Sistem Pengolahan Limbah Lumpur Pengeboran Minyak Bumi Di PT. Chevron Pacific Indonesia Duri Tahun 2011

(1)

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH LUMPUR PENGEBORAN MINYAK BUMI DI PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA DURI

TAHUN 2011

Oleh :

RETNO FARID NIM. 071000124

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH LUMPUR PENGEBORAN MINYAK BUMI DI PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA DURI

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RETNO FARID NIM. 071000124

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul


(3)

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH LUMPUR PENGEBORAN MINYAK BUMI DI PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA DURI

TAHUN 2011

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : RETNO FARID

NIM. 071000124

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Juni 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Ir. Indra Chahaya, M.Si dr. Surya Dharma, MPH NIP. 196811011993032005 NIP. 195804041987021001

Penguji II Penguji III

dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S NIP. 197002191998022001 NIP. 196501091994032002

Medan, Juni 2011

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, M.S NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Peningkatan kegiatan industri saat ini yang sangat pesat telah menyebabkan dampak terhadap lingkungan. Sebagian besar perkembangan industri tidak diiringi pengendalian terhadap dampak negatif dari limbah yang dihasilkan.

Salah satu industri yang berkontribusi dalam pencemaran lingkungan adalah industri perminyakan. Diantara industri perminyakan tersebut adalah PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Limbah yang dihasilkan dari aktivitas pengeboran minyak bumi salah satunya adalah limbah lumpur bor. Pengolahan limbah lumpur bor dilakukan PT CPI secara terpadu yang disebut Centralized Mud Treating Facility (CMTF).

Penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu menggambarkan hasil pengamatan pengolahan limbah lumpur bor dan pemeriksaan laboratorium terhadap parameter limbah lumpur bor yang diambil pada inlet, outlet serta pemeriksaan kualitas air sungai yang diambil saat sebelum dan sesudah masuknya effluent lumpur bor.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium menurut PerMen LH No.04 Tahun 2007 didapat parameter sebelum pengolahan di Pit A (inlet) yang melebihi baku mutu adalah H2S, COD dan pH. Sedangkan setelah pengolahan di Pit 3 (outlet) semua parameter berada di bawah baku mutu. Hasil pemeriksaan kualitas air sungai Batang Pudu dari 31 parameter yang diperiksa menurut PP RI No 82 Tahun 2001 pada titik sebelum masuknya air olahan lumpur bor parameter yang melebihi baku mutu adalah amoniak, fosfat, nitrit, minyak dan lemak. Sedangkan pada titik sesudah masuknya air olahan lumpur bor parameter yang melebihi nilai baku mutu adalah amoniak, sulfid, COD, BOD, Besi (Fe), minyak dan lemak.

Disarankan kepada pihak PT Chevron Pacific Indonesia agar selalu melakukan pemantauan terhadap kualitas sungai Batang Pudu untuk memantau pengaruh masuknya air olahan limbah lumpur bor.


(5)

ABSTRACT

The increasing of industrial activity nowhas caused a very rapid impact on the environment. Most of the industrial development are not accompanied by control over the negative impact of waste.

One of the industries contributing to environmental pollution is the oil industry. Among the petroleum industry is PT Chevron Pacific Indonesia. Oil drilling activity has conducted by PT Chevron is some of the waste generated, drill mud waste. In wastewater treatment sludge drill PT Chevron has integrated processing units called Centralized Mud Treating Facility (CMTF).

This study was a descriptive survey that describes the results of drilling mud waste treatment observation and laboratory examination of the parameters of drilling mud wastes took at the inlet, outlet and river water quality as water bodies was receiving wastewater taken on before and after the entry of effluent.

The results of laboratory tests by Permen LH No. 04 2007 found levels of each parameter before processing in Pit A (inlet) parameter that exceeded the quality standard were H2S, COD and pH. Meanwhile, after processing in the Pit 3 (outlet) there were no parameter that exceeded the quality standard. The assessment of river water quality Batang Pudu of 31 parameters to be examined by Government Decree No. 82 2001 at a point before the entry of sewage sludge treated water exceeded the quality standard parameters were ammonia, phosphate, nitrate, oils and fats. That at the point after the entry of waste water sludge which exceeded the parameters of quality standard were ammonia, sulfid, COD, BOD, Iron (Fe), oils and fats.

