usia, kebanyakan pasien berusia 2-11 tahun dengan persentase sebanyak 55,6%.

b. berdasarkan jenis obat, kebanyakan pasien menerima 6 obat dengan persentase sebanyak 18,5%.

c. berdasarkan jenis kelamin, kebanyakan pasien berjenis kelamin laki-laki 50,9%.


(50)

d. berdasarkan jumlah diagnosis, jumlah diagnosis paling banyak adalah dua diagnosis dengan persentase sebanyak 28,9%.

Karakteristik umum subjek yang diteliti secara garis besar ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

No Karakteristik Subjek

Jumlah Rekam Medis

(n=232) %

1 Jumlah Obat

dua obat 30 12,93

tiga obat 26 11,2

empat obat 34 14,7

lima obat 41 17,7

enam obat 43 18,5

tujuh obat 24 10,3

delapan obat 12 5,2

sembilan obat 8 3,4

sepuluh obat 3 1,3

sebelas obat 7 3

dua belas obat 2 0,9

tiga belas obat 2 0,9

2 Kelompok Usia

umur 0-28 hari 17 7,3

umur >28 hari sampai 23 bulan 25 10,8

umur 2 - 11 tahun 129 55,6

umur 12 sampai 17 tahun 61 26,3

3 Jenis Kelamin

laki-laki 118 50,9

Perempuan 114 49,1

4 Diagnosis

satu diagnosis 57 24,6

dua diagnosis 67 28,9

tiga diagnosis 53 22,8

empat diagnosis 30 12,9

lima diagnosis 19 8,2

enam diagnosis 3 1,3


(51)

Penelitian terhadap 232 kartu rekam medis pasien rawat inap mengenai kejadian interaksi obat menunjukkan bahwa:

i. Berdasarkan jumlah obat yang diberikan dalam satu resep yang tercatat dalam Rekam Medis (RM);pasien yang menerima 2 obat sebanyak 12,9%; yang menerima 3 obat sebanyak 11,2%; yang menerima 4 obatsebanyak 14,7%; yang menerima 5 obat sebanyak 17,7%; yang menerima 6 obat sebanyak 18,5%; yang menerima 7 obat sebanyak 10,3%; yang menerima 8 obat sebanyak 5,2%; yang menerima 9 obat sebanyak 3,4%; yang menerima 10 obat sebanyak 1,3%; yang menerima 11 obat sebanyak 3,0 %; yang menerima 12 dan 13 obat sebanyak 0,9%.

ii. Berdasarkan usia pasien rawat inap Jamkesmas, pasien berusia 0-28 hari sebanyak 7,3%; pasien berusia 29 hari-23 bulan sebanyak 10,8%; pasien berusia 2 tahun-11 tahun sebanyak 55,6%; pasien berusia 12 tahun-17 tahun sebanyak 26,3%.

iii. Berdasarkan jenis kelamin pasien rawat inap Jamkesmas, subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 50,9% sedangkan subjek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 49,1%.

iv. Berdasarkan jumlah diagnosis pada pasien rawat inap Jamkesmas, pasien rawat inap dengan satu diagnosis sebanyak 24,6%; dua diagnosis 28,9%; tiga diagnosis 22,8%; empat diagnosis 12,9%; lima diagnosis 8,2%; enam diagnosis 1,3%; tujuh diagnosis 1,3%.


(52)

Berdasarkan analisis terhadap 232 kartu rekam medis pasien rawat inap Jamkesmas di RSUP H Adam Malik, diperoleh bahwa interaksi obat terjadi 75,43% (175) pada pasien rawat inap. Gambaran umum kejadian interaksi obat secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Gambaran kejadian interaksi obat subjek

No

.

Kriteria Subjek

Total Pasien Rawat Inap = 232) Subjek

Berinteraksi %

Subjek Tidak Berinteraksi

%

1 Jumlah obat

dua obat 6 2,59 24 10,3

tiga obat 11 4,7 15 6,5

empat obat 28 12,1 6 2,6

lima obat 36 15,5 5 2,2

enam obat 39 16,8 4 1,7

tujuh obat 21 9,1 3 1,3

delapan obat 12 5,2 0 0

sembilan obat 8 3,4 0 0

sepuluh obat 3 1,3 0 0

sebelas obat 7 3,0 0 0

dua belas obat 2 0,9 0 0

tiga belas obat 2 0,9 0 0

Total 175 75,43 57 24,57

2 Usia

0-28 hari 17 7,3 0 0

>28 hari - 23

bulan 16 6,9 9 3,9

2 tahun - 11

tahun 94 40,5 35 15,1

12 sampai 17

tahun 48 20,7 13 5,6

Total 175 75,43 57 24,57

3 Jenis Kelamin

laki-laki 91 39,2 27 11,6

perempuan 84 36,2 30 12,9

Total 175 75,43 57 24,57

4 Diagnosis

satu diagnosis 36 15,5 21 9,1

dua diagnosis 47 20,3 20 8,6

tiga diagnosis 44 19,0 9 3,9


(53)

