Pengaruh Kompetensi Bidan Dalam Memberikan Konseling terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Kepatuhan Ibu tentang Episiotomi di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon Tahun 2012
PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DALAM MEMBERIKAN KONSELING TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN
DAN KEPATUHAN IBU TENTANG EPISIOTOMI DIRUANG KEBIDANAN RUMAH SAKIT UMUM
DATU BERU TAKENGON TAHUN 2012
T E S I S
Oleh
SRIFATI 107032238/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
THE INFLUENCE OF MIDWIFE’S COMPETENCY IN PROVIDING COUNSELING ON THE IMPROVEMENT OF KNOWLEDGE AND
COMPLIANCE OF THE POST-EPISIOTOMY MOTHER IN THE OBSTETRIC ROOM AT DATU BERU
GENERAL HOSPITAL TAKENGON IN 2012
THESIS
By
SRIFATI 107032238/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DALAM MEMBERIKAN KONSELING TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN IBU TENTANG EPISIOTOMI DIRUANG
KEBIDANAN RUMAH SAKIT UMUM DATU BERU TAKENGON
TAHUN 2012
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SRIFATI 107032238/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(4)
Judul Tesis : PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DALAM MEMBERIKAN KONSELING TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN IBU TENTANG EPISIOTOMI DI RUANG KEBIDANAN RUMAH SAKIT
UMUM DATU BERU TAKENGON
TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Srifati
Nomor Induk Mahasiswa : 107032238
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG (K)) (dr. Yusniwarti Yusad, M.Si Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
(5)
Telah diuji
Pada Tanggal : 31 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.dr.Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG (K) Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si
2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 3. Dr. Yostoto Kaban, Sp.OG
(6)
PERNYATAAN
PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DALAM MEMBERIKAN KONSELING TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN IBU TENTANG EPISIOTOMI DIRUANG
KEBIDANAN RUMAH SAKIT UMUM DATU BERU TAKENGON
TAHUN 2012
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, September 2012
SRIFATI 103032238/IKM
(7)
ABSTRAK
Kompetensi bidan adalah kemampuan dan karakteristik yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan prilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan secara aman dan bertanggung jawab pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Konseling adalah peroses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan ibu post episiotomi di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru kota Takengon Tahun 2012.
Jenis penelitian ini dilaksanakan dengan metode ekperimental sederhana, disebut juga posttest only control group atau subyek dibagi dalam dua kelompok secara random, perlakuan diberikan pada satu kelompok (kelompok perlakuan), dan kelompok lain tidak diberikan pelakuan. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin dengan tindakan episiotomi pada proses persalinan dan dirawat di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon berjumlah 60 orang, dimana 60 orang ibu post partum episiotomi di bagi menjadi 2 kelompok, satu kelompok 30 ibu bersalin post episiotomi yang diberikan konseling oleh bidan yang kompeten dan 30 ibu bersalin post episiotomi diberikan konseling oleh bidan yang tidak kompeten. Analisis data dengan Mann Whitney.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan ibu post episiotomi dengan nilai (p= 0,0001). Dan ada perbedaan kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan kepatuhan ibu post episiotomi dengan (p = 0,0001). Kesimpulannya adalah ada perbedaan kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan responden.
Disarankan kepada pihak Rumah Sakit Sakit Beru Takengon agar meningkatkan kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap ibu bersalin post episiotomi.
Kata Kunci : Kompetensi, Konseling, Pengetahuan, Kepatuhan, Ibu tentang Episiotomi
(8)
ABSTRACT
The competency of midwife is the ability and characteristic including knowledge, skill and attitude which must be owned by a midwife in performing midwifery practice safely and be responsible for various orders of health service. Counseling is a process of the provision of objective and complete information which is systematically done with the guidance of interpersonal communication, guiding technique and the mastery of clinical knowledge intended to assist someone in identifying his current condition and the problems he is facing, and in determining the way out or what to do to solve the problems. The purpose of this study was to analyze the influence of midwife’s competency in providing counseling on the improvement of knowledge and compliance of the post-episiotomy mother in the obstetric room at Datu Beru General Hospital Takengon in 2012.
This study conducted under the simple experimental method is called a posttest only control group study in which the subject is randomly divided into 2 (two) groups; one group was given a treatment (experiment group) and the other group was not given any treatment (control group). The population of this study was 60 mothers who delivered their babies through the process of episiotomy and were being treated in the obstetric ward at Datu Beru General Hospital Takengon. The 60 mothers were divided into 2 (two) groups; one group consisted of 30 mothers who delivered their babies through the process of episiotomy and were counseled by the competent midwife, and the other group consisted 30 mothers who delivered their babies through the process of episiotomy and were counseled by the incompetent midwife. The data obtained were analyzed through Mann Whitney analysis.
The result of this study showed that there was different competence of midwifes in providing counseling to improve the knowledge (p = 0.001) and to improve the compliance (p = 0.001) of the mothers who delivered their babies through the process of episiotomy. The conclusion is that there is different competence of midwives in providing counseling to improve the knowledge and the compliance of the respondents.
The management of Datu Beru General Hospital Takengon is suggested to improve the competence of the midwives in providing counseling to the mothers who delivered their babies through the process of episiotomy.
Keywords : Competency, Counseling, Knowledge, Compliance, About Episiotomy Mothers
(9)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Kompetensi Bidan Dalam Memberikan Konseling terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Kepatuhan Ibu tentang Episiotomi di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon Tahun 2012” dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan penyelesaian studi pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyusun tesis ini, penulis banyak mendapatkan masukan, saran, kritik, motivasi, dorongan, bantuan, bimbingan, fasilitas dan kesempatan dari berbagai pihak dan keluarga. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, MSc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
3. Prof.dr.Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG (K) selaku Ketua Komisi Pembimbing dalam penulisan Tesis ini
4. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing dalam penulisan Tesis ini
(10)
6. Dr. Yostoto Kaban, Sp.OG selaku Dosen Pembanding dua
7. dr. Hardi Yanis, Sp.PD. selaku Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon.
8. Kedua orang tua tercinta dan tersayang (alm) H. Harun Ahmad Syabar dan (almh) Sitti Fatimah yang telah membesarkan, mendidik dan selalu mendoakan yang terbaik bagi penulis sehingga penulis berhasil sampai saat ini.
9. Teristimewa suami tercinta Asari dan anak-anak Syahrial Asri, Hayati Sarinate, Nurrahmah, Rafif Hawari yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi dan doa dalam penyelesaian penulisan tesis ini.
10.Teman-teman Program Studi S2 Minat Studi Kespro C Universitas Sumatera Utara dan Akademi Kebidanan Pemdakab Aceh Tengah.
11.Teman-teman murni 12B yang telah memberikan dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segi bahasa maupun isinya, untuk itu mohon masukan dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini.
Medan, September 2012
Srifati 107032238/IKM
(11)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama srifati, lahir di Takengon pada tanggal 23 November 1963, beragama Islam, anak kelima dari sepuluh bersaudara, dari pasangan (alm) H.Harun Ahmad Syabar dan (almh) ibu Hj.Sitti Fatimah. Penulis telah menikah dengan Asari anak dari (alm) H.Oesoeludin dan Hj. Nur Aisyah pada tanggal 16 Juni 1986 dan sudah di karunia empat orang anak dua orang laki-laki dan dua orang perempuan yang bernama Syahrial Asri yang berusia dua puluh lima tahun. Bekerja di Setdakab Bener Meriah, Hayati Sarinate yang berusia dua puluh satu tahun mahasiswi Stikes Rs. Haji Medan, Nurrahmah yang berusia tujuh belas tahun pelajar di Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan, Rafif Hawari yang berusia dua belas tahun pelajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Takengon.
Pendidikan formal penulis yaitu pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No.1 Takengon selesai tahun 1975, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Takengon selesai pada tahun 1979, sekolah Perawatan Kesehatan Depkes selesai pada tahun 1983. Diploma 1 (D1) Kebidanan Depkes Banda Aceh selesai pada tahun 1989. Akademi kebidanan (D3) Kebidanan Depkes Banda Aceh selesai pada tahun 2004, D4 Bidan Pendidik Universitas Abbuliyatama (UNAYA) Banda Aceh selesai pada tahun 2008 Penulis berdomisilir di Jln. Pangramong Simpang Tami Delem Takengon Aceh Tengah
Bekerja mulai tahun 1984 di Rumah Sakit Datu Beru Takengon sebagai staf di ruang anak.Pada tahun 1986 bekerja di Puskesmas Kota Takengon pada tahun 1989
(12)
bekerja di Rumah Sakit Datu Beru Takengon di ruang bersalin pada tahun 1993 bekerja di Puskesmas Pembantu Tami Delem sampai dengan 2007 pada tahun 2008 bekerja di Akademi Kebidanan Pemkab Aceh Tengah sampai dengan sekarang sebagai staf Dosen. Tahun 2010 penulis mengikuti pendidikan lanjutan program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat dengan minat studi Kesehatan Reproduksi.
