BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Ibu Post Episiotomi di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru
Takengon
Gambaran karakteristik responden dari hasil penelitian dapat kita lihat dari tabel 4.1 dimana sebagian besar umur responden adalah pada kelompok 30 tahun
sebesar 70, hal ini menunjukan sebagian besar ibu post episiotomi berada pada masa - masa reproduksi pengalaman tentang epiotomi merupakan pengalaman yang
sangat berpengaruh negative terhadap peralinan berikutnya, bila persalinan pertama dilakukan episiotomi pada persalinan berikutnya tindakan episiotomi akan dilakukan
kembali karena luka episiotomi pada perineum ibu bisa berupa sikatrik, sehingga perineum tidak elastis lagi atau perineum kaku hingga bila tidak dilakukan episiotomi
robekan pada perineum bisa lebih berat lagi dan bias menhambat proses persalinan,untuk responden pada kelompok umur yang lainnya, yaitu kelompok umur
lebih dari 30 tahun perlu juga dilakukan konseling, data dari penelitiaan dan observasi lapangan ada beberapa kasus pada ibu post episiotomi walaupun konseling tentang
perawatan episiotomi telah diberikan bidan pada kenyataanya ada ibu post episiotomi yang tidak dapat merawat lukanya dengan baik, pada umur lebih 30 tahun penulis
telah menganngap para ibu ini telah berpengalaman dalam merawat luka episiotomi tapi setelah melihat kenyataan di lapangan umur tidak menentukan ibu post
episiotomi dapat dinilai mampu tergantung kembali pada personal hygine ibu
Universitas Sumatera Utara
episiotomi terebut.Mayoritas suku dari responden adalah 30 responden 50 adalah suku gayo , hasil pemantauan lapangan ada beberapa yang hal mempengaruhi proses
perawatan luka episiotomi diantara pengaruh budaya, dimana pada ada tradisi yang memberikan air jeruk dan garam pada daerah luka episiotomi agar luka cepat kering
tapi hal ini menjebabkan luka episiotomi menjadi infeksi. Dan pada budaya derah lain ada yang memberikan air garam pada luka episiotomi,ada tradesi yang memasang
api-api untuk mengeringkan luka, ada yang duduk diatas batu bata batu bata telah panaskan di atas api.Jumlah paritas ibu yang terbanyak
≤ 2 sebesar 80, dari gambaran hasil penelitian, data dari hasil penelitiaan dan observasi lapangan ibu
primi gravida hampir seratus persen dilakukan tindakan episiotomi.Ini sesuai menurut Manuaba 2005 dan Wiyati 2008 dan beberapa ahli lainya pada masa yang lalu
tindakan episiotomi secara rutin dilakukan pada primi gravida, untuk primi gravida konseling tentang perawatan luka episiotomi sangat diperlukan karena pada ibu
muda ini sangat tergantung pada konseling apa yang diberikan oleh bidan pengalaman tentang perawatn luka episiotomi belum ada, kadang kala ibu muda
tersebut sangat tergantung pada oranng – orang disekitar mereka terkesan mereka takut melakukan aktivitas apapun karena beranggapan aktivitas yang mereka lakukan
dapat membuat luka jahitan pada episiotomi terbuka,untuk responden pada kelompoki jumlah paritas ibu lainnya yaitu 2 tetap dilakukan konseling tentang
perawatan episiotomi karena ada beberapa kasus walaupun ibu sudah pernah melahirkan lebih dari dua kali tapi untuk tindakan episiotomi baru mereka alami
dalam hal ini tindakan episiotomi yang dilakukan berdasarkan indikasi yang lebih
Universitas Sumatera Utara
spesifik seperti bayi besar dan akhirnya bila tindakan episiotomi dilalakukan terhadap ibu pada proses persalinan pemberian konseling untuk perawatan luka post episiotomi
harus diberikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan ibu post episiotomi di ruang kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon agar proses penyembuhan luka
episiotomi tidak terhambat atau tidak mengalami infeksi. Demikian juga dengan tingkat pendidikan, Tingkat pendidikan sedang SLTA sebesar 61,7, tingkat
pendidikan rendah SLTP 8,3 , Tingkat pendidikan tinggi D3,S1sebesar 30 pemberian konseling tetap dilakukan karena pendidikan bukan menentukan
keberhasilan seseorang dalam merawat luka tapi kepatuhan dan kesadaran tentang pelaksanaa konseling yang telah diberikan bidan dan konseling yang diberikan
diharapkan berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan kepatuhan ibu post episiotomi , tetapi pendidikan lebih diharapkan aplikasinya pada proses penyembuhan
perawatan luka karena semakin tinggi pendidikan dari ibu post episiotomi konseling yang diberikan bidan dapat dilaksanakan sesuai dengan protap yang telah disepakati .
Dan Pekerjaan responden yang terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga non PNS sebesar 86,7, serta diikuti PNS sebanyak 8 orang 13,3 .
5.1.1 Pengetahuan Ibu Post Episiotomi yang Diberikan Konseling oleh Bidan Kompeten di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon
Pengetahuan ibu post episiotomi yang diberikan konseling oleh bidan kompeten terhadap peningkatan pengetahuan ibu post episiotomi diketahui adalah
sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisis Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 25 pertanyaan yang disiapkan untuk mengukur pengetahuan ibu post episiotomi yang diberikan konseling oleh
bidan yang kompoten, ada 16 pertanyaan yang jawabannya tepat di atas 60 skor ≥18, sedangkan yang lainnya menjawab rendah skorv18. Dengan memperhatikan
total skor dari 30 responden yang diberi konseling oleh bidan kompeten adalah 487. Total skor maksimal yang semua responden menjawab dengan tepat adalah 750.