diagnosis

lima diagnosis 18 7,8 1 0,4

enam

diagnosis 3 1,3 0 0

tujuh diagnosis 3 1,3 0 0

Total 175 75,43 57 24,57

Sumber: data hasil penelitian telah diolah

4.3.1 Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah obat

Berdasarkan hasil penelitian, potensi kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah obat menunjukkan bahwa pasien yang banyak mengalami potensi kejadian interaksi obat adalah pasien yang menerima 6 obat. Merujuk pada Tabel 4.3, pasien yang menerima 8-13 obat, semuanya berpotensi mengalami interaksi dan jumlah interaksi obat yang banyak.

Tabel 4.3. Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah obat

Jumlah Interaksi

Jumlah Obat Total

dua tiga em

p at lim a en am tuj uh d el ap an se m b ila se pul uh se be las dua be las ti ga b e las

0 24 15 6 5 4 3 0 0 0 0 0 0 57 1 6 7 15 17 5 4 4 1 0 1 0 0 60 2 0 3 6 16 31 6 1 3 0 1 0 0 69 3 0 1 5 1 2 4 3 0 2 1 0 0 18 4 0 0 2 1 0 3 1 0 1 0 0 0 7 5 0 0 0 1 0 2 0 1 0 1 0 0 5 6 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 3 7 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 9 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 3 10 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 11 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 2 13 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1

Total 30 26 34 41 43 24 12 8 3 7 2 2 232


(54)

Berdasarkan hasil penelitian, potensi kejadian interaksi obat dengan usia pasien menunjukkan kejadian interaksi obat banyak ditemukan pada pasien yang berusia 2–11 tahun, sedangkan menurut banyaknya jumlah interaksi yang berpotensi terjadi, pada usia 12-17 tahun, diantara 61 pasien pasien ditemukan jumlah kejadian interaksi terbanyak yaitu 15 kali pada 2 orang pasien. Pada usia 2-11 tahun, ditemukan jumlah interaksi terbanyak sebesar 13 pada 2 orang pasien. Pada usia 29 hari- 23 bulan, ditemukan jumlah interaksi terbanyak sebesar 16 pada 1 orang pasien. Pada usia 0-28 hari, jumlah interaksi yang terbanyak yaitu 2 pada 1 orang pasien. Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan usia pasien dapat ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan usia pasien

Jumlah kejadian interaksi

obat

Usia Pasien

Total 0-28 hari

29 hari- 23

bulan 2-11 tahun

12-17 tahun

0 0 9 35 13 57

1 16 4 23 17 60

2 1 3 45 20 69

3 0 2 12 4 18

4 0 2 3 2 7

5 0 2 3 0 5

6 0 0 2 1 3

7 0 0 1 0 1

9 0 1 1 1 3

10 0 1 1 0 2

11 0 0 1 1 2

13 0 0 2 0 2

15 0 0 0 2 2

16 0 1 0 0 1

Total 17 25 129 61 232


(55)

Berdasarkan hasil penelitian, potensi kejadian interaksi obat dengan jenis kelamin, menunjukkan laki-laki lebih banyak ditemukan potensi kejadian interaksi obat dibanding perempuan, sedangkan berdasarkan jumlah interaksi obatnya yang paling banyak ditemukan adalah pada pasien berjenis kelamin perempuan sebesar 16 kali interaksi yaitu pada 1 orang pasien dan jenis kelamin laki-laki, jumlah interaksi terbanyak sebesar 13 kali pada 2 orang pasien. Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jenis kelamin

