Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kategori Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter Di Ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik Medan n=35 Tindakan Perawat Frekuensi n Persentase Baik 12 34.3 Cukup 20 57,1 Kurang 3 8.6

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter mayoritas dalam kategori cukup dalam rentang 31-38 sebanyak 20 orang 57.1 . Hal ini menunjukkan bahwa RSUP. H. Adam Malik Medan harus meningkatkan upaya dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter dengan meningkatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku di instansi tempat kerja. Dari hasil wawancara terhadap perawat yang bekerja di ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik Medan didapatkan data bahwa sekitar 80 telah mengikuti pelatihan pencegahan infeksi nosokomial. Adapun tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan dari rumah sakit dan terutama mengurangi insiden infeksi nosokomial. Ini dapat dilihat dari hasil jawaban responden yang menyatakan bahwa pada saat perawat melakukan intervensi kepada pasien yang terpasang kateter perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan kateter sebanyak 27 orang 77.1 , tidak melepaskan kateter dari selangnya saat memindahkan atau mengubah posisi klien sebanyak 35 orang 100 . Hal ini Universitas Sumatera Utara sesuai dengan pendapat Brunner Suddarth 2000 yang menyatakan bahwa tindakan perawatan yang harus dilakukan pada pasien yang terpasang kateter untuk mencegah infeksi saluran kemih yaitu: perawat harus mencuci tangan ketika beralih dari pasien yang satu ke pasien lainnya serta sebelum dan sesudah memberikan perawatan dengan mempertahankan teknik aseptik yang tujuannnya untuk mengurangi penularan infeksi. Teknik mencuci tangan juga harus dilakukan dengan tepat agar tujuan tujuan dapat dicapai. Jawaban responden terhadap tindakan perawat diatas juga sejalan dengan pernyataan: Rasyid 2000 bahwa tata cara yang aseptik pada saat melakukan intervensi merupakan syarat mutlak untuk mencegah terjadinya infeksi, Purnomo 2000 bahwa prosedur pelaksanaan yang tidak menjaga dan mempertahankan teknik aseptik setelah pemasangan dan perawatan kateter dapat menimbulkan jalur masuk dan berkembangnya kuman ke dalam kandung kemih, dan Bina Sehat 1999 yang menyatakan bahwa pasien memiliki daya tahan tubuh yang rendah sehubungan dengan penyakit yang diderita mudah terinfeksi, sehingga teknik aseptic harus dipertahankan dalam setiap pemberian asuhan keperawatan pada pasien yang mendapat tindakan invasif. Perawat menyambung selang drainase yang terlepas dengan tidak memegangnya langsung pada bagian ujung kateter atau selang sebanyak 20 orang 80 dan perawat mengganti selang drainase jika terdapat kebocoran pada persambungan antara selang dengan kateter sebanyak 31 orang 88.6 . Ini merupakan salah satu dari tindakan pencegahan infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih merupakan kejadian yang sangat sering terjadi paska kateterisasi. Universitas Sumatera Utara Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai cara. Mempertahankan sistem drainase urin tertutup merupakan tindakan yang penting untuk mengontrol infeksi. Perawatan kateter secara tertutup dapat mengurangi infeksi sampai lebih dari 50, hal ini banyak membantu menurunkan angka infeksi saluran kemih setelah pemasangan keteter Furqan, 2003. Meskipun hasil penelitian terhadap tindakan perawat dalam kategori cukup dengan rentang nilai 31-38, ada beberapa tindakan perawat terhadap pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter yang terabaikan atau sangat jarang dilakukan seperti: perawat yang mencuci tangan ketika beralih dari pasien yang satu ke pasien lainnya saat memberikan perawatan hanya sebanyak 5 orang 14.3 sedangkan jawaban responden terhadap tindakan perawat yang mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan kateter memiki frekuensi yang cukup besar yaitu sebanyak 27 orang. Begitu juga dengan tindakan perawat yang mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan daerah sekitar lubang uretra saat membersihkan selang kateter hanya sebanyak 8 orang 22.9, perawat yang membersihkan kateter urin dua kali sehari hanya 5 orang 14.3, perawat yang melakukan desinfeksi pada daerah klep katup drainase sebelum dan sesudah mengosongkan kantung penampung urin hanya 7 orang 20, dan perawat yang mengajarkan tentang tata cara berbaring yang tepat di tempat tidur dengan terpasangnya kateter juga hanya 7 orang 20. