Pembuatan Dan Karakterisasi Bahan Gingiva Berbasis Resin Akrilik Dengan Penambahan Serat Kaca

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SUCI RAMADHANI HASIBUAN 070801009

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN GINGIVA

BERBASIS KOMPOSIT RESIN AKRILIK

DENGAN PENAMBAHAN SERAT KACA

Oleh :

Suci Ramadhani Hasibuan NIM : 070801009

Disetujui Oleh :

Prof. Drs. H. Perdamean Sebayang, M.S. NIP : 195501051983031003

Diketahui Oleh :

Kepala Pusat Penelitian Fisika PPF – LIPI

Serpong Tanggerang

Dr. Bambang Widiyatmoko, M.Eng NIP : 196204301988031001


(3)

PESETUJUAN

Judul : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI

BAHAN GINGIVA BERBASIS RESIN AKRILIK DENGAN PENAMBAHAN SERAT KACA

Kategori : SKRIPSI

Nama : SUCI RAMADHANI HASIBUAN

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) USU

Diluluskan di

Medan, 21 Desember 2011

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing

Ketua

Dr. Marhaposan Situmorang Dr. Zuriah Sitorus, MS NIP : 195510301980131003 NIP : 195607261984032003


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada Desember 2011

TIM PENGUJI

ANGGOTA : 1. Prof. Dr. Timbangen S, M.Sc 2. Dra. Manis Sembiring, MS 3. Dr. Marhaposan Situmorang 4. Dr. Zuriah Sitorus, MS


(5)

PERNYATAAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN GINGIVA

BERBASIS KOMPOSIT RESIN AKRILIK

DENGAN PENAMBAHAN SERAT KACA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya

Medan, 21 Desember 2011

Suci Ramadhani Hasibuan 070801009


(6)

PENGHARGAAN

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah Swt karena limpahan karunia dan rahmat – Nya, penulis telah dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan hasil penelitian selama tiga bulan yang mana ditujukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua Saya H.Hasibuan dan R.br Siregar yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun materil

2. Bapak Prof.H.Perdamean Sebayang,MS dan Ibu Dr.Zuriah Sitorus,MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu selama penelitian dan penyusunan Skripsi

3. Bapak Dr.Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen, Ibu Dra.Justinon selaku Sekretaris Departemen dan para staff Departemen Fisika

4. Ibu Ayu Yuswita Sari,SSi, Bapak Deni Mahadi, Bapak Candra Kurniawan,SSi dan Bapak Lukman Faris,Amd selaku staff LIPI – Serpong yang telah banyak membantu selama penelitian dan penyusunan Skripsi

5. Rekan – rekan Ikatan Mahasiswa Fisika USU khususnya stambuk 2007 dan mahasiswa di LIPI – Serpong yang telah banyak membantu serta memberikan semangat dalam proses penyusunan Skripsi ini.

Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat memberikan sumbangan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.


(7)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN GINGIVA

BERBASIS KOMPOSIT RESIN AKRILIK

DENGAN PENAMBAHAN SERAT KACA

ABSTRAK

Resin akrilik sering digunakan sebagai bahan dasar gingiva tiruan, karena bersifat biocompatible, flexibel dan bahannya mudah diperoleh dan harganya murah. Bahan ini mudah patah dan dapat menimbulkan pori akibat adanya penguapan monomer yang tidak bereaksi dengan polimer. Kelebihan bahan ini menyerupai gingiva, sesuai estetika dan dapat diperkuat dengan penambahan serat kaca. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan bahan gingiva yang berbasis resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan variasi serat kaca. Penambahan serat kaca pada berfungsi meningkatkan sifat fisis dan mekanisnya. Komposisi resin akrilik dan serat kaca dibuat dengan perbandingan 98,6 % : 1,4 % dan ukuran serat kaca yang digunakan adalah 4 mm, 6 mm dan 8 mm. Pengujian yang dilakukan yaitu : densitas, porositas, absorpsi air, kekuatan tekan, kekerasan vickers, kekuatan tarik, modulus young’s, kekuatan impak dan kekuatan transversal, koordinat warna dan analisa mikrostruktur. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik dengan penambahan serat kaca ukuran 6 mm merupakan kondisi optimum, diperolh : densitas 1,25 g/cm3, porositas 0,46 %, absorpsi air 0,36 %, kekuatan tekan 88,89 Mpa, kekerasan vickers 21,067 kg/mm2, kekuatan tarik 70,43 Mpa, modulus Young’s 3328,49 Mpa, kekuatan impak 6,70 J/mm2, kekuatan transversal 129 Mpa. Dari hasil pengujian indeks warna dengan perendaman pada larutan Na2SO3, resin akrilik tidak mengalami perubahan warna yang signifikan

dan masih menyerupai warna gingiva asli. Hasil pengujian mikrostruktur resin akrilik dengan menggunakan SEM menunjukkan serat kaca tersebar secara merata. Hasil EDX menunjukkan bahwa bahan polimer yang terkandung 38,76 % Carbon (C), 45,92 % Oksigen (O) dan dari bahan serat kaca yang terkandung 6,88 % Silika (Si) dan 8,43 % Magnesium (Mg).


(8)

MANUFACTURE

AND

CHARACTERIZATION

OF

GINGIVA

MATERIALS

BASED

ON

ACRYLIC

RESIN

COMPOSITE

WITH

THE

ADDITION

OF

GLASS

FIBER

ABSTRACT

Acrylic resin is often used as a base for artificial gingiva, because it is biocompatible, flexible, material easily available and cheap prices. This material is easily broken and can cause pores due to evaporation of unreacted monomer to polymer. This material resembles the gingival excess, according to esthetic and can be strengthened with the addition of glass fiber. This research will be the manufacture of acrylic resin-based gingival thermal polymerization by the addition of glass fiber variation. The addition of glass fiber works to increase the physical and mechanical properties. The composition of acrylic resin and glass fibers are made with a ratio of 98.6%: 1.4% and the size of the glass fiber was 4 mm, 6 mm and 8 mm. Tests are carried out, namely: density, porosity, water absorption, compressive strength, Vickers hardness, tensile strength, Young's modulus, impact strength, transverse strength, coordinate colors and microstructural analysis. From the results showed that the addition of acrylic resin with glass fiber size of 6 mm is the optimum condition is obtained: density of 1.25 g/cm3, porosity 0.46%, 0.36% water absorption, compressive strength 88.89 MPa, Vickers hardness kg/mm2 21.067, 70.43 MPa tensile strength, Young's modulus of 3328.49 MPa, impact strength 6.70 J/mm2 and transverse strength 129 Mpa. From the test results with the color index immersion in a solution of Na2SO3, acrylic resin did not experience significant changes

in color and still resembles the original color of the gingival. Test results microstructure of acrylic resin with glass fibers using SEM showed evenly distributed. EDX results showed that the polymer material contained 38.76% carbon (C), 45.92% Oxygen (O), and the glass fiber material which contained 6.88% Silica (Si) and 8.43% Magnesium (Mg).


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

TIM PENGUJI SKRIPSI iii

PERNYATAAN iv

PENGHARGAAN v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Tempat Penelitian 4

1.7 Sistematika Penulisan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gingiva (Basis) Tiruan 6

2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas 9

2.3 Penambahan Serat 18

2.4 Analisa Mikrostruktur 21

2.5 Analisa Struktur Atom 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian 25

3.2 Sampel Penelitian 25

3.3 Variabel Penelitian 25

3.4 Alat dan Bahan Penelitian 27

3.5 Tempat dan Waktu Penelitian 29

3.6 Diagram Alir Penelitian 30


(10)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Densitas (Density) 42

4.2 Porositas (Porosity) 43

4.3 Penyerapan Air (Water Absorption) 45

4.4 Kekuatan Tekan (Compressive Strength) 46

4.5 Kekerasan Vickers (Hardness Vickers) 47

4.6 Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 49

4.7 Modulus Young’s (Young’s Modulus) 50

4.8 Kekuatan Impak (Impac Strength) 52

4.9 Kekuatan Transversal (Transverse Strength) 53

4.10 Analisa Warna 54

4.11 Analisa Mikrostruktur 57

4.12 Analisa Struktur Atom 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 62

5.2 Saran 62 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Komposisi yang biasa digunakan untuk produksi serat 19


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gingiva tiruan dari logam 8

Gambar 2.2 Gingiva tiruan dari kombinasi logam – polimer 8

Gambar 2.3 Gingiva tiruan dari polimer 9

Gambar 2.4 Reaksi polimerisasi Polimetil Metakrilat 11

Gambar 2.5 Serat kaca bentuk batang 20

Gambar 2.6 Serat kaca bentuk anyaman 21

Gambar 2.7 Serat kaca potongan kecil 21

Gambar 2.8 Diagram SEM 22

Gambar 2.9 Skema EDX 24

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 31

Gambar 3.2 Mold yang sudah tersedia 32

Gambar 3.3 Pengadukan monomer dan polimer di dalam pot porselin 33

Gambar 3.4 Sampel resin akrilik setelah penyelesaian akhir 34

Gambar 3.5 Sampel pengujian densitas 35

Gambar 3.6 Sampel pengujian porositas 36

Gambar 3.7 Sampel uji kuat tekan 37

Gambar 3.8 Sampel uji kuat tekan yang diletakkan diantara lempengan penekan 38

Gambar 3.9 Sampel uji kuat tarik 39

Gambar 3.10 Skema dari SEM 41

Gambar 3.11 Prinsip EDX 42

Gambar 4.1 Grafik hubungan densitas terhadap komposisi resin akrilik 43

Gambar 4.2 Grafik hubungan porositas terhadap komposisi resin akrilik 45

Gambar 4.3 Grafik hubungan absorpsi terhadap komposisi resin akrilik 46

Gambar 4.4 Grafik hubungan kekuatan tekan terhadap komposisi resin akrilik 47

Gambar 4.5 Grafik hubungan kekerasan Vickers terhadap komposisi resin akrilik 49 Gambar 4.6 Grafik hubungan kekuatan tarik terhadap komposisi resin akrilik 50

Gambar 4.7 Grafik hubungan modulus Young’s terhadap komposisi 51

Gambar 4.8 Grafik hubungan modulus Young’s dan kekuatan tarik terhadap komposisi resin akrilik 52

Gambar 4.9 Grafik hubungan kekuatan impak terhadap komposisi resin akrilik 53

Gambar 4.10 Grafik hubungan kekuatan transversal terhadap komposisi resin akrilik54 Gambar 4.11 Analisa warna pada metode RGB pada komposisi 1 55

