Proses Non Komunikasi Antarpribadi ke Komunikasi Antarpribadi

Ayah bagi D adalah ayah yang baik, tegas, demokratis, bijaksana, tidak banyak bicara tapi jika ada yang cerita ayah pasti menanggapinya. Diam bila sedang marah, suka bingung dalam mengerjakan sesuatu bila sedih, banyak bicara bila sedang senang. Bagi D ibu adalah ibu yang sangat penyayang, bisa mengerti perasaan anak, bisa jadi teman, mudah bergaul supel, masakannya enak, banyak bicara cerewet, ngomel jika marah, diam jika sedih dan senang bercerita jika sedang senang. D bagi orang tuanya adalah anak yang ceria, terbuka, suka cerita, banyak bicara dan banyak tanya, pekerja keras tapi agak pemalas. Senang sekali diam di kamar dan menangis bila sedang sedih, banyak bicara ngomel-ngomel bila sedang marah, dan senang sekali bercerita bila sedang senang. Keluarga ini mempunyai komunikasi yang sangat terbuka terhadap anggota keluarganya. Baik ayah, ibu dan anak selalu bercerita tentang kejadian-kejadian yang didapatkan selama di tempat bekerja ataupun di kampus sesampainya di rumah. Jadi tidak ada yang ditutupi di antara mereka. Ayah mengetahui sikap dan sifat D ketika sedih maupun senang, yang disukai maupun tidak, begitu juga ibu. D juga mengetahui apa yang harus dilakukan jika orang tua ibu dan ayah sedih dan senang, apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh kedua orang tuanya.

B. Proses Non Komunikasi Antarpribadi ke Komunikasi Antarpribadi

Keluarga Setiap pelaku komunikasi yang sudah saling mengenal akan mengatakan bahwa komunikasi yang ia lakukan adalah komunikasi antarpribadi. Padahal tidak semua bentuk komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang berdekatan dapat dikatakan komunikasi antarpribadi jika masing-masing individu tidak mengenal data psikologis lawan bicaranya. Begitu juga dalam sebuah keluarga, walaupun dapat dikatakan bahwa sebuah keluarga sudah saling mengenal diri setiap anggota keluarganya, tetapi belum tentu masing-masing individu mengenal data psikologis seluruh anggota keluarga. Untuk mengetahui proses komunikasi yang terjadi dalam 4 keluarga, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada masing-masing keluarga, pertanyaannya antara lain: apakah anda berkomunikasi dengan keluarga anda? Berapa kali anda berkomunikasi dengan keluarga anda? Kapan dan dimana tempat anda berkomunikasi dengan keluarga anda? Hal-hal apa saja yang dibicarakan? Siapakah yang paling aktif berbicara dalam keluarga? Apakah anda dekat dengan anggota keluarga anda?. Dan hasil lapangan dari masing-masing keluarga adalah sebagai berikut: 1. Keluarga pertama Keluarga A merupakan keluarga merupakan keluarga yang termasuk dalam keluarga yang berekonomi tingkat atas elit. Menurut ayah A, mereka selalu membicarakan tentang segala hal, dari yang bersifat umum seperti kegiatan akademik kampus dan pekerjaan sampai yang bersifat pribadi seperti bercerita tentang teman ataupun masalah yang sedang dihadapi di ruang keluarga sambil menonton TV bersama dengan alasan “karena semua orang di keluarga ini senang cerita.” Ibu A berpendapat yang sama dengan ayahnya, yang berbeda adalah A tidak pernah curhat tentang masalah teman- temannya. Karena A lebih suka cerita dengan kakak perempuan yang tidur satu kamar dengan A, jadi ibu A tidak pernah tahu kalau A sedang punya masalah atau tidak. Tidak menurut A, ayah dan ibunya tidak pernah membicarakan masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga begitu juga dengan A yang tidak pernah menceritakan hal-hal pribadinya seperti masalah dengan temannya dengan alasan “takut dimarahi kalau cerita tentang teman.” Dari hasil di lapangan proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi yang terjadi di keluarga 1 dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1 Proses Keintiman Keluarga A 1 2 4 3 1. Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi 2. Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif 3. Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif 4. Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil tetap Jika dilihat panah tebal pada gambar 1 di atas dapat dikatakan bahwa proses komunikasi keluarga 1 adalah komunikasi non antarpribadi karena baru masuk dalam tahap menuju pertukaran afektif. Hal ini disebabkan karena antara orang tua, baik ayah-anak maupun ibu-anak masing-masing tidak banyak mengetahui tentang apa yang terjadi dalam diri anggota keluarganya. Proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi terjadi karena masing- masing individu menggunakan model komunikasi. Dalam keluarga A model komunikasi yang dipakai adalah agresif-pasif. Karena A lebih banyak berkomunikasi kepada orang tuanya dibandingkan orang tuanya kepada A. Dan model komunikasi yang dipakai keluarga A dapat dilihat pada grafik di bawh ini: Grafik 1 Model Komunikasi Keluarga A + X orang tua pasif-agresif Tipe IV Tipe I luwes - +Y anak pasif-pasif Tipe III Tipe II agresif-pasif - Pada grafik 1 menunjukkan bahwa hubungan A dengan orang tuanya mengalami de-eskalasi atau penurunan karena beberapa faktor yaitu intensitas pertemuan yang kurang, komunikasi yang tidak mendalam antara A dan orang tua. A lebih banyak bicara dibanding kedua orang tuanya, karena A ingin orang tuanya tahu apa yang A harapkan. 2. Keluarga kedua Keluarga B adalah keluarga yang termasuk dalam keluarga berekonomi menengah. Keluarga kedua ini termasuk keluarga yang dapat dikatakan agak sibuk. Karena masing-masing individu dalam keluarga ini mempunyai rutinitas setiap harinya, jadi untuk bisa berkumpul dengan keluarga hanya dapat dilakukan pada malam hari saja saat menonton TV bersama. Maka dari itu intensitas bertemu dengan anggota keluarga termasuk B menjadi berkurang. Apalagi jika dilihat dari kesibukan B dalam kegiatan kampus, membuat B jarang sekali pulang ke rumah dan sikap ayah yang cenderung pendiam membuat B jarang berkomunikasi dengan ayahnya. B lebih sering berkomunikasi dengan ibu, dari kegiatan kampus, tentang nilai akademik atau kadang membicarakan masalah yang sedang dihadapi oleh B ataupun tempat yang akan dikunjungi oleh B tapi tidak untuk menceritakan tentang teman dekat dengan alasan “kayaknya belum tepat aja waktunya untuk ngomong. Udah gitu takut ah” begitu juga sebaliknya, jika orang tua B khusunya ibu selalu menceritakan apa yang ia rasakan, dari masalah sehari-hari sampai masalah yang sedang dihadapi keluarga. Hasil dari lapangan tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini: Gambar 2 Proses Keintiman Keluarga B 1 2 4 3 1. Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi 2. Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif 3. Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif 4. Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil tetap Dapat dilihat dari panah tebal pada gambar 2 di atas dapat dikatakan bahwa proses komunikasi dalam keluarga 2 ini sudah memasuki lingkaran ketiga, yaitu tahap pertukaran afektif. Ini dapat dilihat dari semua hal yang diceritakan oleh B kepada orang tua B khususnya ibu dan begitu juga sebaliknya orang tua kepada B. Jadi baik maupun orang tua masing-masing saling mengetahui apa yang terjadi pada masing-masing anggota keluarga. Model komunikasi yang dugunakan pada keluarga B adalah agresif-pasif. Orang tua lebih banyak berkomunikasi dengan B daripada B yang jarang berkomunikasi dengan orang tuanya, maka gambar model komunikasi keluarga B dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 2 Model Komunikasi Keluarga B + X orang tua pasif-agresif Tipe IV Tipe I luwes - +Y anak pasif-pasif Tipe III Tipe II agresif-pasif - Dapat dilihat pada tulisan tipe IV yang ditebalkan dalam grafik 2 menunjukkan bahwa hubungan antara B dengan orang tuanya mengalami penurunan karena beberapa faktor, antara lain: intensitas pertemuan yang kurang, B yang tidak mau terbuka tentang segala hal termasuk tentang teman dekat. Yang lebih banyak berbicara adalah orang tua dibandingkan B. 3. Keluarga ketiga Keluarga C merupakan keluarga yang termasuk dalam keluarga berekonomi rendah miskin. Ibu C berpendapat bahwa ia dan C jarang sekali berkomunikasi, karena intensitas bertemu yang sangat kurang dan perubahan pada diri C yang tidak mau berbagi cerita dengan ibunya sejak C kuliah di Lombok dan mempunyai teman dekat, seperti ada jarak antara ibu dan C. Hal yang sering dibicarakan oleh ibu dan C hanya sebatas tentang tugas rumah sehari-hari. Begitu juga dengan C yang berpendapat bahwa karena banyaknya tuntutan dari ibu yang membuat C tidak mau berbagi cerita dengan ibunya. Apalagi sejak ayah dan ibu C bercerai, baik C maupun ibu masing-masing saling menutupi diri dengan alasan “daripada bertengkar dengan anak lebih baik diam.” Dengan panjabaran hasil dari penelitian di lapangan proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi yang terjadi di keluarga 2 dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3 Proses Keintiman Keluarga C 1 2 4 3 1. Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi 2. Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif 3. Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif 4. Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil tetap Dari panah tebal yang terdapat pada gambar 3 di atas dapat dikatakan bahwa proses komunikasi keluarga 2 adalah komunikasi non antar pribadi karena baru mencapai tahap orientasi. Hal ini disebabkan karena baik ibu maupun C sebagai anak tidak mau terbuka tentang diri masing-masing dan salah satu diantara mereka baik B maupun ibu membuat ada dalam hubungan antara ibu dan anak. Proses keintiman yang terjadi pada keluarga C disebabkan juga oleh model komunikasi yang digunakan, yaitu pasif-pasif. Baik orang tua maupun B tidak ada keterbukaan di antara kedua belah pihak, proses itu dapat dilihat dari grafik di bawah ini: Grafik 3 Model Komunikasi Keluarga C + X orang tua pasif-agresif Tipe IV Tipe I luwes - +Y anak pasif-pasif Tipe III Tipe II agresif-pasif - Dari grafik 3 dapat dilihat bahwa hubungan antara C dengan orang tuanya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: kurangnya intensitas pertemuan, tidak adanya keterbukaan antara C dengan orang tuanya karena takut akan melukai perasaan lawan bicara. Jadi baik C maupun orang tuanya saling menutupi diri, dan tidak ada yang mau memulai untuk membuka pembicaraan. 4. Keluarga keempat Keluarga D merupakan keluarga yang termasuk dalam keluarga yang berekonomi menengah. Di keluarga keempat ini walaupun masing-masing individu dapat dikatakan cukup sibuk tetapi baik ayah, ibu maupun D selalu mempunyai waktu untuk berbagi cerita tentang kegiatan masing-masing di luar setiap sesampainya di rumah. Sambil memasak, sehabis sholat, di meja makan sambil menikmati makanan ataupun sambil menonton TV bersama mereka sempatkan untuk bercerita. Begitu juga jika salah satu anggota keluarga ada di luar rumah ayah, ibu maupun D selalu berbagi cerita lewat telepon jika terjadi atau mendapatkan kejadian yang baru. Semua anggota keluarga 4 ini senang sekali bercerita, mulai masalah kegiatan akademik sampai tentang teman dekat. Dari hasil penelitian di lapangan peneliti proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi yang terjadi di keluarga 4 dapat digambarkan ini sebagai berikut: Gambar 4 Proses Keintiman Keluarga D 1 2 4 3 1. Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi 2. Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif 3. Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif 4. Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil tetap Gambar panah tebal pada gambar 4 di atas yang memasuki lingkaran keempat yaitu tahapan stabil, menyatakan bahwa proses komunikasi yang terjadi dalam keluarga 4 ini merupakan proses komunikasi yang transaksional dan dapat disebut menjadi proses komunikasi antar pribadi. Hal ini dapat dilihat dari hasil lapangan yang telah disebutkan di atas bahwa baik ayah, ibu dan D masing- masing individu selalu menceritakan apa terjadi di luar rumah sesampainya mereka di rumah. Dan masing-masing anggota keluarga mengetahui apa sedang terjadi dalam diri anggota keluarga lainnya. Model komunikasi yang digunakan oleh keluarga D adalah luwes. Jadi kedua belah pihak baik orang tua maupun D dapat mengutarakan pendapatnya tanpa ada yang ditutupi. Dan model komunikasi tersebut dapat di lihat pada grafik di bawah ini: Grafik 4 Model Komunikasi Keluarga D + X orang tua pasif-agresif Tipe IV Tipe I luwes - +Y anak pasif-pasif Tipe III Tipe II agresif-pasif - Pada grafik 8 menunjukkan bahwa hubungan orang tua dan D sebagai anak dikarenakan beberapa faktor, yaitu: intensitas komunikasi yang sering dan komunikasi dengan baik menyebabkan kedua belah pihak saling terbuka tentang segala hal.

C. Pola Kontrol Komunikasi PKK dan Manajemen Konflik Keluarga