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat: Saanin 2000, bahwa teknik aseptik harus dipertahankan terutama saat perawatan kateter untuk mencegah kontaminasi dengan mikroorganisme; Brunner Suddarth 2000, bahwa Universitas Sumatera Utara perawatan perineum harus sering diberikan dua kali sehari atau sesuai kebutuhan klien dan setelah defekasi dengan meggunakan sabun dan air yang efektif mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga dapat mencegah kontamisasi terhadap uretra, kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air paling sedikit dua kali sehari dengan tidak membuat gerakan yang membuat kateter bergeser maju- mundur untuk mencegah iritasi pada kandung kemih ataupun orifisium internal uretra yang dapat menimbulkan jalur masuknya kuman ke dalam kandung kemih, dan perawat harus melakukan desinfeksi pada klep katup drainase sebelum dan sesudah mengosongkan kantung penampung urin. Menurut asumsi peneliti: masih ada perawat yang lebih mengutamakan tindakan proteksi terhadap diri pribadi dan kurang menyadari dampak yang dapat timbul dari tindakannya yang tidak memegang prinsip aseptik terhadap kesehatan pasien yang tentunya dapat membahayakan jiwa pasien. Ini sejalan dengan Glynn 2000, menyatakan bahwa kateterisasi kandung kemih merupakan salah satu tindakan invasif yang dapat menimbulkan infeksi pada saluran kemih jika tidak ditangani dengan tepat dan benar. Perry Potter 2005 menyatakan bahwa salah satu indikator infeksi nosokomial adalah adanya infeksi akibat kesalahan pemasangan maupun perawatan pada pasien yang terpasang kateter urin yang akan berdampak pada terhambatnya proses penyembuhan dan pemulihan pasien. Brunner Suddath 2000 menyatakan bahwa infeksi saluran kemih menempati tempat ke-3 dari infeksi nosokomial di rumah sakit. 80 dari infeksi saluran kemih disebabkan oleh kateter uretra. Infeksi saluran kemih setelah pemasangan kateter terjadi karena kuman dapat masuk ke dalam kandung kemih dengan jalan berenang melalui lumen kateter, rongga yang terjadi antara dinding Universitas Sumatera Utara kateter dengan mukosa uretra, sebab lain adalah bentuk uretra yang sulit dicapai oleh antiseptik. Sehingga pasien yang mengalami infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter akan mendapatkan perawatan yang lebih lama dari yang seharusnya sehingga biaya perawatan akan menjadi bertambah dan masalah ini juga dapat memperburuk kondisi kesehatan klien, bahkan dapat mengancam keselamatan jiwanya Rasyid, 2000; Utama, 2006. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian yang dilakukan mengenai tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter di ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik Medan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan

Pada distribusi frekuensi karakteristik responden sebagian besar berada pada rentang usia 41-50 tahun sebanyak 15 orang 42.9 , jenis kelamin perempuan sebanyak 25 orang 71.4 , menikah sebanyak 27 orang 77.1 , agama yang dianut islam sebanyak 21 orang 60 , suku Batak sebanyak 19 orang 54.3 , pendidikan SMA sebanyak 19 orang 54.3 , pekerjaan wiraswasta sebanyak 21 orang 60.0 dan penghasilan responden Rp 1.000.000,- sebanyak 18 orang 51.4 dan tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter dalam kategorik cukup sebesar 20 orang 57.1 . 2. Saran 2.1. Bagi Praktek Keperawatan Perawat diharapkan agar dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan ketetapan prosedur rumah sakit secara optimal kepada pasien. Universitas Sumatera Utara