SYARIKAT ISLAM DAN ORDE BARU

lix memperkuat kemampuan umat Islam, dan akhirnya mendorong pemerintah untuk mengambil sikap akomodatif terhadap Islam. 97

B. SYARIKAT ISLAM DAN ORDE BARU

Pada masa Orde Baru hanya ada tiga partai Islam yang bertahan, yakni PSII, NU dan Perti Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Pembentukan Parmusi Partai Muslimin Indonesia diharapkan memberikan sesuatu yang baru bagi politik Islam. Tapi keterlibatan pemerintah dalam proses pembentukannya menghambat partai tersebut melakukan kegiatan-kegiatan atau mengambil kebijakan-kebijakan politik yang independen. 98 Dalam rangka memulihkan kembali demokrasi di dalam negeri, pemilihan umum pertama diadakan pada tanggal 3 Juli 1971. Dalam pemilu ini, partai-partai Islam terdiri dari PSII, NU, Perti dan Parmusi, partai-partai non-Islam dan sekuler yakni PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai Murba, dan IPKI dan Golkar didukung Pemerintah, saling bersaing. Golkar menang besar mengumpulkan 62,8 persen suara, sementara partai- partai Islam mendapatkan 27,11 persen, partai-partai non-Islam dan Nasionalis mendapatkan 10,09 persen. Dari kursi 360 kursi parlemen yang diperebutkan, Golkar memenangkan 227 kursi, partai-partai Islam 94 kursi, dan sisanya untuk partai 97 Karim, Negara dan Peminggiran, h. 51 98 Syamsuddin, Islam dan Politik, h. 49 lx sekuler dan non-Islam. Sejumlah kursi tambahan 100 diisi oleh anggota-anggota yang ditunjuk oleh pemerintah, 75 kursi ditunjuk dari militer dan 25 kursi dari sipil. Dengan total 327 dari 460 kursi, jelaslah bahwa Golkar mendominasi kekuatan politik di dalam negeri. 99 Suara yang didapat partai Islam sangatlah menurun dibanding pemilu tahun 1955. Apabila dilihat dari persentase dukungan Umat Islam terhadap Partai Islam, dalam pemilu 1955, dari jumlah pemilih Muslim sebanyak 32.910.999 yang memilih partai Islam tercatat 16.642.924 atau sekitar 50,5 persen sedangkan pada Pemilu 1971 dengan jumlah pemilih Muslim sebanyak 47.643.272, yang memilih partai Islam hanya 14.833.942 31,1 persen. 100 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan umat Islam tidaklah secara otomatis menjadi pendukung partai-partai Islam. Dukungan mereka tersebar ke barbagai aliran, partai politik dan partai pemerintah “Golongan Karya”. Dan apabila dilihat dari perolehan suara perbandingannya cukup jauh pula, Pada pemilu 1955 perolehan suara partai Islam mencapai 43,9 persen dan dalam pemilu 1971 perolehan suara PSII, NU, Perti dan Parmusi hanya mendapat 27,1 persen. 101 Adapun wakil-wakil PSII yang duduk sebagai anggota dewan terdapat 10 orang, yakni: 99 Ismail, Ideologi Hegemoni, h. 113 100 M. Syafi’i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia; Sebuah Kajian Politik Tentang Cendikiawan Muslim Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995, h. 130 101 Ibid, h. 131 lxi 1. Wartomo Dwijoyuwono duduk dalam komisi I Hankam, Luar Negeri, Penerangan, Kepresidenan, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, Bakin, MPR, DPR, DPA. 2. Andi Mappatunru BA duduk di Komisi II Dalam Negri. LAN, Arsip Nasional, PAN dan Sekneg. 3. Johan Burhanuddin duduk di komisi III Kehakiman, Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung. 4. Ishak Moro duduk di Komisi IV Pertanian, Tenaga Kerja, dan Transkop. 