It is suggested to the PT Chevron Pacific Indonesia to keep monitoring the quality of the river Batang Pudu entry of treated water due to the influence of drilling mud waste. Keywords: drilling mud waste treatment, river quality Batang Pudu


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Retno Farid

Tempat / Tanggal Lahir : Duri, 30 November 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak Ke : 1 (satu) dari 3 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Jend. Sudirman No. 225 Simp. Padang Duri Riwayat Pendidikan Formal

1. 1995 – 2001 : SD IT Swasta Mutiara Duri 2. 2001 – 2004 : SLTP IT Swasta Mutiara Duri 3. 2004 – 2007 : SMA Swasta Cendana Duri

4. 2007 – 2011 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Riwayat Pendidikan Non Formal

1. Training Mahasiswa Islam (Tamsil) PHBI FKM USU Tahun 2007 2. Training Pendidik Sebaya (TPS) HMI FKM USU Tahun 2009 3. Training Go Green ISKMI Sumbagut Tahun 2009

4. Annual Training MER-C Medan Tahun 2010

5. Tugas Akhir Di Unit Pengolahan Limbah (Waste Management Team) PT Chevron Pacific Indonesia Duri Februari – April 2011

Riwayat Organisasi

1. Anggota departemen Penelitaian dan Pengembangan HMI Komisariat FKM USU Periode 2007-2008

2. Relawan MER-C Medan Tahun 2010

3. Wakil Sekretaris Divisi Hubungan Masyarakat dan Informasi MER-C Medan Tahun 2011.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH LUMPUR PENGEBORAN MINYAK BUMI DI PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA DURI TAHUN 2011” yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan bagi kedua orang tua, Ayahanda Farid Rustam dan Ibunda Irmawaty Sy yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang yang tulus dan senantiasa mendoakan, memberi dukungan dan nasehat kepada penulis.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril dan materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M. Kes, selaku Kepala Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Indra Chahaya S, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan sumbangan pemikiran yang luar biasa dengan penuh keikhlasan serta waktu yang diluangkan kepada penulis dalam bimbingan skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. dr. Surya Dharma, MPH, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah banyak memberikan masukan dan saran yang membangun dari awal penyusunan skripsi ini sampai skripsi ini diselesaikan.

5. dr. Rusmalawaty, selaku Dosen Penasehat Akademik yang senatiasa membimbing dan memotivasi penulis selama melaksanakan perkuliahan di FKM USU.

6. Bapak Elwin Nasution, selaku Staf Human Resources PT Chevron Pacific Indonesia Rumbai yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melakukan penelitian di PT Chevron Pacific Indonesia Duri selama 2 bulan.

7. Bapak Nursal, selaku Staf Human Resources PT Chevron Pacific Indonesia Duri yang telah menerima kedatangan penulis dengan baik di PT Chevron Pacific Indonesia Duri.

8. Bapak Elwin Salugara, selaku Pembimbing penulis selama penelitian di PT Chevron Pacific Indonesia Duri

9. Bapak Widodo, sebagai Group Leader Waste Management Team yang telah menerima penulis dengan baik di unit pengolahan lumpur CMTF Arak.

10.Bapak Hendro Swastiko, sebagai Pembimbing Lapangan penulis di CMTF Arak 11.Keluarga besar kru PT Green Planet Indonesia dan khususnya kepada Kakanda

Alan Purnama serta Kakanda Lina yang telah membantu penulis selama penelitian dan observasi lapangan di CMTF Arak

12.Bapak Hardi Maulana, sebagai Team Leader Laboratorium PT Chevron Duri yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan analisis laboratorium di Laboratorium internal PT Chevron Duri.


(8)

13.Seluruh Bapak/Ibu dosen dan seluruh staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

14.Teristimewa kepada kedua adikku, Fauzan Hamdani Farid dan Habibi Putra Farid atas doa dan dukungan moril serta materil yang telah diberikan penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

15.Sahabat terbaikku Faridah Hanum Rajagukguk dan Jusmanizah yang selalu menemani hari – hari suka dan dukaku serta motivasi dan dukungan yang luar biasa kepada penulis

16.Teman-teman relawan di MER-C Cab. Medan atas kebersamaan yang telah dibangun dengan sangat baik selama ini

17.Teristimewa untuk kakandaku tersayang, Nila Chyntia Sari, SKM, Gita Rakhmawati, SKM dan Welly Femelia, SKM atas kebersamaan tidak ternilai yang telah terbangun selama ini, motivasi serta dukungan yang luar biasa

18.Keluargaku tersayang di kos Haji Arif 10, kak Rina Hudaya, Fitri, Izzah, Nia, dan Elly yang telah mengisi hari – hariku

19.Rekan – rekan seperjuangan di Peminatan Kesehatan Lingkungan, Amel, Adel, Rina, Rika, Adi, Fanji, Lia, Devia, Agnes, Dina, Fifie, Kiki, Popo, Lusi dan seluruh mahasiswa angkatan 2007 atas dukungannya kepada penulis

20.Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan serta diperlukan penyempurnaan, kritik dan saran yang membangaun dari semua pihak. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Akhir kata, semoga skripsi ini bisa bermanfaat.

