Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Pertimbangan Hukum Hakim

saksi keluarga yang keterangannya menguatkan dalil-dalil pemohon sementara termohon meskipun telah dikaruniai tiga orang anak, dipanggil dengan patut tidak hadir dipersidangan, untuk itu Majelis Hakim berkesimpulan bahwa termohon mengetahui adanya persidangan dan demikian alasan pemohon patut untuk dinyatakan terbukti. 5. Menimbang, bahwa selama perkawinan antara pemohon dan termohon telah dikaruniai tiga orang anak yaitu: Cut Shahnaz Jihan, Zulfikar Ali Fahrezi, dan Cut Adila Hana Faiza. Berdasarkan ketentuan Pasal 41 huruf a Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa akibat putusnya perkawinan baik ibu maupun bapak tetap berkewajiban dalam memelihara dan mendidik anak-anaknya berdasarkan kepentingan anak maka berdasarkan tuntutan pemohon tersebut. Majelis Hakim mengabulkan permohonan dengan menetapkan bahwa anak pemohon dan termohon ditetapkan pengasuhan dan pemeliharaanya kepada pemohon yaitu bapaknya.

C. Analisis terhadap Putusan Pengadilan Agama Bekasi

Dalam hal ini penulis melihat pertimbangan hukum yang diberikan Majlis Hakim dapat dilihat untuk kepentingan anak atau kemaslahatan anak, dalam perkara tersebut yang telah diputuskan hak pemeliharaan dan pengasuhan anak hadhanah diserahkan kepada penggugat yaitu bapak kandung sendiri. Dalam kasus ini Majlis Hakim memberikan keputusan mengenai hak pemeliharaan dan pengasuhan anak yang dilimpahkan kepada penggugat dengan berdasarkan Pasal 41 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi: 46 Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusanya. b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataanya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu memikul biaya tersebut. c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Dari Pasal 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 anak berhak diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali ada hal yang menentukan yang lain. Kemudian berdasarkan Pasal 105 huruf a KHI Impres No. 1 tahun 1991 yang berbunyi apabila terjadi perceraian, maka pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Pemeliharaan anak pasca cerai atau hadhanah, pelaksanaanya tidak sebatas pada kegiataan formalitas yang begitu saja tanpa dibarengi dengan 46 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hal. 549-550. mendidik yang bertujuan untuk menjadikan anak sehat baik fisik maupun psikisnya. Salah satu hal penting yang mungkin kurang dipertimbangkan oleh kedua orang tua ketika terjadi perceraian adalah tanggungjawab kedua orang tua, baik ketika orang tuanya masih hidup atau hilang tidak diketahui keberadaanya atau juga karena terjadi perceraian. Pemeliharaan ini meliputi berbagai hal, di antaranya masalah ekonomi, pendidikan dan masalah-masalah lain yang menjadi kebutuhan pokok anak. Menurut Syaikh Hasan Ayyub bahwa pemeliharaan dan pendidikan yang baik adalah menjaga memimpin dan mengatur segala hal yang anak-anak itu belum mampu dan sanggup mengaturnya sendiri, maka dalam pemeliharaan dan pengasuhan oleh kedua orang tuanya yakni bapak dan ibunya, sehingga anak akan dapat tumbuh sehat jasmani dan rohaninya. Akan tetapi seandainya kedua orang tua terpaksa bercerai, sedangkan keduanya mempunyai anak yang belum mumayyiz, maka ibulah yang lebih berhak untuk mendidik dan merawat anak itu hingga ia mengerti akan kemaslahatan dirinya. Hak pemeliharaan di dalam Pasal 41 undang-undang Nomor 41 Undang- undang No.1 Tahun 1974, sekalipun kedua orang tua anak tersebut sudah tidak bersama lagi dalam hal ini adalah bercerai, baik ibu ataupun ayah dari anak tersebut tetap berkewajiban mendidik dan memelihara anak tersebut, semata-mata demi kepentingan sianak. Jika terjadi sengketa mengenai hak pemeliharaan anak sudah jelas hakim Pengadilan Agama yang akan memberi putusannya, sesuai dengan bukti-bukti dan keterangan dari saksi-saksi yang diajukan ke Pengadilan Agama dalam persidangan. Karena dalam masalah hak asuh anak adalah persoalan yang menyangkut masa depan lahir dan batin, perkembangan moral dan akhlak, pendidikan agama seorang anak. Dengan demikian penamaan aqidah, budi pekerti dan akhlak sejak dini menjadi penting untuk perkembangan jiwa si anak. Karena tentunya sebagai orang tua menginginkan anak hasil perkawinan mereka dapat terpelihara agama, jiwa, harta, serta keturunan, dan kehormatanya. Hal ini tentunya sesuai dengan tujuan dari hukum Islam. Karena pendidikan yang lebih penting adalah pendidikan anak dalam pengakuan ibu dan bapaknya, dengan adanya pengawasan dan perlakuan akan dapat menumbuhkan jasmani dan akhlaknya, membersihkan jiwanya, serta mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupanya di masa yang akan datang. Pertimbangan lain diberikanya hak asuh anak yang belum mumayyiz kepada bapaknya dikarenakan bahwa tergugat 1 satu karena ketidak jelas tempat tinggalnya dan tidak mempunyai waktu dan kesempatan untuk memperhatikan dan mendidik anak. Bahwa dengan fakta menunjukkan tergugat I tidak banyak waktu dan perhatian, bahkan tergugat I sampai sekarang belum tahu keberadaanya. Sehingga penggugat selaku bapak kandung sangat mengharapkan anak tersebut diasuh kepada ayah kandungnya sendiri. Padahal di dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan dalam Pasal 105 yang berbunyi: a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;