Gambar 4.11 Analisa warna pada metode RGB pada komposisi 2 56

Gambar 4.12 Analisa warna pada metode RGB pada komposisi 3 56

Gambar 4.13 Analisa warna pada metode RGB pada komposisi 4 57

Gambar 4.14 SEM resin akrilik komposisi 1 58

Gambar 4.15 SEM resin akrilik komposisi 3 59

Gambar 4.16 EDX spectrum resin akrilik komposisi 1 60


(13)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN GINGIVA

BERBASIS KOMPOSIT RESIN AKRILIK

DENGAN PENAMBAHAN SERAT KACA

ABSTRAK

Resin akrilik sering digunakan sebagai bahan dasar gingiva tiruan, karena bersifat biocompatible, flexibel dan bahannya mudah diperoleh dan harganya murah. Bahan ini mudah patah dan dapat menimbulkan pori akibat adanya penguapan monomer yang tidak bereaksi dengan polimer. Kelebihan bahan ini menyerupai gingiva, sesuai estetika dan dapat diperkuat dengan penambahan serat kaca. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan bahan gingiva yang berbasis resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan variasi serat kaca. Penambahan serat kaca pada berfungsi meningkatkan sifat fisis dan mekanisnya. Komposisi resin akrilik dan serat kaca dibuat dengan perbandingan 98,6 % : 1,4 % dan ukuran serat kaca yang digunakan adalah 4 mm, 6 mm dan 8 mm. Pengujian yang dilakukan yaitu : densitas, porositas, absorpsi air, kekuatan tekan, kekerasan vickers, kekuatan tarik, modulus young’s, kekuatan impak dan kekuatan transversal, koordinat warna dan analisa mikrostruktur. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik dengan penambahan serat kaca ukuran 6 mm merupakan kondisi optimum, diperolh : densitas 1,25 g/cm3, porositas 0,46 %, absorpsi air 0,36 %, kekuatan tekan 88,89 Mpa, kekerasan vickers 21,067 kg/mm2, kekuatan tarik 70,43 Mpa, modulus Young’s 3328,49 Mpa, kekuatan impak 6,70 J/mm2, kekuatan transversal 129 Mpa. Dari hasil pengujian indeks warna dengan perendaman pada larutan Na2SO3, resin akrilik tidak mengalami perubahan warna yang signifikan

dan masih menyerupai warna gingiva asli. Hasil pengujian mikrostruktur resin akrilik dengan menggunakan SEM menunjukkan serat kaca tersebar secara merata. Hasil EDX menunjukkan bahwa bahan polimer yang terkandung 38,76 % Carbon (C), 45,92 % Oksigen (O) dan dari bahan serat kaca yang terkandung 6,88 % Silika (Si) dan 8,43 % Magnesium (Mg).


(14)

MANUFACTURE

AND

CHARACTERIZATION

OF

GINGIVA

MATERIALS

BASED

ON

ACRYLIC

RESIN

COMPOSITE

WITH

THE

ADDITION

OF

GLASS

FIBER

ABSTRACT

Acrylic resin is often used as a base for artificial gingiva, because it is biocompatible, flexible, material easily available and cheap prices. This material is easily broken and can cause pores due to evaporation of unreacted monomer to polymer. This material resembles the gingival excess, according to esthetic and can be strengthened with the addition of glass fiber. This research will be the manufacture of acrylic resin-based gingival thermal polymerization by the addition of glass fiber variation. The addition of glass fiber works to increase the physical and mechanical properties. The composition of acrylic resin and glass fibers are made with a ratio of 98.6%: 1.4% and the size of the glass fiber was 4 mm, 6 mm and 8 mm. Tests are carried out, namely: density, porosity, water absorption, compressive strength, Vickers hardness, tensile strength, Young's modulus, impact strength, transverse strength, coordinate colors and microstructural analysis. From the results showed that the addition of acrylic resin with glass fiber size of 6 mm is the optimum condition is obtained: density of 1.25 g/cm3, porosity 0.46%, 0.36% water absorption, compressive strength 88.89 MPa, Vickers hardness kg/mm2 21.067, 70.43 MPa tensile strength, Young's modulus of 3328.49 MPa, impact strength 6.70 J/mm2 and transverse strength 129 Mpa. From the test results with the color index immersion in a solution of Na2SO3, acrylic resin did not experience significant changes

in color and still resembles the original color of the gingival. Test results microstructure of acrylic resin with glass fibers using SEM showed evenly distributed. EDX results showed that the polymer material contained 38.76% carbon (C), 45.92% Oxygen (O), and the glass fiber material which contained 6.88% Silica (Si) and 8.43% Magnesium (Mg).


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Gingiva (basis) tiruan adalah tempat melekatnya gigitiruan. Dalam pembuatannya, perlu diperhatikan sifat – sifat suatu gingiva tiruan. Sifat – sifat yang perlu diperhatikan yaitu stabilitas warna yang baik apabila terkena cairan berwarna yang masuk ke dalam mulut, tahan terhadap cairan asam yang masuk ke dalam mulut, daya serap airnya rendah, kekuatan mekanik tinggi dan harganya murah. Sampai saat ini kebanyakan gingiva tiruan terbuat dari bahan polimer karena polimer tersebut harganya murah, mudah dibentuk, warnanya stabil dan biokompatibel (Anusavice, 2003). Bahan polimer yang paling umum digunakan untuk membuat gingiva adalah resin akrilik atau poli metil metakrilat (PMMA) (Ferrancane, 2001).

Pada umumnya resin akrilik yang digunakan adalah resin akrilik polimerisasi panas yang polimerisasinya dengan pemanasan. Energi termal yang diperlukan untuk polimerisasi dapat diperoleh dengan menggunakan pemanasan air atau oven gelombang mikro. Resin akrilik ini tersedia dalam bentuk bubuk dan cairan. Pembuatan bahan gingiva tiruan berbasis resin akrilik ini meliputi pencampuran bubuk dan cairan sampai menjadi bentuk dough yang akan dimasukkan ke dalam mold selama proses kuring. Bahan ini mudah dibentuk bila terjadi kerusakan, memiliki warna yang stabil biokompatibel dan harganya relatif murah. Namun resin akrilik ini juga memiliki kekurangan yaitu mudah fraktur, porositasnya mudah terbentuk dan elastisitasnya tinggi. Fraktur dan elastisitas berkaitan dengan sifat mekanis bahan yang meliputi kekutan tekan, kekuatan vickers, kekuatan tarik, modulus Young’s, kekuatan impak dan


(16)

transversal. Sedangkan porositas dan elastisitasnya berkaitan dengan sifat fisis bahan yang terbentuk pada proses pencampuran bahan.

Penambahan serat diakui dapat meningkatkan sifat fisis dan mekanik resin akrilik terutama untuk memperkuat gingiva tiruan, namun penggunaannya belum umum di bidang kedokteran gigi. Serat yang ditambahkan harus dapat menyatu dalam bahan gingiva. Beberapa serat yang dapat ditambahkan ke dalam bahan gingiva antara lain serat karbon, serat nilon dan serat kaca. Fatma Unalan (2010) menyatakan bahwa penambahan serat kaca potongan kecil dapat meningkatkan kekuatan transversal pada bahan gingiva. Hasil penelitian Rohani (2010) yang menggunakan resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah serat kaca potongan kecil dapat meningkatkan kekuatan impak dan transversalnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mencoba membuat bahan gingiva tiruan menggunakan resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca variasi ukuran. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan bahan gingiva yang memiliki sifat fisis dan mekanik yang baik serta dapat diaplikasikan.


(17)

1.2

Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh panjang serat kaca (filer) terhadap kualitas bahan gingiva yang dibuat dengan perekat/matriks resin akrilik.

2. Kualitas bahan gingiva ditentukan berdasarkan sifat fisis, mekanik dan mikrostruktur.

1.3

Batasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil pembahahasan yang maksimal, maka penulis perlu membatasi masalah yang akan dibahas. Adapun batasan masalah dalam Penelitian ini adalah

1. Penambahan serat kaca dengan ukuran 4 mm, 6 mm, dan 8 mm. 2. Pengujian bahan melalui :

a. Pengujian sifat fisik dan mekanik melalui :  Densitas (Density)

 Porositas (Porosity)

 Penyerapan air (Water absorption)  Kekuatan tekan (Compressive strenght)  Kekerasan vickers (Hardness vickers)  Kekuatan tarik (Tensile strength)  Kekuatan impak (Impac strength)

 Kekuatan transversal (Transverse strength) b. Pengujian analisa stabilitas warna melalui :

 Perendaman dalam Na2SO3 dengan metode Red Green Blue

c. Pengujian analisa Mikrostruktur

 SEM (Scanning Electron Mikroscope)

 EDX (Energy Dispersi Spectroscopy X – Ray)


(18)

1.4

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan utama Penelitian ini adalah :

1. Menguasai teknik pembuatan bahan gingiva berbasis resin akrilik dan serat kaca.

2. Menguasai teknik pengujian sifat fisis, mekanik dan mikrostrukturnya. 3. Mengetahui pengaruh panjang serat kaca pada bahan gingiva berbasis resin

akrilik.

1.5

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari Penelitian ini adalah sebagai pengganti gingiva asli dengan kondisis terbaik dari hasil penelitian yang optimum.

1.6

Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Uji Material, Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gd. 440 Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Desa Setu, Kecamatan Setu, Kabupaten Tanggerang, Kode Pos 15310, Provinsi Banten, Indonesia.

1.7

Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan Proposal ini adalah : BAB I Pendahuluan


(19)

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang rancangan penelitian, tempat dan waktu penelitian, peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, pembuatan sampel dan pengujian sampel.

BAB IV Hasil dan Pembahasan Penelitian

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Gingiva (Basis) Tiruan

Gingiva tiruan adalah tempat melekatnya gigitiruan. Daya tahan, penampilan dan sifat – sifat dari suatu gingiva tiruan sangat dipengaruhi oleh bahan yang digunakan untuk membuatnya.. Berbagai bahan telah digunakan untuk membuat gingiva tiruan, namun belum ada satupun bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan yang diperlukan suatu gingiva tiruan.