Medan, Juni 2011 Penulis, Retno Farid


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstrack ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Limbah Industri ... 7

2.1.1. Pengertian Limbah Industri ... 7

2.1.2. Klasifikasi Limbah Industri... 7

2.2. Limbah Cair ... 7

2.2.1. Pengertian Limbah Cair ... 7

2.2.2. Sumber Air Limbah... 8

2.2.3. Parameter Air Limbah ... 8

2.2.4. Tujuan Pengolahan Limbah Cair Industri ... 10

2.2.5. Sistem Pengolahan Limbah Cair ... 10

2.3. Limbah Lumpur ... 15

2.3.1. Pengertian Lumpur Bor ... 15

2.3.2. Pengertian Limbah Lumpur ... 15

2.3.3. Jenis Lumpur Bor ... 16

2.3.4. Komposisi Lumpur Bor ... 16

2.3.5. Sifat-Sifat Fisik Lumpur Pengeboran ... 17

2.3.6. Adiktif ... 20

2.3.7. Fungsi Lumpur Bor ... 21


(10)

2.3.9. Parameter Limbah Lumpur ... 23

2.3.10.Pengolahan Limbah Lumpur Bor ... 25

2.3.11. Pengaruh Limbah Lumpur Terhadap Kesehatan Masyarakat ... 27

2.3.12. Pengaruh Limbah Lumpur Terhadap Lingkungan ... 28

2.4. Kerangka Konsep ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2. Waktu Penelitian ... 30

3.3. Objek Penelitian ... 31

3.4. Metode Pengambilan Sampel ... 31

3.4.1 Pengambilan Sampel Limbah Lumpur Setelah Pengolahan ... 31

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 32

3.6.1. Data Primer ... 32

3.6.2. Data Sekunder ... 33

3.7. Defenisi Operasional ... 33

3.8. Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 35

4.1 Gambaran Umum PT Chevron Pacific Indonesia ... 35

4.2 Proses Pengolahan Limbah Lumpur Bor di PT Chevron Pacific Indonesia ... 39

4.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 52

4.4 Kualitas Air Sungai Batang Pudu ... 54

BAB V PEMBAHASAN ... 55

5.1 Hasil Pemeriksaan Limbah Lumpur Bor PT Chevron Pacific Indonesia ... 55

5.1.1 Amonia (NH3-S) ... 55

5.1.2 Hidrogen Sulfida ... 55

5.1.3 COD ... 56

5.1.4 Minyak dan Lemak ... 56

5.1.5 pH ... 56

5.1.6 Phenol Total ... 56

5.1.7 TDS ... 56

5.1.8 Temperatur ... 57

5.2 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Batang Pudu... 59

5.2.1 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Batang Pudu Sebelum Masuknya Air Olahan Lumpur Bor ... 59


(11)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 64 6.1 Kesimpulan ... 64 6.2 Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Material Loss Circulation ... 21 Tabel 4.1 Jumlah Pekerja dan Jenis Pekerjaan Di PT Green

Planet Indonesia Tahun 2011 ... 40

Tabel 4.2 Laporan Harian Limbah Lumpur Bor Masuk dan Diolah

Selama Bulan Februari 2011 ... 49 Tabel 4.3 Laporan Harian Limbah Lumpur Bor Masuk dan Diolah

Selama Bulan Maret 2011 ... 51 Tabel 4.4 Hasil Analisis Kualitas Limbah Lumpur Bor PT Chevron Pacific

Indonesia Sebelum Dan Sesudah Pengolahan ... 53 Tabel 4.5 Hasil Analisis Kualitas Sungai Batang Pudu ... 56


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Observasi Sistem Pengolahan Limbah Lumpur Pengeboran Minyak Bumi PT Chevron Pacific Indonesia Duri Tahun 2011

Lampiran 2. Kuesioner Untuk Penanggung Jawab Pengelola Limbah Lumpur Bor PT Chevron Pacific Indonesia