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
DAFTAR ISI. ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Hipotesis ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Kompetensi ... 6
2.1.1. Definisi Kompetensi ... 6
2.2 Bidan... 16
2.2.1. Definisi Bidan ... 16
2.3 Konseling ... 18
2.3.1. Pengertian Konseling ... 18
2.3.2. Konseling Kebidanan ... 19
2.3.3. Manfaat Konseling ... 19
2.3.4. Tujuan Konseling Kebidanan ... 19
2.3.5. Proses Konseling ... 19
2.3.6. Konseling pada Ibu Bersalin Post Episiotomi ... 21
2.4 Pengetahuan dan Kepatuhan Ibu Post Episiotomi ... 22
2.4.1. Pengertian Pengetahuan ... 22
2.4.2. Pengertian Kepatuhan ... 22
2.4.3. Ibu Post Episiotomi ... 23
2.4.4. Pengertian Episiotomi ... 23
2.4.5. Tujuan Tindakan Episiotomi ... 24
2.4.6. Indikasi untuk Melakukan Episiotomi... 25
2.4.7. Keuntungan Episiotomi ... 25
2.4.8. Kerugian Episiotomi ... 25
2.4.9. Jenis Episiotomi yang Umum ... 25
(14)
2.4.11.Waktu yang Tepat Melakukan Episiotomi ... 26
2.4.12.Alasan Lain Episiotomi Harus Dilakukan ... 26
2.4.13.Prosedur Episiotomi ... 26
2.4.14.Komplikasi Luka Episiotomi ... 27
2.5 Landasan Teori ... 28
2.6 Kerangka Teori ... 29
2.7 Kerangka Konsep ... 29
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 30
3.1 Jenis Penelitian ... 30
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
3.3 Populasi dan Sampel ... 31
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31
3.4.1. Data Primer ... 31
3.4.2. Data Sekunder ... 33
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 33
3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian ... 37
... 37
3.5.2. Variabel Operasional ... 37
3.6 Metode Pengukuran ... 38
3.7 Metode Analisis Data ... 40
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 41
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41
4.1.1. Gambaran Karakteristik Ibu Post Episiotomi ... 43
4.1.2. Gambaran Pengetahuan Ibu Post Episiotomi yang Diberikan Konseling oleh Bidan yang Kompeten ... 47
4.1.3. Gambaran Pengetahuan Ibu Post Episiotomi yang Diberikan Konseling oleh Bidan yang Tidak Kompeten ... 51
4.2 Uji Perbedaan Kompetensi Bidan dalam Memberikan Konseling terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Episiotomi ... 54
4.3. Uji Perbedaan Kompetensi Bidan dalam Memberikan Konseling terhadap Kepatuhan Ibu Episiotomi ... 55
BAB 5. PEMBAHASAN ... 58
5.1 Karakteristik Ibu Post Episiotomi di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon ... 58
5.1.1. Pengetahuan Ibu Post Episiotomi yang diberikan Konseling oleh Bidan Kompeten di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon ... 60
5.1.2. Kepatuhan Ibu Post Episiotomi yang diberikan Konseling oleh Bidan Kompeten di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon ... 61
(15)
5.1.3. Pengetahuan Ibu Post Episiotomi yang Diberikan Konseling oleh Bidan yang tidak Kompeten di Ruang
Kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon ... 62
5.1.4. Kepatuhan Ibu Post Episiotomi yang diberikan Konseling oleh Bidan yang tidak Kompeten di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon ... 62
5.2 Uji Perbedaan Kompetensi Bidan dalam Memberikan Konseling terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Episiotomi ... 63
5.3 Uji Perbedaan Kompetensi Bidan dalam Memberikan Konseling terhadap Kepatuhan Ibu Episiotomi ... 64
5.4. Perubahan Tingkat Pengetahuan dan Kepatuhan Ibu Post Episiotomi yang Diberikan Konseling oleh Bidan Kompeten dan Bidan Tidak Kompeten ... 64
5.5. Keterbatasan Penelitian ... 66
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 67
6.1 Kesimpulan ... 67
6.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN
(16)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan ... 35 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Kepatuhan ... 36 4.1 Distribusi Karakteristik Ibu Post Episiotomi ... 43 4.2 Distribusi Karakteristik Suku Ibu Post Episiotomi terhadap Umur, Paritas,
Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan ... 44 4.3 Distribusi Karakteristik Ibu Post Episiotomi terhadap Pendidikan dan
Pekerjaan ... 45 4.4 Distribusi Karakteristik Paritas Ibu Post Episiotomi terhadap Tingkat
Pendidikan dan Pekerjaan ... 46 4.5 Distribusi Karakteristik Umur Ibu Post Episiotomi terhadap Paritas,
Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan ... 47 4.6 Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Episiotomi yang diberikan Konseling
oleh Bidan yang Kompeten ... 47 4.7 Gambaran Kepatuhan Ibu tentang Episiotomi yang diberikan Konseling
oleh Bidan yang Kompeten ... 50 4.8 Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Episiotomi yang diberikan Konseling
oleh Bidan yang Tidak Kompeten ... 51 4.9 Gambaran Kepatuhan Ibu tentang Episiotomi yang diberikan Konseling
oleh Bidan yang tidak Kompeten ... 53 4.10 Hasil Uji Beda Proporsi Tingkat Pengetahuan dan Kepatuhan Responden
yang dibina oleh Bidan yang Berkompeten dan Bidan yang Tidak Kompeten ... 55
(17)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kerangka Tioritis ... 29
2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 29
3.1. Disain Penelitian ... 30
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 72
2. Kuisoner Penelitian ... 73
3. Univariat ... 78
4. Bivariat ... 92
(19)
ABSTRAK
Kompetensi bidan adalah kemampuan dan karakteristik yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan prilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan secara aman dan bertanggung jawab pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Konseling adalah peroses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan ibu post episiotomi di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru kota Takengon Tahun 2012.
Jenis penelitian ini dilaksanakan dengan metode ekperimental sederhana, disebut juga posttest only control group atau subyek dibagi dalam dua kelompok secara random, perlakuan diberikan pada satu kelompok (kelompok perlakuan), dan kelompok lain tidak diberikan pelakuan. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin dengan tindakan episiotomi pada proses persalinan dan dirawat di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon berjumlah 60 orang, dimana 60 orang ibu post partum episiotomi di bagi menjadi 2 kelompok, satu kelompok 30 ibu bersalin post episiotomi yang diberikan konseling oleh bidan yang kompeten dan 30 ibu bersalin post episiotomi diberikan konseling oleh bidan yang tidak kompeten. Analisis data dengan Mann Whitney.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan ibu post episiotomi dengan nilai (p= 0,0001). Dan ada perbedaan kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan kepatuhan ibu post episiotomi dengan (p = 0,0001). Kesimpulannya adalah ada perbedaan kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan responden.
Disarankan kepada pihak Rumah Sakit Sakit Beru Takengon agar meningkatkan kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap ibu bersalin post episiotomi.
Kata Kunci : Kompetensi, Konseling, Pengetahuan, Kepatuhan, Ibu tentang Episiotomi
(20)
ABSTRACT
The competency of midwife is the ability and characteristic including knowledge, skill and attitude which must be owned by a midwife in performing midwifery practice safely and be responsible for various orders of health service. Counseling is a process of the provision of objective and complete information which is systematically done with the guidance of interpersonal communication, guiding technique and the mastery of clinical knowledge intended to assist someone in identifying his current condition and the problems he is facing, and in determining the way out or what to do to solve the problems. The purpose of this study was to analyze the influence of midwife’s competency in providing counseling on the improvement of knowledge and compliance of the post-episiotomy mother in the obstetric room at Datu Beru General Hospital Takengon in 2012.
This study conducted under the simple experimental method is called a posttest only control group study in which the subject is randomly divided into 2 (two) groups; one group was given a treatment (experiment group) and the other group was not given any treatment (control group). The population of this study was 60 mothers who delivered their babies through the process of episiotomy and were being treated in the obstetric ward at Datu Beru General Hospital Takengon. The 60 mothers were divided into 2 (two) groups; one group consisted of 30 mothers who delivered their babies through the process of episiotomy and were counseled by the competent midwife, and the other group consisted 30 mothers who delivered their babies through the process of episiotomy and were counseled by the incompetent midwife. The data obtained were analyzed through Mann Whitney analysis.
The result of this study showed that there was different competence of midwifes in providing counseling to improve the knowledge (p = 0.001) and to improve the compliance (p = 0.001) of the mothers who delivered their babies through the process of episiotomy. The conclusion is that there is different competence of midwives in providing counseling to improve the knowledge and the compliance of the respondents.
The management of Datu Beru General Hospital Takengon is suggested to improve the competence of the midwives in providing counseling to the mothers who delivered their babies through the process of episiotomy.
Keywords : Competency, Counseling, Knowledge, Compliance, About Episiotomy Mothers
(21)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masalah kesehatan reproduksi wanita menjadi perhatian yang perlu dipertimbangkan, terutama pada ibu pasca persalinan. Persalinan sering kali mengakibatkan robekan jalan lahir, baik robekan spontan atau dengan pembedahan. Robekan yang dilakukan secara pembedahan disebut episiotomi. Episiotomi dimaksudkan agar robekan yang terjadi bisa teratur sehingga mengurangi rasa nyeri dan mempercepat kesembuhan luka episiotomi (Manuaba, 2002).