(Noort R, 2007)

2.1.1 Persyaratan

Berdasarkan International Organizational for Standardization (ISO), syarat – syarat bahan gingiva tiruan yang ideal adalah :

1. Biokompatibel : tidak toksik dan non – iritan

2. Karakteristik permukaan : permukaan halus, keras dan kilat

3. Warna : transulen dan warna merata, bila perlu mengandung serat secara merata 4. Stabilitas warna : tidak boleh menunjukkan lebih dari sedikit perubahan dalam

warna yang hanya dapat dilihat bila diperhatikan

5. Translusensi : dapat dilihat dari sisi lawan lempeng uji spesimen 6. Bebas dari porositas : tidak boleh menunjukkan rongga kosong 7. Kekuatan lentur : tidak kurang dari 60 – 65 Mpa

8. Modulus elastisitas : paling sedikit 2000 Mpa untuk polimer yang dipolimerisasi dengan panas


(21)

9. Tidak ada monomer sisa 10.Tidak menyerap cairan 11.Tidak dapat larut (Combe. EC, 1986)

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi gingiva tiruan berdasarkan bahan yang digunakan secara umum terdiri atas bahan logam, kombinasi logam – polimer dan polimer.

2.1.2.1Logam

Keuntungan logam sebagai bahan basis gigitiruan :

a. Penghantar suhu yang baik, sehingga setiap perubahan suhu yang terjadi akan langsung disalurkan ke jaringan di bawahnya.

b. Ketepatan dimensi, mampu mempertahankan bentuk tanpa terjadi perubahan selama pemakaian dalam mulut.

c. Kebersihan, logam adalah bahan yang tahan abrasi sehingga permukaannya tetap licin dan mengkilat

d. Kekuatan maksimal dengan ketebalan minimal, basis logam dapat dibuat lebih tipis dari pada resin, tetapi cukup kuat dan kaku

Kerugian logam sebagai bahan basis gigi tiruan :

a. Basis logam tidak mungkin dilapis atau dicekat kembali

b. Warna basis logam tidak harmonis dengan warna jaringan sekitarnya c. Relatif lebih berat

d. Teknik pembuatannya lebih rumit dan mahal e. Mudah korosi


(22)

Gambar 2.1 Gingiva tiruan dari logam (Nirwana Soekartono, 2005) 2.1.2.2 Kombinasi logam – polimer

Gingiva kombinasi logam – polimer ini ini berupa rangka dari logam, dilapisi resin untuk tempat perlekatan elemen tiruan dan bagian yang berkontak dengan mulut. Tujuan pemakaian basis kombinasi logam – polimer adalah memanfaatkan keuntungan masing – masing bahan.

Gambar 2.2 Gingiva tiruan dari kombinasi logam – polimer (Nirwana Soekartono, 2005)

2.1.2.2Polimer

Keuntungan polimer sebagai bahan gingiva tiruan : a. Warnanya harmonis dengan jaringan sekitarnya b. Dapat dilapisi dan dicekat kembali


(23)

d. Teknik pembuatan dan pemolesannya mudah e. Biaya murah

Kerugian polimer sebagai bahan gingiva tiruan : a. Mudah fraktur

b. Porositasnya mudah terbentuk c. Elastisitasnya tinggi

Gambar 2.3 Gingiva tiruan dari polimer (Nirwana Soekartono, 2005)

2.2

Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Pada tahun 1937, resin akrilik terutama poli metil metakrilat (PMMA) telah diperkenalkan dan dengan cepat menggantikan bahan sebelumnya dalam pembuatan bahan gingiva. Resin akrilik memiliki sifat yang menguntungkan yaitu estetis, warna dan tekstur mirip dengan gingiva asli sehingga estetik di dalam mulut baik, daya serap air relatif rendah dan perubahan dimensi kecil.

(Malcolm, P.S, 2001)

Poli metil metakrilat (PMMA) adalah bahan yang sangat luas penggunaannya untuk di luar maupun di dalam ruangan, karena tahan terhadap cuaca luar. Pembuatan poli metil metakrilat (PMMA) berlangsung secara radikal bebas dengan kondisi suspensi. Poli metil metakrilat merupakan hasil polimerisasi monomer metakrilat (MMA). Monomer ini adalah bahan plastis dan polimer ini dicampur untuk mendapatkan konsistensi yang lebih mudah. Reaksinya berjalan secara berantai.


(24)

Jenis – jenis resin akrilik adalah : 1. Akrilik (dough – type)

Bahan ini merupakan bahan gingiva tiruan yang paling sering digunakan karena diperoleh dari penyatuan dari liquid dengan powder. Dengan nama lain adalah poli metil metakrilat.

2. Akrilik (gel – type)

Bahan ini merupakan hasil uraian unsur berbentuk gel yang dihasilkan dengan cara mencampur liquid dengan powder.

3. Akrilik (puor – type)

Bahan ini terbentuk dari liquid dengan powder saja. 4. Akrilik (high – impact strenght)

Bahan ini memiliki kekuatan tekan pada bahan yang dihasilkan dengan cara menguraikan cabang rubber – like polimer butadiena – styrene menjadi molekul akrilik.

5. Akrilik (rapid heat – polymerized)

Bahan ini hampir sama dengan tipe dough hanya bebeda pada proses modifikasi saja. Terkhusus pada proses polimerisasi hibridnya yaitu dengan panas dan kimia.

6. Polyrethane resins

Bahan ini memiliki polimerisasi dari resin dengan proses memancarkan spektrum cahaya pada daerah biru dengan panjang gelombang antara 450 – 490 nm.

(Anion. J, 1993)

2.2.1 Reaksi Polimerisasi

Sembarang zat dapat dikonversi menjadi suatu polimer. Pada contoh penelitian ini adalah Poli Metil Metakrilat (PMMA). Poli Metil Metakrilat (PMMA) adalah bahan yang sangat luas penggunaanya untuk di luar maupun di dalam ruangan, karena tahan terhadap cuaca luar. Bahan ini digunakan antara lain dalam industri otomotiv, monitor, filing listrik, bahan pelapis untuk material pada pesawat terbang dan juga pada bahan gingiva tiruan pada bidang kedokteran gigi.


(25)

Poli metil metakrilat (PMMA) merupakan hasil polimerisasi monomer metil metakrilat (MMA). Reaksi polimerisasi dari poli metil metakrilat adalah :

Gambar 2.4 Reaksi polimerisasi Polimetil metakrilat

(From: Powers JM, Wataha JC. DentalMaterials Properties and Manipulation. 9th Ed. Missouri : Mosby Elsevier 2008 : 291)

2.2.2 Komposisi

Resin akrilik polimerisasi panas tersedia dalam bentuk bubuk dan cairan. 1. Bubuknya mengandung komposisi – komposisi :

a. Polimetil metakrilat sebagai polimer

b. Benzoil peroksida sebagai inisiator untuk mengaktifkan reaksi polimerisasi c. Merkuri sulfit atau cadmium sulfit sebagai zat pigmen yang tercampur di

dalam partikel polimer

d. Dibutil pthalat sebagai plasticizer

2. Cairannya mengandung komposisi – komposisi : a. Metil metakrilat sebagai monomer

b. Hydroqinone sebagai inhibitor atau stabilizer untuk mencegah polimerisasi selama penyimpanan

c. Dibutil pthalat sebagai platcizer untuk meningkatkan kelunakan/flexibelitasnya

d. Glikol dimetakrilat sebagai bahan memicu ikatan silang (Manappallil, 1998)

2.2.3 Manipulasi


(26)

1. Perbandingan bubuk dan cairan

Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan volume atau 2,5 : 1 satuan berat. Bila cairan terlalu sedikit maka tidak semua bubuk sanggup dibasahi oleh cairan akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranul dan adonan tidak akan mengalir saat dipress ke dalam mold. Sebaliknya, cairan juga tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada adonan akrilik, maka pengerutan selama polimerisasi akan lebih besar ( dari 7% menjadi 21% satuan volume) dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai konsistensi dough dan dapat menimbulkan porositas pada bahan gingiva tiruan.

( Combe, 1992) 2. Pencampuran

Setelah perbandingannya tepat, maka bubuk dan cairan dicampur dalam tempat yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit hingga mencapai fase dough. Adonan atau campuran akrilik ini akan mengalami empat fase, yaitu :

a. Sandy stage

Mula – mula terbentuk campuran yang menyerupai pasir basah. b. Sticky stage

Bahan menjadi merekat ketika bubuk mulai larut dalam cairan. c. Dough stage

Terbentuknya adonan yang halus, homogen dan konsistensinya tidak melekat lagi dan mudah diangkat, dimana tahap ini merupakan saat yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mold dalam waktu 10 menit.

d. Rubbery – hard stage

Bila adonan dibiarkan terlalu lama, maka akan terbentuk adonan menyerupai karet dan menjadi kaku (rubbery – hard) sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam mold.

(Anusavice, 2003) 3. Pengisian

Sebelum pengisian, dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah merembesnya cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi sehingga


(27)

menghasilkan permukaan yang kasar, merekatnya dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari gips masuk ke dalam resin akrilik.

Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi penuh dan saat di press terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah pengisian adonan ke dalam mould penuh kemudian dilakukan press pertama sebesar 1000 psi ditunggu selama 5 menit agar mould terisi padat dan kelebihan resin dibuang kemudian dilakukan press terakhir dengan tekanan 2200 psi ditunggu selama 5 menit. Selanjutnya kuvet dipasang mur dan dilakukan proses kuring.

(Craigh, 2000) 4. Kuring

Salah satu teknik kuring mencakup proses pembuatan bahan gingiva tiruan dalam water bath bertemperatur konstan yaitu 700C selama 8 jam atau dengan cara dipanaskan pada suhu 700C selama 1 jam 30 menit kemudian meningkatkan temperatur smapai 1000C dipertahankan selama 1 jam.

(Anusavice, 2003)

Pemanasan pada suhu 1000C penting dilakukan untuk mendapatkan kekuatan dan derajat polimerisasi resin akrilik yang tinggi dan juga akan mengurangi sisa monomer yang tertinggal.

(Toeti. MWG, 1981)

Kuvet yang di dalamnya terdapat mold yang telah diisi resin akrilik kemudian dipanaskan di dalam water bath. Suhu dan lamanya pemanasan harus dikontrol. Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses kuring, yaitu :

a. Bila bahan mengalami kuring yang tidak sempurna, gingiva tiruan kemungkinan mengandung monomer sisa yang tinggi.

b. Kecepatan peningkatan suhu tidak boleh terlalu besar. Monomer mendidih pada suhu 100,30C. Resin hendaknya tidak mencapai suhu ini sewaktu masih terdapat sejumlah bagian monomer yang belum bereaksi. Reaksi polimerisasi adalah bersifat eksotermis. Maka apabila sejumlah besar massa akrilik yang belum dikuring tiba – tiba dimasukkan ke dalam air mendidih, suhu resin bisa naik di atas 100,30C sehingga menyebabkan monomer menguap. Hal ini menyebabkan gaseous porosity.