Lampiran 3. Kuesioner Untuk Petugas Yang Menanggani Pengolahan Lumpur Bor PT Chevron Pacific Indonesia

Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Limbah Lumpur Sebelum dan Sesudah Pengolahan

Lampiran 5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kualitas Air Sungai Batang Pudu Sebelum dan Sesudah Masuknya Air Olahan Limbah Lumpur Bor Lampiran 6. Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 7. Sertifikat Telah Melakukan Penelitian Di PT Chevron Pacific Indonesia

Lampiran 8. Flow Process Diagram CMTF Arak PT Chevron Pacific Indonesia Lampiran 9. Lay Out CMTF Arak

Lampiran 10. Peta Lokasi Titik Pengambilan Sampel Pada Sungai Batang Pudu Lampiran 11. Daftar Gambar

Lampiran 12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Minyak Dan Gas Serta Panas Bumi

Lampiran 13 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air


(14)

ABSTRAK

Peningkatan kegiatan industri saat ini yang sangat pesat telah menyebabkan dampak terhadap lingkungan. Sebagian besar perkembangan industri tidak diiringi pengendalian terhadap dampak negatif dari limbah yang dihasilkan.

Salah satu industri yang berkontribusi dalam pencemaran lingkungan adalah industri perminyakan. Diantara industri perminyakan tersebut adalah PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Limbah yang dihasilkan dari aktivitas pengeboran minyak bumi salah satunya adalah limbah lumpur bor. Pengolahan limbah lumpur bor dilakukan PT CPI secara terpadu yang disebut Centralized Mud Treating Facility (CMTF).

Penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu menggambarkan hasil pengamatan pengolahan limbah lumpur bor dan pemeriksaan laboratorium terhadap parameter limbah lumpur bor yang diambil pada inlet, outlet serta pemeriksaan kualitas air sungai yang diambil saat sebelum dan sesudah masuknya effluent lumpur bor.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium menurut PerMen LH No.04 Tahun 2007 didapat parameter sebelum pengolahan di Pit A (inlet) yang melebihi baku mutu adalah H2S, COD dan pH. Sedangkan setelah pengolahan di Pit 3 (outlet) semua parameter berada di bawah baku mutu. Hasil pemeriksaan kualitas air sungai Batang Pudu dari 31 parameter yang diperiksa menurut PP RI No 82 Tahun 2001 pada titik sebelum masuknya air olahan lumpur bor parameter yang melebihi baku mutu adalah amoniak, fosfat, nitrit, minyak dan lemak. Sedangkan pada titik sesudah masuknya air olahan lumpur bor parameter yang melebihi nilai baku mutu adalah amoniak, sulfid, COD, BOD, Besi (Fe), minyak dan lemak.

Disarankan kepada pihak PT Chevron Pacific Indonesia agar selalu melakukan pemantauan terhadap kualitas sungai Batang Pudu untuk memantau pengaruh masuknya air olahan limbah lumpur bor.


(15)

ABSTRACT

The increasing of industrial activity nowhas caused a very rapid impact on the environment. Most of the industrial development are not accompanied by control over the negative impact of waste.

One of the industries contributing to environmental pollution is the oil industry. Among the petroleum industry is PT Chevron Pacific Indonesia. Oil drilling activity has conducted by PT Chevron is some of the waste generated, drill mud waste. In wastewater treatment sludge drill PT Chevron has integrated processing units called Centralized Mud Treating Facility (CMTF).

This study was a descriptive survey that describes the results of drilling mud waste treatment observation and laboratory examination of the parameters of drilling mud wastes took at the inlet, outlet and river water quality as water bodies was receiving wastewater taken on before and after the entry of effluent.

The results of laboratory tests by Permen LH No. 04 2007 found levels of each parameter before processing in Pit A (inlet) parameter that exceeded the quality standard were H2S, COD and pH. Meanwhile, after processing in the Pit 3 (outlet) there were no parameter that exceeded the quality standard. The assessment of river water quality Batang Pudu of 31 parameters to be examined by Government Decree No. 82 2001 at a point before the entry of sewage sludge treated water exceeded the quality standard parameters were ammonia, phosphate, nitrate, oils and fats. That at the point after the entry of waste water sludge which exceeded the parameters of quality standard were ammonia, sulfid, COD, BOD, Iron (Fe), oils and fats.

