Menentukan Parameter Pada Model Arima (1,1,0) Box-Jenkins Menggunakan Estimasi Maksimum Likelihood.

(1)

MENENTUKAN PARAMETER PADA MODEL ARIMA (1,1,0) BOX-JENKINS MENGGUNAKAN ESTIMASI

MAKSIMUM LIKELIHOOD

S K R I P S I

CHRISTIANSEN W M S 090823015

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : MENENTUKAN PARAMETER PADA MODEL ARIMA (1,1,0) BOX-JENKINS MENGGUNAKAN ESTIMASI MAKSIMUM LIKELIHOOD

Kategori : SKRIPSI

Nama : CHRISTIANSEN W M S Nomor Induk Mahasiswa : 090823015

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Suwarno Ariswoyo, M. Si Drs. Marwan Harahap, M. Eng NIP. 1950 2103 1980 03 1001 NIP. 1946 12251974 03 1001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Tulus, M.Si


(3)

PERNYATAAN

MENENTUKAN PARAMETER PADA MODEL ARIMA (1,1,0) BOX-JENKINS MENGGUNAKAN ESTIMASI MAKSIMUM LIKELIHOOD

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2011

CHRISTIANSEN W M S 090823015


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang dengan limpah karunia-Nya skripsi ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Drs. Marwan Harahap, M.Eng dan Bapak Drs. Suwarno Ariswoyo selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan skripsi ini. Panduan ringkas dan padat dan professional telah diberikan kepada saya agar dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU Prof. Dr. tulus, M.Si dan Drs. Henri Rani Sitepu, M.Si., Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika Departemen Matematika FMIPA USU, semua dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU, pegawai di FMIPA USU dan rekan-rekan kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada Ayah dan Ibu serta semua sanak keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalasnya.


(5)

ABSTRAK

Runtun waktu adalah himpunan observasi berurutan dalam waktu. Runtun waktu dibedakan menjadi 2 yaitu runtun waktu stasioner dan runtun waktu non stasioner. Runtun waktu non stasioner yang telah distasionerkan dengan metode pembeda disebut proses ARIMA. Salah satu model ARIMA adalah ARIMA (1,1,0). Langkah selanjutnya setelah ditentukan model adalah mengestimasikan parameternya.Bentuk umum fungsi Likelihood dari model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins dapat dilakukan dengan asumsi kenormalan dan independensi di sesatan at, sehingga jika data observasi diketahui maka fungsi Likelihood untuk parameternya adalah:

L(φ,

σ

2a W)


(6)

ABSRACT

Time series is assemble observation regularly in time. Time series is different becomes 2 that is time series stationary and time series non stationary. Time series non stationary that has stationaried by difference method known as ARIMA process. One of a model ARIMA called the ARIMA (1,1,0). The next step after we can determined the model that is estimation the parameters. General shape of likelihood function from ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins model can be done asumtion normally and independent in at, so if the observation data has known then use the likelihood function for the parameter is:


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tinjauan Pustaka 3

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Kontribusi Penelitian 5

1.6 Metode Penelitian 6

BAB 2 LANDASAN TEORI 7

2.1 Konsep Dasar Analisis Runtun Waktu 7

2.1.1 Stasioner dan Non Stasioner serta Faktor Musiman 7

2.1.2 Fungsi Autokorelasi 9

2.1.3 Autokorelasi 10

2.1.4 Autokorelasi Parsial 11

2.1.5 Metode Box-Jenkins 12

2.2 Model Runtun Waktu 15

2.2.1 Model Runtun Waktu Stasioner 16

2.2.2. Model Runtun Waktu Non Stasioner 27

2.3 Tinjauan Distribusi Normal Multivariate 31

2.3.1 Fungsi Densitas Normal Multivariate Bersama 31

2.3.2 Fungsi Likelihood dan Estimasi Maksimum Likelihood 32

BAB 3 PEMBAHASAN 36

3.1.Inferensi Selisih Pertama Runtun Waktu 36

3.1.1 Menentukan Selisih Pertama Runtun Waktu 36

3.1.2 Fungsi Likelihood Model ARIMA (p,d,o) 41

3.1.3 Fungsi Likelihood Model ARIMA (1,1,0) 42

3.2 Estimasi Maksimum Likelihood pada Model ARIMA (1,1,0) 43

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 61

4.1 Kesimpulan 61

4.2 Saran 61


(8)

ABSTRAK

Runtun waktu adalah himpunan observasi berurutan dalam waktu. Runtun waktu dibedakan menjadi 2 yaitu runtun waktu stasioner dan runtun waktu non stasioner. Runtun waktu non stasioner yang telah distasionerkan dengan metode pembeda disebut proses ARIMA. Salah satu model ARIMA adalah ARIMA (1,1,0). Langkah selanjutnya setelah ditentukan model adalah mengestimasikan parameternya.Bentuk umum fungsi Likelihood dari model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins dapat dilakukan dengan asumsi kenormalan dan independensi di sesatan at, sehingga jika data observasi diketahui maka fungsi Likelihood untuk parameternya adalah:

L(φ,

σ

2a W)


(9)

ABSRACT

Time series is assemble observation regularly in time. Time series is different becomes 2 that is time series stationary and time series non stationary. Time series non stationary that has stationaried by difference method known as ARIMA process. One of a model ARIMA called the ARIMA (1,1,0). The next step after we can determined the model that is estimation the parameters. General shape of likelihood function from ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins model can be done asumtion normally and independent in at, so if the observation data has known then use the likelihood function for the parameter is:


(10)

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Suatu runtun waktu adalah himpunan observasi beraturan dalam waktu. Jika pengalaman yang lalu atau keadaan yang akan datang dapat diramalkan secara pasti maka runtun waktu itu dinamakan deterministik dan tidak memerlukan pen2 yelidikan lebih lanjut. Sebaliknya jika pengalaman yang lalu hanya bisa menunjukkan struktur probabilitas keadaan yang akan datang suatu runtun waktu maka runtun waktu semacam ini dinamakan stokastik (proses statistik).

Runtun waktu statistik dapat dipandang sebagai suatu realisasi dari proses statistik (stokastik). Biasanya tidak mungkin diperoleh realisasi yang lain suatu proses statistik, yaitu tidak dapat diulang kembali keadaan untuk memperoleh himpunan observasi serupa seperti yang telah dikumpulkan. Selanjutnya, misalkan Z1,Z2,…,Zn adalah observasi yang telah diidentifikasikan suatu model yang diperkirakan telah menghasilkan observasi itu. Dengan demikian Zt dapat dipandang sebagai suatu realisasi dari suatu variable random Zt yang mempunyai distribusi dengan fungsi densitas probabilitas (fdp) tertentu, misalnya p(Zt).

Setiap himpunan Zt., misalnya Zt,…,Zt+r mempunyai fdp bersama p(Zt1,…,Ztr), jika suatu proses statistic mempunyai fdp bersama p(Zt+n1,…,Zt+nm) yang independen dengan t, sebarang pilihan n1,n2,…,nm yang mempunyai struktur probabilistik tidak berubah dengan berubahnya waktu. Proses seperti ini dinamakan stasioner, jika tidak demikian maka proses itu dinamakan non stasioner.


(11)

Untuk proses Gaussian yang didefinisikan dengan sifat bahwa fkp yang berkaitan dengan sebarang himpunan waktu adalah normal multivariate, stasioneritasnya hanya memerlukan stasioneritas tingkat dua. Dengan demikian biasanya cukup puas dengan stasioneritas tingkat dua, yang dinamakan stasioneritas lemah dengan mengharapkan asumsi normalitas yang berlaku.

Runtun waktu yang stasioner pada umumnya jarang sekali dijumpai dalam praktek namun stasioneritas merupakan asumsi yang sangat bermanfaat dalam mengestimasi runtun waktu. Pada tahun 1970-an Box-Jenkins membahas tentang model runtun waktu klasik, termasuk didalamnya model autoregresif klasik. Dalam perkembangannya model autoregresi itu mempunyai dua macam yakni model autoregresif yang stasioner dan model autoregresif yang tidak stasioner (nonstasioner). Pada runtun waktu yang stasioner biasanya bisa langsung dilakukan estimasi terhadap parameter- parameter yang ada, tetapi untuk model runtun waktu yang tidak stasioner perlu dilakukan langkah untuk menjadikan runtun waktu itu stasioner dulu, kemudian mengestimasi parameter-parameternya.

Jika data asli menunjukan adanya ketidakstasioneran, maka perlu dilakukan transformasi, apabila ragam runtun aslinya telah stasioner tetapi nilai tengah runtun menunjukan keadaan yang tidak stasioner maka untuk menghilangkan ketidakstasioneran itu digunakan metode pembeda (diferensi). Cara ini akan membuat runtun waktu selisih (derajat tertentu) nilai-nilai yang beurutan dari runtun aslinya Zt (ditulis Wt=Zt-Zt-1) menjadi stasioner, yang dipandang bahwa Zt sebagai integrasi runtun waktu Wt yang dikenal sebagai proses autoregresife integrated moving average (ARIMA), sehingga ketentuan yang berlaku pada proses ARMA barlaku pula untuk proses ARIMA.

Proses ARIMA yang tidak mempunyai proses moving average disebut ARI(p,d) atau ARIMA (p,d,0). Model ini mempunyai beberapa macam model, diantaranya model autoregresif atau ARIMA(1,d,0), (2,d,0), (1,1,0), (2,1,0), (2,2,0) dan (p,d,0).

Model runtun waktu yang tidak stasioner dikelompokan menjadi dua yaitu model runtun waktu tak stasioner (nonstasioner) homogen dan runtun waktu tak stasioner


(12)

(nonstasioner) tak homogen. Runtun waktu nonstasioner yang homogen ditunjukkan oleh selisih (perubahan) nilai-nilai yang berurutan secara stasioner. Proses runtun waktu ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins klasik ditulis dalam bentuk:

(1-φB){(1-B) Z

t- µ} = αt

Selanjutnya misalkan Z1,Z2,…,Zn adalah sekumpulan observasi dan telah diidentifikasikan suatu model yang diperkirakan telah menghasilkan observasi itu dengan memandang observasi itu sebagai variabel random yang diambil dari distribusi bersama p(W φ,µ,

σ

2a), dengan φ, µ dan

σ

2a adalah parameter-parameter yang tidak diketahui, sedangkan W menunjukkan barisan atau vector yang stasioner dan merupakan selisih observasi di atas. Dari fungsi bersama tersebut dapat ditentukan estimasi maksimum Lielihoodnya.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah menentukan nilai-nilai parameter pada model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins dengan mengegunakan metode maksimum likelihood.