(28)

Setelah proses kuring, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan. Pendinginan dilakukan hingga suhu mencapai suhu kamar. Selama proses ini, harus dihindari pendinginan secara tiba – tiba karea selaman pendinginan terdapat perbedaan kontrasi antara gips dan akrilik yang menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Bila pendinginan dilakukan secara perlahan, maka stress diberi kesempatan keluar akrilik oleh karena plastic deformation. Selanjutnya resin dikeluarkan dari cetakan dengan hati – hati untuk mencegah patahnya gingiva tiruan, kemudian dilakukan pemolesan resin akrilik.

(Mc Cabe JF, 1985)

2.2.4 Sifat – sifat

Beberapa sifat resin akrilik polimerisasi panas antara lain : 1. Kekuatan tensil (Tensile strength)

Kekuatan tensil resin akrilik polimerisasi panas adalah 55 Mpa. Kekuatan tensil yang rendah ini merupakan salah satu kekurangan utama resin akrilik.

(Polyzois GL, 1996)

(2.1)

Dengan : = kekuatan tensil (Mpa)

F = gaya / beban (N)

l = lebar batang uji (mm) t = tebal batang uji (mm) 2. Kekuatan impak (Impac strength)

Kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas adalah 1 cm kg/cm. Resin akrilik memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan apabila gingiva tiruan akrilik jatuh ke atas permukaan yang keras kemungkinan besar akan terjadi fraktur.

(El Sheikh AM, 2006)

Kekuatan impak didapat menggunakan sampel dengan ukuran tertentu diletakkan pada alat penguji kekuatan impak dengan lengan pemukul yang dapat diayun. Perhitungan kekuatan impak menggunakan rumus :


(29)

Kekuatan impak = (2.2) Dengan : E = energi (J)

b = lebar batang uji (mm) d = tebal batang uji (mm) 3. Kekerasan (Hardness vickers)

Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN atau 15 kg/mm2. Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif lunak dan mengakibatkan resin akrilik cenderung menipis. Penipisan tersebut disebabkan makanan yang abrasif dan terutama pasta gigi pembersih yang abrasif. Kekerasan suatu bahan dinyatakan dengan persamaan :

(2.3)

Dengan : HV = kekerasan (kg/mm2) F = gaya (kgf)

d1= panjang diagonal 1 (mm)

d2= panjang diagonal 2 (mm)

(Norman E, 1999) 4. Monomer sisa

Meskipun proses kuring akrilik sudah dilakukan secara benar, masih terdapat monomer sisa sebesar 0,2 sampai 0,5 %. Hal ini mempengaruhi berat molekul rata – rata resin akrilik. Kuring pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu singkat akan menghasilkan monomer sisa yang lebih besar. Monomer sisa dapat menyebabkan iritasi jaringan mulut serta menyebabkan sifat – sifat resin akrilik seperti lebih fleksibel dan kekuatannya menurun.

(Craig RG, 2000)

5. Porositas (Porosity)

Porositas terjadi akibat penguapan monomer yang tidak bereaksi serta polimer berberat molekul rendah bila temperatur resin mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut. Hal ini mengakibatkan timbulnya gelembung permukaan dan di bawah permukaan yang dapat mempengaruhi sifat dan kebersihan gingiva tiruan.


(30)

Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat antara komponen bubuk dan cairan dan karena tekanan yang tidak cukup saat polimerisasi.

(Craig RG, 2000)

Porositas dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai 90 % tergantung dari jenis dan aplikasinya. Porositas suatu bahan dinyatakan dengan persamaan :

(2.4)

Dengan : P = porositas (%)

massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (g) massa setelah direbus dalam air (g)

massa digantung dalam air (g)

massa kawat penggantung sampel (g) (ASTM C 373)

6. Absorpsi air (Water absorption)

Resin akrilik menyerap air relatf kecil ketika ditempatkan ditempat pada lingkungan basah, namun air yang terserap ini menimbulkan efek yang nyata pada sifat mekanis dan dimensi polimer. Nilai penyerapan air sebesar 0,69 mg/cm2 atau sekitar 2 %. Umumnya mekanisme penyerapan air yang terjadi adalah difusi. Difusi adalah berpindahnya suatu substansi melalui rongga yang menyebabkan ekspansi pada resin yang mempengaruhi kekuatan rantai polimer. Absorpsi air suatu bahan dinyatakan dengan persamaan :

(2.5)

Dengan : WA = Water Absorption (%)

massa setelah direbus dalam air (g)

massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (g) (Polat TN, 2003)


(31)

Resin akrilik memiliki massa jenis yaitu sekitar 1,2 g/cm3. Hal ini disebabkan resin akrilik terdiri dari kumpulan atom – atom ringan, seperti karbon, oksigen dan hidrogen.

(Polat TN, 2003)

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefenisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut :

(2.6)

Dengan : densitas (g/cm3) massa sampel (g) v = volume sampel (cm3) (MM. Ristic, 1979)

8. Kekuatan tekan (Compressive strength)

Kuat tekan suatu material didefenisikan sebagai kemampuan material dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Resin ini memiliki sifat strenght yang khas. Compressive strenghtnya adalah 75 Mpa. Secara umum bahan resis ini memiliki strenght yang rendah. Efek yang mempengaruhi kekuatan antara lain : komposisi, teknik pemprosesan, absorsi air. Persamaan untuk pengujian kuat tekan dengan menggunakan Universal Testing Machine adalah sebagai berikut :

Τ = (2.7)

Dengan : F = beban maksimum (N)

A = luas bidang permukaan (mm2) (Norman E, 1999)

9. Kekuatan transversal (Transverse strength)

Kekuatan transversal atau flexural adalah beban yang diberikan pada sebuah benda berbentuk batang yang ditumpu pada kedua ujungnya dan beban tesebut diberikan di tengah-tengahnya, selama batang ditekan maka beban akan meningkat secara beraturan dan berenti ketika batang uji patah.


(32)

(2.8) Dengan : W = fracture load

l = jarak antara 2 penyokong

b = lebar sampel

d = ketebalan sampel 10.Stabilitas Warna

Stabilitas warna adalah kemampuan suatu bahan mempertahankan warna atau perubahan sedikit warna dari warna asalnya. Lebih sedikit perubahan terjadi pada suatu bahan maka semakin baik pula stabilitas warna bahan tersebut. Warna merupakan salah satu sifat bahan restorasi gigi yang cukup penting. Suatu basis gigitiruan yang ideal seharusnya memiliki warna yang mendekati warna alami jaringan lunak rongga mulut. Resin akrilik polimerisasi panas menunjukkan stabilitas warna yang baik. Dari ketiga bahan yaitu nilon, silikon serta resin akrilik, menunjukkan bahwa resin akrilik nilai yang paling rendah setelah direndam dalam larutan kopi.

Persamaa untuk pengujian analisa warna dengan menggunakan Color Difference Meter sebagai berikut :

(2.9a)

(2.9b)

(2.9c)

Dengan : x = ordinat Blue

y = ordinat Red

z = ordinat Green


(33)

2.3

Penambahan Serat

2.3.1 Kaca

2.3.1.1 Pengertian

Serat kaca ditambahkan untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik resin akrilik. Serat kaca merupakan material yang sangat halus dari kaca. Serat kaca dapat beradhesi dengan matriks polimer di dalam resin akrilik sehingga memiliki kekuatan yang ikatan yang baik dengan resin akrilik, oleh karena itu serat kaca menjadi pilihan untuk ditambahkan ke dalam resin akrilik sebagai bahan penguat. (Jagger D, 1999)

2.3.1.2 Komposisi

Serat kaca mengandung bahan kimia antara lain : a. SiO2

b. Al2O3

c. B2O3

d. MgO e. CaO f. K2O

g. Na2O3, Fe2O3 dan F2 masing – masing

Tabel 2.1 Komposisi yang biasa digunakan untuk produksi serat (nilanya wt %)

Tipe E Tipe C Tipe S

SiO2 52,4 64,4 64,4

Al2O2, Fe2O3 14,4 4,1 25,0

CaO 17,2 13,4 -

MgO 4,6 3,3 10,3

Na2O2K2O 0,8 9,6 0,3

Ba2O3 10,6 4,7 -

BaO - 0,9 -

(O’Brein WJ, 1989)

2.3.1.3 Bentuk a. Batang


(34)

Serat kaca berbentuk batang terbuat dari serat kaca continuous unidirectional yang terdiri atas 1000 - 200000 serabut serat kaca. Diameternya berkisar antara 3 - 25 μm. Walaupun beberapa penelitian menyatakan bahwa penggabungan serat kaca berbentuk batang dengan gingiva tiruan poli metil metakrilat akan meningkatkan kekuatannya secara signifikan, tetapi terdapat beberapa kekurangan dari proses ini yaitu penanganan yang lebih sulit dan penyerapan serat dengan resin yang tidak adekuat. Vallitu (1996) menyatakan, serat kaca berbentuk batang yang ditambahkan ke dalam resin akrilik polimerisasi panas dapat menyebabkan perubahan dimensi yang signifikan.

(Lee SI, Lim YJ, 2001)

Gambar 2.5 Serat kaca bentuk batang b. Anyaman

Serat kaca berbentuk anyaman sesuai sebagai bahan penguat karena bentuk ini memiliki ukuran yang bervariasi. Serat kaca berbentuk anyaman juga lebih baik dan mudah untuk dibasahi oleh monomer. Serat kaca bentuk anyaman juga memiliki kekurangan yaitu penempatannya pada mold yang lebih sulit. Ratwita dan Mahalistiyani (2007) menyatakan bahwa resin akrilik yang ditambah serat kaca bentuk anyaman mengalami perubahan dimensi terbesar bila resin akrilik ditambah tiga lembar serat kaca.


(35)

Gambar 2.6 Serat kaca bentuk anyaman c. Potongan kecil

Penggunaan serat kaca berbentuk potongan kecil telah banyak dilakukan dalam beberapa penelitian. Serat kaca bentuk ini memiliki banyak kelebihan diantaranya kemudahan penggunaannya di klinik. Hal ini disebabkan proses pencampuran antara serat kaca dan resin yang lebih sederhana serta ukuran serat yang kecil memudahkan untuk dimanipulasi dan dimasukkan ke dalam adonan resin akrilik.Stipho (1998) menyatakan bahwa kekuatan transversal tertinggi diperoleh dari penambahan serat kaca sebanyak 1 % dari total berat polimer dan monomer. Lee, dkk (2001) menyatakan bahwa resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah dengan serat kaca berbentuk potongan kecil meningkatkan kekuatan transversal resin akrilik. Penambahan serat kaca pada resin akrilik juga dapat mengurangi absorpsi air resin akrilik. Hal ini disebabkan serat kaca mengurangi kuantitas air yang dapat diserap oleh polimer.