It is suggested to the PT Chevron Pacific Indonesia to keep monitoring the quality of the river Batang Pudu entry of treated water due to the influence of drilling mud waste. Keywords: drilling mud waste treatment, river quality Batang Pudu


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Peningkatan kegiatan industri menurut Ginting (2007) yang demikian pesat telah mulai menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, baik dampak fisik, kimia maupun sosial ekonomi dan budaya. Akhir-akhir ini kegiatan industri mulai menjadi perhatian masyarakat secara serius karena dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan karena menggunakan bahan baku yang tidak dapat dipulihkan, menggunakan bahan baku yang dapat merusak ekosistem dan membuang limbah yang dapat mencemari lingkungan hidup.

Definisi lingkungan hidup menurut UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup Pasal 1 (ayat 1) adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan prikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan definisi pencemaran lingkungan sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup Pasal 1 (ayat 12) adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Bahan buangan yang tidak diinginkan itu dilabeli dengan sebutan limbah. Limbah bisa berupa zat cair, padat dan gas. Di masa sekarang


(17)

buangan yang memasuki lingkungan akan banyak berupa zat beracun dan berbahaya (B3), yang jumlahnya akan semakin bertambah dan semakin beragam.

Pembuangan limbah tanpa melakukan proses pengolahan terlebih dahulu karena adanya unsur kelalaian dan kesengajaan merupakan awal petaka bagi pencemaran lingkungan. Wardhana (2001) menyatakan bahwa limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan industri selain dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, limbah tersebut juga berpotensi menimbulkan gangguan bagi kesehatan manusia dan gangguan estetika. Secara umum dampak limbah industri dapat terjadi secara langsung dirasakan oleh manusia maupun secara tidak langsung yaitu terjadinya kerusakan lingkungan yang akhirnya berdampak terhadap manusia.

Menurut Mukhrizal (2006) mengingat besarnya dampak negatif yang dampak ditimbulkan limbah terhadap penurunan kualitas lingkungan, pengolahan limbah sangat diperlukan dan diharuskan bagi setiap industri. Dampak negatif pada manusia dapat dinilai dengan adanya keluhan masyarakat terhadap keberadaan limbah disekitar mereka. Keluhan tersebut dapat berupa gangguan pencernaan, penyakit kulit dan sistem tubuh lainnya. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah nyata dalam upaya-upaya pencegahan dan penanggulangannya. Berdasarkan pendapat Ginting (2007), pencegahan adalah usaha menahan atau meniadakan zat pencemar dalam kegiatan industri yang biasanya dilakukan pada saat proses produksi. Sedangkan penanggulangan adalah suatu usaha dimana bahan pencemar telah memasuki lingkungan atau setidak-tidaknya akan segera memasuki lingkungan, biasanya dilakukan setelah proses produksi berlangsung.


(18)

Namun, kenyataan yang sering terjadi di lapangan pihak perusahaan beranggapan bahwa kajian lingkungan yang dilakukan untuk pengolahan limbah industri merupakan biaya operasional tambahan yang seharusnya bisa tidak dikeluarkan. Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang tidak memanfaatkan pengolahan limbahnya dengan baik sesuai undang-undang dan baku mutu yang telah ditetapkan.

Salah satu industri yang limbahnya berkontribusi dalam pencemaran lingkungan adalah industri perminyakan. Di Indonesia terdapat sebuah perusahaan minyak terbesar di Indonesia milik Amerika Serikat yang bernama PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Salah satu wilayah operasi perusahaan ini berada di pulau Sumatera tepatnya di Provinsi Riau. Diantara beberapa daerah di Riau yang menjadi lokasi pengeboran minyak Chevron adalah Duri. Perusahaan ini telah memulai operasinya di Duri sejak tahun 1941 dengan rata-rata produksi minyak mentah mencapai 200.000 barrel per hari.

Dari kegiatan pengeboran minyak ini salah satu limbah yang dihasilkan adalah limbah lumpur bor. Limbah lumpur bor berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan makhluk hidup apabila tidak diolah terlebih dahulu sebelum dilepas ke lingkungan karena lumpur bor sengaja dibuat dengan berbagai campuran bahan kimia. Dalam pengolahan limbah lumpur pengeboran, PT Chevron mempunyai instalasi sendiri dengan menggunakan teknologi terbaik dibawah pengawasan dan dikelola oleh tenaga yang berpengalaman dibidangnya. Perusahaan ini menggunakan metode pengolahan limbah lumpur terpadu yang dikenal dengan Centralized Mud


(19)

Treating Facility (CMTF) dalam pengolahan limbah lumpur bornya dan pengelolaan diserahkan kepada subkontraktor. CMTF milik PT Chevron Pacific Indonesia tersebar di lima titik di Riau, yaitu Arak, Bangko, Minas, Kota Batak dan Duri Field area 6. Namun, dari kelima CMTF tersebut, CMTF Arak yang memiliki tantangan yang lebih besar karena berbatasan langsung dengan masyarakat Sakai sehingga sering kali isu pencemaran dialamatkan pada CMTF Arak.