5. Ubaya Ahmadi duduk di Komisi V Perhubungan, PUTL, Dewan Telekomunikasi, LAPAN dan DEPARI. 6. Thayeb Moh. Gobel duduk di Komisi VI Perindustrian, Pertambangan dan BATAN. 7. Oesman Yusuf Helmi duduk di Komisi VII Keuangan, Perdagangan, Bapenas, BPK, Bank Sentral, BPS, dan Bulog. 8. Drs. MA. H. Gani MA duduk di Komisi VIII Kesehatan, Sosial, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 9. Bustamam SH duduk di Komisi IX Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, LIPI. 10. Drs. Syarifudin Harahap duduk di Komisi X Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 102 102 Sudjana, Liku-liku Perjuangan, h. 135 lxii Dalam masa sidang, anggota-anggota PSII sangat aktif dan kritis pada permasalahan-permasalahan yang muncul di dalam negeri. Oesman Yusuf Helmi, Waktomo Dwijoyuwono, dan H. Mch. Ibrahim. Mereka merupakan tokoh-tokoh yang berani berbicara dan mengeritik pemerintah, contohnya seperti Oesman Yusuf yang telah mengajukan lebih kurang 300 pertanyaan kepada pemerintah, sejumlah usul resolusi dan interpelasi. 103 Pada tanggal 23-29 Juli 1972 dilangsungkan Majlis Tahkim PSII ke XXXIII 33 di Gedung Merdeka Bandung. Sidang Tahkim berjalan dengan tertib-tentram dan puncak dari semua sidang-sidang Tahkim tersebut adalah pada saat pemilihan formasi Dewan Partai dan Lajnah Tanfidziyah yang akan diserahi amanah periode 5 tahun 1972-1977. Sebagai hasilnya sesuai dengan aspirasi para perserta yang hadir, munculah formasi baru yang ditandai dengan suatu cirinya yang khas yaitu Peremajaan. Kecuali seorang Muhammad Safe’i, kuarang lebih 70 tahun, seorang tua yang semangatnya masih muda remaja, maka seluruh DPP yang baru adalah tokoh-tokoh pemimpin angkatan muda yang rata-rata berusia dibawah 50 tahun. Sebagai contoh Bustamam SH 47 tahun Presiden Dewan Partai, H.M. CH. Ibrahim 40 tahun Presiden Lajnah Tanfidziyah dan para Wakil Presiden LT, Oesman Yoesuf 48 tahun, KH. Firdaus AN 48 tahun, Ishak Moro 41 tahun dan Dra.Jubaidah Muhtar 36 tahun. 104 103 Ibid, h. 202 104 Ibid , h. 142-143 lxiii Akan tetapi selang beberapa bulan tepatnya pada tanggal 22 Desember 1972 terjadi pengambil alihan dan pendudukan DPP dan kantor LT PSII oleh orang-orang yang menyatakan dirinya sebagai Team Penyelamat Kaum PSII di bawah pimpinan Suryo Ahmad Mojo. Pihak TP Team Penyelamat PSII menyatakan bahwa pengambilan alih ini dikarenakan, TP PSII melihat keadaan kepemimpinan PSII tidak dapat mengikuti perkembangan ketatanegaraan dewasa ini sehingga menimbulkan kegelisahan dikalangan kaum PSII, sehingga TP PSII tidak mengakui lagi kepemimpinan PSII Pusat yang terbentuk dalam MT PSII ke 33 di Majalaya- Bandung. 105 Kemudian pada 22 Desember 1972 TP PSII membentuk Pimpinan Darurat PD PSII, yang diketuai oleh H. Anwar Cokroaminoto. 106 Sepertinya nasib PSII sama dengan apa yang dialami oleh Parmusi, dalam upaya pemerintah meminggirkan tokoh-tokoh Masyumi, pemerintah ikut campur dalam pembentukkan kepengurusan partai. 107 Dan sekarang pemerintah berusaha meminggirkan tokoh-tokoh PSII dan memecah PSII dengan membuat tandingan kepengurusan dalam tubuh PSII. Hal ini merupakan sebuah strategi yang sering dilakukan oleh pemerintah, karena terjadi pula kepada Muhammadiyah dan NU, 105 Ibid, h. 158-161 106 Ibid , h. 167 107 Al-Chaidar, Reformasi Prematur, h. 33 lxiv pemerintah ikut campur di dalam pendirian, pembentukan kepengurusan, artikulasi kepentingan, anggaran belanja dan akses pembuat kepentingan. 