Megawati Simanjuntak : Ekstraksi Dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk Melastoma
malabathricum. L
Serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar, 2008. USU Repository © 2009
tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair yang diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.
Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai
panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air atau lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika Depkes RI, 1995.
Apa yang disebut dengan vanishing cream umumnya amulsi minyak dalam air, mengandung air dalam persentasi yang lebih besar dan asam stearat. Setelah pemakaian
krim, air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat tipis .Ansel,1989 Krim digunakan sebagai;
a. Bahan pembawa obat untuk pengobatan kulit b. Bahan pelembut kulit
c. Pelindung kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit Anief, 2000.
Preparat yang digunakan pada kulit antara lain untuk efek fisik, yaitu kemampuan bekerja sebagai pelindung kulit, pelicin, pelembut, zat pengering dan lain-lain, atau
untuk efek khusus dari bahan obat yang ada. Preparat ini dijual bebas, sering mengandung campuran dari bahan obat yang digunakan dalam kondisi tertentu seperti,
infeksi kulit yang ringan, gatal gatal, luka bakar, merah bekas popok, sengatan dan gigitan serangga, kut u air, mata ikan, penebalan kulit keras, dan lain lain.
2.4 Pembuatan Krim
Dalam pembuatan krim dari formula dengan tipe emulsi minyak dalam air ma, metode pembuatan secara umum meliputi proses peleburan, emulsifikasi, dan
Megawati Simanjuntak : Ekstraksi Dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk Melastoma
malabathricum. L
Serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar, 2008. USU Repository © 2009
saponifikasi. Komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama di penangas air pada temperatur sekitar 70
o
C sampai 75
o
C. Semua komponen yang larut dalam air dilarutkan dalam air panas. Lalu larutan berair secara
perlahan-lahan ditambahkan dengan pengadukan yang konstan kedalam campuran lemak cair, temperatur dipertahankan selama 5 – 10 menit, untuk menjaga kristalisasi
dari lilin dan kemudian campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus menerus sampai campuran membekumengental Ansel, 1989.
2.5 Kulit
Kulit normal memiliki tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan. Epidermis mempunyai sel basal yang terus membelah untuk mempertahankan
lapisan epitel berlapis. Lapisan ini adalah pelindung primer antara lingkungan luar dan dalam tubuh yaitu mencegah masuknya bakteri atau senyawa racun bersama dengan
dermis, melindungi struktur bagian dalam dari trauma Cruse and McPherdran, 1992. Dermis, atau korium tebalnya 3-5 mm merupakan anyaman serabut kolagen dan
elastin, yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, gelembung rambut, kelenjar lemak
sebasea, kelenjar keringat, otot dan serabut saraf. Daerah atas dari dermis terdapat papillae membentuk lapisan papila yang berhubungan kedalam epidermis Anief, 1997.
Lapisan sub kutan hypodermis merupakan kelanjutan dari dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak Ackerman, 1987; Ansel, 1989.
2.6 Absorpsi Obat Melalui Kulit
Tujuan umum penggunaan obat topikal pada terapi adalah untuk menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis. Daerah yang terkena
Megawati Simanjuntak : Ekstraksi Dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk Melastoma
malabathricum. L
Serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar, 2008. USU Repository © 2009
umumnya epidermis dan dermis, sedangkan obat-obat topikal tertentu seperti emoliens pelembab, antimikroba dan deodorant terutama bekerja di permukaan kulit saja. Hal
ini memerlukan penetrasi difusi dari kulit atau absorpsi perkutan Lachman, dkk., 1994. Absorpsi obat melalui kulit pada umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung
obat melalui stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40 protein umumnya keratin dan 40 air. Stratum korneum sebagai jaringan keratin bersifat semipermiabel,
dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif. Jumlah obat yang dapat menyeberangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi
obat, kelarutannya dalam air dan koefisien partisi minyak atau airnya. Bahan-bahan yang mempunyai sifat larut dalam keduanya minyak dan air merupakan bahan yang
baik untuk difusi melalui stratum korneum seperti juga epidermis dan lapisan-lapisan kulit.