Maka pengetahuan responden yang diberi konseling oleh bidan kompeten tergolong baik, yaitu 487750 x 100 = 65,0 .
Perubahan tingkat pengetahuan berdasarkan rasio jawaban yang tepat oleh bidan kompoten tergolong baik atau sebesar 65.Tingkat pengetahuan ibu post
episiotomi merupakan faktor penting dalam menentukan hasil konseling bidan yang kompoten. Salah satu strategi perubahan perilaku Notoatmodjo, 2010 bahwa
perubahan perilaku kesehatan dapat terjadi melalui cara pendidikan, konseling atau promosi kesehatan ini diawali dengan cara pemberian informasi-informasi kesehatan.
5.1.2 Kepatuhan Ibu Post Episiotomi yang Diberikan Konseling oleh Bidan Kompeten di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon
Kepatuhan ibu post episiotomi yang diberikan konseling oleh bidan
kompoten . Hasil analisis pada Tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa dari 8 pertanyaan yang disiapkan untuk mengukur Kepatuhan, semua jawaban tepatsesuai di atas 60
skor ≥ 18. Dengan demikian total skor dari 30 ibu post episiotomi yang diberikan
konseling oleh bidan kompeten adalah 224. Total skor maksimal yang semua responden menjawab dengan tepat adalah 240. Maka kepatuhan ibu post episiotomi
Universitas Sumatera Utara
yang diberikan konseling oleh bidan konpoten tergolong sangat baik, yaitu 224240 x 100 = 93,3 . Dengan memberikan konseling pada ibu post episiotomi oleh
bidan yang kompoten akan meningkatkan kepatuhan ibu post epiotomi dalam perawatan luka episiotomi. Selanjutnya dengan kepatuhan tersebut menimbulkan
kesadaran mereka untuk berbuat dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya serta informasi yang didapatkan dapat
diaplikasikan pada perubahan prilaku yang diharapkan . Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini memakan waktu lama, tetapi perubahan yang akan dicapai
bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri bukan karena dipaksa.
5.1.3 Pengetahuan Ibu Post Episiotomi yang Diberikan Konseling oleh Bidan Tidak Kompeten di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon
Pengukuran terhadap pengetahuan yang dilakukan pada bidan yang tidak kompoten. Hasil analisis Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa dari 25 pertanyaan yang
disiapkan untuk mengukur pengetahuan pada saat dilakukan konseling pada ibu post episiotomi dilakukan, ada 8 pertanyaan yang jawaban tepatsesuai di atas 60 skor
≥ 18
.
Sebaliknya ada 17 pertanyaan yang mendapat nilai rendah skor 18 . Dengan memperhatikan total skor dari 30 responden yang diberikan konseling oleh
bidan tidak kompeten adalah 340. Total skor maksimal yang semua responden menjawab dengan tepat adalah 750. Maka pengetahuan responden yang dibina oleh
bidan tidak kompeten tergolong tidak baik, yaitu 340750 x 100 = 45,3 .
Universitas Sumatera Utara
5.1.4 Kepatuhan Ibu Post Episiotomi yang Diberikan Konseling oleh Bidan tidak Kompeten di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Beru Takengon
Pengukuran terhadap kepatuhan ibu post episiotomi yang diberikan konseling oleh bidan yang tidak kompeten. Hasil analisis Tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa
dari 8 pertanyaan yang disiapkan untuk mengukur Kepatuhan, 4 pertanyaan dengan jawaban tepatsesuai di atas 60 skor
≥ 18, dengan demikian total sk or dari 30 responden yang diberikan oleh bidan yang tidak kompeten adalah 139. Total skor
maksimal yang semua responden menjawab dengan tepat adalah 240. Maka kepatuhan responden oleh bidan yang tidak kompoten tergolong cukup baik, yaitu
139240 x 100 = 58,0 . Walaupun kepatuhan ibu post episiotomi yang diberikan konseling oleh bidan kompoten dalam kategori baik. Namun pada bidan
yang tidak kompeten terjadi penurunan rasio jawaban menjadi cukup baik. Menurut Notoatmodjo 2005 bahwa dalam menilai pengetahuan dan kepatuhan sangat
dipengaruhi oleh pikiran keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sedangkan menurut Suryabrata dalam Notoatmodjo 2007 bahwa sikap, tingkah laku
terbentuk oleh karena belajar. Sesorang dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang belum mengerti menjadi mengerti.
5.2 Uji Perbedaan Kompetensi Bidan Dalam Memberikan Konseling terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Episiotomi
Untuk melihat adanya perbedaan pengetahuan ibu Post Episiotomi yang diberikan konseling oleh bidan yang kompoten dan bidan yang tidak kompeten
dilakukan dengan statistik uji Mann Whitney. Uji Man Whitney termasuk dalam uji
Universitas Sumatera Utara
non-parametrik dan merupakan uji untuk data dua sampel bebas. Dalam penelitian ini variabel pengetahuan di kelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu baik, cukup baik
dan kurang baik. Untuk melihat dalam bentuk yang lebih spesifik dalam ranah perilaku, maka skor nilai pengetahuan dapat dikategorikan menjadi ‘kurang’, ‘cukup’
dan ‘baik’, Untuk melihat perbedaan data kategori dengan rancangan dua sampel, dapat dilakukan dengan uji Mann Whitney.
5.3 Uji Perbedaan Kompetensi Bidan dalam Memberikan Konseling terhadap Kepatuhan Ibu Episiotomi