13
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya masyarakat mengukur keberhasilan suatu perusahaan berdasarkan kinerja perusahaan tersebut. Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui
laporan keuangan yang disajikan secara teratur setiap periode Juliana dan Sulardi, 2003.  Brigham dan Enhardt 2003 menyatakan bahwa “informasi akuntasi
mengenai  kegiatan operasi perusahaan dan posisi keuangan perusahaan dapat diperoleh dari  laporan keuangan”.  Informasi akuntansi dalam laporan keuangan
sangat penting  bagi para pelaku bisnis seperti investor dalam pengambilan keputusan. Karena para investor akan menanamkan modalnya pada perusahaan
yang memberikan return yang tinggi. Agar bermanfaat informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan
pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi dikatakan relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka
dalam mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa yang akan datang, menegaskan atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.
Financian Accounting Standards Board –  FASB 1978, Statement Of Financial Accounting Concepts No.1,  menyatakan bahwa fokus utama laporan
keuangan adalah laba, jadi informasi laporan keuangan seharusnya mempunyai kemampuan untuk memprediksi laba dimasa depan. Laba sebagai suatu
pengukuran kinerja perusahaan merefleksikan terjadinya proses peningkatan atau
Universitas Sumatera Utara
14 penurunan modal dari berbagai sumber transaksi Takarini dan Ekawati,2003.
Laba perusahaan diharapkan akan mengalami kenaikan disetiap periode, sehingga dibutuhkan estimasi laba yang akan dicapai perusahaan untuk periode yang akan
datang.  Estimasi terhadap laba dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan.
Analisis laporan keuangan  yang dilakukan dapat berupa perhitungan dan interprestasi melalui rasio keuangan. Jika rasio keuangan dapat dijadikan sebagai
prediktor pertumbuhan laba di masa yang akan datang, temuan ini merupakan pengetahuan yang cukup berguna bagi para pemakai laporan keuangan yang
secara riil, maupun potensial yang berkepentingan dengan suatu perusahaan. Rasio keuangan yang dipakai memprediksi pertumbuhan laba dalam
penelitian ini adalah rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas. Rasio likuiditas diwakili oleh Working Capital to Total Assets, rasio solvabilitas
leverage  diwakili oleh Debt to Equity Ratio, rasio aktivitas diwakili  oleh  Total Assets Turnover, dan rasio profitabilitas diwakili oleh Net Profit  Margin  dan
Gross Profit Margin. Working Capital To Total Asset WCTA adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja  netto.  Semakin tinggi  WCTA  maka  semakin besar modal kerja  yang diperoleh perusahaan
dibanding total aktivanya. Dengan modal kerja yang  besar, maka kegiatan operasional perusahaan menjadi lancar sehingga pendapatan  yang diperoleh
meningkat dan ini mengakibatkan laba yang diperoleh meningkat Reksoprayitno, 1991.  Namun terdapat  ketidaksamaan diantara peneliti mengenai WCTA,
Universitas Sumatera Utara
15 penelitian  yang dilakukan Takarini dan Ekawati 2003menunjukkan  rasio
likuiditas  berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba satu tahun mendatang. Namun  penelitian yang dilakukan Mahfoedz 1994 dan Suwarno 2004
menunjukkan  bahwa WCTA tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba untuk satu tahun mendatang.
Debt to Equity Ratio  DER adalah salah satu rasio solvabilitas  yang digunakan untuk mengukur modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk
keseluruhan kewajiban atau hutang.  Semakin  tinggi DER menunjukkan semakin tinggi penggunaan hutang sebagai sumber  pendanaan perusahaan. Hal ini dapat
menimbulkan resiko yang cukup besar bagi  perusahaan ketika perusahaan tidak mampu membayar kewajiban tersebut pada  saat jatuh tempo, sehingga akan
mengganggu kontinuitas operasi perusahaan.  Penelitian Indarti 2000 menunjukkan bahwa DER berpengaruh negatif  terhadap pertumbuhan laba.
Sedangkan penelitian Dwi Raharja dan Kusumaning 2004 menunjukkan bahwa DER tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Selain itu, perusahaan akan dihadapkan pada biaya bunga yang tinggi sehingga  dapat menurunkan laba perusahaan.  Total Assets Turnover  TAT
berfungsi untuk  mengukur kemampuan perusahaan menggunakan total aktivanya dalam  menghasilkan penjualan bersih Ang, 1997. TAT mencerminkan efisiensi
manajemen investasi dalam setiap pos aktiva. Semakin besar TAT maka semakin efisien penggunaan seluruh aktiva perusahaan untuk menunjang kegiatan
penjualan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan semakin baik sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan.  Penelitian Ou 1990 dan Asyik dan
Universitas Sumatera Utara
16 Soelistyo 2000 menunjukkan bahwa  TAT berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan laba. Namun berbeda dengan  penelitian yang  dilakukan Suwarno 2004, Takarini dan Ekawati 2003, Juliana dan Sulardi  2003 serta Meythi
2005  yang  menunjukkan bahwa TAT tidak berpengaruh  signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Net Profit Margin  NPM merupakan rasio yang  mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan pendapatan bersihnya terhadap  total penjualan bersih
yang dicapai perusahaan Riyanto, 1995. Semakin tinggi  NPM  maka  semakin meningkat laba bersih yang dicapai  perusahaan terhadap penjualan bersihnya.