Episiotomi adalah insisi dari perinium untuk memudahkan persalinan dan mencegah ruptur perini totalis (Sarwono, 2002). Episiotomi secara harafiah berarti memotong alat genetalia. prinsip dari tindakan ini adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat oleh kepala bayi pada jaringan vulva posterior dan otot-otot perineum serta mengganti robekan vagina dan perineum yang rapi bersih yang memudahkan perbaikan optimal menurut beberapa teori, dalam melakukan tindakan episiotomi kita harus mengaju pada kepentingan ibu dan janin, adapun indikasi ibu adalah peregangan perineum yang berlebihan, primipara, perineum kaku atau adanya sikatrik pada perinium ibu. Indikasi janin: Janin besar, Janin premature, letak sunsang, persalinan buatan pervaginam, Akan tetapi pertimbangan untuk melakukan episiotomi ini harus mengacu pada penilaian klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai dengan kondisi (yanti 2010).
(22)
Rutinitas tindakan episiotomi tidak boleh dilakukan selain dapat menyebabkan peningkatan jumlah darah yang hilang dan dapat mennimbulkan resiko hematoma pada vagina dan meningkatkan kejadian laserasi derajat tiga dan empat lebih banyak pada episiotomi rutin dibandingkan dengan tampa episiotomi dan dapat, meningkatkan nyeri pasca persalinan pada daerah perineum serta meningkatnya resiko infeksi terutama jika prosedur pencegahan infeksi diabaikan, Infeksi pada luka episiotomi merupakan infeksi didapat timbul setelah melahirkan, infeksi pada luka episiotomi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada ibu setelah melahirkan. Infeksi tersebut merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian ibu (JNKR- KR, 2008). Pemberian konseling kepada ibu post episiotomi adalah pelayanan profesional yang diberikan bidan bertujuan untuk membantu ibu dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan diri ibu untuk menolong dirinya sendiri melalui pemenuhan kebutuhan klien secara komprehensif dan berkesinambungan sehingga ibu mampu melakukan perawatan rutinitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain, proses dalam memberikan konseling dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendidikan, pengetahuan dan hal lainya. Bidan sebagai unit terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat memberikan pendidik kesehatan pada ibu post partum, salah satunya melalui konseling sebagai usaha untuk membantu seseorang menolong dirinya sendiri dan ini dapat berjalan dengan baik bila ibu mematuhi konseling yang telah diberikan oleh bidan sesuai dengan kesepakatan (Tyastuti, 2008).
(23)
Menurut Niven (2002), seseorang dikatakan patuh apabila orang tersebut mau mengikuti dan tanpa harus ada paksaan dan tuntutan dari orang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah faktor internal dan eksternal individu, kepatuhan sulit diukur karena tergantung banyak faktor, diantaranya adalah ibu sering tidak mengakui bahwa mereka tidak melakukan apa yang dianjurkan oleh bidan. Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik dengan ibu agar dapat mengetahui kepatuhan mereka dalam melaksanakan perawatan sesuai konseling yang diberikan tenaga kesehatan.
Dari data awal penulis dapatkan di lapangan angka kejadian infeksi karena episiotomi masih tinggi, mungkin dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara perawatan luka episiotomi dan salah satu intervensi yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan konseling tentang perawatan luka episiotomi.
Berdasarkan data diatas penulis tertarik melakukan penelitian kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan ibu bersalin post episiotomy, berdasarkan survei awal yang penulis lakukan ke rumah sakit umum datu beru Takengon pada tanggal 7 Oktober 2011. Dari data yang di dapat kan pada tahun 2010 terdapat 227 kasus ibu melahirkan dengan tindakan episiotomi dan tahun 2011 terdapat 276 kasus ibu melahirkan dengan tindakan episiotomi ( Regestrasi PK). Berdasarkan uraian data yang diperoleh tersebut penulis ingin mengetahui kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan ibu post episiotomi di kamar bersalin Rumah Sakit Umum Beru Takengon.
(24)
1.2.Permasalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kompetensi bidan dalam memberikan konseling tarhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan ibu tentang episiotomi di ruang kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon Tahun 2012.
1.3.Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan ibu tentang episiotomi di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru kota Takengon Tahun 2012.
1.4.Hipotesis
Ada pengaruh Kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan ibu tentang episiotomi di ruang kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon Tahun 2012.
1.5.Manfaat
1. Bagi peneliti dengan terwujudnya hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bermamfaat untuk mengaplikasikan ilmu selama perkuliahan dalam lingkup kesehatan mesayarakat serta referensi bagi rekan- rekan mahasiswa khususnya bagi peneliti berikutnya.
(25)
2. Bagi Rumah Sakit Datu Beru
Menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan meningkatkan kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap ibu bersalin tentang episiotomi.
3. Bagi Bidan
Menjadi alat evaluasi pribadi untuk memperbaiki dan menyemangati diri untuk meningkatkan kompetensi dalam memberikan konseling terhadap ibu bersalin tentang episiotomi.
(26)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kompetensi
2.1.1. Definisi Kompetensi
Kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja dan tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki indivindu sebagai syarat untuk dianggap mampu dan memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan atau suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pegetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan pada berbagai pelayanan kesehatan secara aman dan bertanggung jawab sesuai dengan standar sebagai syrarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat (Elfindri, 2011 dan PP IBI, 2004).
Menurut (Sujianti, 2009 dan Mufdlilah, 2009) kompetensi bidan adalah kemampuan dan karakteristik yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan prilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan secara aman dan bertanggung jawab pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan,karakteristik pribadi atau prilaku yang relevan, yang disyaratkan untuk mencapai kinerja terbaik pada suatu pekerjaan. Di dalam lingkup praktik kebidanan, kompetensi bidan sebagai mana tertuang dalam buku kompetensi bidan di Indonesia.
(27)
Kompetensi tersebut dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu kompetensi inti/dasar yang merupakan kompetensi minimal yang mutlak dimiliki oleh bidan, kompetensi tambahan/lanjutan yang merupakan pengembangan dari pengetahuan dan keterampilan dasar untuk mendukung tugas bidan dalam memenuhi tuntutan/kebutuhan masyarakat yang sangat dinamis serta makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut spencer dalam Moeheriono (2009), komponen utama pembentuk kompetensi :pengetahuan, keterampilan, konsep diri dan motif. Menurut Hasibuan (2000) dan Wibowo (2008), faktor yang mempengaruhi kompetensi seseorang yaitu: Pendidikan, keyakinan, keterampilan, pengalaman, karakteristik pibadi, motivasi dan isu emosional. Pendapat Siagian, (2000) dan Gibson (1997) hal yang berperan mempengaruhi kompetensi adalah : pendidikan, minat, motivasi dan sosial ekonomi, masa kerja.
Dengan mengacu pada Keprmenkes R I Nomor : 369/Menkes/SK/111/2007 tentang standar profesi bidan, maka ditetapkan standar kompetensi bidan yang harus dimiliki. Adapun kompetensi yang dimaksud yaitu ada 9 (Sembilan) dengan penjabaran sebagai berikut :
Kompetensi ke 1: Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi, sesuai dengan budaya untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya. Kompetensi ke 2: Bidan memberikan asuahan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh di masyarakat
(28)
dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
Kompetensi ke 3: Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi deteksi dini, pengobatan atau rujukan.
Kompetensi ke 4: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawat daruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
Kompetensi ke 5 yaitu: Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi, tanggap terhadap budaya setempat.
Kompetensi ke 6: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprenshensif pada bayi baru lahir sehat, sampai dengan umur 1 bulan.
Kompetensi ke 7 yaitu: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi dan balita sehat (1 bln - 5 thn).
Kompetensi ke 8 yaitu: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai budaya setempat.
Kompetensi ke 9 yaitu: Bidan melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan reproduksi.
Dengan demikian seorang bidan dimasa sekarang dituntut memiliki kompetensi dalam memberikan pelayanan kebidanan.Hal ini semua dapat terwujud bila seorang bidan mampu menguasai konsep dasar ilmu kebidanan, keterampilan
(29)
tambahan dan perkembanganya juga mampu bersikap professional sesuai dengan kode etik yang telah ditetapkan.Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan sebagai proveder dan lini terdepan pelayanan kesehatan yang dituntut memiliki kompetensi professional dalam dalam menyikapi tututan masyarakat didalam pelayanan kebidanan.Kompetensi bidan professional terkait dengan asuhan persalinan dan bayi baru lahir. Karenanya pengetahuan keahlian dan kecakapan seorang bidan menjadi bahagian yang menentukan dalam menekan angka kematian saat melahirkan. Bidan diharapkan mampu mendukung usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat, yakni melalui peningkatan kualitas professional dan kompeten. Kompetensi bidan meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, secara aman dan bertanggung jawab sesuai dengan standar sebagai syarat untuk di anggap mampu oleh masyarakat Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada masyarakat haruslah kompeten, kurangnya pengetahuan dan keterampilan bidan dapat menyebabkan hal-hal yang sering kali menjadi penyebab meningkatkan angka kesakitan ibu, bidan yang tidak kompeten dan tidak memiliki kemampuan dan keterampilan dalam melakukan episiotomi dalam pertolongan persalinan tidak melakukan tindakan episiotomi. Oleh karna itu, kompetensi yang dimiliki seorang bidan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan (PP IBI 2004).