Penetrasi obat kedalam kulit dengan cara difusi adalah melalui : a. penetrasi transeluler menyeberangi sel
b. penetrasi interseluler antarsel c. penetrasi transappendageal yaitu melalui folikel rambut, keringat dan kelenjar
lemak Ansel, 1989. Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit sangat bergantung dari sifat
fisika kimia obat dan juga bergantung pada zat pembawa, pH dan konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit yakni apakah kulit dalam keadaan baik
atau terluka, umur kulit, perbedaan spesies dan kelembaban yang dikandung oleh kulit Lachman. dkk, 1994.
Megawati Simanjuntak : Ekstraksi Dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk Melastoma
malabathricum. L
Serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar, 2008. USU Repository © 2009
Absorbsi bahan dari luar kulit ke posisi dibawah kulit tercakup masuk ke aliran darah, yang disebut sebagai absorbsi perkutan. Pada umumnya absorbsi obat dari bahan
yang ada pada preparat dermatologi seperti cairan, gel, salep, krim atau pasta tidak hanya tergantung pada sifat kimia dan fisika dari bahan obat saja, tetapi juga pada sifat
apabila dimasukkan kedalam pembawa farmasetika dan kondisi dari kulit. Pembawa farmasetika tidak dapat lebih jauh menembus kulit, atau membawa bahan obat melaliu
kulit, terhadap kadar dan tingkat penembus kulit. Pembawa tidak mempengaruhi laju dan derajat penetrasi zat obat, tetapi tergantung dari bahan obat itu sendiri. Oleh karena
itu untuk absorbsi perkutan dan efektivitas terapeutik, tiap kombinasi obat pembawa, harus diuji sendiri sendiri. Ansel,1989
2.6.1 Situasi Fisiologis Kulit dan pengaruhnya Terhadap absobsi Bahan Obat
Lapisan kulit terluar, Stratum corneum yang mati lapisan tanduk merupakan perintang sejati untuk absorbsi obat. Lapisan ini terdiri dari sel sel datar, mati dan berisi
zat tanduk, yang kira kira mengandung 50 keratin dan sedikit air 10-15. Sel sel ini dapat membengkak dan mampu menarik air sampai 50 sehingga ketebalannya dapat
meningkat dari 5-10 menjadi 80 mm. Keseluruhan stratum korneum diperbaharui setiap 14 hari. Lapisan ini menjadi muara bagi kelenjar keringat dan sebum serta folikel
rambut, sehingga secara skematik terdapat empat kemungkinan yang memungkinkan Stratum corneunm dilintasi: interseluler, transeluler transepidermal, transgandular dan
transfolikuler. Penggunaan bahan obat pada kulit bertujuan untuk mencapai tiga sasaran
berlainan.
Megawati Simanjuntak : Ekstraksi Dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk Melastoma
malabathricum. L
Serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar, 2008. USU Repository © 2009
• Bahan obat sebaiknya tinggal pada permukaan kulit, misalnya bahan desinfektans atau preparat pelindung cahaya.
• Bahan obat sebaiknya masuk kedalam kulit atau jaringan yang terletak lebih dalam dan memberikan kerja lokal, yang menjadi tujuuan umum preparat
topikal. • Bahan obat sebaiknya diresorbsi dalam takaran yang tinggi, sehingga mampu
bereaksi sistemik Voigt, 1995.
2.7 Luka 2.7.1 Pengertian Luka
Luka adalah suatu keadaan kerusakan jaringan dan dapat mengenai struktur yang lebih dalam dari kulit seperti saraf, otot, atau membrane. Luka, cacat atau kerusakan
kulit dan jaringan dibawahnya disebabkan oleh: 1. Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terpukul, tertusuk,
terbentur dan terjepit. 2. Trauma elektris yang disebabkan cedera karena listrik dan petir.
3. Trauma termis yang disebabkan oleh panas dan dingin. 4. Trauma kimia yang disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta
zat iritatif lainnya. Karakata dan Bachsinar, 1995
2.7.2 Klasifikasi Luka
Berdasarkan kedalaman jaringan yang dikenai, luka dapat dibagi dua yaitu: 1. Simpleks, bila hanya melibatkan kulit.
2. Komplikatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya Karakata dan Bachsinar, 1995.
Megawati Simanjuntak : Ekstraksi Dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk Melastoma
malabathricum. L
Serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar, 2008. USU Repository © 2009
Berdasarkan keadaannya luka dibagi atas dua bagian, yaitu: 1. Luka tertutup. Dalam hal ini kulit masih utuh. Contohnya:
a. Vulnus contussum atau luka memar. Di sini kulit tidak rusak, tetapi pada pembuluh darah sub kutan, sehingga dapat terjadi hematom.
b. Vulnus traumaticum. Terjadi di dalam tubuh, tetapi tidak tampak dari luar. 2. Luka terbuka. Dalam keadaan ini kulit sudah robek. Contohnya:
a. Ekskoriasi atau luka lecet adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau rata.
b. Vulnus scissum adalah luka sayat atau luka iris yang ditandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan.
c. Vulnus laceratum atau luka robek adalah luka dengan tepi tidak beraturan atau compang-camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul.
d. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari lebarnya.
e. Vulnus caesum atau luka potong adalah luka yang disebabkan oleh benda tajam yang besar, dengan tepi tajam dan rata.
f. Vulnus sclopetorum atau luka tembak yang terjadi karena tembakan, granat, dan sebagainya, dengan tepi luka yang tidak teratur.
g. Vulnus morsum atau luka gigit yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia, bentuk luka tergantung bentuk gigi penggigit Karakata dan Bachsinar,
1995.
Megawati Simanjuntak : Ekstraksi Dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk Melastoma
malabathricum. L
Serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar, 2008. USU Repository © 2009
2.8 Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tunggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal fase syok sampai
fase lanjut. Yefta,2003. Kulit atau jaringan tubuh yang terbakar akan menjadi jaringan nekrotik. Kalau
luka karena benda tajam atau benda tumpul, bila ada jaringan nekrotik kita harus berusaha melakukan debridement pada waktu pertama kali pencucian luka tetapi lain
pada luka bakar, jaringan nekrotik ini tidak dapat dibuang segera tetapi tetap lekat di tubuh penderita untuk waktu yang relatif lama. Tetap beradanya jaringan nekrotik di
tubuh si penderita akan mengundang infeksi serta kesukaran-kesukaran lain dalam perawatannya Marzoeki, 1993.
Berat ringannya luka bakar tergantung dari lamanya dan banyaknya kulit badan yang terbakar. Kerusakan paling ringan akibat terbakar yang timbul pada kulit adalah
warna merah pada kulit. Bila lebih berat, timbul gelembung. Pada keadaan yang lebih berat lagi bila seluruh kulit terbakar sehingga dagingnya tampak, sedangkan yang
terberat adalah bila otot-otot ikut terbakar Oswari, 2003. Luka bakar dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebab dan
kedalaman kerusakan jaringan. 1. Berdasarkan penyebabnya, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, antara lain:
- Luka bakar karena api - Luka bakar karena air panas
Megawati Simanjuntak : Ekstraksi Dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk Melastoma
malabathricum. L
Serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar, 2008. USU Repository © 2009
- Luka bakar karena bahan kimia yang bersifat asam atau basa kuat - Luka bakar karena listrik
- Luka bakar karena logam panas - Luka bakar karena radiasi
- Cedera karena suhu sangat rendah 2. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan, luka bakar dibedakan atas beberapa
jenis yaitu: a. Luka bakar derajat I:
- Kerusakan terbatas pada superfisial epidermis - Kulit kering, tampak sebagai eritema
- Tidak dijumpai bula - Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari b. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi dermis dan epidermis - Dijumpai bula
- Dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas kulit normal
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi Luka bakar derajat II dibedakan menjadi 2 dua, yaitu :
- Derajat II dangkal superficial
Megawati Simanjuntak : Ekstraksi Dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk Melastoma
malabathricum. L
Serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar, 2008. USU Repository © 2009
Kerusakan mengenai bagian superfisial dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan
terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari. - Derajat II dalam deep
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan
terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
c. Luka bakar derajat III - Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam
- Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan
- Tidak dijumpai bula - Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, kering, letaknya lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar koagulasi protein pada lapis epidermis dan dermis
- Tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan kematian.
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan baik dari dasar luka, tepi luka maupun apendises kulit Moenadjat, 2003.