108 Menyikapi hal tersebut DPP PSII MT ke 33 berpendapat bahwa sesuai dengan ketentuan hukum dan tradisi partai, kepemimpinan PSII yang dijalankan oleh DPP PSII tidak dapat diambil alih oleh siapapun kecuali oleh badan penggenggam kekuasaan partai yang memilih DPP PSII, yaitu Majlis Tahkim Kongres Nasional PSII. Dengan demikian DPP PSII MT ke 33 akan meneruskan tugas kepemimpinan PSII sesuai dengan keputusan-keputusan Majlis Tahkim ke 33. 109 Akan tetapi sikap PD PSII semakin sewenang-wenang, PD PSII menggeser beberapa orang PSII MT. 33 dalam DPRMPR yang merupakan wakil dari PSII, diantaranya Wartomo Dwijoyuwono Sekjen PSII MT.33 yang duduk sebagai wakil Ketua fraksi Persatuan Pembangunan di DPR digantikan Drs. Syarifuddin Harahap, HM. CH. Ibrahim Presiden LT PSII MT.33 sebagai anggota Badan Pekerja MPR diganti pula oleh Drs. Syarifuddin Harahap, sementara Dra. Zubaedah Mohtar W. Presiden LT. PSII MT.33 sebagai anggota pengganti di MPR diganti oleh Djohan Burhanuddin SH. 110 Selain itu seiring usaha pemerintah yang dua tahun setelah pemilu 1971, pemerintah Orde Baru menerapkan kebijakan tentang restrukturisasi politik yang 108 Karim, Negara dan Peminggiran, h. 144 109 Sudjana, Liku-liku Perjuangan, h. 170 110 Ibid, h. 174 lxv berisi pengelompokan fusi semua partai politik, sebuah kebijakan yang menghasilkan pembentukan PPP Partai Persatuan Pembangunan, PDI Partai Demokrasi Indonesia dan Golkar. 111 Tapi sebenarnya kebijakan ini sudah disampaikan pada tanggal 3 Maret 1970. 112 Hal tersebut oleh PD PSII dijadikan sebagai isu dalam menghancurkan DPP PSII, dengan mengatakan DPP PSII hasil MT.33 anti fusi, dan tidak mau mencalonkan Presiden Soeharto sebagai Presiden pada sidang MPR 1973. Dan tidak hanya itu saja serangan yang dilancarkan, PD PSII juga akan melakukan pembekuan kepada cabang yang tidak menunjukan sikap mendukung PD PSII. 113 Akan tetapi serangan yang dilancarkan PD PSII sepertinya tidak berhasil, LT PSII MT. 33 dengan cepat tanggap pada tanggal, 5 Januari 1973 bersama NU, Parmusi, dan Perti melakukan kesepakatan untuk memfusikan politiknya dalam 1 satu partai politik barnama Partai Persatuan Pembangunan. 114 Sehingga dengan demikian dapat mengembalikan kepercayaan kader-kader PSII terhadap PSII MT. 33. Pada tanggal 11 Januari 1973 terjadi perundingan antara kedua belah pihak PSII MT.33 dan PD PSII, yang dilaksanakan di rumah H. Anwar Cokroaminoto JL. Singamangraja No. 29 Kebayoran Baru Jakarta, yang terdiri dari perwakilan PD PSII 111 Ismail, Ideologi Hegemoni, h. 126 112 Mulkhan, Perubahan Prilaku Politik, h. 86 113 Sudjana, Liku-liku Perjuangan, h. 180 114 Ibid, h. 183 lxvi yakni, H. Anwar Cokroaminoto, Drs. M. Gani, MA., dan Drs. Syarifuddin Harahap, kemudian DPP PSII MT. 33 diwakili oleh, Bustamam SH Presiden Dewan Penasehat dan H. Mch. Ibrahim Presiden LT PSII, dari perundingan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa persoalan keorganisasian dan kepemimpinan Syarikat Islam, selanjutnya sampai dengan berlangsungnya Majlis Tahkim Luar Biasa yang akan datang