(30)
Menyadari bahwa bidan di Indonesia merupakan produk dari beberapa institusi maupun area pendidikan yang berbeda, maka dengan tersusunnya kompetensi bidan tersebut sangatlah bermanfaat untuk menyatukan persepsi terhadap pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki bidan di Indonesia. Didasari kompetensi tersebut, bidan dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilannya dalam memberikan asuhan kebidanan sesuai kebutuhan klien/pasien.
Dari beberapa pendapat diatas banyak hal yang mempengaruhi kompetensi dan untuk penelitian ini penulis mengambil beberapa hal yang menurut penulis sangat berpengaruh terhadap kompetensi bidan dalam melaksanakan tugasnya yaitu Pendidikan, Pengetahuan, Masa kerja, pelatihan.
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan seseorang. Pendidikan dan pengalaman kerja merupakan langkah awal untuk melihat seseorang, pendidikan merupakan indicator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk memyelesaikan pekerjaan,dengan latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan tertentu(Hasibuan,2000).
Selain itu pendidikan merupakan suatu pembinaan dalam proses perkembangan manusia untuk berfikir dan cenderung berkembangnya kemampuan dasar yang ada padanya. Menurut Nadler dalam Moekijat (1996) pendidikan adalah proses pembelajaran yang mempersiapkan individu untuk pekerjaan yang berbeda pada masa yang akan datang.
(31)
Menurut Siagian (2000) pendidikan dapat mempengaruhi kompetensi seseorang, karena makin tinggi pendidikan seseorang makin besar keinginannya untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam pelaksanaan tugasnya. Disamping itu pegawai yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi di harapkan mampu memberikan masukan-masukan yang bermamfaat kepada atasan dalam upaya peningkatan pelaksanaan tugas.
2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).Pengetahuan didefinisikan sebagai pengenalan terhadap kenyataan, kebenaran, prinsip dan keindahan terhadap suatu obyek. Pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan, dipahami dan diingatnya. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk termasuk pendidikan formal maupun non formal, percakapan harian membaca, mendengar radio, menonton televisi dan dari pengalaman hidup lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rogers dalam Notoatmodjo ( 2005), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
(32)
b) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus (objek) tersebut, disini sikap subjek sudah mulai timbul
c) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya
d) Trial (mencoba) dimana subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus
e) Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Dari pengalaman dan hasil penelitian, ternyata apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses tersebut yaitu didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positip, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) dan sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Tingkatan pengetahuan menurut Notoatmodjo, terbagi menjadi 6 tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif, tingkatan tersebut yakni:
1) Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya, mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, “tahu” ini merupakan tingkatan yang paling rendah.
2) Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
(33)
3) Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi Riil (sebenarnya).
4) Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Synthesis) yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Lebih lanjut Notoatmodjo(2010), mengemukakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan merupakan fungsi dari sikap, menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi. Sikap berfungsi sebagai suatu skema, suatu cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis dan
(34)
masuk akal untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan mengorganisasikannya.
3. Masa Kerja
Masa kerja adalah jangka waktu yang orang Sudah bekerja (pada satu kantor,badan, dan sebagainya), semakin lama seseorang bekerja maka semakin terampil dan makin berpengalaman pula dalam melaksanakan pekerjaan, masa kerja merupakan faktor individu yang berhubungan dengan prilaku dan persepsi individu yang mempengaruhi kompetensi individu, minsalnya seseorang yang lebih lama bekerja akan dipertimbangkan lebih dahulu dalam hal promosi, hal ini berkaitan erat dengan apa yang disebut senioritas (Siagian, 2000).
4. Pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal pengetahuan (Knowledge), kemampuan (Ability), keahlian (Skill) dan sikap (Attitude). Pelatihan pada dasarnya merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kompetensi seseorang (Arep. I dan Tanjung. H, 2003).
Menurut John R Schermerhorn dalam Moekijat (1996) pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan dan meningkatkan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan beberapa tujuan pelatihan bagi pegawai adalah: 1) untuk mengembangkan keterampilan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, 2) untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional,
(35)
3) untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kerja sama dengan teman-teman pegawai dan pemimpin.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan sebagai proveder dan lini terdepan pelayanan kesehatan yang dituntut memiliki kompetensi professional dalam dalam menyikapi tututan masyarakat didalam pelayanan kebidanan. Kopetensi bidan professional terkait dengan asuhan persalinan dan bayi baru lahir. Karenanya pengetahuan keahlian dan kecakapan seorang bidan menjadi bahagian yang menentukan dalam menekan angka kematian saat melahirkan. Bidan diharapkan mampu mendukung usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat, yakni melalui peningkatan kualitas professional dan kompeten. Kompetensi bidan meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, secara aman dan bertanggung jawab sesuai dengan standar sebagai syarat untuk di anggap mampu oleh masyarakat Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada masyarakat haruslah kompeten, kurangnya pengetahuan dan keterampilan bidan dapat menyebabkan hal-hal yang sering kali menjadi penyebab meningkatkan angka kesakitan ibu, oleh karena itu kompetensi yang dimiliki seorang bidan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan (PP IBI 2004). Menurut Spencer dalam Moeheriono (2009) kompetensi didefinisikan sebagai karakteristik dasar seseorang yang ada hubunganya sebab- akibat dengan efektifitas kerja. Wibowo (2008) kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas
(36)
keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi juga menunjukkan karakteristik pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki atau dibutuhkans oleh setiap individu yang memampukan mereka untuk melakukan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif. Menurut Spencer (2008), ada beberapa komponen utama pembentuk kompetensi: pengetahuan, keterampilan, konsep diri dan motif.
Menurut Wibowo (2008), faktor yang mempengaruhi kompetensi seseorang yaitu : Pendidikan ,pengetahuan, keyakinan, keterampilan, pelatihan, masa kerja, pengalaman, kharakteristik pibadi, motivasi dan isu emosional. Pendapat Gibson (1997) hal yang berperan mempengaruhi kompetensi adalah: pendidikan, minat, motivasi dan sosial ekonomi.
2.2. Bidan
2.2.1. Difinisi Bidan
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus ujian sesuai dengan dengan persyaratan yang berlaku dan diberi izin secara sah untuk melaksanankan praktek (IBI, 2004). Menurut Nasriah (2009) Bidan adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah di akui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang telah berlaku, dicatat (Registrasi), di beri izin secara sah untuk menjalankan praktek.
(37)
Secara lengkap pengertian bidan tersebut adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan Bidan diakui oleh Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasihat yang dibutuhkan kepada wanita pada masa hamil, persalinan, dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medis lainnya. Bidan mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan persiapan untuk menjadi orang tua, dan meluas kebidang tertentu dari ginekologi, keluarga berencana dan asuhan anak. Bidan bias berpraktik dirumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau tempat – tempat pelayanan lainnya (Asri, 2009).
Bidan sebagai suatu profesi disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan/mengerjakan yang menjadi tanggung jawabnya secara professional. Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin. Pelayanan kebidanan berada dimana mana dan kapan saja selama ada proses reproduksi manusia (IBI, 2004).
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kompetensi dan kewenangan yang diberikan, yang diatur melalui Peraturan Menteri
(38)
Kesehatan (Permenkes). Sesuai permenkes No. 900/Menkes/SK/VIII/2002. Bidan merupakan profesi yang khusus atau orang yang pertama melakukan penyelamatan kelahiran sehingga ibu dan bayinya lahir dengan selamat, juga merupakan profesi yang sudah diakui baik secara nasional maupun internasional dengan jumlah praktisi diseluruh dunia.
Pengertian bidan dan bidang praktiknya secara internasional telah diakui oleh Internasional Condeferation of Midwives (ICM) tahun 1972 an International federation of internation Gynaecologist and Obtretrian (FIGO) tahun 1973, WHO dan badan lainya. Ditahun 1990 pada pertemuan Dewan di kobe ICM menyempurnakan defenisi tersebut yang kemudian di sahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992).
Bidan sesuai dengan fungsinya dalam melaksanakan seluruh aktifitasnya baik sebagai tenaga fungsional yang secara langsung memberi pelayanan kesehatan ibu dan anak, maupun sebagai tenaga structural dituntut bekerja secara professional yaitu bekerja dengan standar yang ada. Keselamatan dan kesejahteraan ibu secara menyeluruh merupakan perhatian yang paling utama bagi bidan, dan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan praktiknya.
2.3. Konseling
2.3.1. Pengertian Konseling
Konseling adalah peroses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik
(39)
bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah tersebut.
2.3.2. Konseling Kebidanan
Pertolongan dalam bentuk wawancara yang menuntut adanya komunikasi, interaksi, yang mendalam, dan usaha bersama antara konselor (bidan) dengan konseli (klien) untuk mencapai tujuan konseling yang dapat berupa pemecahan masalah, pemenuhan kebutuhan, ataupun perubahan tingkah laku (sikap) dalam lingkup pelayanan kebidanan.
2.3.3. Manfaat Konseling
Meningkatkan kemampuan klien dalam mengenal masalah, merumuskan alternatif, memecahkan masalah, dan memiliki pengalaman dan pemecahan masalah secara mandiri.
2.3.4. Tujuan Konseling Kebidanan
a). Membantu klien memecahkan masalah, meningkatkan keefektifan individu dalam pengambilan keputusan secara tepat.
b). Membantu pemenuhan kebutuhan klien, meliputi menghilangkan perasaan yang menekan mengganggu dan mencapai kesehatan mental yang positif.
c). Mengubah sikap dan tingkah laku yang negatif menjadi positif dan yang merugikan klien menjadi menguntungkan klien.