1.3 Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini penulis menggunakan buku-buku berikut sebagai sumber utama, diantaranya:

1. Bain dan Engelhardt: Bentuk umum proses runtun waktu Arima (1,1,0) Box-Jenkins adalah:

Φ (B)

{

(

1B

)

Ztµ

}

=

t α


(13)

Dimana:

Φ = Fungsi autokorelasi parsial (fkp) B = Operator autoregresif stasioner Zt = Runtun waktu stasioner

µ = Rata-rata populasi

t = Garisan variabel random yang independent

2. Arthanari, T. S dan Dodge, Y : Fungsi Likelihood untuk model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins dapatt dikontruksikan melalui asumsi kenormalan dan independensi dari

t dengan distribusi probabilitas bersamanya p(a1, a2,..., t|

2

a

φ ), dan fungsi densitas bersama Wn adalah p(Wn|

2

a

φ ) dan fungsi likelihood untuk parameter-parameternya adalah:

Dimana:

L = Fungsi Likelihood

φˆ = Estimator untuk parameter φ 2

a

σ = Estimator untuk parameter σ

Wn = Runtun waktu stasioner setelah dilakukan differensi π = Nilai konstan (3,14)

n = Banyak data sampel

Mn = Matriks simetri ukuran nxn

exp = Eksponensial bilangan konstan (2,7183) S(φ) = Fungsi jumlah kuadrat untuk φ

P = Fungsi densitas probabilitas

Dalam proses maksimum likelihood, bentuk |M(n1,0)| untuk ukuran sampel kecil atau sedang dapat diabaikan karena tidak berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Sedangkan parameter-parameter yang diestimasi masuk pada


(14)

bentuk jumlah kuadrat S(φ) dan mendominasi log fungsi likelihood sehingga langkah untuk memperoleh estimatornya yaitu dengan cara meminimumkan S(φ) dengan metode kuadrat terkecil sehingga diperoleh:

Dimana:

φˆ = Estimator untuk parameter φ

D = Matriks simetri ukuran (p+1)x(p+1)

W = Runtun waktu stasioner setelah dilakukan differensi

2

a

σ = Estimator untuk parameter σ S(φ) = Fungsi jumlah kuadrat untuk φ n = Banyak data sampel

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan cara mengestimasi parameter pada model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins dengan meminimumkan jumlah kuadrat mengunakan maksimum Likelihood.

1.5 Kontribusi Penelitian

1. Mengembangkan fungsi estimasi maksimum likelihood dan penggunaannya dalam peramalan.

2. Meningkatkan pemahaman yang baik dalam rangka menerapkan fungsi estimasi maksimum likelihood dalam statistika maupun penerapannya dengan ilmu lain.


(15)

1.6 Metode Penelitian

Uraian metode yang digunakan dalam penelitian secara rinci sebagai berikut: 1. Dengan melakukan studi literatur terlebih dahulu mengenai estimasi maksimum likelihood model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins.

2. Memparkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan nilai-nilai parameter pada model ARIMA (1,1,0) yang homogen dengan menggunakan metode maksimum likelihood.

3. Mengidentifikasi masalah penentuan selisih proses autoregresif tak stasioner sehingga menjadi stasioner.

4. Aplikasi fungsi likelihood untuk model ARIMA (1,1,0) dan model-model autoregresif (ARI) dan estimasi likelihood pada model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins yang homogen.


(16)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Peramalan

Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan adalah sesuatu kegiatan situasi atau kondisi yang diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan dilakukan dengan memanfaatkan informasi terbaik yang ada pada masa itu, untuk menimbang kegiatan di masa yang akan datang.

2.1.1 Manfaat peramalan

Kegunaan peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan atau menetapkan berbagai kebijakan. Keputusan yang baik adalah keputusan yang didasarkan atas pertimbangan apa yang akan terjadi pada waktu keputusan itu dilaksanakan. Ramalan diperlukan untuk memberikan informasi sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan dalam berbagai kegiatan, seperti penerbangan, peternakan, perkebunan dan sebagainya.

Pertimbangan tentang peramalan telah tumbuh karena beberapa faktor, yang pertama adalah karena meningkatnya kompleksitas organisasi dan lingkungan. Hal ini menyebabkan semakin sulit bagi pengambil keputusan untuk mempertimbangkan semua faktor secara memuaskan. Ke dua, meningkatnya ukuran organisasi menyebabkan bobot dan kepentingan suatu keputusan meningkat pula. Ke tiga, lingkungan dari kebanyakan organisasi telah berubah dengan cepat.

Peramalan diperlukan karena adanya perbedaan-perbedaan waktu antara kebijakan baru dengan waktu pelaksanaan tersebut. Oleh karena itu dalam menentukan kebijakan sangat diperlukan pemanfaatan kesempatan yang ada, dan gangguan yang mungkin terjadi pada saat kebijakan baru tersebut dilaksanakan. Peramalan diperlukan untuk mengantisipasi suatu peristiwa yang dapat terjadi pada masa yang akan datang, sehingga dapat dipersiapkan kebijaksanaan atau tindakan-tindakan yang perlu dilakukan.

Adapun manfaat dari peramalan adalah sebagai berikut:


(17)

2. Merupakan suatu pedoman dalam menentukan tingkat persediaan perencanaan dapat bekerja secara optimal.

3. Sebagai masukan untuk penentuan jumlah investasi.

4. Membantu menentukan pengembangan suatu pekerjaan untuk periode selanjutnya.

2.1.2 Jenis-jenis Peramalan

Berdasarkan sifatnya peramalan dibedakan atas 2 (dua) macam yaitu:

1. Peramalan Kualitatif

Peramalan Kualitatif merupakan peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada orang yang menyusunnya. Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut ditentukan berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, pendapat dan pengetahuan serta pengalaman penyusunan.

2. Peramalan Kuantitatif

Peramalan Kuantitatif merupakan peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut. Baik tidaknya metode yang digunakan ditentukan oleh perbedaan antara penyimpangan hasil ramalan dengan kenyataan yang terjadi. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat 3 (tiga) kondisi sebagai berikut:

1. Adanya informasi masa lalu yang dapat dipergunakan. 2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data.

3. Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang akan datang.

Peramalan yang baik adalah peramalan yang dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah atau prosedur penyusunan yang baik. Pada dasarnya ada 3 (tiga) langkah-langkah peramalan yang penting, yaitu:

1. Menganalisis data masa lalu

2. Menentukan metode yang dipergunakan

3. Memproyeksi data masa lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan.


(18)

2.1.3 Metode Peramalan

Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang terjadi pada masa depan berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. Oleh karena metode peramalan didasarkan atas data yang relevan pada masa lalu, sehingga metode peramalan ini dipergunakan dalam peramalan yang objektif. Metode peramalan sangat berguna untuk membantu dalam mengadakan pendekatan analisis terhadap pola data yang lalu, sehingga dapat memberikan cara pemikiran, pekerjaan dan pemecahan yang sistematis, serta memberi tingkat keyakinan yang lebih atas ketepatan hasil ramalan yang dibuat. Keberhasilan dari suatu peramalan ditentukan oleh:

1.Pengetahuan teknik tentang informasi masa lalu yang dibutuhkan, informasi ini bersifat kuantitatif.

2.Teknik dan metode peramalan.

2.1.4 Jenis-jenis Metode Peramalan Kuantitatif

1. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisis pola hubungan antara variabel yang diperkirakan dengan variabel waktu yang merupakan deret berkala (time series). Metode peramalan yang termasuk data deret berkala adalah:

a.Metode pemulusan b. Metode Box-Jenkins

c.Metode proyeksi trend dengan regresi

2. Metode peramalan yang didasarkan atas analisa pola hubungan antara variabel yang mempengaruhinya, yang bukan waktu disebut metode korelasi atau sebab akibat (metode kausal).

a. Metode regresi dan korelasi b.Metode ekonometri

c. Model input dan output

Salah satu metode yang mencampurkan pendekatan deret berkala dan pendekatan kausal yaitu metode fungsi transfer (adakalanya disebut multivariat ARIMA atau MARIMA). Hal ini disebabkan karena model multivariat menggabungkan beberapa karakteristik dari model ARIMA univariat dan beberapa karakteristik analisa regresi berganda.


(19)

2.2 Pemilihan Teknik dan Metode Peramalan

Semua tipe organisasi telah menunjukkan keinginan yang meningkat untuk mendapatkan ramalan dan menggunakan sumber daya peramalan secara lebih baik. Oleh karena metode peramalan yang tersedia sangat banyak, maka masalah yang timbul bagi para praktisi adalah memahami bagaimana karakteristik suatu metode peramalan cocok bagi situasi pengambilan keputusan tertentu.

Ada enam faktor utama yang dapat didefinisikan sebagai teknik dan metode peramalan yaitu:

1. Horizon waktu

Merupakan pemilihan yang didasarkan atas jangka waktu peramalan yaitu: a. Peramalan yang segera dilakukan dengan waktu kurang dari satu bulan. b. Peramalan jangka pendek dengan waktu antara satu sampai tiga bulan.

c. Peramalan jangka menengah dengan waktu antara tiga bulan sampai dua tahun. d. Peramalan jangka panjang dengan waktu tiga tahun ke atas.

2. Pola Data

Salah satu dasar pemilihan metode peramalan adalah dengan memperhatikan pola. Ada empat jenis pola data mendasar yang terdapat dalam suatu deretan data yaitu:

a. Apabila pola data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan (deret seperti ini adalah stasioner terhadap nilai rata-ratanya), maka disebut dengan Pola Horisontal (H).

Gambar 2.1 Pola Data Horizontal

b. Apabila pola data terjadi saat suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya: kuartalan, bulanan, atau hari-hari pada minggu), maka disebut dengan Pola Musiman (M).


(20)

Gambar 2.2 Pola Data Musiman

c. Apabila pola data terjadi saat data dipengaruhi oleh fluktuasi jangka panjang dan lebih lama dari pola musiman, lamanya berbeda dari satu siklus yang lain, maka pola ini disebut dengan Pola siklis (C).

Gambar 2.3 Pola Data Siklis

d. Apabila pola data terjadi saat terdapat kenaikan dan penurunan jangka panjang dalam data, maka disebut dengan Pola Trend (T).

Gambar 2.4 Pola Data Trend

3. Jenis dari model

Untuk mengklasifikasikan metode peramalan kuantitatif perlu diperhatikan model yang didasarinya. Model sangat penting diperhatikan, karena masing-masing model mempunyai fungsi yang berbeda.


(21)

Biaya sangat diperlukan dalam meneliti suatu objek, yang termasuk biaya dalam penggunaan metode peramalan antara lain, biaya penyimpangan data, biaya perhitungan, biaya untuk menganalisisa dan biaya pengembangan.