(36)

Gambar 2.7 Serat kaca potongan kecil

2.4

Analisa Mikrostruktur

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elektron yang banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan karena memiliki kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen yang simpel dan mudah, kapabilitas tampilan yang bagus serta fleksibel.

SEM digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan di difraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola – pola difraksi. Pola – pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran sel satuan dari sampel. SEM juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data – data kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa.

Gambar 2.8 Diagram SEM

Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada Gambar 2.8. Dua sinar elektron deigunakan secara simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike yang lain adalah CRT (Cathode Ray Tube) memberi tampilan yang dapat dilihat oleh operator. Akibat tumbukan pada spesimen dihasilkan satu jenis elektron dan emisi foton. Sinyal yang terpilih dikoleksi, dideteksi dan dikuatkan untuk memodulasi tingkat keterangan dari sinar elektron yang kedua, maka sejumlah besar sinar akan menghasilkan bintik gelap. SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya berkas elektron di arahkan dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik yang lain pada suatu


(37)

daerah objek menyerupai gerakan membaca. Gerakan membaca ini disebut dengan scanning.

Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column dan display console. Electron column merupakan model electron beam scanning. Sedangkan display console merupakan elektron skunder yang di dalamnya terdapat CRT. Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya berdasar pada pemanfaatan arus. Yang pertama pistol termionik dimana pancaran elektron tercapai dengan pemanasan tungsen atau filamen katoda pada suhu 1500 K sampai 3000 K. Katoda adalah kutub negatif yang dibutuhkan untuk mempercepat tegangan Eo ke anoda yang di gorundkan, sehingga elektron yang bermuatan negatif dipercepat dari katoda dan meninggalkan anoda dengan energi Eo kali elektron volt (KeV). Pistol termionik sangat luas penggunaanya karena relatif aman untuk digunakan dalam tabung vakum 10-9 Torr, atau lebih kecil dari itu.

Sumber alternatif lain dari pistol field emission dimana ujung kawat wolfram yang tajam dihubungkan tertutup dengan anoda ekstraksi dan diterapkan potensional sampai beberapa ribu volt. Elektron yang keluar dari kawat wolfram tidak membutuhkan pemanasan yang dapat dilakukan pada suhu kamar, menuju tabung vakum yang dipercepat seperti pada pistol termionik ke arah anoda. Pistol field emission tergantung dari permukaan emitter yang secara otomatis bersih, sehingga harus bekerja pada operasi kevakuman yang ultra tinggi kira – kira 10-9 Torr, namun jika lebih besar maka akan lebih baik. Jarak panjang dari emitter electron column. Pemancaran elektron dari elektron column pada chamber harus dipompa cukup vakum menggunakan oil – difussion, turbo molecular, atau pompa ion.

(Chan, 1993)

2.5

Analisa Struktur Atom

Energi-dispersif spektroskopi sinar X (EDS atau EDX) adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk elemen analisis ataukarakterisasi kimia sampel. Ini adalah salah satu varian darifluoresensi sinar-X spektroskopi yang bergantung pada penyelidikan


(38)

sampel melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi, menganalisis sinar-X yang dipancarkan oleh materi dalam menanggapi dipukul dengan partikel bermuatan.

Kemampuan karakterisasi karena sebagian besar prinsip dasar bahwa setiap elemen memiliki unik struktur atomyang memungkinkan sinar-X yang merupakan ciri khas dari struktur atom suatu unsur untuk diidentifikasi secara unik dari satu sama lain. Untuk merangsang emisi sinar-X karakteristik dari spesimen, sinar energi tinggi partikel bermuatan seperti elektron atau proton, atau sinar X-ray, difokuskan ke dalam sampel yang sedang dipelajari. Pada saat istirahat, atom dalam sampel mengandung keadaan dasar (atau tereksitasi) elektron di tingkat energi diskrit atau kulit elektron terikat inti. Balok insiden dapat membangkitkan sebuah elektron dalam shell batin, mengeluarkannya dari shell sementara menciptakan lubang elektron di mana elektron itu. Elektron dari luar, energi yang lebih tinggi shell kemudian mengisi lubang, dan perbedaan energi antara energi yang lebih tinggi shell dan shell energi yang lebih rendah mungkin akan dirilis dalam bentuk sinar-X. Jumlah dan energi dari sinar-X dipancarkan dari spesimen dapat diukur oleh spektrometer energi dispersif. Sebagai energi dari sinar-X karakteristik dari perbedaan energi antara dua cangkang, dan struktur atom unsur dari mana mereka dipancarkan, ini memungkinkan komposisi unsur dari spesimen yang akan diukur.

Gambar 2.9 Skema EDX

Ada empat komponen utama dari setup EDS yaitu sumber sinar, detektor sinar-X, prosesor pulsa, dan analisa. Mikroskop elektron scanning dilengkapi dengan katoda dan magnetik lensa untuk membuat dan fokus sinar elektron, dan sejak 1960-an mereka telah dilengkapi dengan kemampuan analisis unsur. Sebuah detektor digunakan untuk mengkonversi sinar-X energi ke tegangan sinyal, informasi ini dikirim ke prosesor pulsa, yang mengukur sinyal dan melewati mereka ke sebuah analyzer untuk menampilkan data dan analisis. Akurasi dari EDS spektrum dapat dipengaruhi


(39)

oleh banyak faktor. Jendela di depan detektor dapat menyerap energi rendah sinar-X (yaitu EDS detektor tidak dapat mendeteksi unsur-unsur dengan nomor atom kurang dari 4, yaitu H, Dia, dan Li). Over-voltage di EDS mengubah puncak ukuran - meningkatkan over-tegangan pada SEM pergeseran spektrum ke energi yang lebih besar, membuat energi yang lebih tinggi dan lebih rendah lebih besar puncak-puncak energi yang lebih kecil. Juga banyak unsur akan memiliki puncak yang tumpang tindih (misalnya, Ti K α β dan VK, Mn dan Fe β K K α). Keakuratan spektrum juga dapat dipengaruhi oleh sifat sampel. Sinar-X dapat dihasilkan oleh setiap atom dalam sampel yang cukup gembira dengan berkas yang masuk. Sinar-X dipancarkan ke segala arah, sehingga mereka mungkin tidak semua lolos sampel. Kemungkinan sinar-X melarikan diri spesimen, dan dengan demikian yang tersedia untuk mendeteksi dan mengukur, tergantung pada energi X-ray dan jumlah dan kepadatan bahan itu harus melewati. Hal ini dapat mengakibatkan akurasi berkurang dalam sampel homogen dan kasar.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris.

3.2

Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah resin akrilik polimerisasi panas tanpa serat kaca dan resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca potongan kecil ukuran 4 mm, 6 mm dan 8 mm.

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Klasifikasi Variabel 3.3.1.1 Variabel Bebas

Resin akrilik polimerisasi panas tanpa penambahan serat kaca (kontrol) dan resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca ukuran 4 mm, 6 mm dan 8 mm. 3.3.1.2 Variabel Terikat


(41)

Densitas, porositas, absorpsi air, kekuatan tekan, ketahanan asam, kekerasan, analisis warna, analisis mikrostruktur dengan SEM – EDX.

3.3.2 Defenisi Operasional

1. Resin Akrilik Polimerisasi Panas adalah bahan resin akrilik yang memerlukan energi panas untuk polimerisasi. Jenis resin yang digunakan adalah merck GC AMERICA INC yang proses pengadonan dan kuring dilakukan sesuai petunjuk pabrik.

2. Serat kaca adalah material berbentuk serabut – serabut yang sangat halus yang mengandung bahan kaca. Jenis serat kaca yang digunakan pada penelitian ini adalah Taiwan, Glass Taiwan.

3. Bentuk serat kaca yang digunakan pada penelitian ini adalah serat kaca dengan ukuran 4 mm, 6 mm dan 8 mm. Sedangkan berat serat kaca yang digunakan adalah sebanyak 0,13 gr untuk 3 buah sampel yaitu setara dengan 1% dari total berat polimer dan monomer dengan perbandingan 0,13 gr : 9 gr : 3,6 ml.

4 Densitas adalah ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefenisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v). 5. Porositas atau fraksi void adalah ukuran kekosongan (yaitu, "kosong") spasi dalam suatu material, dan merupakan sebagian kecil dari volume void atas volume total, antara 0-1, atau sebagai persentase antara 0-100% .

6. Daya serap air adalah jumlah air yang diserap oleh bahan komposit ketika direndam dalam air untuk jangka waktu ditetapkan, rasio berat air diserap oleh material, dengan berat bahan kering.

7. Kekuatan tekan adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan.


(42)

8. Kekerasan Vickers adalah ukuran dari kekerasan material, dihitung dari ukuran kesan yang dihasilkan di bawah beban indentor berbentuk piramida. 9. Analisis warna/Stabilitas warna adalah kemampuan suatu bahan mempertahankan warna atau perubahan sedikit warna dari warna asalnya. Lebih sedikit perubahan terjadi pada suatu bahan maka semakin baik pula stabilitas warna bahan tersebut.

10. Analisis mikrostruktur SEM – EDX adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk elemen analisis atau karakterisasi kimia sampel. Ini adalah salah satu varian darifluoresensi sinar-X spektroskopi yang bergantung pada penyelidikan sampel melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi, menganalisis sinar-X yang dipancarkan oleh materi dalam menanggapi dipukul dengan partikel bermuatan. Kemampuan karakterisasi karena sebagian besar prinsip dasar bahwa setiap elemen memiliki unik struktur atomyang memungkinkan sinar-X yang merupakan ciri khas dari struktur atom suatu unsur untuk diidentifikasi secara unik dari satu sama lain.