2.3.5. Proses Konseling
(40)
Mempunyai makna saling memahami dan mengenal tujuan bersama. Tujuanya adalah untuk menjembatani hubungan antara konselor dengan klien, sikap penerimaan dan minat yang mendalam terhadap klien dan masalahnya. Dalam rapport ini akan tercipta hubungan yang akrab yang ditandai dengan saling mempercayai. Sikap yang ditandai kehangatan emosi, realisasi tujuan bersama, menjamin kerahasiaan kesadaran terhadap hakekat klien secara alamiah.
2. Pengumpulan dan pemberian informasai
Merupakan tugas utama konselor. Ini dapat dilakukan dengan cara: mendengar keluhan klien, mengamati komunikasi non verbal klien, bertanya tentang riwayat kesehatan latar belakang kluarga, latar belakang masalah, memberikan penjelasan tentang masalah yang dihadapi.
3. Perencanaan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
Setelah data yang dari klien diperoleh secara lengkap, maka Bidan membantu klien untuk memecahkan masalahnya atau membuat perencanan untuk memecahkan masalahnya. Keterampilan memecahkan masalah sangat diperlukan dalam komunikasi konseling.
4. Menindak lanjut pertemuan.
Adapun sikap yang sebaiknya dimiliki oleh bidan adalah mempunyai motivasi yang tinggi untuk membantu orang lain, bersikap rahmah, sopan santu menerima klien apa adanya, empati terhadap pasien, membantu dengan iklas dan terbuka terhadap pendapat orang lain.
(41)
2.3.6. Konseling pada Ibu Bersalin tentang Perawatan Episiotomi Cara perawatan luka episiotomi:
a) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka episiotomi b) Bila melakukan pembersihan pada daerah perinium, menggosok mulai dari
depan kebelakang dan jangan berulang - ulang c) Luka dibersihkan minimal 3 kali sehari
d) Daerah luka harus selalu kering e) Ganti pembalut minimal 3 kali sehari
f) Untuk menghindari kelembapan yang berlebihan daerah perineum dapat dilakukan penjinaran minimal 2 kali sehari
g) Berikan salep atau betadine pada luka episiotomi bila diperlukan h) Minum obat sesuai intruksi Dokter
i) Bila ada keluhan atau nyeri pada daerah luka episiotomi hubungi bidan atau petugas kesehatan terdekat
Mobilisasi :
- Ibu post episiotomi tidak perlu bedres total
- Luka episiotomi tidak terpengaruh pada aktivitas yang ringan - Boleh melakukan senam nifas sesuai intruksi instruktur senam Kunjungan nifas :
- 6 hari setelah persalinan - 2 mg setelah persalinan - 6 mg setelah persalinan
(42)
2. 4. Pengetahuan dan Kepatuhan Ibu tentang Episiotomi 2.4.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan yang diperlukan seorang ibu post episiotomi tentang perawatan luka episiotomi yang meliputi pengetahuan mengenai pengetian episiotomi, Prosedur tindakan episiotomi, mamfaat episiotomi bagi ibu dan janin dan cara perawatan episiotomi
2.4.2. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah sikap mau mentaati dan mengikuti suatu spesifikasi, standar atau aturan yang telah diatur dengan jelas yang diterbitkan oleh organisasi yang berwenang. Seseorang dikatakan patuh apabila ia dapat memahami, menyadari dan menjalankan peraturan yang telah ditetapkan, tanpa paksaan dari siapapun, dikatakan bahwa kepatuhan seseorang terhadap suatu standar atau peraturan dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan pendidikan individu tersebut. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, maka semakin mempengaruhi ketaatan seseorang terhadap peraturan atau standar yang berlaku, seseorang dikatakan patuh apabila orang tersebut mau mengikuti dan mentaati peraturan atau kebijakan yang telah ditentukan tanpa harus ada paksaan dan tuntutan dari orang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah faktor internal dan eksternal individu serta karakteristik.
Kepatuhan sulit diukur tergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah pasien tidak mengakui bahwa mereka tidak melakukan apa yang dianjurkan. Antuk itu diperlukan pendekatan yang baik dengan pasien agar dapat mengetahui kepatuhan mereka dalam melaksanakan pengobatan,Cara meningkatkan kepatuhan melalui
(43)
perilaku sehat dan pengontrolan prilaku dari anggota keluarga yang lain (Niven, 2002).
2.4.3. Ibu Post Episiotomi
Ibu Post episiotomi adalah ibu yang pada proses persalinanya di lakukan tindakan pengguntingan atau insisi pada daerah perinium atau jalan lahir untuk memeperluas atau memperlebar jalan lahir dalam mempepercepat proses kelahiran janin
2.4.4. Pengertian Episiotomi
Episiotomi adalah mengiris atau menggunting perineum (Ai Yeyeh, 2009). menurut Yanti (2010) Episiotomi adalah memotong alat genetalia. Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum dan kulit depan perineum. Episiotomi (Perineotomi) adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang pada lubang-keluar jalan-lahir sehingga memudahkan kelahiran anak. Fielding Ould, pada tahun 1872, mungkin merupakan dokter ahli kebidanan pertama yang melaksanakan episiotomi. Episiotomi merupakan tindakan insisi pada daerah genetalia ekterna dengan tujuan mempelancar persalinan. istilah yang paling tepat sebenarnya adalah perineotomi, tetapi intilah Episiotomi telah terlanjur diterima secara umum sehingga istilah ini tetap di pakai sampai saat ini. Secara definisi Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menjebabkan terpotongnya selaput lender vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum retrovagina, otot- otot dan fasia perineum serta kulit sebelah depan perinium. dengan
(44)
tujuan agar tidak terjadi robekan- robekan perineum yang tidak teratur dan robekan musculus princter ani (Ruptur Perinea Totalis) yang bila tidak dijahit dan dirawat dengan baik akan menyebabkan inkontinesia alvi .
Istilah “episiotomi” secara harfiah berarti “ memotong pudenda atau genital”, tetapi istilah ini sebenarnya merujuk pada suatu operasi perineotomi atau suatu insisi perineum. Episiotomi dilakukan dengan membuat insisi bedah kecil ke dalam perineum, yang membantu mencegah peregangan berlebihan oleh kepala bayi pada jaringan vulva posterior serta otot – otot perineum, dan mengganti robekan vagina serta perineum yang tidak beraturan dengan jaringan yang terpotong rapi dan bersih sehingga memungkinkan perbaikan optimal. Episiotomi juga membantu mengurangi resistensi terhadap bagian terendah yang terus maju dan dianjurkan pada kelahiran bayi premature (Atlas Teknik Kebidanan,1991).
2.4.5. Tujuan Tindakan Episiotomi
- Membuat luka lurus dan bersih dengan pinggir tajam sehingga mudah di jahit. Mengurangi tekanan perineum pada kepala bayi untuk menghindari terjadinya perdarahan intracranial.
- Mempercepat kala pengeluaran sehingga dapat dihindari terjadinya regangan berlebihan pada dasar panggul.
- Menghindari terjadinya rupture perineum totalis.
- Mengurangi tekanan terhadap kepala bayi sehingga mengurangi terjadinya asfiksia akibat kekurangan O2.
(45)
- Mengurangi hambatan persalinan oleh perineum, jika elastisitasnya tidak mendukung proses persalinan.
2.4.6. Indikasi untuk Melakukan Episiotomi
- Indikasi janin : Janin premature, letak sunsang,persalinan buatan pervaginam, janin besar.
- Indikasi ibu :Peregangan perineum yang berlebihan, primipara,perineum kaku.
2.4.7. Keuntungan Episiotomi
- Perlukaan teratur sehingga memudahkan untuk menjahit kembali. - Luas insiasi episiotomi dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. 2.4.8. Kerugian Episiotomi
- Mungkin tidak diperlukan karena elastisitas perineum baik. Pada primigravida sebagian besar terjadi robekan spontan yang tidak teratur sehingga melakukan adaptasinya lebih sulit saat menjahitnya.
- Dapat terjadi rupture total bila bila penilaian klinis salah. 2.4.9. Jenis Episiotomi yang Umum adalah sebagai berikut :
- Episiotomi Medialis. - Episiotomi lateralis. - Episiotomi mediolateralis.
(46)
2.4.10 Alasan tidak Boleh Melakukan Episiotomi Secara Rutin adalah sebagai berikut :
- Persalinan dan kelahiran merupakan peruses normal dan tidak memerlukan intervesi, kecuali ada indikasi.
- Belum ada bukti ilmiah yang menunjukan adanya manfaat Episiotomi bagi kelahiran yang tidak mengalami komplikasi.
- Episiotomi akan meningkatkan pendarahan. - Menambah lamanya laserasi perineal. - Menambah resiko kerusakan sfingter ani.