5. Ketepatan metode peramalan

Tingkat ketepatan yang sangat erat hubungannya dengan tingkat perincian yang dibutuhkan dalam suatu peramalan. Dalam pengambilan keputusan, variasi atau penyimpangan atas peramalan yang dilakukan antara 10% sampai 15% bagi maksu-maksud yang diharapkan, sedangkan untuk hal atau kasus lain mungkin menganggap bahwa adanya variasi atau penyimpangan atas ramalan sebesar 5% adalah cukup berbahaya.

6. Kemudahan dalam penerapan

Metode peramalan yang digunakan adalah metode yang mudah dimengerti dan mudah diterapkan dalam pengambilan dan analisanya.

2.3 Model Deret berkala

Metode peramalan yang sering digunakan adalah deret berkala (time series), dengan menggunakan sejumlah observasi selama beberapa periode sebagai dasar dalam penyusunan suatu ramalan untuk beberapa periode di masa depan yang diinginkan. Dengan kata lain, deret berkala adalah deret waktu dimana pengamatan pada suatu waktu berkorelasi linier dengan waktu sebelumnya secara dinamis.

Peramalan dengan model deret waktu ini tidak memperhatikan setiap faktor yang mempengaruhi suatu perubahan, melainkan berdasarkan pada pola tingkah laku peubah itu sendiri pada masa lampau. Kemudian dengan menggunakan informasi tentang tingkah laku peubah tersebut dilakukan proses menduga kecenderungan peubah tersebut pada masa yang akan datang. Pada umumnya perhatian utama dalam analisis deret waktu bukan pada titik waktu pengamatan, melainkan pada urutan pengamatan.

Tujuan metode peramalan deret berkala adalah menemukan pola dalam deret data historis dan mengekstrapolasikan data tersebut ke masa depan. Metode peramalan Box-Jenkins merupakan suatu metode yang sangat tepat untuk menganalisis deret waktu dan situasi peramalan lainnya. Pada dasarnya ada 2 (dua) model dari metode Box-Jenkins, yaitu model linier untuk deret statis (Stationary Series) disebut ARMA dan model untuk data yang tidak statis (Non Stationary Series) disebut ARIMA .


(22)

Metode fungsi transfer merupakan perluasan metode Box-Jenkins untuk analisis deret berkala multivariat yaitu yang melibatkan dua atau lebih kelompok data.

2.3.1 Alat-alat Metodologi untuk Menganalisa Data Deret Berkala

Pada bagian ini kita akan memusatkan pada analisis tertentu yang dapat diterapkan untuk analisis deret berkala secara empiris guna menetapkan sifat-sifat statistikanya dan dengan demikian dapat kita peroleh pengertian tentang jenis model formal yang tepat.

1. Plot Data

Langkah pertama yang baik untuk menganalisis data deret berkala adalah membuat plot data tersebut secara grafis. Untuk mempermudah hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan program komputer yang tersedia.

2. Koefisien Autokorelasi

Statistika kunci di dalam analisis deret berkala adalah koefisien autokorelasi (korelasi deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0,1,2 periode atau lebih.

Menurut Pindyck dan Rubinfield (1981) secara matematis rumus untuk koefisien autokorelasi dapat dituliskan dengan rumus seperti pada persamaan sebagai berikut:

        n t t k n t k t t k X X X X X X r 1 2 1 ) ( ) )( ( (2.1)

Apabila rk merupakan fungsi atas waktu, maka hubungan autokorelasi dengan lagnya dinamakan fungsi autokorelasi (Autocorrelation function) sering disebut ACF dan dinotasikan oleh: 2 _ 1 _ _ 1 ) ( ) )( ( X X X X X X t n t k t t k n i k    

     (2.2)

Konsepsi lain pada autokorelasi adalah autokorelasi parsial (Partial Autocorrelation Function) sering disebut PACF. Seperti halnya autokorelasi yang merupakan fungsi atas lagnya, yang hubungannya dinamakan autokorelasi (ACF), autokorelasi parsial juga merupakan fungsi atas lagnya, dan disebut dengan fungsi autokorelasi parsial (PACF).


(23)

Gambar dari ACF dan PACF dinamakan kolerogram dan dapat digunakan untuk menelaah signifikansi autokorelasi dan kestasioneran data.

3. Distribusi sampling autokorelasi

Tercapainya keberhasilan analisis deret berkala sangat bergantung pada keberhasilan menginterpretasikan hasil analisis autokorelasi dan kemampuan membedakan pola dan kerandoman data. Koefisien autokorelasi dari data random mendekati distribusi sampling yang mendekati kurva normal dengan nilai tengah nol dan kesalahan standar 1/ n. Dengan demikian suatu deret data dapat disimpulkan bersifat random apabila koefisien korelasi yang dihitung berada didalam batas tersebut. Sedangkan uji Box-Pierce Pormanteau untuk sekumpulan nilai-nilai rkdidasarkan pada nilai-nilai statistik Q.

m

k k r n Q

1 2

(2.3)

Seperti yang diperlihatkan oleh Anderson (1942), Bartlett (1946), Quenouille (1949) suatu deret berkala dikatakan bersifat acak apabila koefisien korelasi yang dihitung berada di dalam batas:

) / 1 ( 96 . 1 )

/ 1 ( 96 .

1 nrk  n

 (2.4)

Ini berarti bahwa 95% dari seluruh koefisisien autokorelasi berdasarkan sampel harus terletak di dalam daerah nilai tengah ditambah atau dikurangi 1,96 kali galat standart.

4. Periodogram dan Analisis Spektral

Salah satu cara untuk menganalisis data deret berkala adalah dengan menguraikan data tersebut ke dalam himpunan gelombang sinus (siklus) pada frekuensi yang berbeda-beda. Hal ini merupakan prosedur yang sangat terkenal pada masa sebelum adanya komputer tetapi prosedur masih sangat berguna untuk menetapkan kerandoman dan musiman (seasonality) di dalam suatu deret berkala, dan untuk mengenali adanya autokorelasi positif dan negatif.

5. Koefisien Autokorelasi Parsial

Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan (association) antara Xtdan

k t

X , pengaruh dari time-lag 1,2,3,.. dan seterusnya sampai k-1 dianggap terpisah. Satu-satunya tujuan di dalam analisis deret berkala adalah untuk membantu menetapkan model ARIMA yang tepat untuk peramalan.


(24)

2.3.2 Aplikasi Analisis Deret Berkala

Analisis deret berkala dapat diaplikasikan dalam hal sebagai berikut:

1. Penentuan Kerandoman Data

Membuat plot koefisien autokorelasi sangat bermanfaat untuk membantu menentukan model yang tepat. Autokorelasi dapat digunakan untuk menetapkan apakah terdapat suatu pola dalam suatu kumpulan data dan apabila tidak terdapat kumpulan data tersebut, maka dapat dibuktikan bahwa kumpulan data tersebut adalah random. Membuat plot koefisien autokorelasi sangat bermanfaat untuk membantu menetapkan adanya suatu pola. Apabila suatu model peramalan telah dipilih, maka autokorelasi kesalahan nilai sisa dapat dihitung untuk menetapkan apakah data tersebut random.

2. Pengujian Stasioner Data Deret Berkala

Plot autokorelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidakstasioneran. Nilai-nilai autokorelasi dari data stasioner akan turun sampai nol sesudah time lag kedua atau ketiga sedangkan untuk data yang tidak stasioner, nilai-nilai tersebut bernilai signifikan dari nol beberapa periode waktu. Apabila disajikan secara grafik, maka autokorelasi data yang tidak stasioner memperlihatkan suatu trend searah diagonal dari kanan ke kiri bersama dengan meningkatnya jumlah time lag.

Kestasioneran data dapat diperiksa dengan analisa autokorelasi dan autokorelasi parsial. Data yang dianalisa dalam model ARIMA Box-Jenkins adalah data yang bersifat stasioner yaitu data yang rata-rata dan variansinya relatif konstan dari satu periode ke periode selanjutnya, demikian juga halnya dengan analisis dengan model Fungsi transfer.

Autokorelasi-autokorelasi dari data yang tidak stasioner berbeda secara signifikan dari nol dan mengecil secara perlahan membentuk garis lurus, nilai-nilai tersebut bernilai signifikan dari nol beberapa periode waktu sedangkan autokorelasi-autokorelasi dari data yang stasioner mengecil secara drastis membentuk garis lengkung ke arah nol setelah periode kedua atau ketiga.

Jadi bila autokorelasi pada periode satu, dua, maupun periode ketiga tergolong signifikan sedangkan autokorelasi-autokorelasi pada periode lainnya tergolong tidak signifikan, maka datanya bersifat stasioner.

Menurut Box-Jenkins data deret waktu yang tidak stasioner dapat ditransformasikan menjadi deret data yang stasioner dengan melakukan proses pembedaan (differencing) pada data aktual. Pembedaan ordo pertama dari data aktual dapat dinyatakan sebagai berikut:


(25)

untuk t = 2, 3, …, N (2.5) Secara umum proses pembedaan(differencing) ordo ke – d dapat ditulis sebagai berikut:

(2.6)

3. Menghilangkan Ketidakstasioneran Data Deret Berkala

Jika proses pembangkitan yang mendasari suatu deret berkala didasarkan pada nilai tengah konstan dan varians konstan, maka deret berkala stasioner. Apabila sebuah deret sudah stasioner, maka sifat statistiknya bebas dari periode selama pengamatan. Jadi, stasioner adalah fluktuasi data berada di sekitar nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan varian dari fluktuasi tersebut serta tetap konstan setiap waktu.

Dalam metode deret berkala (time series) pengujian kestasioneran data sangat diperlukan karena apabila data tersebut sudah stasioner, maka dapat digunakan untuk melakukan peramalan di masa yang akan datang.

Ada beberapa hal yang yang diperlukan untuk melihat suatu data telah stasioner antaralain sebagai berikut:

1. Apabila suatu deret berkala diplot, dan kemudian tidak terbukti adanya perubahan nilai tengah dari waktu kewaktu, maka dikatakan bahwa deret tersebut stasioner pada nilai tengahnya.

2. Apabila plot deret berkala tidak memperlihatkan adanya perubahan yang jelas dari waktu ke waktu, maka dapat dikatakan bahwa deret berkala tersebut adalah stasioner pada variasinya.

3. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan nilai tengah atau terjadi perubahan varians yang jelas dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret berkala tersebut mempunyai nilai tengah yang tidak stasioner atau mempunyai nilai variasi yang tidak stasioner.

4. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan pada nilai tengah serta terjadi perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret data tersebut mempunyai nilai tengah dan variasi yang tidak stasioner.

Untuk melakukan peramalan dengan metode deret berkala Box-Jenkins, maka dipilih deret berkala yang stasioner baik nilai tengahnya maupun variasinya, sehingga untuk deret berkala yang tidak stasioner baik nilai tengah maupun variasinya perlu dilakukan suatu proses untuk mendapatkan keadaan stasioner. Proses untuk mendapatkan keadaan stasioner nilai tengah adalah dengan melakukan pembedaan, sedangkan untuk mendapatkan keadaan


(26)

stasioner varians perlu dilakukan transformasi. Ke dua hal tersebut biasa dilakukan salah satu saja atau ke dua-duanya, tergantung dari keadaan stasioner dari deret data deret berkala yang akan dipilih untuk peramalan.

4. Mengenali Adanya Faktor Musiman dalam Suatu Deret Berkala

Musiman didefinisikan sebagai pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Sebagai contoh, penjualan minyak untuk alat pemanas adalah tinggi untuk musim dingin dan rendah pada musim panas yang memperlihatkan suatu pola musim 12 bulan.

Untuk data stasioner, faktor musiman dapat ditentukan dengan mengidentifikasi koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time lag yang berbeda nyata dari nol. Autokorelasi yang berbeda nyata dari nol menyatakan adanya suatu pola dalam data.

Adanya faktor musiman dapat dengan mudah dilihat di dalam grafik autokorelasi namun hal ini tidaklah selalu mudah dikombinasikan dengan pola lain seperti trend. Semakin kuat pengaruh trend akan semakin tidak jelas adanya ketidak stasioneran data (adanya trend). Sebagai pedoman data tersebut harus ditransformasikan ke bentuk yang stasioner sebelum ditentukan adanya faktor musiman.

2.4 Model Deret Berkala Box-Jenskin

ARIMA sering juga disebut metode runtun waktu Box-Jenskins. Model Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model yang secara penuh mengabaikan variabel bebas dalam membuat peramalan. ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA cocok digunakan untuk observasi dari deret waktu (time series) secara statistik berhubungan satu sama lain (dependent).

ARIMA hanya menggunakan satu variabel (univariat) deret waktu. Misalnya: variabel IHSG. Model ARIMA terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu tahap identifikasi, tahap penaksiran dan pengujian, dan pemeriksaan diagnostik.

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan deret berkala bersifat nonstasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA hanya berkenaan dengan deret berkala yang stasioner.


(27)

Dalam anlisis data deret berkalauntuk mendapatkan hasil yang baik nilai pengamatan harus cukup besar, paling kecil 50 dah lebih baik lagi jika lebih dari 100 dan autokorelasi dikatan berarti jika jika k diambil lebih kecil atau sama dengan seperempat dari pengamatan.

Model Box-Jenkins dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu: 1. Model Autoregressive

2. Model Moving Average 3. Model Campuran

Model campuran ini terdiri dari model Autoregressive-Moving Average (ARMA) dan model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).

2.4.1 Model Autoregresif (AR)

Metode autoregresif adalah model yang menggambarkan bahwa variabel dependent dipengaruhi oleh variabel dependent itu sendiri pada periode-periode yang sebelumnya, atau autokorelasi dapat diartikan juga sebagai korelasi linier deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0,1,2 periode atau lebih. Bentuk umum autoregresif dengan ordo p atau ditulis dengan AR (p) atau model ARIMA (p,0,0) mempunyai persamaan sebagai berikut:

t p t p t

t

t X X X e

X

1 1

2 2 

(2.7)

Keterangan:

Xt = Nilai series yang stasioner

 = nilai konstan i

 = parameter autokorelasi ke-i dengan i=1,2,3,….,p

t

e = nilai kesalahan pada saat t

2.4.2 Model Rataan Bergerak/Moving Average (MA)

Metode rataan bergerak (Moving Average) mempunyai bentuk umum dengan ordo q atau biasa ditulis dengan MA (q) atau ARIMA (0,0,q) adalah sebagai berikut:


(28)

(2.8) Keterangan:

t

X = Nilai series yang stasioner

= konstanta i

 = parameter moving average ke- i dengan i = 1, 2,…,q

t

X = Variabel yang akan diramalkan q

t

e = Nilai kesalahan pada saat t- q

Perbedaan moving average dan model autoregressif terletak pada jenis variabel bebas pada model autoregresif adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependent (X) itu sendiri, pada model moving average sebagai variabel bebas adalah nilai residual pada periode sebelumnya.

2.4.3 Model Campuran Autoregressive-Moving Average(ARMA)

Model umum untuk campuran proses AR (p) dan MA (q) atau sering disebut ARMA (p,q) adalah sebagai berikut:

q t q t

t p t p t

t X X e e X

X  1 1  1 1 

(2.9)

2.4.4 Model Autoregressive Integrated Moving Average(ARIMA)

Apabila proses nonstasioner ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model umum ARIMA (p,d,q) ditulis sebagai berikut:

(2.10)

Salah satu tahapan dalam analisis deret berkala adalah menggetahui adanya pola AR, MA dan ARMA dalam data tersebut. Hal ini dapat diidentifikasi dibantu dengan mengamati pola Fungsi autokorelasi (ACF) dan pola fungsi autokorelasi Parsial (PACF) Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Pola ACF dan PACF

     

Model ACF PACF

MA (q) Menuju nol setelah lag q Menurun secara bertahap/bergelombang

AR (p) Menurun secara Menuju nol setelah lag q

q t q t

t t

t e e e e


(29)

bertahap/bergelombang ARMA

(p,q)

Menurun secara

bertahap/bergelombang Menurun secara bertahap/bergelombang

2.5 Metode Fungsi Transfer

Peramalan data deret waktu pada dasarnya adalah analisis univariat, sedangkan dalam kenyataan, sebagian besar pengamatan merupakan data multivariat (lebih dari satu data). Misal dalam bidang pemasaran, volume penjualan yang masing-masing bergantung pada cara pemasaran, bentuk promosi, dan daerah pemasaran, yang masing-masing faktor tersebut lebih dari satu macam, sehingga jika analisis peramalan hanya didasarkan pada volume penjualan saja tanpa memperhatikan faktor-foktor yang mempengaruhinya, maka informasi untuk pembuatan perencanaan menjadi tidak lengkap, sehingga tujuan peramalan menjadi tidak tercapai secara utuh.

Salah satu upaya menganalisis data deret waktu multivatiat agar diperoleh hasil yang dapat memberikan informasi yang lengkap dan simultan, adalah dengan menggunakan model fungsi transfer.

Model Fungsi Transfer adalah suatu model yang menggambarkan bahwa nilai prediksi masa depan dari suatu time series (disebut output series atau Yt) adalah berdasarkan pada nilai-nilai masa lalu dari time series itu sendiri dan berdasarkan pula pada satu atau lebih time series yang berhubungan (disebut input series atau Xt) dengan output series tersebut.

Model fungsi transfer merupakan pengembangan dari model ARIMA satu peubah atau satu deret berkala. Jika deret berkala Yt berhubungan dengan satu atau lebih deret berkala lain

t

X maka dapat dibuat suatu model berdasarkan informasi deret berkala Xt, untuk menduga

nilai Yt.

Contoh:

1. Model antara total sales (Yt) dan advertising expenditure (Xt) yang diamati per bulan. (Makridakis, Wheelwright, and Mc Gee, 1983).

2. Model antara sales (Yt) dan leading indicator (Xt) yang telah dianalisis oleh Box dan Jenkins (1976).


(30)

Jika deret berkala Yt berhubungan dengan satu atau lebih deret berkala lain Xt maka

dapat dibuat suatu model berdasarkan informasi deret berkala lain Xt, untuk menduga nilai Yt

model yang dihasilkan desebut fungsi transfer. Jadi, fungsi transfer adalah suatu cara untuk meramalkan nilai Yt dari Xt dan gabungan deret ke dua-duanya serta melihat pengaruh ke dua deret tersebut.

Gambar 2.5 Konsep Fungsi Transfer

Pada Gambar 2.5 diperlihatkan konsep fungsi transfer, di mana terdapat deret output disebut Yt, yang diperkirakan akan dipengaruhi oleh deret berkala input Xt, dan input-input

lain yang disebut gangguan (noise) Nt. Seluruh sistem-sistem tersebut adalah dinamis, dengan

kata lain deret input Xt memberikan pengaruh-pengaruhnya melalui fungasi transfer,

mendistribusikan dampak Xt melalui beberapa periode yang akan datang. Tujuan pemodelan

fungsi transfer adalah untuk menetapkan model yang sederhana, yang menghubungkan Yt

dengan Xt dan Nt, sehingga dengan menetapkan peranan indikator penentu (leading indicator) deret input sehingga dapat ditetapkan variabel yang dibicarakan yaitu variabel output.

Dengan kata lain fungsi transfer membuat suatu konsep dengan cara mentransfer data deret input (indikator penentu) melalui sistem dan keluaran sebagai deret output.

Untuk deret input (Xt) dan deret output (Yt) tertentu dalam bentuk data mentah, terdapat empat tahap utama dan beberapa sub tahap di dalam proses yang lengkap dari pembentukan model fungsi transfer yang akan penulis bahas di Bab 3.

Deret input Fungsi Transfer Deret output

Seluruh pengaruh lain disebut gangguan (Nt)


(31)

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Tahapan Pembentukan Fungsi Transfer

Untuk deret input Xt dan deret output Yt tertentu, terdapat 4 (empat) tahap utama dan beberapa sub tahap di dalam proses dari pembentukan model fungsi transfer.

3.1.1 Identifikasi Bentuk Model

Identifikasi bentuk model dibagi dalam delapan tahap sebagai berikut: 3.1.1.1 Mempersiapkan Deret Input dan Output

Dalam mempersiapkan model fungsi transfer hal yang pertama dilakukan adalah mempersiapkan deret input dan output. Kestasioneran data merupakan kondisi yang diperlukan dalam analisis deret berkala karena dapat memperkecil kekeliruan model, sehingga pada tahap ini dilakukan identifikasi apakah data mentah (input dan output) sudah stasioner dalam rataan dan ragam. Apabila belum stasioner, maka perlu dilakukan pembedaan (mungkin pertama-tama ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma) atau transformasi deret input dan output untuk menghilangkan ketidakstasionerannya.