3.4

Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Alat Penelitian

3.4.1.1Alat yang digunakan untuk pembuatan sampel

1. Model induk : sebagai cetakan sampel 2. Kuvet : menanam model induk

3. Mangkuk karet dan spatula

4. Wadah porselen : tempat mencampur bubuk dan cairan 5. Beaker Glass : mengukur air


(43)

7. Press hidraulik : menekan kuvet

8. Unit Kuring : memanaskan resin akrilik 3.4.1.2 Alat yang digunakan untuk mengukur Densitas

1. Neraca Digital : untuk menimbang massa resin akrilik 2. Beaker Glass : untuk menakar volume air

3.4.1.3 Alat yang digunakan untuk mengukur Porositas

1. Oven : untuk mengeringkan resin akrilik 2. Wadah : tempat resin akrilik

3. Kawat/statif : untuk menggantungkan resin akrilik

4. Beaker Glass : tempat merendam resin akrilik saat digantung 5. Neraca Digital : untuk menimbang massa resin akrilik dalam air 3.4.1.4 Alat yang digunakan untuk mengukur Daya serap air

1. Oven : untuk mengeringkan resin akrilik 2. Wadah : tempat resin akrilik

3. Kawat/statif : untuk menggantungkan resin akrilik

4. Beaker Glass : tempat merendam resin akrilik saat digantung 5. Neraca Digital : untuk menimbang massa resin akrilik dalam air 3.4.1.5 Alat yang digunakan untuk mengukur Kekuatan Tekan

1. Universal Testing Machine (UTM COMTEK Model SPG4000) : menguji kuat tekan sampel.

3.4.1.6 Alat yang digunakan untuk mengukur Kekerasan Vickers

1. Microhardness Tester tipe MXT – 50 (Matsuzawa) : menguji kekerasan sampel.

3.4.1.7 Alat yang digunakan untuk mengukur Kekuatan Tarik

1. Universal Testing Machine (UTM COMTEK Model SPG4000) : menguji kuat tarik sampel.

3.4.1.8 Alat yang digunakan untuk mengukur Modulus Young’s

1. Universal Testing Machine (UTM COMTEK Model SPG4000) : menguji modulus sampel.

3.4.1.9 Alat yang digunakan untuk mengukur Kekuatan Impak 1. Amslerotto Walpret Werke : menguji kuat impak sampel 3.4.1.10 Alat yang digunakan untuk mengukur Kekuatan Transversal


(44)

1. Torsee Electronic System Universal Testing Machine : menguji kuat transversal sampel

3.4.1.11 Alat yang digunakan untuk mengukur analisa warna

1. Color Difference Meter (WSC – S) : menguji stabilitas warna. 3.4.1.12Alat yang digunakan untuk analisis mikrostruktur

1. SEM (Scanning Electron Mikroscope)

2. EDX (Energy Dispersi Spectroscopy X – Ray)

3.4.2 Bahan Penelitian

1. Resin akrilik polimerisasi panas (GC, Aerica INC) 2. Air

3. Na2SO3

4. Aquadest

5. Serat kaca ukuran 4mm, 6mm dan 8mm

3.4

Tempat dan Waktu Penelitian

3.5.1 Tempat Pengujian Sampel

Laboratorium Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

3.5.2 Waktu Penelitian


(45)

3.6

Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian Bubuk + Cairan

(9 g : 3,6 ml)

Resin Akrilik

Bahan Gingiva

Pencetakan

Penekanan dengan press hidraulik I sebesar 1000 psi selama 5 menit dan

II sebesar 2200 psi selama 5 menit

Penghalusan dengan kertas pasir

Kuring dengan water bath I sebesar 70oC selama 30 menit dan II

sebesar 100oC selama 90 menit

Perendaman dalam air selama 48 jam

Produk

Pengujian

Variasi panjang serat kaca Tanpa ; 4mm ; 6mm ; 8mm


(46)

3.7

Prosedur Penelitian

3.7.1 Pembuatan

3.7.1.1 Pembuatan Mould

1. Gips keras dicampur dengan air dalam mangkok karet dengan perbandingan 300 g gips keras : 90 mL air untuk pengisian kuvet 2. Adonan gips keras diaduk dengan spatula selama 15 detik, dilajutkan dengan vakum mikser selama 30 detik

3. Adonan gips keras dituangkan ke dalam kuvet bawah yang telah disiapkan di atas vibrator

4. Model induk dari logam dibenamkan sampai setinggi permukaan adonan gips keras dalam kuvet bawah

5. Setelah mengeras, gips dirapikan dan didiamkan selama 60 menit 6. Permukaan gips keras diolesi vaselin dan kuvet atas disatukan dengan kuvet bawah. Setelah adonan pada kuvet mengeras, kuvet dibuka dan model induk dikeluarkan dari kuvet

7. Mould disiram dengan air panas sampai bersih untuk membuang sisa vaselin kemudian dikeringkan. Setelah kering, permukaan gips keras pada kuvet bawah dan kuvet atas diolesi dengan could mould seal, kemudian dibiarkan selama 20 menit

Gambar 3.2 Mold yang sudah tersedia 3.7.1.2Pengisian Akrilik Pada Mould


(47)

3.7.1.2.1 Tanpa Serat (kontrol = komposisi 1)

1. Bubuk dicampurkan ke dalam cairan yang disiapkan dalam wadah porselen (9 g : 3,6 mL), lalu diaduk perlahan – lahan

Gambar 3.3 Pengadukan monomer dan polimer resin akrilik didalam pot percelain 2. Setelah adonan mencapai fase dough kemudian dimasukkan ke dalam mould

3. Adonan titutup dengan plastik selopan, kemudian kuvet atas dipasangkan. Kuvet ditekan perlahan – lahan dengan press hidrolik sampai mencapai tekanan 1000 psi selama 5 menit, lalu dibuka. Akrilik yang berlebihan dipotong dengan lekron

4. Kuvet atas ditutup kembali, kemudian dilakukan press kembali dengan tekanan 2200 psi selama 5 menit

5. Baut kuvet dipasang untuk mempertahankan kuvet atas dan kuvet bawah agar beradaptasi dengan baik selama 15 menit.

3.7.1.2.2 Serat 4 mm (komposisi 2)

1. Serat kaca diptong – potong dengan ukuran 4 mm

2. Direndam ke dalam 2 mL monomer selama 1 menit. Ditiskan, lalu dicampur ke dalam adonan akrilik yang telah disipkandi wadah porselen, lalu aduk perlahan – lahan

3. Setelah adonan mencapai fase dough kemudian dimasukkan ke dalam mould

4. Adonan titutup dengan plastik selopan, kemudian kuvet atas dipasangkan. Kuvet ditekan perlahan – lahan dengan press


(48)

hidrolik sampai mencapai tekanan 1000 psi selama 5 menit, lalu dibuka. Akrilik yang berlebihan dipotong dengan lekron

5. Kuvet atas ditutup kembali, kemudian dilakukan press kembali dengan tekanan 2200 psi selama 5 menit

6. Baut kuvet dipasang untuk mempertahankan kuvet atas dan kuvet bawah agar beradaptasi dengan baik selama 15 menit.

3.7.1.2.3 Serat 6 mm (komposisi 3) dan serat 8 mm (komposisi 4) Prosedur pengisian adonan pada mould untuk komposisi 3 dan 4 sama dengan prsedur pengisian akrilik pada komosisi 2. Pada masing – masing komposisi ini serat kaca yang digunakan adalah serat kaca ukuran 6 mm dan 8 mm.

3.7.1.3Kuring

Proses kuring memakai water bath. Water bath diisi dengan air, suhu dan waktu diatur. Proses kuring dimulai pada suhu 700C diperttahankan selama 1 jam 30 menit, kemudian suhu dinaikkan menjadi 1000C selama 1 jam. Kemudian kuvet dikeluarkan dari water bath lalu dibiarkan sampai mencapa suhu kamar.

3.7.1.4Penyelesaian

Sampel dikeluarkan dari kuvet, lalu kelebihan akrilik dirapikan untuk menghilangkan bagian yang tajam dan dihaluskan dengan kertas pasir nomor 300 dan 600.


(49)

3.7.2 Densitas (Density)

Tujuan dari pengukuran densitas adalah untuk mendapatkan hasil resinakrilik polimerisasi panas yang memiliki densitas yaitu 1,15 – 1,25 g/cm3.

Pengukuran densitas pada resin akrilik polimerisasi panas dilakukan dengan menggunakan prinsip Archimedes.

Pengukuran densitas :

1. Disiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan

2. Sampel yang akan diuji dikeringkan di dalam oven dengan suhu 1000C selama 1 jam

3. Sampel yang telah dikeringkan kemudian ditimbang massanya dengan menggunakan neraca digital (m)

4. Diisi air sebanyak 15 mL (v) ke dalam beaker glass 25 L 5. Dimasukkan sampel ke dalam beaker glass yang telah diisi air 6. Diukur pertambahan volume air pada beaker glass.

Gambar 3.5 Sampel pengujian densitas

Dengan mengetahui besaran – besaran tersebut, maka densitas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.6).

3.7.3 Porositas (Porosity)

Tujuan dari pengukuran porositas adalah untuk mengetahui hasil apakah resin akrilik polimerisasi panas memiliki porositas sesuai dengan yang diharapkan dan pengujian porositas mengacu pada standart ASTM C 373.


(50)

1. Disiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan

2. Sampel yang akan diuji dikeringkan di dalam oven dengan suhu 1000C selama 1 jam

3. Sampel yang telah dikeringkan kemudian ditimbang massanya dengan menggunakan neraca digital (mk)

4. Sampel yang telah ditimbang kemudian direndam di dalam air selama 24 jam, bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel uji

5. Sampel yang telah direndam di dalam air selama 24 jam tersebaut dilap terlebih dahulu dengan kain halus (tissue)

6. Sampel yang telah dilap kemudian ditimbang massanya dengan menggunakan neraca digital (mb)

7. Ditimbang massa kawat penggantung

8. Sampel yang telah dilap kemudian digantung di dalam air menggunakan kawat dan statif kemudian ditimbang massanya menggunakan neraca digital (mg)

Gambar 3.6 Pengujian porositas

Dengan menegetahui besaran – besaran tersebut, maka porositas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.4).

3.7.4 Penyerapan Air (Water Absorption)

Tujuan dari pengukuran penyerapan air adalah untuk mengetahui hasil apakah resin akrilik polimerisasi panas memiliki penyerapan air sesuai dengan yang diharapkan dan pengujian penyerapan air mengacu pada standart ASTM C 373.


(51)

1. Disiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan

2. Sampel yang akan diuji dikeringkan di dalam oven dengan suhu 1000C selama 1 jam

3. Sampel yang telah dikeringkan kemudian ditimbang massanya dengan menggunakan neraca digital (m)

4. Diisi air sebanyak 15 mL (v) ke dalam beaker glass 25 L 5. Dimasukkan sampel ke dalam beaker glass yang telah diisi air 6. Diukur pertambahan volume air pada beaker glass.

Dengan mengetahui besaran – besaran tersebut, maka penyerapan air dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.5).

3.7.5 Kuat Tekan (Compressive Strenght)

Pengujian kekuatan tekan adalah mengukur kekuatan tekan bahan (sampel uji) terhadap tekanan mekanisnya. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Universal Testing Mechinen (UTM) yang mengacu pada standart ASTM C 773.