- Menambah rasa sakit selama hari-hari pertama pascapartum 2.4.11 Waktu yang Tepat Melakukan Episiotomi :
- Pada waktu puncak his dan mengejan - Perineum sudah tipis dan pucat
- Lingkaran kepala pada perineum 5 cm
2.4.12 Alasan Lain Episiotomi Harus Dilakukan :
- Bila tanda- tanda robekan vagina menjadi jelas, tindakan ini di indikasikan dengan keluarnya darah segar ketika bahagian presentasi janin meregang perineum saat ibu mengejan
- Bila perineum yang terlalu teregang terlihat akan robek 2.4.13 Prosedur Episiotomi
- Surat persetujuan tindakan (infomen consent) - Persiapan alat
(47)
- Persiapan Penolong - Persiapan pasien
2.4.14 Komplikasi Luka Episiotomi
- Kehilangan darah sering terjadi pada episiotomi mediolateteralis dan bila tindakan episiotomi terlalu dini dilakukan sedangkan persalinan masih jauh. Perdarahan merembes yang tidak diketahui sehingga menimbulkan hematoma lokal
- Kerusakan jalan lahir Kerusakan yang terjadi bisa berupa laserasi sampai rupture perineum totalis. Penyebab timbulnya kerusakan jalan lahir adalah akibat kepala janin lahir terlalu cepat, persalinan dengan distosia bahu. Sikatrik akibat persalinan sebelumya, dan sebagainya, berdasarkan derajat kerusakan jaringan, rupture perineum dibedakan atas empat tingkat:Ruptur tingkat I : robekan terjadi pada mucosa vagina dan kulit perineum sebelah poeterior.Rupture tingkat II : robekan mengenai perineum,otot levator ani dan fasia endopelvis.Ruptur tingkat III : robekan mengenai perineum, sebahagian atau seluruh otot spinter ani externa.Ruptur tingkat IV :robekan mengenai perineum, otot spinter ani, mucosa rectum.
- InfeksiInfeksi luka Episiotomi sebahagian besar terjadi karena kurangnya tindakan aseptic saat melakukan penjahitan luka Episiotomi. Antomi perineum dekat dengan anus dan uretra maka kebersihan luka perineum memerlukan perawatan yang lebih dibandingkan luka ditempat lain.
(48)
- Hematom vulva, terjadinya hematom vulva disebabkan robeknya pembuluh darah terutama vena yang terletak di bawah kulit perineum dan mukosa vagina.hal ini dapat terjadi akibat penjahitan yang tidak sempurna atau robekan pada dinding vagina yang tidak diketahui,Hematom dapat menjadi sumber infeksi skunder dan dapat menyebabkan terjadi luka kembali.
- Dispareunia mungkin hanya bersifat sementara, karena takut, tetapi sekitar 5% dapat menjadi permanen dan dapat menyebabkan libido menurun.
2.5. Landasan Teori
Menurut Nevin (2002) bahwa kepatuhan seseorang terhadap suatu standar atau peraturan dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan pendidikan individu tersebut. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, maka semakin mempengaruhi ketaatan seseorang terhadap peraturan atau standar yang berlaku, kepatuhan dipengaruhi juga oleh pendidikan individu tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin mempengaruhi ketaatan seseorang terhadap peraturan atau standar yang berlaku. Menurut Azwar, seseorang dikatakan patuh apabila orang tersebut mau mengikuti dan mentaati peraturan atau kebijakan yang telah ditentukan tanpa harus ada paksaan dan tuntutan dari orang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah faktor internal dan eksternal individu serta karakteristik petugas.
Kepatuhan sulit diukur tergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah pasien tidak mengakui bahwa mereka tidak melakukan apa yang dianjurkan. Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik dengan pasien agar dapat mengetahui kepatuhan
(49)
mereka dalam melaksanakan pengobatan, cara meningkatkan kepatuhan melalui perilaku sehat dan pengontrolan prilaku dari anggota keluarga yang lain.
2.6. Kerangka Teori Landasan Teori Kepatuhan
Gambar 2.1. Kerangka Tioritis
2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan tiori diatas maka dapat disusun kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen Konseling Perawatan luka
Gambar 2.2. Kerangka Konsep - Pendidikan
- Pengetahuan - Faktor internal - Faktor ekternal - Karateristik
Perawatan Luka Episiotomi
Bidan Kompeten
Ibu Post Episiotomi
- Pengetahuan - Kepatuhan
(50)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode ekperimental sederhana, disebut juga posttest only control group atau subyek dibagi dalam dua kelompok secara random, perlakuan diberikan pada satu kelompok (kelompok perlakuan), dan kelompok lain tidak diberikan pelakuan. Setelah waktu yang ditentukan, kemudian di observasi (diukur) variabel tercoba pada kedua kelompok tersebut, perbedaan hasil observasi antara dua kelompok menunjukkan efek perlakuan (Pratikya, 2011). Secara skematik dapat dilihat dibawah ini.
Gambar 3.1. Disain Penelitian
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian di lakukan di kamar bersalin rumah sakit umum Datu Beru Takengon. Karena Rumah Sakit Umum Datu merupakan rumah sakit rujukan untuk Aceh Tengah, dimana kasus episiotomi pada ibu bersalin banyak dilakukan pada persalinan dan disetiap ibu yang dilakukan episiotomi pasti mendapatkan konseling dari bidan yang bertugas. Waktu penelitian ini direncanakan Dari 1 Maret 2012 sampai 30 Juli 2012.
X 0 - 1 R :
(51)
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini ibu bersalin dengan tindakan episiotomi pada proses persalinan dan dirawat di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon dan selanjutnya diobservasi dengan mengikuti perkembangan ibu selama tujuh hari di rumah, penelitian ini dilakukan pada bulan 1 Maret 2012 sampai bulan 30 Juli 2012 dengan sampel berjumlah 60 orang, dimana 60 orang ibu post partum episiotomi di bagi menjadi 2 kelompok, satu kelompok 30 ibu bersalin post episiotomi yang diberikan konseling oleh bidan yang kompeten dan 30 ibu bersalin post episiotomi diberikan konseling oleh bidan yang tidak kompeten, pada akhirnya kedua hasil perlakuan ini akan dinilai hasilnya pada akhir perlakuan atau tujuh hari post partum. Seluruh populasi dijadikan sampel ibu post episiotomi berjumlah 60 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Pengumpulan data primer meliputi data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti mulai dari bidan melakukan tindakan episiotomi pada ibu melahirkan dan melakukan konseling pada ibu post episiotomi dimana perlakuan bidan diobservasi oleh peneliti dan semua perlakuan yang diberikan oleh bidan hasilnya disesuaikan dengan klasifikasi bidan kompeten dan tidak kompeten. Kedua kelompok bidan akan diobservasi terus oleh peneliti dalam melakukan episiotomi dan
(52)
pemberian konseling pada ibu episiotomi sampai target yang ditentukan dan kedua kelompok bidan yang telah memberikan perlakuan konseling pada ibu post episiotomi pada akhir perlakuan yang diberikan akan di nilai dengan memberikan kuesioner pada ibu post episiotomi dan lembaran observasi yang telah peneliti siapkan. Penelitian ini dilakukan mulai ibu menjalani proses persalinan dengan tindakan episiotomi di kamar bersalin dan di rawat di ruang kebidanan serta diobservasi terus sampai hari ke tujuh ibu di rumah.
Pengambilan data primer dilakukan secara prospektif, maksudnya hari pertama ibu episiotomi diberikan konseling dan diteliti diukur pengetahuan dan kepatuhannya pada hari ke tujuh post episiotomi dengan cara mendatangi ibu post episiotomi berdasarkan alamat lengkap yang sudah di catat sebelumnya.
(53)
Untuk membedakan bidan kompeten dan bidan tidak kompeten dilakukan observasi tentang tindakan episiotomy dan konseling yang dilakukan bidan dengan memakai SOP yang telah disiapkan, setelah dilakukan pemilahan penulis mengikuti jadwal dinas bidan kompeten dan bidan tidak kompeten sampai jumlah sampel cukup, pada akhirnya kedua perlakukan yang diberikan oleh bidan kompeten dan bidan yang tidak kompeten dinilai dan diobservasi oleh penulis dengan memberikan kuisioner pada ibu post episiotomy untuk penilaian pengetahuan dan untuk kepatuhan di observasi dengan SOP yang telah disiapkan untuk menilai proses penyembuhan luka episiotomy.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder mengenai bidan dan data pelayanan kesehatan rumah sakit di peroleh dari rumah sakit umum datu beru Kabupaten Aceh Tengah serta data dasar kesehatan lainnya yang mendukung.
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang perlu diukur. Sedangkan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila pengukuran dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan alat ukur yang sama (Saepudin, 2011).
Untuk mengetahui apakah alat ukur (instrument) penelitian perlu dilakukan uji validitas dan reabilitas. Untuk uji validitas dilakukan dengan teknik “Korelasi antar
(54)
item skor dan skor total (Item-total correlation), yaitu dengan melihat signifikansi skor item dengan skor total. Untuk skor item yang signifikan dengan skor total dapat dimasukkan (diikut sertakan) sebagai variabel yang valid. Uji validitas dilakukan pada ibu dengan post episiotomi sebanyak 20 orang di Klinik bersalin Hj. Barirah Madeni.