Jumlah Interaksi Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

0 27 30 57

1 33 27 60

2 38 31 69

3 8 10 18

4 3 4 7

5 2 3 5

6 2 1 3

7 1 0 1

9 1 2 3

10 1 1 2

11 0 2 2

13 2 0 2

15 0 2 2

16 0 1 1

Total 118 114 232

4.3.4 Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah diagnosis

Berdasarkan hasil penelitian, gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah diagnosis, potensi kejadian interaksi obat banyak ditemukan pada pasien yang menerima 2 diagnosis. Sedangkan berdasarkan jumlah kejadian interaksi yang paling besar ditemukan pada pasien dengan 6 dan 7 diagnosis yaitu dari 3 pasien, ketiga-tiganya (100%) berpotensi terjadi interaksi. Merujuk pada jumlah


(56)

interaksinya pada Tabel 4.6, pasien dengan 6 diagnosis akan berpotensi mengalami interaksi obat sampai 9 kali, dan jumlah interaksi sampai 10 kali ditemukan pada pasien dengan 7 diagnosis. Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah diagnosis dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Gambaran kejadian interaksi obat dengan jumlah diagnosis

4.4. Gambaran Interaksi Obat-obat Pasien Rawat Inap Pediatrik

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh persentase kejadian interaksi obat pada kasus pasien rawat inap Pediatrik Jamkesmas sebanyak 75,43% (175 dari 232 rekam medik). Ditemuka n 521 kejadian interaksi obat, yang terdiri dari 140 jenis obat (Tabel 4.7, Tabel 4.8 dan Tabel 4.9), yang dibagi dalam 3 kelompok menurut mekanisme interaksi dan tingkat keparahan. Mekanisme interaksi terdiri dari mekanisme farmakokinetika dengan persentase sebanyak 24,76%; farmakodinamika sebanyak 3,45%; dan unknown sebanyak 71,78% (Tabel 4.10). Tingkat keparahan interaksi obat pada pasien rawat inap antara lain minor

Jumlah interaksi

Jumlah diagnosis

Total satu dua tiga empat lima enam tujuh

0 21 20 9 6 1 0 0 57

1 20 15 11 6 7 1 0 60

2 9 15 27 12 5 1 0 69

3 5 4 4 4 0 0 1 18

4 0 4 1 0 1 0 1 7

5 0 2 0 1 2 0 0 5

6 1 2 0 0 0 0 0 3

7 0 0 0 0 1 0 0 1

9 0 0 0 1 1 1 0 3

10 1 0 0 0 0 0 1 2

11 0 1 1 0 0 0 0 2

13 0 2 0 0 0 0 0 2

15 0 2 0 0 0 0 0 2

16 0 0 0 0 1 0 0 1


(57)

24,76%, moderat 66,41%, mayor sebanyak 8,83% (Tabel 4.11). Ada pun jenis obat yang berinteraksi ditunjukkan pada Tabel 4.7, Tabel 4.8, Tabel 4.9 dan penjelasannya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 4.7 Jenis Obat yang Berpotensi Berinteraksi Kategori Minor

No . Obat Berinteraksi Jenis Interaks i Jumlah Kejadia n Keteran gan

1. ampisillin ↔ eritromicin Unknown 1 Hal. 64 2. aspirin ↔ spironolakton FK 3 Hal. 64 3. deksamethason ↔ natrium bikarbonat FK 1 Hal.65 4. deksamethason ↔ vitamin E Unknown 43 Hal. 65 5. digoksin ↔ albuterol Unknown 1 Hal.66 6. digoksin ↔ spironolakton FK 7 Hal.66 7. doksorubisin ↔ vinkristin FK 2 Hal.67 8. eritomicin ↔ natrium bikarbonat FK 1 Hal.67 9. etoposid ↔ vinkrisatin Unknown 1 Hal.68 10. fenitoin ↔ aspirin Unknown 2 Hal.68 11. furosemida ↔ aspirin Unknown 2 Hal.69 12. furosemida ↔ fenitoin FK 5 Hal.69

13. ibuprofen ↔ fenitoin FK 1 Hal.70

14. isoniazid ↔ deksametason FK 1 Hal.70 15. isoniazid ↔ phenobarbital FK 1 Hal.71 16. isoniazid ↔ prednison Unknown 4 Hal.71 17. kaptopril ↔ natrium bikarbonat FK 2 Hal.72 18. kaptopril ↔ nifedipin Unknown 3 Hal.72 19. kotrimoksazol ↔ doksorubisin Unknown 1 Hal.73 20. kotrimoksazol ↔ ondansetron Unknown 5 Hal.73 21. metil prednisolon ↔ vitamin E Unknown 1 Hal.74 22. metil prednisolon ↔ zink sulfat Unknown 1 Hal.74 23. prednison ↔ albuterol Unknown 1 Hal.75 24. prednison ↔ natrium bikarbonat Unknown 5 Hal.75 25. prednison ↔ vitamin E Unknown 1 Hal.76 26. prednison ↔ zink sulfat Unknown 2 Hal.76

