44
2.5.3 Rantai Ringan L dan Berat H
Hasil analisa menunjukkan bahwa terminal-N dari rantai L maupun rantai- H selalu variabel sehingga urutan asam amino tidak konstan, dikenal sebagai
bagian variabel. Rantai sisa ternyata menunjukkan struktur yang relatif konstan, dikenal sebagai bagian konstan. Bagian variabel rantai-L dan rantai-H yang
membentuk ujung dari Fab fragmen yang masih bisa mengikat antigen menentukan sifat khas dari antibodi itu. Oleh karena itu, setiap molekul
imunoglobulin memiliki 2 Fab, maka struktur dasar imunoglobulin dapat mengikat dua determinan antigen Pantjita Hardjasasmita, 1991
Rantai L
Pada setiap orang sehat dijumpai 2 macam rantai L, masing-masing dinamakan sebagai rantai-k rantai kappa dan rantai-
λ rantai lambda dengan perbandingan rantai-k 65 dan rantai-
λ rantai lambda 35 atau dengan rasio k: λ adalah 2:1. Kedua rantai ini memilki BM sama yaitu 23000. Pantjita
Hardjasasmita, 1991
Rantai H
Rantai H ini menyebabkan perbedaan diantara kelima khas imunoglobulin, walaupun sama-sama memilki rantai-k dan rantai-
λ Rantai H dari IgA dinamakan rantai-
α alpha Rantai H dari IgM dinamakan rantai-µ MU
Rantai H dari IgD dinamakan rantai- delta Rantai H dari IgE dinamakan rantai- etta
Rantai H dari IgG dinamakan rantai- γ gamma
45 Seperti telah diketahui bahwa bagian variabel dari molekul imunoglobulin
menentukan sifat spesifik terhadap antigen, tetapi bagian Fc Fragmen Crystalizable dalam bagian konstan dari imunoglobulin menentukan aktifitas
biologis dari antibodi. Selain itu Fc dari bagian konstan ini juga meningkatkan aktifitas tertentu setelah antibodi bergabung dengan antigen. Pantjita
Hardjasasmita, 1991
2.5.4 Sintesis dan Sekresi Imunoglobulin
Syarat sintesis imunoglobulin atau antibodi adalah sedemikian rupa sehingga tidak ada satu organpun mempunyai kekuatan monopoli dalam
pembrntukan antibodi. Umumnya jika antigen dapat dipertemukan dengan makrofag, limfosit B dan limfosit T, maka terjadilah pembentukan imunoglobulin.
Keadaan ini terjadi dalam kelenjar limfe, limpa dan jaringan nodulus limfoid tertentu sepanjang permukaan mukosa. Dengan denikian maka jika antigen
memasuki jaringan subkutan, seperti yang terjadi sewaktu individu disuntik, antigen tersebut akan mengalir melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe regional,
dimana selanjutnya terjadi pembentukan antibodi. Jika antigen secara langsung memasuki aliran darah, maka limpa adalah tempat utama pembentukan antibodi.
Sylvia dan Lorraine, 1995 Bila antigen pertama kali masuk ke dalam tubuh, terjadilah respon imun
primer yang ditandai dengan munculnya IgM beberapa hari setelah pemaparan. Saat antara pemaparan antigen dan munculnya IgM disebut lag phase. Kadar IgM
mencapai puncaknya setelah kira-kira 7 hari. Enam sampai tujuh hari setelah pemaparan, dalam serum mulai dapat terdeteksi IgG, sedangkan IgM mulai
46 berkurang sebelum kadar IgG mencapai puncaknya yaitu 10-14 hari setelah
pemaparan antigen. Kadar antibodi kemudian berkurang dan umumnya hanya sedikit yang dapat dideteksi 4-5 minggu setelah pemaparan. Bila pemaparan
antigen terjadi kedua kali, terjadi respon imun sekunder ysng sering juga disebut respon anamnestiik atau booster. Sifat pengikatan antigen-antibodi juga berubah
dengan waktu yaitu afinitas antibodi terhadap antigen makin lama makin besar dan kompleks antigen-antibodi yang terjadi juga makin stabil. Akan tetapi
antibodi yang terbentuk juga maki lama makin poliklonal sehingga makin kurang spesifik, yang berarti makin besar kemungkinan terjadi reaksi silang. Siti
Boediana K, 2001
2.5.5 Macam-Macam Imunoglobulin