Gambar 3.7 Sampel uji kuat tekan resin akrilik polimerisasi panas 1. Sampel yang akan diuji diukur luas penampangnya (A)


(52)

Gambar 3.8 Sampel uji kuat tekan yang diletakkan diantara lempengan penekan 3. Sebelum pengujian berlangsung, alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum

penunjuk tepat pada angka nol

4. Dihidupkan alat, kemudian dicatat angka yang ditunjukkan oleh skala pengukuran pada alat sebagai nilai F setelah sampel menjadi hamcur

Dengan mengetahui besaran tersebut, maka nilai kekuatan tekan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.7).

3.7.6 Kekerasan (Hardness Vickers)

Pengujian kekerasan adalah mengukur kekerasan suatu material dengan mengalami tekanan standart. Alat yang digunakan adalah Microhardness Tester Matsuzawa MXT – 50, dengan penumpu berupa diamond pyramid dan pengujian ini mengacu pada standart ASTM E 18 – 02.

Prosedur uji kekerasan sebagai berikut :

1. Pastikan permukaan benda uji benar – benar halus dan rata

2. Atur posisi pembebanan yang diinginkan (100 gf) dan set waktu identifikasi secukupnya (5 detik)

3. Pilih permukaan yang akan diamati, permukaan yang benar – benar datar dan dalam kondisi fokus. Dalam pengujian ini dilakukan pengujian sebanyak 3 kali 4. Ukur panjang masing – masing diagonal dari hasil penekanan tersebut (berbentuk diamond), sehingga nilai kekerasan yang terukur dapat dibaca di dalam monitor microhardness tester.

Dengan mengetahui besaran tersebut, maka nilai kekerasan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.3).


(53)

3.7.7 Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Pengujian kekuatan tarik adalah mengukur kekuatan tarik bahan (sampel uji) terhadap tekanan mekanisnya. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tarik adalah Universal Testing Mechinen (UTM) yang mengacu pada standart ASTM C 773.

Gambar 3.9 Sampel uji kuat tarik resin akrilik polimerisasi panas 1. Sampel yang akan diuji diukur luas penampangnya (A)

2. Sampel diletakkan dintara tumpuan (lempengan) penarik

3. Sebelum pengujian berlangsung, alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol

4. Dihidupkan alat, kemudian dicatat angka yang ditunjukkan oleh skala pengukuran pada alat sebagai nilai F setelah sampel menjadi hancur

Dengan mengetahui besaran tersebut, maka nilai kekuatan tarik dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.1).

3.7.8 Kekuatan Impak (Impac Strength)

1. Diletakkan sampel dengan posisi horizontal dan bertumpu pada kedua ujung alat penguji

2. Lengan pemukul pada alat uji dikunci

3. Kunci lengan pemukul dilepaskan dan kemudian membentur sampel hingga patah

4. Energi yang dihasilkan pada alat uji dicatat

Dengan mengetahui besaran tersebut, maka nilai kekuatan tarik dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.2).


(54)

3.7.9 Kekuatan Transversal (Transverse Strength)

1. Diletakkan sampel pada dua tang penyangga yang terpisah

2. Batang uji diberi tanda pada kedua ujungnya dan garis bagian tengah 3. Diberi tekanan pada bagian garis hingga terjadi fraktur

Dengan mengetahui besaran tersebut, maka nilai kekuatan tarik dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.8).

3.7.10 Analisa Warna

Pengujian stabilitas warna bertujuan untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi terhadap perendaman dalam cairan Na2SO3. Alat yang digunakan adalah Color

Difference Meter WSC – S.

Color Difference Meter memiliki tiga fotodetektor, masing – masing dengan filter trismitimulus terpisah dan masing – masing menerima beberapa cahaya yang dipantulkan dari specimen. Sinyal dari fotodetektor diukur dengan sirkuit analog yang memberikan koordinat untuk warna permukaan. Sebuah pipa cahaya dalam balok melihat menyediakan mixer lebih stabil dan efesiensi cahaya ke fotodetektor. Alat ini menggunakan lampu Halogen sebagai sumber cahaya dan silicon fotodioda sebagai reseptor.


(55)

Prosedur analisa warna sebagai berikut :

1. Disiapkan sampel yang telah direndam dengan larutan Na2SO3 dengan variasi konsentrasi

2. Dihidupkan alat yang akan digunakan, tunggu selama 30 menit

3. Letakkan block toup tepat di bawah sinar, tekan tombol 0 hingga muncul 0000 4. Letakkan sampel , tekan tombol kalibrasi sampai muncul angka W dan T dan

X, Y, Z

Dengan mengetahui besaran tersebut, maka nilai RGB dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.9).

3.7.11 Analisa Mikrostruktur

3.7.11.1 SEM

Bentuk dan ukuran partikel resin akrilik polimerisasi panas penambahan serat kaca dapat diidentifikasi berdasarkan data yang diperoleh dari alat ukur SEM (Scanning Electron Microscope).

Gambar 3.11 Skema dari SEM Mekanisme alat ukur SEM dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Sampel diletakkan dalam cawan yang dilapisi emas

2. Sampel disinari dengan pancaran elektron brtenaga kurang dari 20 KV sehingga sampel memancarkan elektron turunan (secondary electron) dan


(56)

elektron terpantul (back scattered electron) yang dapat dideteksi dengan detector scintilator yang diperkuat sehingga timbul gambar pada layar CRT 3. Pemotretan dilakukan setelah dilakukan pengesetan pada bagian tertentu, dari

objek dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto sesuai yang diinginkan

4. Gambar yang didapat selanjutnya diidentifikasi. 3.7.11.2 Analisa Struktur Atom

Dalam penelitian ini, struktur kristal atom sampel uji dilakukan dengan metode dispersi spektroskopi sinar – X. Tujuan dilakukan pengujian analisis struktur atom adalah untuk mengetahui komposisi unsur dari elemen yang akan diukur dan ciri khas dari struktur atom suatu unsur untuk diidentifikas secara unik satu sama lain.

Gambar 3.12 Prinsip EDX .

Sejumlah berdiri bebas sistem EDS ada. Namun, sistem EDS yang paling sering ditemukan pada pemindaian mikroskop elektron (SEM-EDS) dan microprobes elektron. Mikroskop elektron scanning dilengkapi dengan katoda dan magnetik lensa untuk membuat dan fokus sinar elektron, dan sejak 1960-an mereka telah dilengkapi dengan kemampuan analisis unsur. Sebuah detektor digunakan untuk mengkonversi sinar - X energi ke tegangan sinyal, informasi ini dikirim ke prosesor pulsa, yang mengukur sinyal dan melewati mereka ke sebuah analyzer untuk menampilkan data dan analisis.


(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Densitas (

Density

)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai densitas dapat ditentukan dengan persamaan (2.6).

Densitas resin akrilik polimerisasi panas tanpa penambahan serat kaca sebagai kontrol (komposisi 1), resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca ukuran 4 mm (komposisi 2) , resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca ukuran 6 mm (komposisi 3) dan resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca ukuran 8 mm (komposisi 4) dapat dilihat dari grafik dibawah ini.

Gambar 4.1 Grafik hubungan densitas terhadap komposisi resin akrilik polimerisasi panas

Uji densitas dilakukan empat kali pengukuran pada masing – masing kelompok resin akrilik polimerisasi panas. Nilai rata – rata densitas resin akrilik polimerisasi panas berada pada interval 1,15 – 1,25 g/cm3, hal ini terlihat pada Gambar4.1. Nilai


(58)

densitas pada komposisi 1 adalah 1,15 g/cm3, sedangkan komposisi 2 memiliki nilai densitas lebih besar dibandingkan komposisi 1, yaitu 1,19 g/cm3. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan serat kaca 0,13 g dengan ukuran 4 mm, sehingga meningkatkan nilai densitas pada resin akrilik polimerisasi panas. Pada komposisi 4 memiliki nilai densitas lebih besar dari kelompok 1 dan 2, yaitu 1,23 g/cm3. Hal ini bisa disebabkan disebabkan karena adanya penambahan serat kaca dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan komposisi 2, sehingga tingkat densitasnya lebih tinggi. Sedangkan pada komposisi 3 memiliki nilai densitas maksimum dibandingkan komposisi yang lain, yaitu 1,25 g/cm3, meskipun ukuran seratnya lebih kecil dari komposisi 4. Hal ini terjadi karena pada penambahan serat kaca 0,13 g dengan ukuran 6 mm pada komposisi 3 terjadi adhesi optimal antara serat kaca dengan matrik polimer, sehingga nilai densitasnya mencapai nilai maksimum dalam penelitian ini. Sedangkan penambahan serat kaca pada komposisi 4 sebanyak 0,13 g dengan ukuran 8 mm, serat kaca tersebut sudah tidak lagi merekat secara sempurna pada matrik polimer, dikarenakan ukuran serat yang lebih besar mengakibatkan proses polimerisasi lebih lambat sehingga terbentuk kekosongan atau rongga dan proses adhesi tidak lagi optimal. Dari hasil pengujian dapat dinyatakan bahwa ukuran serat kaca sangat mempengaruhi densitas pada pencampuran bahan. Jika ukuran serat kaca semakin kecil maka kerapatan (densitasnya) akan semakin kecil dan jika ukuran serat kaca terlalu besar maka kerapatan (densitasnya) juga akan kecil. Hal ini disebabkan serat kaca tersebut tidak lagi merekat secara sempurna pada matriks polimer sebagai mana telah dijelaskan di atas. Dari penelitian ini diperoleh ukuran serat kaca optimum adalah 6 mm.

Dari referensi ISO 1183, resin akrilik polimerisasi panas memiliki densitas yang relatif rendah yaitu sekitar 1,15 - 1,19 g/cm3. Hal ini disebabkan resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari kumpulan atom – atom ringan, seperti karbon, oksigen dan hidrogen. Dengan penambahan serat kaca yang nilai densitasnya 2,79 g/cm3 biasanya digunakan untuk memperkuat kekuatan resin akrilik polimerisasi panas juga dapat menambah nilai densitas resin akrilik polimerisasi panas yang terdiri atom – atom yang ringan.


(59)

4

.

2 Porositas (

Porosity

)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai porositas dapat ditentukan dengan persamaan yang mengacu pada standart pengujian ASTM C 373.