Meningkatnya NPM akan meningkatkan daya tarik investor untuk
menginvestasikan modalnya, sehingga  laba perusahaan akan meningkat Reksoprayitno, 1991.  Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Asyik dan Soelistyo 2000 dan Suwarno 2004 yang  menunjukkan bahwa NPM berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan. Namun
berbeda dengan hasil penelitian Meythi 2005, Takarini dan Ekawati 2003 dan Juliana dan Sulardi 2003 menunjukkan bahwa NPM tidak  berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan. Gross Profit Margin  GPM adalah perbandingan antara laba kotor
penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dengan penjualan bersih. Data
gross profit margin ratio dari beberapa periode akan dapat memberikan informasi tentang kecenderungan GPM  yang diperoleh dan bila dibandingkan standar rasio
akan diketahui apakah margin yang diperoleh perusahaan sudah tinggi atau sebaliknya.
Didalam penelitian  Juliana  dan Sulardi 2003  menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
17 GPM berpengaruh positif  terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan.
Sedangkan penelitian Meythi 2005 dan Usman 2003 menunjukkan bahwa GPM tidak berpengaruh  signifikan terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke
depan. Berdasarkan bukti empiris yang menghubungkan antara rasio keuangan
WCTA, DER, TAT, NPM dan GPM terhadap pertumbuhan laba dan penelitian- penelitian terdahulu research gap masih menunjukkan hasil yang berbeda-beda,
maka penelitian  ini  dilakukan untuk menguji kembali  pengaruh rasio-rasio keuangan tersebut terhadap  pertumbuhan laba terutama pada industri textile  di
Bursa Efek  Indonesia BEI periode 2008 sampai dengan 2012. Pemilihan perusahaan  textile  di BEI dikarenakan industri textile  merupakan industri  yang
turut  berperan dalam membangun perekonomian Indonesia.  Selain itu industri textile  merupakan perusahaan yang berorientasi pada laba. Laba mempunyai
peranan yang sangat dominan dalam sebuah perusahaan untuk menentukan apakah perusahaan tersebut akan pailit atau dapat terus bertahan di dunia
perindustrian. Industri textile dan produk textile TPT  mulai tumbuh lamban serta terbatas
dan hanya mampu memenuhi pasar domestik di Indonesia pada tahun 1970-1985 dengan masuknya investasi hulu  spinning dan man-made fiber making  dengan
segmen pasar rendah-menengah. Tahun 1986-1997 TPT  Indonesia mulai tumbuh pesat dan terus meningkat. Pada periode ini Indonesia berhasil membuktikan
industri textile sebagai penghasil devisa negara sektor non-migas. Pada periode ini pakaian menjadi komoditi primadona. Tahun 1998-2002 merupakan periode
Universitas Sumatera Utara
18 paling sulit.  Pada tahun 1997 krisis moneter melanda negara-negara Asia Timur,
termasuk  Indonesia, mengakibatkan nilai tukar Rupiah terdepresiasi. Hal ini seharusnya membuat produk  Tekstil dan Produk Tekstil TPT  Indonesia lebih
kompetitif bagi konsumen luar negeri, karena harga TPT Indonesia menjadi lebih murah. Namun kenyataannya nilai ekspor TPT menurun hingga US 1,3 miliar
pada tahun  1997 CIC, 2001. Hal ini terus berlangsung hingga tahun 2002. Periode 2003-2006 merupakan periode outstanding rehabilitation, normalization,
dan expansion. Pada periode ini dilakukan upaya revitalisasi stagnant  yang disebabkan muliti-kendala, antara lain 1 sulitnya pembiayaan, dan 2 iklim
usaha yang tidak kondusif. Periode 2007 hingga sekarang dimulai restrukturisasi permesinan industri textile  Indonesia. Meskipun tingkat kinerja yang dihasilkan
tidak kostan, namun pada tahun 2011 pertumbuhan industri textile  mencapai 7,5. Tahun 2012, pertumbuhan industri textile  masih positif meskipun nilainya
lebih rendah dibandingkan tahun 2011. Asosiasi pertekstilan Indonesia API mencatat, hingga akhir tahun 2012 jumlah  unit usaha TPT di Indonesia
mengalami peningkatan sebesar 5, yang semula 2.886  unit  usaha  kini menjadi 2916  unit  usaha  hingga akhir febuari 2013. Meskipun demikian, industri textile
juga menghadapi  tantangan. Perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa negara telah memberikan tekanan terhadap pangsa pasar produk dalam negeri
Indonesia, meski  demikian  industri  textile  tidak dapat ditinggalkan Ade,2011. Hal ini menunjukkan industri textile  belum mampu mengelola modal dan SDM
secara baik untuk meningkatkan laba perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
19 Penelitian ini adalah penelitian replika yang dilakukan oleh Cahyaningrum
2012  “Analisis Manfaat Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba Studi Kasus: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2005 sampai dengan 2010”.  Hasil pengujian menunjukkan seluruh variabel independen dalam penelitian ini hanya menyumbang 33,5 dari
keseluruhan variabel independen. Artinya masih terdapat 66,5 variabel-variabel independen lain yang belum diketahui dan diteliti secara ilmiah mempengaruhi
pertumbuhan laba. Penelitian ini tidak dapat berlaku secara umum  karena hanya dapat digeneralisasi pada objek yang diteliti dan pada periode amatan, tidak pada
objek yang lain. Perbedaan penilitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek
penelitian dan tahun penelitian, serta penambahan variabel berupa gross profit margin. Penambahan variabel ini dikarenakan gross
profit margin menggambarkan efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya,
mengindikasikan kemampuan untuk berproduksi secara efisien. Dan penambahan variabel tersebut untuk memperkuat alasan pengaruh  rasio profitabilitas terhadap
pertumbuhan laba selain NPM. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “ANALISIS  RASIO KEUANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN LABA PADA INDUSTRI TEXTILE  YANG GO PUBLIC DI
BEI PERIODE 2008-2012”
Universitas Sumatera Utara
20
1.2 Rumusan Masalah