Uji validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment Corelation Coefficient (r) dengan ketentuan bila nilai r hitung > r tabel pada df yang sebesar 0,361 , maka dinyatakan valid dan sebaliknya apabila r hitung < dari pada r tabel maka dinyatakan tidak valid (Riyanto A, 2009).Uji reliabilitas dilakukan setelah semua data dinyatakan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas alat ukur menggunakan Cronbach's Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan bila r Alpha > 0,6, maka dinyatakan reliabel. Jika dilihat dari tabel pengujian validitas diperoleh nilai Cronbach's Alpha dari variabel independen (X) yaitu pengetahuan dan kepatuhan, untuk tiap butir pertanyaan > nilai r tabel, dengan demikian dinyatakan valid. Nilai Cronbach's Alpha dari masing-masing variabel > konstanta 0,6 .
(55)
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan Variabel Nilai Corrected
Item-Total
Cronbach’s Alpha
Keterangan
Pengetahuan 1 0,863 Valid
Pengetahuan 2 0,678 Valid
Pengetahuan 3 0,572 Valid
Pengetahuan 4 0,349 Tidak Valid
Pengetahuan 5 0,676 Valid
Pengetahuan 6 0,717 Valid
engetahuan 7 0,863 Valid
Pengetahuan 8 0,678 Valid
Pengetahuan 9 0,717 Valid
Pengetahuan10 0,572 Valid
Pengetahuan11 0,863 Valid
Pengetahuan12 0,678 Valid
Pengetahuan13 0,349 Tidak Valid
Pengetahuan14 0,863 Valid
Pengetahuan15 0,572 Valid
Pengetahuan 16 0,863 Valid
Pengetahuan 17 0,081 Tidak Valid
Pengetahuan 18 0,863 Valid
Pengetahuan 19 0,206 Tidak Valid
Pengetahuan 20 0,863 Valid
Pengetahuan 21 0,133 Tidak Valid
Pengetahuan 22 0,678 Valid
Pengetahuan 23 0,863 Valid
Pengetahuan 24 0,678 Valid
Pengetahuan 25 0,863 Valid
Reliabilitas 0,950 Reliabel
Dari Tabel 3.1. di atas dapat diperoleh bahwa dari seluruh variabel pengetahuan sebanyak 25 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabael) dengan nilai cronbach alpha 0,950, adalah 20 pertanyaan dan 5 pertanyaan dibawah r-tabel. Maka dapat disimpulkan bahwa 20 pertanyaan variabel pengetahuan valid dan reliabel.
(56)
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Kepatuhan Variabel Nilai Corrected
Item-Total
Cronbach’s Alpha
Keterangan
Kepatuhan 1 0,952 Valid
Kepatuhan 2 0,442 Valid
Kepatuhan 3 0,952 Valid
Kepatuhan 4 0,799 Valid
Kepatuhan 5 0,716 Valid
Kepatuhan 6 0,952 Valid
Kepatuhan 7 0,952 Valid
Kepatuhan 8 0,952 Valid
Kepatuhan 9 0,799 Valid
Kepatuhan 10 0,799 Valid
Kepatuhan 11 0,952 Valid
Kepatuhan 12 0,952 Valid
Kepatuhan 13 0,952 Valid
Kepatuhan 14 0,100 Tidak Valid
Kepatuhan 15 0,442 Valid
Kepatuhan 16 0,952 Valid
Kepatuhan 17 0,257 Tidak Valid
Kepatuhan 18 0,799 Valid
Kepatuhan 19 0,799 Valid
Kepatuhan 20 0,952 Valid
Reliabilitas 0,969 Reliabel
Berdasarkan Tabel 3.2. di atas dapat dilihat bahwa dari seluruh variabel kepatuhan sebanyak 20 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabael) dengan nilai cronbach alpha 0,969 adalah 18 pertanyaan dan 2 pertanyaan dibawah r-tabel, maka dapat disimpulkan bahwa 18 pertanyaan variabel kepatuhan valid dan reliabel.
(57)
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian
Variabel bebas : Kompetensi Bidan dalam memberikan konseling pada ibu tentang episiotomi
Variabel tak bebas : Pengetahuan ibu dan kepatuhan ibu tentang episiotomi
3.5.2. Definisi Operasional
1) Bidan Kompeten adalah bidan yang dalam bekerja sesuai dengan standar SOP atau daptar tilik acuan disetiap pekerjaan.
2) Bidan tidak kompeten adalah bidan yang dalam bekerja tidak sesuai dengan SOP atau daptar tilik .
3) Ibu post episiotomi adalah ibu yang dalam proses persalinan dilakukan pengguntingan pada jalan lahir untuk mempermudah bayi lahir dan memperluas jalan lahir.
4) Konseling perawatan luka episiotomi adalah proses komunikasi antara bidan dengan ibu post episiotomi tentang perawatan luka episiotomi pada jalan lahir. Materi konseling episiotomi yang disampaikan meliputi : Cara perawatan luka episiotomi, cara pemberian obat pada luka, cara melalakukan pulva hygiena. 5). Pengetahuan adalah kemampuan ibu dalam memahami segala sesuatu tentang cara perawatan, cara pemberian obat dan cara melakukan pulva hygiena.
6) Kepatuhan adalah sikap mau mentaati dan mengikuti semua pesan yang telah diberikan tentang cara perawatan luka episiotomi, cara pemberian obat pada
(58)
luka episiotomi dan cara melakukan pulva hygiena yang diketahui berdasarkan konseling yang diberikan pada ibu post episiotomi hari pertama dan hasil konseling tersebut dinilai kembali pada hari kelima.
3.6 Metode Pengukuran
Metode pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Skala pengukuran pengetahuan tentang episiotomi
Skala pengukuran tentang episiotomi dilakukan dengan mengajukan 25 pertanyaan menggunakan skala guttman dengan dua alternatif jawaban (Benar, Salah dan Tidak tahu). Hasil pengukuran berupa skor 0 – 25
a) Pemberian skor pada pernyataan Benar yang benar :
Benar = 1
Salah = 0
Tidak tahu = 0
Pertanyaan pengetahuan yang masuk dalam kelompok ini adalah pertanyaan nomor 3,4,5,6,8,9,11,12,13,15,17,18,19,21, 22,23,24 dan 25.
b) Pemberian skor pada pernyataan salah yang benar :
Benar = 0
Salah = 1
Tidak tahu = 0
Pernyataan pengetahuan yang masuk dalam kelompok ini adalah pertanyaan nomor 1, 2, 7, 10, 14 dan 20.
(59)
c) Variabel pengetahuan sebanyak 25 pertanyaan dengan nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 25, dengan demikian dapat dikatogorikan menjadi :
(Nursalam, 2010)
- Baik : > 61 % dari total skor (15 – 25) - Cukup : 41 – 61 % dari total skor (10 – 14 ) - Kurang : < 40 % dari total skor ( 1 – 9 )
2. Skala pengukuran kepatuhan tentang perawatan luka episiotomi. Skala pengukuran kepatuhan tentang perawatan episiotomi
Skala pengukuran tentang kepatuhan perawatan luka episiotomi dilakukan dengan mengajukan 8 pertanyaan menggunakan skala guttman dengan 8 alternatif jawaban (Ya, Tidak). Hasil pengukuran berupa skor 0 – 8
a) Pemberian skor pada pernyataa Ya yang benar : Ya = 1
Tidak = 0
b) Pemberian skor pada pernyataan salah yang benar : Tidak = 0
Ya = 1
c ) Variabel kepatuhan sebanyak 8 pertanyaan dengan nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 8 , dengan demikian dapat dikatogorikan menjadi :
(Nursalam, 2010)
- Patuh : > 75 % dari total skor > 6 pertanyaan - Tidak Patuh : < 75 % dari total skor < 6 pertanyaan
(60)
3.7 Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini (Sugiono, 2006) adalah : 1. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang menitik beratkan kepada penggambaran atau deskriptif data yang diperoleh. Menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel bebas dan variabel terikat.
2. Analisis Bivariat
Oleh karena rancangan data dalam penelitian ini adalah posttest only control group atau subyek dibagi dalam dua kelompok secara random, maka analisis yang digunakan untuk melihat perubahan pengetahuan dan kepatuhan akibat pemberian konseling pada episiotomi digunakan uji Mann-Witney. Interval kepercayaan yang ditetapkan sebesar 95 %, dengan demikian jika nilai p-value < 0,05, maka dikatakan (Ho) ditolak, artinya ada pengaruh konseling episiotomi terhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan responden tentang perawatan luka episiotomi pada ibu post episiotomi.
(61)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon beralamat jalan kebanyakan, yang berajak 2 km dari pusat Kota Takengon sangat strategis, yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Lot Kala 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Bukit Eweh
3. Sebelah Barat berbatasan dengan komplek kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Akademi Kebidanan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah dan Jalan Sengeda
Rumah sakit umum Datu Beru berdiri sejak zaman penjajahan kolonial belanda yaitu pada tahun 1939, pada waktu itu masih bernama RSU Takengon yang berlokasi di jalan Yos Sudarso Takengon, ketika itu masih dikelola oleh pemerintah Belanda. Setelah Indonesia merdeka rumah sakit ini diserahkan kepada Pemda Aceh Tengah.
Pada tahun 1978 RSU Takengon dipindahkan ketempat baru yang disediakan oleh Pemda. Rumah sakit ini masih menyandang predikat type D namun secara operasional sudah berpedoman pada struktur organisasi rumah sakit type C, ini
(62)
dilakukan guna mempersiapkan peningkatan cara kerja untuk mencapai predikat rumah sakit type C.