disusun bersama-sama dibawah pimpinan Bapak H. Anwar Cokroaminoto. Tanggal, 20 Januari 1973 diadakan perundingan kembali, tetapi menimbulkan kegagalan di dalam perundingan, dikarenakan pihak PD PSII menyarankan kepada DPP PSII MT. 33 agar pembentukan DPP SI diserahkan sepenuhnya oleh H. Anwar Coktoaminoto yang merupakan sesepuh partai dan PD PSII meminta H. Mch. Ibrahim rela mengorbankan sebagian kawan-kawannya untuk tidak duduk dalam DPP Syarikat Islam yang akan dibentuk. Dengan pernyataan tersebut, H. Mch. Ibrahim menyatakan akan tetap bertahan pada keputusan Majlis Tahkim PSII ke 33 115 dan menjalankan tugasnya sebagaimana biasa. Menindak lanjuti hasil keputusan rapat Pimpinan Kelompok Persatuan tanggal 5 Januari 1973 untuk mengfusikan kegiatan politik dalam satu wadah Partai Persatuan Pembangunan, DPP-SI MT.33 diundang ikut serta untuk mengambil bagian dalam team penyusunan AD-ART, Program dan Ketentuan-Ketentuan Khusus Partai dan akan tetapi Selasa tanggal 13 Februari 1973 dalam penyelenggaraan 115 Ibid, h. 190-193 lxvii penyusunan DPP PPP, sangat disesalkan oleh DPP-SI MT.33 dalam penyusunan DPP PPP tersebut tidak mengundang DPP-SI MT.33 yang duduk dalam Presidium dan Badan Pekerja Kelompok Persatuan. Dan ternyata justru PD PSII yang diikut sertakan dalam penyusunan itu. 116 Tampaknya perjuangan PSII dari mulai awal berdirinya sampai saat ini tidak berjalan dengan mulus, pada tahun 20-an kaum komunis memasukan jarum infiltrasi yang beracun ke dalam SI. Dengan masuknya tokoh komunis seperti Semaun, Darsono dan Alimin ke dalam tubuh SI sehingga SI menjadi pecah ada SI putih dan ada SI merah. 117 Selain itu kini masuknya Gobel dkk kedalam SI sebagai infiltrasi yang memecah belah kekuatan SI dengan memperalat anak cucu Cokroaminoto. Sejak Syarikat Islam menggabungkan kegiatan politiknya dalam PPP, maka ruang lingkup Syarikat Islam hanya pada pembinaan dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan da’wah Islamiyah. Dalam bidang pendidikan mulai didata keadaan sekolah-sekolah yang bernaung dibawah naungan SI dan menyusun kurikulum bidang studi Syarikat Islam mulai tingkat sekolah dasar, menengah pertama dan menengah atas. Dalam bidang sosial ikut meringankan beban yang diderita oleh masyarakat, seperti hal masyarakat yang terkena bencana alam dan lain sebagainya. Dalam bidan pembangunan SI bersama-sama pemerintah di daerah ikut membangun sarana pendidikan dan tempat ibadah. Demikian juga dalam masalah Da’wah sangat 116 Ibid, h. 199-201 117 Effendy, Islam Dan Negara, h.68 lxviii digiatkan baik tablig dalam acara umum seperti maulid Nabi Saw, khutbah jum’at dan lain-lain. Mubalig-mubalig dari SI mempunyai ciri khasnya dalam menyampaikan da’wah Islamiyahnya, yakni; kritis, korektif dan konstruktif. Kursus-kursus bagi para pemuda pelajar dan mahasiswa terus digiatkan dipusat daerah dan dalam bidang penerbitan setiap bulan diterbitkan majalah yang memuat berita luar negeri serta berita intern Syarikat Islam. 