Tahap identifikasi untuk mempersiapkan deret input dan output ini adalah tahap untuk menetapkan apakah transformasi terhadap data input dan output perlu dilakukan, dan berapa besar tingkat pembedaan yang seharusnya diterapkan untuk deret input dan deret output agar menjadi stasioner, serta apakah deret input dan deret output perlu dihilangkan pengaruh musimannya. Dengan demikian deret rataan yang telah ditransformasikan dan yang telah sesuai disebut sebagai

x

t dan yt, transformasi yang biasa diterapkan adalah dalam bentuk:

)

log(

,

m

X


(32)

3.1.1.2 Pemutihan Deret Input (

x

t)

Pada pemutihan deret input dimaksudkan untuk menghilangkan pola yang diketahui sehingga yang tinggal hanya data hasil pemutihan (white noise).

Misalkan deret input xt, apabila dimodelkan sebagai proses ARIMA (px,0,qx), maka dalam hal ini tidak perlu dilakukan pembedaan (dx) karena sudah dilakukan pembedaan pada tahap sebelumnya. Model ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

t x t

x B xB

 ( )  ( ) (3.1)

Keterangan: ) (B

x

 = operator autoregresif )

(B

x

 = operator moving average

t

 = kesalahan random

Dengan menyusun kembali suku-suku pada persamaan 3.1, sehingga dapat diubah deret xt

kedalam t yang disebut dengan pemutihan deret xt, maka persamaan tersebut diubah menjadi:

t x x

t x

B B

) (

) (

 

 

(3.2)

3.1.1.3 Pemutihan Deret Output (yt)

Fungsi transfer yang akan ditetapkan adalah, memetakan xt ke dalam yt. Apabila telah diterapkan suatu taransformasi pemutihan untuk deret xt, maka untuk deret output yt

dilakukan hal yang sama untuk mempertahankan integritas hubungan fungsional. Dengan demikian deret yt diubah ke dalam deret t sebagai berikut:

t x x

t y

B B

) (

) (

 

  (3.3)

3.1.1.4 Perhitungan Korelasi Silang dan autokorelasi untuk Deret Input dan Output yang Telah Diputihkan


(33)

Dalam pemodelan fungsi transfer, korelasi diri mempunyai peranan yang ke dua setelah korelasi silang. Korelasi silang dugunakan untuk mengetahui hubungan dua deret waktu t x

dan y yang terpisah atau dalam bentuk yang telah diputihkan dan  yang salah satu deret dilambatkan (lag) tergadap deret lainnya.

Korelasi silang antara dan  dihitung dengan rumus:

    S S k C k

r ( ) ( ) (3.4)

         S S n k r k t k n t ) )( ( 1 ) ( 1      

Keterangan: ) (k

r = korelasi silang antara deret  dan  pada lag ke-k

) (k

C = kovarian antara deret  dan  pada lag ke-k

S = standar deviasi deret 

S = standar deviasi deret 

k = 0,1,2,…

Untuk menguji tingkat kepercayaan 95% dari nilai korelasi silang,menurut rumus Bartlett (1955) dilakukan pendekatan perhitungan kesalahan baku dengan rumus:

k n se k

XY

r

1

(3.5)

Keterangan:

n= Jumlah pengamatan

k= Kelambatan (lag)

Untuk perhitungan autokorelasi dapat dilihat pada persamaan 3.7 dan uji Box-Pierce Portmanteau untuk sekumpulan nilai rk didasarkan pada niai statistik Q yang menyebar

mengikuti sebaran chi-kuadrat dengan derajat bebas. ) ( 2 1 k r n Q m k

 (3.6) Keterangan:


(34)

m= lag maksimum rk= Autokorelasi untuk lag ke-k

n= N-d N = Jumlah pengamatan asli

d= Pembedaan

Koefisien autokorelasi deret Xt yang stasioner untuk lag ke-k, dapat dihitung dengan rumus:

2 _ 1 _ _ 1 ) ( ) )( ( X X X X X X r t n t k t t k n i k    

  

(3.7)

Keterangan:

k

r = Korelasi pada lag ke-k

t

X = Nilai pengamatan ke-t

k t

X  = Nilai pengamatan saat ke-t+k

_

X = Rata-rata pengamatan

Untuk deret xt yang telah diputihkan dinamakan deret t seharusnya tidak terdapat beberapa autokorelasi yang signifikan, tetapi pada deret yt yang diputihkan dinamakan deret t terdapat beberapa pola.

3.1.1.5 Pendugaan Langsung Bobot Respons Impuls

Setelah diperoleh deret input dan deret output yang telah diputihkan, kemudian menghitung korelasi silang sehingga dapat diperoleh pendugaan langsung untuk masing-masing bobot respons impuls, dengan rumus sebagai berikut:

  

S

S

k

r

v

k

(

)

(3.8)

Dasar pemikiran teoritis untuk persamaan 3.8 mudah dipahami sesudah tahapan persiapan input dan output pada tahap pertama dan mengasumsikan b=0 untuk fungsi transfer ditulis:

t t

t v B x n

y  ( )  (3.9)

Apabila

x

t ditransformasikan dengan (B)/ (B)

x

x

dan memasukkan transformasi ini ke dalam persamaan 3.9 secara keseluruhan, maka diperoleh:

t x t x t x n B B x B B B v y B B ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (      


(35)

(3.10) atau

t t

t v B

 ( ) 

t

adalah deret gangguan yang telah ditransformasikan yang diperkirakan tidak berhubungan dengan deret

t. Kemudian jika ke dua sisi persamaan 3.9 dikalikan dengan

tk nilai ekspektasinya, maka diperoleh:

) ( ) ( ) ( ]

[ t k t v0E t k t v1E t k t 1 E t k t E         

C(k)vkC(tk)0 (3.11)

Dengan mensubsitusikan nilai sampel pada persamaan 3.11 dan menyusun kembali suku-sukunya akan diperoleh:

     S S k r S k C vk ) ( ) ( 2 

 (3.12)

3.1.1.6 Penetapan Parameter (r,s,b)

Dalam model fungsi transfer terdapat 3 (tiga) parameter kunci yaitu (r,s,b), r menunjukkan derajat fungsi (B), s menunjukkan derajat fungsi (B), dan b menunjukkan keterlambatan yang dicatat pada subskrip Xtb. Pada persamaan fungsi transfer dilakukan penetapan seperti dalam persamaan (1.3), selanjutnya untuk penetapan persamaan:

b t t x B B x B

v

) ( ) ( ) (  

Apabila pernyataan v(B), (B), dan (B)koefisisen-koefisiennya dibandingkan, maka akan didapat hubungan sebagai berikut:

0 

j

v untuk jb

0 1

1  

  

j r jr

j v v

v untuk jb

b j r j r j

j v v

v 1 1  untuk jb1,...,bs

r j r j

j v v


(36)

Arti (r,s,b) itu sendiri merupakan aturan yang mudah diuraikan, nilai b menyatakan bahwa y

tidak dipengaruhi oleh nilai xt sampai periode t+b, sehingga nilainya menjadi:

b t t

t t

t x x x x

y 0 0 10 2  0

sedangkan arti s menyatakan untuk berapa lama deret output (y) secara terus-menerus

dipengaruhi nilai baru dari deret input (x), dalam keadaan yt dipengaruhi oleh: s

b t b

t b

t

x

x

x

,

1

,...,

Selanjutnya nilai r menunjukkan bahwa yt berkaitan dengan nilai-nilai masa lalu, sehingga nilainya menjadi:

r t t

t

y

y

y

1

,

2

,...,

Dalam menentukan parameter (r,s,b) dapat digunakan 3 (tiga) prinsip untuk membantu dalam menentukan nilai yang tepat adalah sebagai berikut:

1. Sampai lag waktu ke b, korelasi silang tidak akan berbeda dari nol secara signifikan. 2. Untuk s time lag selanjutnya, korelasi silang tidak akan memperhatikan adanya pola

yang jelas.

3. Untuk r time lag selanjutnya, korelasi silang akan memperlihatkan suatu pola yang jelas.

3.1.1.7 Pendugaan deret gangguan (nt)

Perhitungan nilai taksiran awal deret gangguan nt menggunakan rumus sebagai berikut: g

t g t

t t

o t

t y v x v x v x v x

n    1 12 2  (3.14) untuk g adalah hasil lag dari korelasi silang.

3.1.1.8 Penetapan (pn,qn) untuk Model ARIMA (pn,qn) dari deret gangguan

Untuk menemukan apakah terdapat model ARIMA (pn,0,qn), dianalisis nt dengan cara ARIMA. Autokorelasi, autokorelasi parsial dan spektrum garis ditetapakan dan selanjutnya nilai pn dan qn untuk autoregresif dan proses moving average berturut-turut dipilih. Dengan

cara ini, fungsi n(B) dan n(B)untuk deret gangguan nt diperoleh:

t n t

n B nB

 ( )  ( ) (3.15)


(37)

Pada tahap ini terbagi atas 2 (dua) sub tahap sebagai berikut: 3.1.2.1 Pendugaan Awal Parameter Model

Pada tahap ini ditentukan model fungsi transfer untuk menduga nilai awal dari parameter. Untuk mendapatkan nilai parameter-parameter tersebut digunakan algoritma Marquardt dengan iterasi, tujuannya untuk mendapatkan nilai dugaan yang lebih baik.

Misalkan untuk nilai (r,s,b)=(2,2,2) dan deret gangguan mempunyai model ARIMA (2,0,1) model tentatif yang digunakan adalah:

t t t a B B B x B B B B y ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) ( 2 1 1 2 2 1 2 2 1 0                 

Selanjutnya adalah menaksir nilai awal parameter 0, 1, 2, 1, 2, 1, 1 dan 2 dengan memperhatikan hubungan pada persamaan 3.13.

3.1.2.2 Pendugaan Akhir Parameter Model

Dengan menggunakan algoritma Marquardt pada setiap iterasi, nilai-nilai baru parameter ditemukan dan dugaan baru nilai dapat dihitung. Untuk memilih nilai parameter yang terbaik dilihat dari nilai jumlah kuadrat sisa yang paling kecil.

3.1.3 Pemeriksaan Uji Diagnosa Model

Pemeriksaan uji diagnosa model pada fungsi transfer dilakukan bila nilai sisa (residu) autokorelasi sangat kecil tau tidak signifikan dan model yang diperoleh akan bersifat acak. Dengan menggunakan uji Box-Pierce untuk deret stasioner ARIMA (p,d,q) rumusnya adalah sebagai berikut: ) ( ) ( 2 1 2 k r n df m k

   (3.15) Keterangan:

n = Jumlah pengamatan

m = lag terbesar yang diperhatikan

rk = Autokorelasi untuk lag ke-k

df = derajat bebas (m-p-q)


(38)

) ( ) ( 2 1 2 k r b s r n m k

      (3.16) (r,s,b) merupakan parameter fungsi transfer.