Tabel 4.7 (Lanjutan)

27. ranitidin ↔ antasida FK 1 Hal.77


(58)

29. ranitidin ↔ natrium bikarbonat FK 2 Hal.78

30. ranitidin ↔ nifedipin FK 2 Hal.78

31. ranitidin ↔ parasetamol Unknown 10 Hal.79 32. ranitidin ↔ sianokobalamin FK 1 Hal.79

33. rifampin ↔ parasetamol FK 1 Hal.80

34. rifampin ↔ phenobarbital FK 1 Hal.80 35. seftriakson ↔ fenitoin FD 11 Hal.81 36. siklofosfamid ↔ ondansetron FK 1 Hal.81 Rujukan; Tatro, 2009; Stockley, 2008; Drugs.com, 2013.

Keterangan :

FK : Farmakokinetika FD : Farmakodinamika

Tabel 4.8 Jenis Obat yang Berpotensi Berinteraksi Kategori Moderat

No.

Obat Jenis Jumlah

Keterangan Berinteraksi Interaksi Kejadia

n

1. amikasin ↔ vankomycin Unknown 1 Hal. 82 2. ampisilin ↔ amikasin Unknown 1 Hal. 82 3. ampisilin ↔ gentamisin Unknown 4 Hal. 83 4. ampisilin ↔ kloramfenikol Unknown 8 Hal. 83 5. antasida ↔ multivitamin dengan Fe FK 1 Hal. 84 6. asam mefenamat ↔ prednison Unknown 1 Hal. 84 7. aspirin ↔ natrium bikarbonat FK 1 Hal. 85

8. aspirin ↔ prednison FK 3 Hal. 85

9. deksamethason ↔ phenobarbital FK 1 Hal.86 10. deksamethason ↔ spironolakton Unknown 2 Hal.86 11. deksamethason ↔ vinkristin FK 5 Hal.87 12. digoksin ↔ dobutamin Unknown 1 Hal.87 13. digoksin ↔ prednison Unknown 1 Hal.88 14. eritomicin ↔ deksametason FK 2 Hal.88 15. eritomicin ↔ prednison FK 1 Hal. 89 16. ethambutol ↔ isoniazid Unknown 5 Hal. 89

17. fenitoin ↔ albendazol FK 1 Hal. 90

18. fenitoin ↔ asam folat FK 1 Hal. 90

19. fenitoin ↔ calcitriol FK 2 Hal. 91

Tabel 4.8 (Lanjutan)

20. fenitoin ↔ cholecalciferol FK 1 Hal. 91 21. fenitoin ↔ deksamethason FK 8 Hal. 92


(59)

22. fenitoin ↔ ergocalciferol FK 2 Hal. 92 23. fenitoin ↔ natrium bikarbonat Unknown 2 Hal. 93 24. fenitoin ↔ ondansetron FK 1 Hal. 93 25. fenitoin ↔ phenobarbital FK 2 Hal. 94 26. fenitoin ↔ piridoksin Unknown 4 Hal. 94

27. fenitoin ↔ prednison FK 6 Hal. 95

28. furosemida ↔ albuterol Unknown 2 Hal. 95 29. furosemida ↔ asam mefenamat Unknown 1 Hal.96 30. furosemida ↔ deksametason Unknown 60 Hal.96

31. furosemida ↔ digoksin FD 7 Hal.97

32. furosemida ↔ HCT Unknown 2 Hal.97

33. furosemida ↔ ketorolac Unknown 1 Hal.98 34. furosemida ↔ metil prednisolon Unknown 3 Hal.98 35. furosemida ↔ omeprazol Unknown 2 Hal. 99 36. furosemida ↔ phenobarbital Unknown 1 Hal. 99 37. furosemida ↔ prednison Unknown 12 Hal. 100 38. gentamisin ↔ seftriakson Unknown 1 Hal. 100 39. haloperidol ↔ fenitoin FK 1 Hal. 101 40. haloperidol ↔ phenobarbital FK 1 Hal. 101 41. HCT ↔ metil prednisolon Unknown 1 Hal.102