118 Akan tetapi upaya SI dalam melanjutkan geraknya, tidak semulus apa yang dibayangkan, dalam upaya kebijakan-kebijakan pemerintah yang terus menerus berusaha meminggirkan politik umat Islam, Operasionalisasi kebijaksanaan demikian mencakup berbagai aspek kehidupan dan kegiatan sosial ummat. Di dalam melakukan kegiatan dakwah, baik SI ataupun yang lainnya harus dapat rekomendasi dari Departemen Agama, dan rekomendasi tersebut diberikan apabila kegiatan dakwah dan peningkatan kehidupan keagamaan tidak mempergunakan tema politik. Secara lebih khusus dalam kegiatan Masjid dan Khutbah, dengan tegas dilarang untuk membicarakan masalah politik. 119 Pada pemilu 1977, dalam pengajuan nama-nama untuk anggota DPRMPR, wakil-wakil dari DPP SI selalu dipersulit dan pencalonan ini tidak jarang mendapat gangguan dari PD PSII dimana mereka sering mengirimkan surat terhadap Laksusda 118 Ibid,, h. 206 119 Mulkhan, Perubahan Perilaku Politik, h. 94 lxix agar nama-nama yang diajukan DPP SI ke Panitia Pemilihan Daerah dicoret. 120 Dalam menghadapi tekanan-tekanan tersebut DPP SI mengadakan konsolidasi diberbagai aspek, diantaranya: konsolidasi organisasi, pendidikan, sosial ekonomi, kaderisasi dan pembinaan remaja, bidang dakwahpembinaan umat, dan bidang umum. 121 Berbarengan dengan adanya program konsolidasi tersebut, Djohan Burhanuddin dari PD PSII mengadakan huru-hara di daerah Jawa Barat dengan mengobrak-abrik PPP di cabang-cabang yang kebetulan dipimpin oleh anggota DPP SI. Selain itu PD PSII membentuk cabang-cabang tandingan SI ditiap kabupaten dan kodya se-Jawa Barat. 122 Dan selain itu upaya lain yang dilakukan pemerintah Orde Baru untuk meredam gerak langkah SI, dengan dalih kestabilitas ketahanan nasional, tokoh-tokoh SI pun dimasukan kedalam penjara. 123 Pada selanjutnya Usaha-usaha PD PSII dalam menghancurkan DPP SI terus berlanjut, pada tahun 1979 PD PSII menghalang-halangi acara silaturahmi DPP SI yang diadakan di Gedung Merdeka Bandung dengan melakukan hasutan-hasutan kepada pejabat Kepolisian agar polisi tidak memberikan izin. Namun, acara tersebut tetap bisa diselenggarakan yang pada kesempatan itu hadir pula Gurbenur Jawa Barat dan kemudian PD PSII melakukan aksinya kembali dengan mengajukan surat 120 Sudjana, Liku-liku Perjuangan,h.220 121 Ibid,h. 227 122 Ibid, h.236 123 Ohan Sudjana, Jejak-Jejak Jihad, Sukabumi: Pustaka 99, t.t, h. 54 lxx perecallan terhadap anggota DPRD II Sukabumi wakil dari DPP SI yang berjumlah 3 orang hasil pemilu 1977, namun surat pengajuan tersebut tidak digubris oleh Pemda Kabupaten Sukabumi. 124 Pada 1982 tampaknya merupakan pemilu terakhir yang diikuti oleh DPP SI, Dikarenakan kebijakan pemerintah mengenai pemberlakuan asas tunggal yang disampaikan di depan DPR, 16 Agustus 1982, bahwa Presiden Soeharto menegaskan seluruh kekuatan sosial politik harus menyatakan bahwa dasar ideologi mereka satu- satunya adalah Pancasila. 125 Kemudian gagasan presiden ini dimasukan dalam ketetapan MPR No. II1983 pasal 3 bab IV. 126 Sehingga dikarenakan kebijakan pemerintah tersebut PPP mengubah asasnya menjadi asas Pancasila. Hal itu menimbulkan pertikaian di dalam tubuh PPP. PSII yang merupakan bagian dari PPP, menyatakan diri keluar karena asas tunggal tidak sesuai dengan asas PSII. 127 Pada bab selanjutnya akan dibahas mengenai Asas PSII dan pandagan PSII terhadap Asas Tunggal Pacasila. 124 Sudjana, Liku-liku Perjuangan, h. 238 125 Effendy, Islam dan Negara, h. 120 126 Ismail, Ideologi Hegemoni, h. 203 127 Bustamam, PSII-1905, h. 53 lxxi

BAB IV ASAS TUNGGAL PANCASILA