Untuk menunjukkan bahwa at merupakan deret acak maka perlu dilakukan uji

Box-Pierce seperti pada persamaan 3.16. Apabila 2tabel>2hitung, maka model at pada hakikatnya

adalah acak.

3.1.4 Peramalan dengan Model Fungsi Transfer

Di dalam peramalan pada pemodelan fungsi transfer tujuannya adalah untuk menduga nilai deret waktu untuk masa yang akan datang dengan penyimpangan yang diperoleh harus dapat sekecil mungkin. Jika model yang ditetapkan menunjukkan residual yang acakan, maka model tersebut dapat digunakan untuk tujuan peramalan. Model yang digunakan adalah sebagai beriut: n b t n b t b t r t r t t

t y y y x x x

y 1 12 2    0  1  1    (3.17)

3.2 Contoh Kasus

Untuk memperjelas mengenai proses analisis fungsi transfer seperti yang telah dikemukakan berikut ini penulis menyajikan proses membangun fungsi transfer. Data yang digunakan adalah data Indeks Osilasi Selatan (IOS) dan dan curah hujan, yang datanya seperti pada tabel di bawah. Dalam analisis ini curah hujan IOS sebagai deret masukan (Xt), dan data sebagai deret

keluaran (Yt).

Tabel 3.1 Data Bulanan IOS (mb) Kota Medan

Thn 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Jan -4 8.4 4.1 -24 15.6 5.1 8.9 2.7 -2 -12 1.8 Feb -2.7 1.1 13.3 -19.2 3.6 12.9 11.9 7.7 -7.4 8.6 -29 Mar 3.5 6.2 -8.5 -29 8.9 9.4 6.7 -5.2 -6.8 0.2 0.2 Apr 16.2 7.8 -16 -24 19 17 0.3 -3.8 -5.5 -15 -11 May -9 1.3 -22 0.5 1.3 3.6 -9 -15 -7.4 13 -15 Jun -1.5 13.9 -24 9.9 1 -5.5 1.8 -6.3 -12 -14 2.6 Jul 4.2 6.8 -9.5 14.6 4.8 -3.7 -3 -7.6 2.9 -6.9 0.9 Aug 0.8 4.6 -20 9.8 2.1 5.3 -8.9 -15 -1.8 -7.6 -6.9 Sep 3.2 6.9 -15 11 0 9.9 1.4 -8 -2 -3 3.9 Oct -1 4.2 -18 11 9.1 9.7 -2 -7 -2 -4 11 Nov 1.3 -0.1 -15 12.5 13.1 22.4 7.2 -6 -3.4 -9.3 -2.7 Dec -6 7.2 -9 13 13 7.7 -9 -11 9.8 -8 0.6


(39)

Tabel 3.2 Data Bulanan Curah Hujan (mm) Kota Medan

Thn 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Jan 341 76 106 181 315 59 217 91 51 138 35 Feb 159 63 97 50 260 87 15 79 99 130 25 Mar 203 78 134 29 127 182 158 104 192 155 155 Apr 61 215 110 35 322 115 165 71 192 257 225 May 240 152 81 134 303 60 256 192 364 191 192 Jun 185 175 175 145 256 191 308 192 271 287 90

Jul 121 195 226 213 30 122 281 139 215 193 423 Aug 424 248 96 321 111 325 121 156 729 139 193 Sep 221 320 291 170 119 451 373 383 153 160 65 Oct 301 311 139 340 204 382 732 364 732 122 340 Nov 336 354 256 276 126 108 431 158 70 220 159 Dec 192 143 182 414 456 174 339 102 321 246 136

3.2.1 Plot Data


(40)

Gambar 3.2 Autokorelasi IOS Kota Medan


(41)

Gambar 3.4 Plot Curah Hujan

Gambar 3.5 Autokorelasi Curah Hujan Kota Medan

Gambar 3.6 Autokorelasi Parsial Curah Hujan 3.2.2 Identifikasi Bentuk Model

Tahapan dalam mengidentifikasi bentuk model fungsi transfer sebagai berikut: 3.2.2.1 Memeriksa Kestasioneran Data

Dari plot data IOS tahun 1999-2009 pada Gambar 3.1 memperlihatkan deret data tersebut tidak stasioner, plot autokorelasi memperlihatkan sebuah trend yang linier pada sepuluh lag pertama


(42)

artinya bahwa nilai dari autokorelasi berturut turut bernilai positif antara satu dengan yang lainnya, hal ini juga ditandai adanya fluktuasi data yang semakin naik dan menurun dengan meningkatnya waktu, maka untuk menstasionerkannya dilakukan pembedaan pertama untuk deret input dapat dicari dengan persamaan (2.5) sebagai berikut:

1

t t

t x x

x

x x x2  2 

2,7(4)

1,3

Untuk x3,...,x132 dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Pembedaan Pertama Deret Input

No. xt No. xt No. xt No. xt

1 * 34 -3 67 1.8 100 1.3

2 1.3 35 3 68 9 101 -1.9

3 6.2 36 6 69 4.6 102 -4.6

4 12.7 37 -15 70 -0.2 103 14.9

5 -25.2 38 4.8 71 12.7 104 -4.7

6 7.5 39 -9.8 72 -14.7 105 -0.2

7 5.7 40 5 73 1.2 106 0

8 -3.4 41 24.5 74 3 107 -1.4

9 2.4 42 9.4 75 -5.2 108 13.2

10 -4.2 43 4.7 76 -6.4 109 -21.8

11 2.3 44 -4.8 77 -9.3 110 20.6 12 -7.3 45 1.2 78 10.8 111 -8.4 13 14.4 46 0 79 -4.8 112 -15.2 14 -7.3 47 1.5 80 -5.9 113 28

15 5.1 48 0.5 81 10.3 114 -27

16 1.6 49 2.6 82 -3.4 115 7.1 17 -6.5 50 -12 83 9.2 116 -0.7 18 12.6 51 5.3 84 -16.2 117 4.6 19 -7.1 52 10.1 85 11.7 118 -1 20 -2.2 53 -17.7 86 5 119 -5.3

21 2.3 54 -0.3 87 -12.9 120 1.3

22 -2.7 55 3.8 88 1.4 121 9.8

23 -4.3 56 -2.7 89 -11.2 122 -30.8

24 7.3 57 -2.1 90 8.7 123 29.2

25 -3.1 58 9.1 91 -1.3 124 -11.2


(43)

27 -21.8 60 -0.1 93 7 126 17.6 28 -7.5 61 -7.9 94 1 127 -1.7

29 -6 62 7.8 95 1 128 -7.8

30 -2 63 -3.5 96 -5 129 10.8 31 14.5 64 7.6 97 9 130 7.1 32 -10.5 65 -13.4 98 -5.4 131 -13.7

33 5 66 -9.1 99 0.6 132 3.3

Gambar 3.7 Plot IOS dengan Menggunakan Pembedaan Pertama

Pada data asli curah hujan terlihat musiman yang jelas yaitu fluktuasi mengecil dan membesar deret data terjadi secara acak atau disebut random walk. Oleh karena itu untuk mengatasi pola musiman dari data tersebut perlu dilakukan transformasi dan untuk membuat data stasioner pada rataan dan ragamnya. Untuk transformasi logaritma digunakan rumus:

) log(Yt l

) log(

1 Yt

l

log(341)

2,53275

132 2,...,l


(44)

Tabel 3.4 Data Hasil Transformasi Logaritma No. lt No. lt No. lt No. lt

1 2.53275 34 2.14301 67 2.08636 100 2.2833 2 2.2014 35 2.40824 68 2.51188 101 2.5611 3 2.3075 36 2.26007 69 2.65418 102 2.43297 4 1.78533 37 2.25768 70 2.58206 103 2.33244 5 2.38021 38 1.69897 71 2.03342 104 2.86273 6 2.26717 39 1.4624 72 2.24055 105 2.18469 7 2.08279 40 1.54407 73 2.33646 106 2.86451 8 2.62737 41 2.1271 74 1.17609 107 1.8451 9 2.34439 42 2.16137 75 2.19866 108 2.50651 10 2.47857 43 2.32838 76 2.21748 109 2.13988 11 2.52634 44 2.50651 77 2.40824 110 2.11394 12 2.2833 45 2.23045 78 2.48855 111 2.19033 13 1.88081 46 2.53148 79 2.44871 112 2.40993 14 1.79934 47 2.44091 80 2.08279 113 2.28103 15 1.89209 48 2.617 81 2.57171 114 2.45788 16 2.33244 49 2.49831 82 2.86451 115 2.28556 17 2.18184 50 2.41497 83 2.63448 116 2.14301 18 2.24304 51 2.1038 84 2.5302 117 2.20412 19 2.29003 52 2.50786 85 1.95904 118 2.08636 20 2.39445 53 2.48144 86 1.89763 119 2.34242 21 2.50515 54 2.40824 87 2.01703 120 2.39094 22 2.49276 55 1.47712 88 1.85126 121 1.54407 23 2.549 56 2.04532 89 2.2833 122 1.39794 24 2.15534 57 2.07555 90 2.2833 123 2.19033 25 2.02531 58 2.30963 91 2.14301 124 2.35218 26 1.98677 59 2.10037 92 2.19312 125 2.2833 27 2.1271 60 2.65896 93 2.5832 126 1.95424 28 2.04139 61 1.77085 94 2.5611 127 2.62634 29 1.90849 62 1.93952 95 2.19866 128 2.28556 30 2.24304 63 2.26007 96 2.0086 129 1.81291 31 2.35411 64 2.0607 97 1.70757 130 2.53148 32 1.98227 65 1.77815 98 1.99564 131 2.2014 33 2.46389 66 2.28103 99 2.2833 132 2.13354

Untuk membuat data stasioner terhadap rataannya perlu dilakukan pembedaan pertama dengan rumus:

1

t t

t y y


(45)

1 2 2 2  yy

y

2,201402,53275

0,33136

Untuk nilai y2,...y132 dapat dilihat dalam Tabel 3.5

Tabel 3.5 Pembedaan Pertama Dari Data Transformasi Curah Hujan No. yt No. yt No. yt No. yt