42. HCT ↔ prednison Unknown 1 Hal. 102

43. isoniazid ↔ fenitoin FK 4 Hal. 103

44. kaptopril ↔ aspirin Unknown 1 Hal. 103

45. kaptopril ↔ digoksin FK 2 Hal. 104

46. kaptopril ↔ furosemida Unknown 14 Hal. 104

47. kaptopril ↔ HCT Unknown 1 Hal. 105

48. kaptopril ↔ losartan Unknown 6 Hal. 105 49. kaptopril ↔ metil prednisolon Unknown 6 Hal.106 50. kaptopril ↔ prednison Unknown 11 Hal. 106 51. karboplatin ↔ etoposid Unknown 2 Hal. 107 52. karboplatin ↔ vinkristin Unknown 1 Hal. 107 53. ketorolac ↔ prednison Unknown 1 Hal. 108 54. ketorolac ↔ spironolakton Unknown 1 Hal. 108 55. kloramfenikol ↔ fenitoin FK 1 Hal. 109 56. kloramfenikol ↔ metronidazol Unknown 3 Hal. 109

Tabel 4.8 (Lanjutan)

57. kloramfenikol ↔ seftriakson Unknown 1 Hal. 110 58. kodein ↔ furosemida Unknown 2 Hal. 110


(1)

Lampiran 11. Contoh Data Pengobatan Pasien dengan tiga diagnosis

NO RM:00.49.77.66 NAMA: S BY JENIS KELAMIN LK UMUR

0 TH 0 BL 20 HR

DIAGNOSIS

3

CEK

Penatalaksanaan Sediaan Tanggal/Jam

05-Jan Rute Bentuk Kekuatan

IVFD D5% NaCl 0.9% Injeksi i.v Larutan 15 gtt/i √ Seftazidim Injeksi i.v Larutan 125 mg/8 jam √ Gentamisin Injeksi i.v Larutan 12 mg/12 jam √

Diagnosis utama : Gagal sistem organ multiple

Diagnosis sekunder : Sepsis

Atresia ani


(2)

Lampiran 12. Contoh Data Pengobatan Pasien dengan empat diagnosis

NO.RM:00.43.91.87 NAMA

Rute Bentuk Kekuatan

IVFD RL

Injeksi i.v Larutan 30 gtt/i

Ceftriaxon

Injeksi i.v Larutan 550mg/12j/iv

Ketorolac

Injeksi i.v Larutan 15mg/12j/iv

Ranitidin Inj.

Injeksi i.v Larutan 25mg/12j/iv

IVFD D5% NaCl 0,45%

Injeksi i.v Larutan 30 gtt/i micro

√ √

√ √

Cotrimoksazole

Per oral

Tablet

2 x 2 tab

√ √

Dexamethasone

Per oral

Tablet

3 x 2 tab

√ √

Ondansentron (kp)

Inj.Ranitidin

Injeksi i.v Larutan 5mg/8j/iv

Diagnosis utama : Neuroblastoma

Diagnosis sekunder : Anemia normokrom normositer

Trombositopenia

Leukopenia

WPS

Tanggal/Jam

9 TH 5 BL 8 HR

DIAGNOSIS

4

JENIS KELAMIN PR UMUR

Penatalaksanaan Sediaan 15.

24-Apr

25-Apr

00

15.


(3)

Lampiran 13. Contoh Data Pengobatan Pasien dengan lima diagnosis

NO RM: 00.51.80.37

Rute Bentuk Kekuatan

IVFD D5% NaCl 0.9% Injeksi i.v Larutan 60 gtt/i mikro √ √ √ √ √ √ √ √ √

Oksigen Intranasal Gas 1l/i √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Sefotaksim Injeksi i.v Larutan 1 gr/8 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Ampisilin Injeksi i.v Larutan 1 gr/6 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Fenitoin Injeksi i.v Larutan 50 mg/12 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Ibuprofen Peroral Tablet 3x200 mg √ √ √ √ √ √ √

Diet MB + Protein √ √ √ √ √

IVFD Manitol Injeksi i.v Larutan 80 cc/6 jam √ √ √ √ √ √

Deksametason Injeksi i.v Larutan 4 mg/ 6 jam √ √ √ √ √ √

Manitol 20% Injeksi i.v Larutan 80 mg/ injeksi √

Diagnosis utama : Enchepalitis Herpes Simplex Diagnosis sekunder : Leukositosis

Bronkopnemonia

TB Paru

Komplikasi : Gagal sistem organ multiple

Penatalaksanaan 07,

00

15,

00 NT

06,

00

15,

00 NT

11-Jun 12-Jun 13-Jun

07,

00

15,

00

NAMA: MY JENIS KELAMIN PR UMUR

Sediaan 09-Jun 10-Jun

10,

30

15,

00

06,

00

CEK

14-Jun Tanggal/Jam

8 TH 7 BL 8 HR

DIAGNOSIS

5

07,


(4)