Kemudian pada tahun 1995, berdasarkan SK Menkes RI Nomor : 109/Menkes/SK/1995 RSU Takengon diditingkatkan statusnya menjadi tipe C yang diresmikan pada tanggal 24 juli 1995 dengan nama RSU Datu Beru Takengon. Seiring pemberlakuan otonomi daerah dan era desentralisasi maka berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Tengah Nomor 14 Tahun 2002 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja RSU Datu Beru Takengon.
Seiring perkembangan otonomi daerah dan tuntutan pelayanan kesehatan, berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Tegah nomor 21 Tahun 2008 BPK RSU Datu Beru Takengon menjadi RSUD Datu Beru Takengon. Pada tahun 2009 berdasarkan SKU Datu beru Takengon ditetapkan sebagai RSUD dengan klasifikasi kelas B. Visi dan Misi RSUD Datu Beru Takengon
1. Visi
“Terwujudnya RSUD Datu Beru Takengon sebagai Rumah Sakit Rujukan Regional wilayah tengah tahun 2012”
2. Misi
a. Mewujudkan pelayanan paripurna pada seluruh lapisan masyarakat.
b. Meningkatkan kualitas pembelajaran profesional disemua tingkatan untuk menghasilkan sumber daya kesehatan yang beriman dan bertakwa serta berilmu pengetahuan dan teknologi.
(63)
d. Meningkatkan fungsi manajemen secara efektif dan efisien sesuai komitmen.
e. Mewujudkan sarana dan prasarana yang berkualitas. 4.1.1. Gambaran Karakteristik Ibu Post Episiotomi
Responden dalam penelitian ini berjumlah 60 ibu, sesuai dengan rencana penelitian. Identitas responden dalam penelitian ini meliputi umur, jumlah paritas, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Ibu Post Episiotomi
No Karakteristik Responden Jumlah (n = 60) Persentase (%)
1. Umur ibu post episiotomy
a. < 30 tahun b. ≥ 30 tahun
42 18
70,0 30,0
Jumlah 60 100,0
2. Suku ibu post episiotomy
a. Gayo b. Aceh c. Jawa d. Padang 30 14 14 2 50,0 23,3 23,3 3,4
Jumlah 60 100
3. Paritas
a. ≤ 2 anak b. > 2
48 12
80,0 20,0
Jumlah 60 100,0
4. Tingkat Pendidikan
a. Tinggi b. Sedang c. Rendah 18 37 5 30,0 61,7 8,3
Jumlah 60 100,0
5. Pekerjaan
a. PNS b. Non-PNS 8 52 13,3 86,7
(1)
dilapangan ada beberapa faktor yang memegaruhi ketidak patuhan ibu post episiotomi diantaranya pemahaman tentang intruksi yang diberikan bidan dan bidan memberikan banyak intruksi yang harus diingat oleh pasien.
5.5. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan, yaitu belum menjelaskan konsep perilaku secara utuh. Sebagaimana dijelaskan, bahwa ranah perilaku meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan. Sulit mengukur perubahan pengetahuan dan kepatuhan ibu post episiotomi karena lebih ke tindakan, dalam penelitian ini tindakannya adalah kepatuhan ibu post episiotomi dalam merawat luka episiotomi. Kepatuhan itu sulit diukur tergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah kejujuran dalam melaksanakan konseling yang diberikan oleh bidan,pasien tidak mengakui bahwa mereka tidak melakukan apa yang dianjurkan. Oleh karenanya dalam penelitian ini yang dapat dilihat dari lembaran observasi hanya perubahan pada proses penyembuhan luka episiotomi serta perubahan pengetahuan dan kepatuhan.
Untuk pembanding penelitian tidak dapat dilakukan karena penelitian sebelumya tentang konseling episiotomi belum ada penulis dapatkan .Kendala lain dilapangan penulis tidak dapat mengovservasi secara rutin karena antara kasus dan kasus lainya tempat tinggal reponden berjauhan ada yang berbeda kabupaten dan medan yang ditempuh kadang cukup sulit, karena aceh tengah merupakan daerah
(2)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Ada perbedaan kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan ibu post episiotomi di ruang kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon
2. Ada perbedaan kompetensi bidan dalam memberikan konseling terhadap peningkatan kepatuhan ibu post episiotomi di rruang kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disarankan sebagai berikut :
1. Kepada pihak Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon agar terus meningkatkan kompetensi bida dalam memberikan konseling terhadap ibu bersalin tentang perawatan episiotomi dan mengupayakan sarana untuk ruang konseling bidan serta membuat sop konseling di ruangan agar semua bidan mempunyai kompetensi sama
(3)
2. Kepada Bidan di Rumah Sakit Beru Takengon agar selalu memperbaiki dan menyemangati diri untuk meningkatkan kompetensi dalam memberikan konseling terhadap ibu bersalin tentang perawatan luka episiotomi.
3. Kepada peneliti lain yang tertarik mengkaji pengaruh kompetensi bidan dalam memebrikan konseling terhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan ibu tentang perawatan luka episiotomi di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon perlu dilakukan penelitian lanjut dengan menambah sampel yang besar dan mengikutsertakan keseluruhan variabel yang dapat mengukur kompetensi bidan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Arep Ishak dan Tanjung Hendri, 2003. Manajemen Motivasi, PT gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta
Asri, 2009 . Catatan kuliah Konsep Kebidanan Plus materi Bidan Delima.Mitra Cendika Press. Jakarta
Ai Yeyeh, 2009. Asuhan Kebidanan II (persalinan). Tran Info Media. Jakarta Elfiendri, 2011. Metodologi penelitian Kesehatan. Boduose Media.Jakarta.
Dewi Susanti, 2010. Peran Bidan Dalam menciptakan suatu persalinan tampa episiotomi
___________, Farook Al-Azzaawi, 1991. Atlas Teknik Kebidanan
___________, FIGO, 1973. federation of internation Gynaecologist and Obtretrian Gibson, 1997. Organisasi dan Manajemen (Prilaku, Struktur, Proses). Erlangga.
Jakarta
Hasibuan, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara
Hastono.SP, 2000. Modul Analisa Data . Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Henny Lauren, 2009 . Gambaran kejadian Tindakan Episiotomi Pada Ibu Bersalin Dirumah Sakit X Jakarta pusat Periode 1Juli 2008 – 31 desember 2008. ___________,IBI,2006, Etika dan Kode Etik Kebidanan.EGC. Jakarta
___________,Internasional Condeferation of Midwives (ICM) tahun 1972 International.
___________,JNKR – KR , 2006. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta.
___________,JNKR – KR , 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal,Asuhan esensial, Pencegahan dan Penanggulangan segera komplikasi Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta
(5)
___________,JNKR – KR 2011. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal,Asuhan esensial, Pencegahan dan Penanggulangan segera komplikasi Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta.
___________,Keprmenkes R I Nomor : 369 /Menkes / SK / 111 / 2007 Standar Profesi Bidan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Manuaba,2005.Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Bencana Untuk Dokter Umum,Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mufdlilah, 2009.Catatan kuliah Konsep Kebidanan,Mitra cendikia Press, Yogyakarta. Moekijat, 1996. Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung :
Penerbit Alumni .
Moeheriono, 2009.Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, Ghalia Indonesia. Jakarta.
Malik Saefudin,2011.Metodologi Penelitian Kesehatan Masyarakat,CV.Trans Info Media, Jakarta.
Niven Neil,2002.Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional Kesehatan Lain,Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, 2005. Metodologi penelitian kesehatan. PT. Rineke Cipta. Jakarta. ___________, 2010. Metodologi penelitian kesehatan. PT. Rineke Cipta. Jakarta Nasriah , 2009 . Konsep dasar Kebidanan , Yayasan Pena Banda Aceh
Regestrasi PK,Data Pasien Rawat Inap Di Kamar Bersalin Tahun 2010 dan 2011 Sumarah, Widyastuti Yani, Wiyati Nining,2008.Perawatan Ibu Bersalin.
PT. Fitramaya. Yogyakarta.
PP IBI, 2004. 50 Tahun Ikatan Bidan Indonesia, Bidan Menyonsong Masa Depan. Jakarta.
___________,Permenkes No. 900/Menkes/SK/ VIII/2002 ___________,Permenkes nomor 369/MENKES/ SK/ III/ 2007
(6)
Pratiknya, A.W. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. PT. Raja Gradindo Persada.Jakarta.
Riduwan,2008.Metode Dan Teknik menyusun Tesis, Alfabeta. Jakarta.
Riyanto. A, 2009, Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Muha Medika, Yogyakarta Sarwono, 2002.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Bina Pustaka, Jakarta. Siagian, S.P.2000. tiori dan Praktek Kepemimpinan, PT Rineka Cipta, Jakarta. Soleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, Salemba Medica. Jakarta Sujianti, 2009. Buku ajar Konsep Kebidanan Tiori Dan Aplikasi.numed. Jakarta Supradi,2007.sebuah pengantar proses belajar mengajar dalam pendidikan. Jakarta
Tyastuti, S. 2008. Komunikasi dan Konseling dalam Pelayanan Kebidanan. Fitra Maya. Yogyakarta.
Wibowo , 2008. Manajemen Kinerja, PT.Raja Grafindo Persada.