1 * 34 -0.32088 67 -0.19467 100 0 2 -0.33136 35 0.26523 68 0.42552 101 0.2778 3 0.1061 36 -0.14817 69 0.14229 102 -0.12813 4 -0.52217 37 -0.00239 70 -0.07211 103 -0.10053 5 0.59488 38 -0.55871 71 -0.54864 104 0.53029 6 -0.11304 39 -0.23657 72 0.20713 105 -0.67804 7 -0.18439 40 0.08167 73 0.09591 106 0.67982 8 0.54458 41 0.58304 74 -1.16037 107 -1.01941 9 -0.28297 42 0.03426 75 1.02257 108 0.66141 10 0.13417 43 0.16701 76 0.01883 109 -0.36663 11 0.04777 44 0.17813 77 0.19076 110 -0.02594 12 -0.24304 45 -0.27606 78 0.08031 111 0.07639 13 -0.40249 46 0.30103 79 -0.03984 112 0.2196 14 -0.08147 47 -0.09057 80 -0.36592 113 -0.1289 15 0.09275 48 0.17609 81 0.48892 114 0.17685 16 0.44034 49 -0.11869 82 0.2928 115 -0.17232 17 -0.15059 50 -0.08334 83 -0.23003 116 -0.14254 18 0.06119 51 -0.31117 84 -0.10428 117 0.06111 19 0.047 52 0.40405 85 -0.57116 118 -0.11776 20 0.10442 53 -0.02641 86 -0.06141 119 0.25606 21 0.1107 54 -0.0732 87 0.11941 120 0.04851 22 -0.01239 55 -0.93112 88 -0.16577 121 -0.84687 23 0.05624 56 0.5682 89 0.43204 122 -0.14613 24 -0.39367 57 0.03022 90 0 123 0.79239 25 -0.13003 58 0.23408 91 -0.14029 124 0.16185 26 -0.03853 59 -0.20926 92 0.05011 125 -0.06888 27 0.14033 60 0.55859 93 0.39007 126 -0.32906 28 -0.08571 61 -0.88811 94 -0.0221 127 0.6721 29 -0.13291 62 0.16867 95 -0.36244 128 -0.34078 30 0.33455 63 0.32055 96 -0.19006 129 -0.47264 31 0.11107 64 -0.19937 97 -0.30103 130 0.71857


(46)

32 -0.37184 65 -0.28255 98 0.28807 131 -0.33008 33 0.48162 66 0.50288 99 0.28767 132 -0.06786

Dari Gambar 3.7 dapat dilihat deret data sudah stasioner pada nilai tengahnya, sehingga ARIMA (Auto Regresive Integrate-Moving Average) cocok digunakan untuk data IOS.

Koefisien korelasi sederhana antara xt dengan xt1 dapat dicari dengan menggunakan rumus pada persamaan (2.2) sebagai berikut:

2 1 1 ) ( ) )( (           

X X X X X X t n t k t t k n t k

Untuk r1 dapat dihitung

0,483

Untul nilai ,...

2

r dan

seterusnya dapat dilihat pada Tabel 3.6

Tabel 3.6 Nilai -nilai Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial Data Hasil Pembedaan Pertama Deret Input

Lag kkk Lag kkk Lag kkk

1 -.483 -.483 12 -.059 -.007 23 .058 .075 2 .033 -.261 13 .109 .035 24 -.092 .069 3 .148 .059 14 -.177 -.138 25 -.017 -.073 4 -.224 -.140 15 .008 -.194 26 -.014 -.117 5 .164 .006 16 .032 -.101 27 .127 .027 6 -.153 -.149 17 .049 .077 28 -.031 .107 7 .115 .033 18 -.021 .012 29 -.019 .021 8 -.042 -.032 19 -.069 -.062 30 .065 .006 9 -.139 -.170 20 .090 -.048 31 -.137 -.039 10 .215 .016 21 -.167 -.238 32 .047 -.033 11 -.053 .129 22 .130 -.063 33 .015 -.111

Untuk meyakinkan bahwa deret input yang telah dilakukan pembedaan pertama memiliki pola AR dan MA maka dilakukan pengujian sebagai berikut:

) / 1 ( 96 . 1 ) / 1 ( 96 .

1 nrk  n

 ) 0873 . 0 ( 96 . 1 ) 0873 . 0 ( 96 .

1  

rk

1710.171rk 0.

Ini berarti bahwa 95% dari seluruh koefisien korelasi berdasarkan sampel harus terletak dalam daerah batas interval penerimaan ditambah atau dikurangi 1,96 kali galat standart.

)) 775 , 0 ( 3 , 3 ( ... )) 775 , 0 ( 7 , 1 )) 775 , 0 ( 0 ( ) 775 , 0 ( 3 , 3 ))( 775 ., ( ) 7 , 13 (( ... ) 0775 , 0 3 , 1 ))( 775 , 0 ( 0 (( 2 2

1

           


(47)

Setelah dilakukan pengujian ternyata autokorelasi dan autokorelasi parsial memenuhi batas penerimaan, sehingga data deret input telah memiliki pola yang jelas. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.8 dan Gambar 3.9 berikut ini.

Gambar 3.8 Autokorelasi IOS dengan Pembedaan Pertama

Gambar 3.9 Autokorelasi Parsial IOS dengan Pembedaan Pertama

Dari plot autokorelasi terdapat 5 autokorelasi yang berbeda nyata dengan nol sehingga diduga orde dari proses AR adalah 5 (p=5), autokorelasi parsial menunjukkan empat nilai koefisien yang berbeda dari nol sehingga diduga proses dari MA adalah empat (q=4). Sesuai


(48)

dengan keterangan Gambar 3.8, model sementara data yang dibedakan adalah ARIMA (5,1,4). Oleh karena itu pendugaan parameter model ARIMA dapat dibuat ke dalam Tabel berikut:

Tabel 3.7 Pendugaan Parameter Model ARIMA

Parameter Taksiran SE Nilai-t

 0.095 0.223 2.17

 0.081 1.331 3.19

3.2.2.2 Pemutihan Deret Input

Data IOS sebagai deret input (Xt) dimodelkan sebagai proses ARIMA (5,1,4) dan xt

merupakan bentuk pembedaan Xt, sehingga xt dimodelkan sebagai ARMA (5,4),dengan

rumus persamaan sebagai berikut: t

x x

t x

B B

) (

) (

 

 

t

t B

x

B ) (1 0,081 )

095 , 0 1

(  5   4

txt 0,095xt5 0,081t4

Tabel 3.8 Pemutihan Deret Input

No. t No. t No. t No. t

1 0 34 -1.15 67 -0.95 100 -1.23

2 1.3 35 4.95 68 11.86 101 3.35

3 6.2 36 0.5 69 -2.64 102 -8.19

4 12.7 37 -11.45 70 1.55 103 15.88 5 -25.2 38 3.34 71 14.34 104 -5.24 6 7.93 39 -7.51 72 -11.15 105 0.63 7 7.48 40 4.52 73 -1.61 106 -2.31 8 -0.52 41 19.4 74 2.52 107 4.86 9 -8.7 42 13.74 75 -0.39 108 8.25 10 3.86 43 1.17 76 -12.84 109 -20.58 11 3.17 44 -1.19 77 -6.67 110 19.88 12 -8.70 45 6.57 78 11.38 111 -6.78 13 12.24 46 -0.71 79 -5.58 112 -12.16 14 -6.53 47 -0.13 80 -9.04 113 18.32 15 7.06 48 -0.91 81 9.46 114 -15.71 16 -1.78 49 5.81 82 2.38 115 0.41 17 -0.86 50 -12.49 83 5.02 116 -2.93 18 7.33 51 5.26 84 -18.17 117 13.96


(49)

19 -3.18 52 9.48 85 16.11 118 -12.24 20 -3.89 53 -15.88 86 3.57 119 0.65 21 1.67 54 -5.01 87 -10.5 120 -1.2

22 1.13 55 8.13 88 -6.61 121 14.59

23 -8.07 56 -0.69 89 -2.36 122 -35.86 24 7.54 57 -9.55 90 7.37 123 29.63 25 -2.07 58 11.25 91 -5.86 124 -10.46

26 9.08 59 6.76 92 -6.82 125 0.56

27 -23.9 60 -1.15 93 5.91 126 3.58

28 -4.07 61 -10.49 94 5.86 127 14.77 29 -8.26 62 11.99 95 -2.82 128 -17.56 30 1.68 63 -3.21 96 -6.98 129 13.4 31 4.58 64 6.36 97 12.56 130 9.15 32 -7.16 65 -16.86 98 -4.96 131 -12.58 33 3.87 66 -3.42 99 -0.55 132 -2.17

3.2.2.3 Pemutihan Deret Output (t)

Menurut Makridakis data deret output tidak harus diubah menjadi white noise, karena pada prinsipnya fungsi transfer adalah memetakan nilai-nilai xt ke yt sehingga deret output

diputihkan dengan fungsi yang sama dengan deret input seperti dalam persamaan (3.3). t

x x

t y

B B

) (

) (

 

 

(10,095B5)yt (10,081B4)t


(50)

Tabel 3.9 Pemutihan Deret Output (t)

No. t No. t No. t No. t

1 0 34 -0.18 67 -0.2 100 0.02

2 -0.33 35 0.25 68 0.42 101 0.27

3 0.11 36 -0.33 69 -0.06 102 -0.01

4 -0.52 37 0.23 70 0.25 103 -0.11

5 0.59 38 -0.72 71 -0.72 104 0.48

6 -0.22 39 -0.08 72 0.39 105 -0.59

7 -0.08 40 -0.08 73 -0.02 106 0.62

8 0.35 41 0.69 74 -1.11 107 -1.03

9 0.03 42 -0.2 75 0.8 108 0.84

10 -0.07 43 0.26 76 0.27 109 -0.68

11 0.05 44 0.2 77 0.14 110 0.33

12 -0.09 45 -0.06 78 -0.31 111 -0.41

13 -0.51 46 0.11 79 0.47 112 0.72

14 -0.04 47 -0.01 80 -0.5 113 -0.5

15 0.08 48 0.21 81 0.53 114 0.36

16 0.4 49 -0.18 82 0.15 115 -0.3

17 -0.27 50 0.01 83 -0.09 116 0.08

18 0.13 51 -0.38 84 -0.26 117 -0.15

19 0.09 52 0.49 85 -0.32 118 0.03

20 0.22 53 -0.12 86 -0.12 119 0.12

21 -0.07 54 -0.04 87 0.03 120 0.11

22 0.06 55 -1.04 88 -0.2 121 -0.87

23 0.07 56 0.8 89 0.35 122 -0.15

24 -0.33 57 -0.1 90 0.08 123 0.86

25 -0.18 58 0.23 91 -0.12 124 0.14

26 -0.04 59 -0.54 92 -0.04 125 -0.37

27 0.17 60 1.02 93 0.54 126 -0.2

28 -0.21 61 -1.04 94 -0.09 127 0.99

29 -0.11 62 0.24 95 -0.4 128 -0.46

30 0.35 63 0.09 96 -0.17 129 -0.63

31 0.17 64 0.19 97 -0.13 130 0.67

32 -0.47 65 -0.75 98 0.18 131 0.07


(51)