NO RM: 00.51.80.37

Rute Bentuk Kekuatan

IVFD D5% NaCl 0.9% Injeksi i.v Larutan 60 gtt/i mikro √ √ √

Oksigen Intranasal Gas 1l/i √ √ √ √

Sefotaksim Injeksi i.v Larutan 1 gr/8 jam √ √ √ √ Ampisilin Injeksi i.v Larutan 1 gr/6 jam √ √ √ √ Fenitoin Injeksi i.v Larutan 50 mg/12 jam √ √ √ √ Ibuprofen Peroral Tablet 3x200 mg √

Diet MB + Protein √

IVFD Manitol Injeksi i.v Larutan 80 cc/6 jam √ √ Deksametason Injeksi i.v Larutan 4 mg/ 6 jam √ √ Manitol 20% Injeksi i.v Larutan 80 mg/ injeksi √

Dopamin Injeksi i.v Larutan 2 cc/jam √

NAMA: MY JENIS KELAMIN PR UMUR

8 TH 7 BL 8 HR

DIAGNOSIS

5

CEK

Penatalaksanaan Sediaan

Tanggal/Jam 15-Jun 16-Jun

07,

00 NT

07,

00

09,


(5)

Lampiran 14. Contoh Data Pengobatan Pasien dengan enam diagnosis

NO RM:00.49.16.15

Rute Bentuk Kekuatan

Kotrimoksazol Sirup Per oral Larutan 2xcth I √ √ √ √ √ √ √ Multivitamin tanpa Fe Sirup Per oral Larutan 1xcth I √ √

Vitamin A Per oral Tablet 1x200 rbu IU √ √ √ √ √ √ √

Zink Per oral Tablet 1x20 mg √ √ √ √ √ √ √

Diet F75

90 cc/2 jam √ √ √ √

IVFD RL Injeksi i.v Larutan 2gtt/i mikro √ √

Ranitidin Injeksi i.v Larutan 10 mg/8 jam √ √ √ √ √

Becefort Sirup

Per oral Larutan 1xcth I √ √

Ondasentron Injeksi i.v Larutan 2 mg/8 jam √ √ √ √ √

Diagnosis utama :

Wilmtumor

Diagnosis sekunder :

Gastroenteritis tanpa dehidrasi

Gizi buruk tipe marasmus

Anemia

Trombositopenia

Hiponatremi

CEK

Tanggal/Jam

2 TH

2BL

3 HR

DIAGNOSIS

6

JENIS KELAMIN LK UMUR

Penatalaksanaan 15,

00

28-Jun

29-Jun

0

7

,0

0

15,

00

NAMA: AH

0

7

,0

0

Sediaan

26-Jun

27-Jun

07,

00

07,

00

14,


(6)

Lampiran 15. Contoh Data Pengobatan Pasien dengan tujuh diagnosis

NO RM: 00.45.03.33 NAMA: EL BY

Rute Bentuk Kekuatan

Fenitoin Injeksi i.v Larutan 25 mg/12 jam √ √ √ Manitol Injeksi i.v Larutan 6.45 mg/8 jam √ √ √ Ampisilin Injeksi i.v Larutan 220 mg/6 jam √ √ √ Sefotaksim Injeksi i.v Larutan 100 mg/12 jam √

Oksigen Inhalasi Gas 3 l/i √ √

IVFD D5% NaCl 0.9% Injeksi i.v Larutan 10 gtt/i mikro √ √ Kloramfenikol Injeksi i.v Larutan 250 mg/12 jam √ √ Ranitidin Injeksi i.v Larutan 8.5 mg/8 jam √ √

Diet SV 840 kkal √ √

Diagnosis utama :

Encefalitis

Diagnosis sekunder :

Meningitis

Meningoencepalitis

Bronkopneumonia

Sepsis

Moderate malnutrisi

Anemia normokrom normositer

CEK

Tanggal/Jam

2 TH 2 BL 30 HR

DIAGNOSIS

7

JENIS KELAMIN PR UMUR

Penatalaksanaan Sediaan

0

30-Mar

3

,3

0

0

6

,3

0

1

5

,0