Gambar 4.2 Grafik hubungan porosity terhadap komposisi resin akrilik polimerisasi panas

Uji porositas dilakukan empat kali pengukuran pada masing – masing kelompok resin akrilik polimerisasi panas. Nilai rata – rata porositas resin akrilik polimerisasi panas berada pada interval 0,46 – 0,48 %, hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.2. Komposisi 1 menghasilkan nilai porositas 0,485 %. Komposisi 2 memiliki nilai porositas lebih tinggi dibandingkan komposisi 1, yaitu 0,469 %. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan serat kaca, akan mengurangi rongga atau poros yang terbentuk. Komposisi 3 memiliki nilai porositas lebih rendah dari kelompok 1 dan 2, yaitu 0,467 %. Adanya penambahan serat kaca dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan komposisi 2 mengakibatkan rongga yang terbentuk lebih sedikit dengan kepadatan bahan yang lebih besar yang terlihat dari nilai densitas yang dihasilkan. Komposisi 4 memiliki nilai porositas lebih besar dibandingkan dengan komposisi 3, yaitu 0,48 %. Hal ini bisa disebabkan karena pada penambahan serat kaca


(60)

6 mm merupakan ukuran optimum, sehingga jika resin akrilik polimerisasi panas ditambahkan serat kaca dengan ukuran yang lebih besar lagi, yaitu 8 mm, ternyata rongga kosong yang terbentuk lebih banyak dan kepadatan bahannya lebih rendah dari kompossi 3. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai persentase porositas minimum berada pada komposisi 3.

Hubungan porositas dan densitas terhadap komposisi resin akrilik polimerisasi

panas adalah nilai densitas berbanding terbalik dengan nilai porositasnya. Semakin besar nilai densitas pada resin akrilik polimerisasi panas maka semakin sedikit terbentuknya rongga atau poros sehingga mempengaruhi sifat mekaniknya.

4.3 Penyerapan Air (

Water Absorption

)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai penyerapan air dapat ditentukan dengan persamaan yang mengacu pada standart pengujian ASTM C 373.

Gambar 4.3 Grafik hubungan absorption terhadap komposisi resin akrilik polimerisasi panas

Nilai penyerapan air resin akrilik polimerisasi panas berada pada interval 0,36 – 0,38 %, hal ini terlihat pada Gambar 4.3. Komposisi 1 menghasilkan nilai penyerapan air 0,380 %. Pada komposisi 2 dan 3 nilai penyerapan airnya semakin menurun, yaitu 0,363 % dan 0,360 %. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan serat kaca dengan ukuran masing – masing 4 mm dan 6 mm yang dapat menurunkan daya serap air pada


(61)

resin akrilik yang rongga – rongga kosongnya lebih sedikit. Namun pada penambahan serat kaca lebih besar, 8mm, daya serap airnya meningkat, yaitu 0,37 %. Komposisi 3 memiliki daya serap air paling lebih rendah dari komposisi yang lain, sedangkan komposisi 4 memiliki nilai penyerapan air lebih tinggi dibandingkan dengan komposisi 3 karena rongga – rongga kosongnya lebih banyak, walaupun ukuran serat kacanya lebih besar. Hal ini disebabkan karena pada resin akrilik polimerisasi panas penambahan serat kaca 6 mm merupakan ukuran optimum, sehingga jika resin akrilik ditambahkan serat kaca dengan ukuran yang lebih besar lagi maka daya serap airnya meningkat.

Dari Gambar 4.3 dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai minimum daya serap air resin akrilik polimerisasi panas terdapat pada komposisi 3 (penambahan serat kaca 6 mm). Hal ini sesuai dengan penelitian Lee, dkk (2001) menyatakan bahwa resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah dengan serat kaca berbentuk potongan kecil mengurangi kuantitas air yang dapat diserap oleh polimer.

4.4

Kekuatan Tekan

(Compressive Strength)

Kekuatan tekan resin akrilik polimerisasi komposisi 1, komposisi 2 , komposisi 3 dan komposisi 4 dapat dilihat dari grafik dibawah ini.


(1)

Tabel 2. Data pengujian porositas untuk setiap komposisi

Komposisi 1

Sampel mk (g) mb (g) mg (g) mkw (g) Porositas (%) Sampel 1 1,2668 1,2721 0,7954 0,5943 0,4995 Sampel 2 1,3499 1,3553 0,8097 0,5943 0,4693 Sampel 3 1,7949 1,8016 0,8798 0,5943 0,4452

Sampel 4 1,79 1,7969 0,8807 0,5943 0,4568

Rata - rata 0,4977

Komposisi 2

Sampel mk (g) mb (g) mg (g) mkw (g) Porositas (%)

Sampel 1 1,46 1,4666 0,8293 0,5943 0,5359

Sampel 2 1,4181 1,4239 0,8271 0,5943 0,4869 Sampel 3 1,8487 1,855 0,8937 0,5943 0,4082 Sampel 4 1,773 1,7797 0,8814 0,5943 0,4488

Rata - rata 0,4799

Komposisi 3

Sampel mk (g) mb (g) mg (g) mkw (g) Porositas (%) Sampel 1 1,3531 1,3591 0,8123 0,5943 0,5257 Sampel 2 1,1538 1,1591 0,7767 0,5943 0,5375 Sampel 3 2,005 2,0122 0,9205 0,5943 0,4211 Sampel 4 1,9173 1,9243 0,5943 0,5943 0,4384

Rata - rata 0,4607

Komposisi 4

Sampel mk (g) mb (g) mg (g) mkw (g) Porositas (%) Sampel 1 1,1509 1,1563 0,7854 0,5943 0,5594 Sampel 2 1,387 1,3926 0,8213 0,5943 0,4804 Sampel 3 1,7112 1,7182 0,8708 0,5943 0,482 Sampel 4 1,8749 1,8816 0,8967 0,5943 0,4211


(2)

Tabel 3. Data pengujian penyerapan air untuk setiap komposisi

Komposisi 1

Sampel mk (g) mb (g) Absorption (%)

Sampel 1 1,2668 1,2721 0,3989

Sampel 2 1,3499 1,3553 0,3963

Sampel 3 1,7949 1,8016 0,376

Sampel 4 1,79 1,7969 0,3854

Rata - rata 0,3807

Komposisi 2

Sampel mk (g) mb (g) Absorption (%)

Sampel 1 1,46 1,4666 0,3955

Sampel 2 1,4181 1,4239 0,3903

Sampel 3 1,8487 1,855 0,3407

Sampel 4 1,773 1,7797 0,3778

Rata - rata 0,363

Komposisi 3

Sampel mk (g) mb (g) Absorption (%)

Sampel 1 1,3531 1,351 0,3893

Sampel 2 1,1538 1,1591 0,3834

Sampel 3 2,005 2,0122 0,3591

Sampel 4 1,9173 1,9243 0,3605

Rata - rata 0,3607

Komposisi 4

Sampel mk (g) mb (g) Absorption (%)

Sampel 1 1,1509 1,1563 0,4091

Sampel 2 1,387 1,3926 0,3537

Sampel 3 1,7112 1,7182 0,369

Sampel 4 1,8749 1,8816 0,3573


(3)

Tabel 4. Data pengujian kuat tekan sebelum perendaman untuk setiap komposisi

Komposisi 1

Sampel Beban (kg) Luas Penampang (cm2) Kuat Tekan (Mpa)

Sampel 1 167,61 0,216 79,18

Sampel 2 144,96 0,2091 70,74

Sampel 3 163,08 0,2358 70,57

Sampel 4 163,08 0,2687 66,9

Rata - rata 70,74

Komposisi 2

Sampel Beban (kg) Luas Penampang (cm2) Kuat Tekan (Mpa)

Sampel 1 235,56 0,305 73,91

Sampel 2 235,68 0,305 75,32

Sampel 3 235,56 0,31 72,63

Sampel 4 235,68 0,3185 88,93

Rata - rata 74,69

Komposisi 3

Sampel Beban (kg) Luas Penampang (cm2) Kuat Tekan (Mpa)

Sampel 1 253,68 0,258 91,15

Sampel 2 244,62 0,207 88,89

Sampel 3 244,62 0,2687 92,87

Sampel 4 240,09 0,234 80,32

Rata - rata 88,94

Komposisi 4

Sampel Beban (kg) Luas Penampang (cm2) Kuat Tekan (Mpa)

Sampel 1 366,93 0,2902 79,26

Sampel 2 235,56 0,242 78,93

Sampel 3 235,56 0,31 77,53

Sampel 4 167,61 0,216 7,18


(4)

Tabel 5. Data pengujian kekerasan vickers untuk setiap komposisi

Komposisi 1

d1 (µm) d2 (µm) HV (kg/mm2)

105,9 108 16,2

107,1 110,4 15,6

106,9 106 16,3

Rata - rata 16,03333

komposisi 2

d1 (µm) d2 (µm) HV (kg/mm2)

105,5 98,3 17,8

105,3 105,6 16,6

106,1 105,7 16,5

Rata - rata 16,96667

komposisi 3

d1 (µm) d2 (µm) HV (kg/mm2)

97,9 86,1 21,9

104 87,9 20,1

102,9 83,8 21,2

Rata - rata 21,06667

komposisi 4

d1 (µm) d2 (µm) HV (kg/mm2)

94,3 106 18,4

103,7 93 19,1

103,2 92,7 19,3


(5)

Tabel 6. Data pengujian indeks warna untuk setiap komposisi Komposisi 1

Tanpa Perendaman

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

28663 83141 38312 150116 0.2 0.5 0.3

Na2SO3 5 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

30999 91201 41139 163339 0.2 0.5 0.3

Na2SO3 10 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

25054 78051 36742 139847 0.2 0.5 0.3

Na2SO3 15 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

30150 89929 24709 144788 0.2 0.6 0.2

Na2SO3 20 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

23143 71688 32660 12741 0.2 0.6 0.2

Komposisi 2 Tanpa Perendaman

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

33971 98837 44593 17701 0.2 0.5 0.3

Na2SO3 5 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

26115 70900 34856 131871 0.2 0.5 0.3

Na2SO3 10 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

31424 96716 46163 174303 0.2 0.5 0.3

Na2SO3 15 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

32061 98837 50246 181144 0.2 0.5 0.3

Na2SO3 20 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

31424 94595 45221 171240 0.2 0.6 0.2

Komposisi 3 Tanpa Perendaman

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

46499 12810 53072 112381 0.2 0.6 0.2

Na2SO3 5 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

31848 95019 43651 170518 0.2 0.6 0.2

Na2SO3 10 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green


(6)

33547 10562 51502 95611 0.2 0.5 0.3 Na2SO3 20 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

31848 91201 37056 160105 0.2 0.6 0.2

Komposisi 4 Tanpa Perendaman

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

30574 88656 37998 157228 0.2 0.6 0.2

Na2SO3 5 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

32485 97564 45849 175898 0.2 0.5 0.3

Na2SO3 10 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

23658 76354 38312 138324 0.2 0.5 0.3

Na2SO3 15 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green

24842 80596 39882 145320 0.2 0.5 0.3

Na2SO3 20 %

X Y Z X + Y + Z Blue Red Green