Tabel 3.10 Ringkasan statistik untuk pemutihan deret input dan output

Parameter rata-rata Varians

t

 .0108 98.604

t

 -.0038 .175

3.2.2.4 Perhitungan Korelasi Silang dan Korelasi Diri

Penghitungan korelasi silang dapat dicari dengan menggunakan persamaan (3.4) yaitu sebagai berikut:

   

S S

k C k

r ( ) ( )

Tabel 3.11 Korelasi Silang Pemutihan Deret Input

Lag r Lag r

-21 .109 0 .029 -20 -.214 1 .085 -19 .093 2 -.012 -18 -.036 3 -.158 -17 .108 4 .139 -16 -.250 5 -.031 -15 .292 6 -.086 -14 -.120 7 .101 -13 .057 8 .022 -12 -.125 9 .003 -11 .132 10 -.075 -10 -.033 11 .124

-9 -.016 12 -.089 -8 -.085 13 .015 -7 .044 14 -.096 -6 -.002 15 .072 -5 -.015 16 -.118 -4 -.004 17 .117 -3 -.003 18 -.050 -2 .096 19 .004 -1 -.083 20 .059


(1)

Dengan menggunakan Algoritma Marquardt, didapat taksiran akhir parameter noise )

(nt sebagai berikut:

Tabel 3.19 Taksiran Akhir Parameter noise (nt)

Parameter Taksiran Standar Nilai-t

 -0.413 0.87 -4.745

Model fungsi transfer dengan taksiran parameter-parameternya: t

t

t x n

B B

y

 

 0 1 4

) 1 (    t t

t x B a

B B

y (1 0.431 )

) 296455 . 0 1 ( 003045 . 0 005853 . 0

4   

 

3.2.4 Pemeriksaan Diagnostik Model

Deret nilai sisa akhir at dapat dihitung dengan menggunakan rumus: 1 1 5 1 4 0 1

1        

t t t t t

t y d y e x e x f a

a Dengan:

0.296455 1

1   d

-0.005853 0

0   e

0.003045 1

1   e

431 . 0 1 1   f

Jika diasumsikan a1,...,a5 sama dengan nol, maka a6dapat dihitung dengan persamaan: 5 1 1 1 2 0 5 1 6

6 y d y e x e x f a

a     

-0.184390.296455(-0.11304)-0.005853(6.2)0.003045(1.3)(-0.431(0))

0.18321

Untuk a7sampai dengan a132 dapat dilihat pada Tabel 3.20

Tabel 3.20 Gugus Residual Akhir (at)

No. at No. at No. at No. at

1 -0.18321 33 -0.44447 65 -0.4862 97 -0.06418 2 0.42763 34 -0.15598 66 0.01433 98 0.51362 3 0.01287 35 0.566 67 0.04407 99 -0.49453 4 0.10559 36 0.14649 68 -1.14568 100 0.58843 5 0.06441 37 0.32171 69 0.56526 101 -0.9491 6 -0.17911 38 0.27347 70 0.19877 102 0.43477 7 -0.46839 39 -0.28366 71 0.25941 103 -0.3002 8 -0.22722 40 0.22261 72 0.17432 104 -0.10819


(2)

9 -0.05341 41 -0.03756 73 0.08644 105 0.02368 10 0.42871 42 0.22153 74 -0.27768 106 0.13045 11 -0.11584 43 -0.05208 75 0.45629 107 0.05649 12 0.11897 44 -0.07752 76 0.34562 108 0.06393 13 0.05221 45 -0.34439 77 -0.03673 109 -0.07233 14 0.12975 46 0.2796 78 -0.03946 110 -0.07392 15 0.20492 47 0.01738 79 -0.64351 111 -0.15367 16 -0.00883 48 0.0238 80 -0.24881 112 0.00999 17 0.13424 49 -0.96189 81 -0.08433 113 0.17353 18 -0.33398 50 0.19142 82 -0.1318 114 0.10834 19 -0.24523 51 0.11749 83 0.27981 115 -0.82162 20 -0.13265 52 0.24747 84 0.05568 116 -0.39612 21 0.0846 53 -0.14492 85 -0.01426 117 0.61255 22 -0.1295 54 0.55612 86 0.03518 118 0.29155 23 -0.14923 55 -0.69705 87 0.46734 119 0.01458 24 0.21605 56 -0.06963 88 0.07353 120 -0.08928 25 0.30448 57 0.2307 89 -0.27517 121 0.44835 26 -0.23421 58 -0.13537 90 -0.21772 122 -0.1013 27 0.45564 59 -0.26334 91 -0.44622 123 -0.44653 28 -0.18134 60 0.34998 92 0.10987 124 0.46039 29 0.15443 61 -0.07763 93 0.26912 125 -0.18767 30 -0.02328 62 0.37887 94 0.11765 126 -0.04851 31 -0.03446 63 0.35792 95 0.28449

32 -0.54707 64 0.12509 96 0.02889

3.2.4.1 Analisis Nilai Sisa (Residu) at

Untuk menentukan autokorelasi gugus residu signifikan dari nol dapat digunakan uji statistik Box-Pierce dengan rumus:

 

      m k qn

pn

m n r s b r aa k

1 2 )

( 2

) ( )

1 (

] ) .053 0 ( ) -0.102 ( .... ) .016 0 ( ) -0.177 )[( 4 1 1 1 132

( 2 2 2 2

) 1 31 (

2         

 

42.78111 

Dengan memperhatikan tabel 2 untuk derajat bebas dengan tingkat kepercayaan 90% nilainya adalah 43,7729, berarti Qhitung lebih kecil dari Qtabel, oleh karena itu at merupakan deret random, model fungsi transfer cocok untuk data ini.

3.2.4.2 Analisis Korelasi Silang dari Gugus Residu (at)dengan Pemutihan Deret Input

) (t


(3)

Dari hasil analisis korelasi silang gugus residual dengan pemutihan deret input pada Tabel 3.20, memperlihatkan bahwa semua hasil autokorelasi silang tidak signifikan dengan nol sehingga biasa diasumsikan korelasi silang sama dengan nol.

Tabel 3.21 Korelasi Silang Gugus Residu dengan Pemutihan Deret Input

Lag ra Lag ra

0 -.112 11 .040

1 .031 12 -.048

2 -.041 13 -.061

3 -.109 14 -.017

4 .017 15 -.021

5 .093 16 .033

6 .026 17 .010

7 -.022 18 -.030

8 .112 19 .002

9 -.084 20 -.033

10 .038

Untuk menguji bahwa korelasi silang antara pemutihan deret input (t)apakah secara signifikan berbeda dari nol digunakan kembali persamaan Box-Pierce

       m k a s r

m n r s b r k

1 2 ) ( 2 ) ( ) (   ] ) -0.033 ( ) .002 0 ( ... ) .031 0 ( ) -0.112 )[( 0 1 1 132

( 2 2 2 2

) (

2        

 pn qn m

8.694895

Dengan memperhatikan tabel 2untuk derajat bebas 18 dengan tingkat kepercayaan 90% nilai adalah 28.8693, berarti Qhitung lebih kecil dari Qtabel, oleh karena itu model fungsi transfer memenuhi asumsi independensi antara deret t dan at.

Pada uji Box-Pierce autokorelasi dan korelasi silang pada hakikatnya telah nol, memperlihatkan bahwa model fungsi transfer telah bisa digunakan dalam peramalan.

3.2.5 Peramalan Dengan Fungsi Transfer

Model peramalan yang digunakan untuk contoh model (1,1,4) (0,1) adalah: 1 1 5 1 4 0 1

1    

 

yt xt xt at

y    

Dari persamaan tersebut peramalan untuk data ke -133 adalah sebagai berikut: 1 1 5 1 4 0 1

1    

 

yt xt xt at

y    

) -0.04851 ( 6340 . 0 ) -7.80 ( 003045 . 0 ) 10.80 ( 005853 . 0 ) -0.06786 ( 296455 . 0

133    

y


(4)

Total curah hujan untuk periode 133 = Total curah hujan periode 132+ 133y

 

136

Y 0.0997595


(5)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari bab-bab sebelumnya mengenai analisis deret berkala bivariat pada model fungsi transfer, dalam hal ini untuk menentukan karakteristik (sifat) indikator penentu (deret input) sehingga diperoleh variabel deret output pada masa yang akan datang sebagai berikut:

1. Dengan membuat plot data sehingga karakteristik (sifat) data deret input untuk menghasilkan output diketahui dan dapat mempermudah analisis data.

2. Dengan membuat korelogram fungsi autokorelasi (ACF) dan korelogram fungsi autokorelasi parsial (PACF) dengan menggunakan program SPSS dapat membantu memperlihatkan karakteristik data deret berkala yang telah disajikan dengan plot data. 3. Apabila karakteristik data deret input yang akan diramalkan outputnya telah diketahui,

maka peramalan dapat dilakukan yang dimulai dengan identifikasi model, pendugaan parameter dan uji diagnosis model.

4.2 Saran

Dalam model model fungsi transfer bivariat, pembaca harus mempelajari pustaka untuk studi aplikasi yang baik dan menimbang keuntungan dan kerugian dari metodologinya dan penulis mengharapkan agar peramalan dengan fungsi transfer dapat dikembangkan dengan menggunakan deret Fibonacci. Dan untuk menentukan model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins gunakanlah maksimum Likelihood dalam mengestimasi parameternya karena metode ini lebih sederhana dan mudah untuk dihitung. Selain itu, metode maksimum Likeihood memiliki sifat estimator yang efisien.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anthanari, T. S dan Dodge, Y. 1981. Mathematical Programming in Statistic.

Canada: John Willey & Sons.

Dudewicz, J. E dan Mishara, S. N. 1988. Modern Mathematical Statistics.

Canada: John Willey & Sons.

Barlow, R. E dan Proschan, F. 1965. Mathematical Theory of Reliability.

Canada: John Willey & Sons.

Anderson, O. D. 1977. Time Series Analysis and Forecasting – The Box-Jenkins Approach.

London : Butterworths.

Bain, Lee J dan Engelhardt, Max. 1992. Introduction Probability and Mathematical Statistic.

California : Belmont.

Chatfield, C . 1975. The Analysis of Time Series : Theory and Practise.

London : Chapman and Hall.

Makridakis; Wheelwright & McGee.1993. Metode Peramalan. Jakarta: Erlangga. Makridakis; Wheelwright & McGee. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan.

Jakarta: Binarupa Aksara.

Soejoeti Zanzawi.1987. Materi Pokok Analisis Runtun Waktu. Jakarta: Karunika, Universitas Terbuka.

Wonnacott, T. H dan Wonnacott, R. J. 1976. Introductory Statistics. Canada: John Willey & Sons.