Selama beroperasi CMTF telah mematuhi prosedur kerja berdasarkan Standart Operasional Procedure (SOP) perusahaan yang disesuaikan dengan baku mutu undang-undang lingkungan tentang effluent limbah lumpur yang diperbolehkan dilepaskan ke lingkungan. Namun, kenyataan di lapangan pada saat-saat tertentu terdapat suatu keadaan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya seperti kebocoran limbah lumpur, pengaruh alam ataupun ulah tangan-tangan jahil yang mengakibatkan terjadinya perubahan kualitas lingkungan, khususnya kualitas air sungai Batang Pudu yang berada di sekitar lokasi pengolahan lumpur CMTF Arak, dimana air sungai tersebut sebagai sumber air bagi penduduk Sakai di desa Batang Pudu. Isu pencemaran telah beberapa kali ditujukan pada CMTF Arak, kasus terbarunya terjadi pada bulan Desember 2010.

Menurut beberapa media massa lokal yang meliput kejadian tersebut menjelaskan bahwa CMTF Arak telah sengaja membuang limbah ke sungai Batang Pudu sehingga menyebakan kematian ikan dan keluhan penyakit kulit. Kejadian ini mengundang suatu reaksi protes penduduk ke PT Chevron karena dengan banyaknya ikan yang mati menyebabkan mata pencaharian masyarakat terganggu.


(20)

Pemeriksaan kualitas air sungai Batang Pudu pernah dilakukan oleh pihak ketiga dan pemerintah terkait isu pencemaran tersebut. Salah satu pihak ketiga yang ikut melakukan analisa adalah Tim Ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007, menurut mereka dari hasil tes laboratorium yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa sungai Batang Pudu dinyatakan positif tercemar Limbah B3 yang berasal dari CMTF Arak. Penyebab dari pencemaran ini adalah karena di sekitar daerah pengolahan limbah tidak ada dinding pembatas kolam, sehingga limbah meluap mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimanakah Sistem Pengolahan Limbah Lumpur Pengeboran Minyak Bumi di PT Chevron Pacific Indonesia Duri dan analisis laboratorium effluent lumpur bor sesudah pengolahan.

1.2.Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Sistem Pengolahan Limbah Lumpur Pengeboran Minyak Bumi dan Kualitas Air Olahan Lumpur Bor Setelah Pengolahan di PT Chevron Pacific Indonesia Duri” 1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui sistem pengolahan limbah lumpur pengeboran minyak bumi di PT Chevron Pacific Indonesia Duri, mengetahui kualitas air olahan lumpur bor sesudah dilakukan pengolahan.


(21)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui kualitas air olahan lumpur pengeboran minyak bumi pada PT Chevron Pacific Indonesia Duri sesudah pengolahan (COD, H2S, NH3, Phenol, pH, Temperatur, Minyak dan Lemak, )

2. Mengetahui bagaimanakah sistem pengolahan limbah lumpur pengeboran minyak bumi yang dilakukan PT Chevron Pacific Indonesia Duri

3. Mengetahui sarana dan peralatan yang digunakan dalam pengolahan limbah lumpur bor di PT Chevron Pacific Indonesia Duri

1.4.Manfaat Penelitian

a. Menambah pengetahuan penulis dalam masalah penangganan limbah lumpur pengeboran minyak bumi.

b. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran kepada pihak perusahaan agar dapat meningkatkan pengawasan terhadap mutu limbah lumpur yang dibuang ke lingkungan guna peningkatan kesehatan lingkungan.

c. Sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya dalam meningkatkan proses pengolahan limbah lumpur pengeboran minyak bumi.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat banyaknya bagian-bagian yang menanggani limbah yang dihasilkan dalam proses pengeboran minyak bumi di PT Chevron Pacific Indonesia Duri, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian hanya pada bagian yang menangani instalasi pengolahan limbah lumpur pengeboran.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Industri

2.1.1. Pengertian Limbah Industri

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya (Ginting, 2007). 2.1.2. Klasifikasi Limbah Industri

Berdasarkan nilai ekonominya limbah dibedakan menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu limbah yang walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Kristanto, 2002).


(23)

2.2.1. Pengertian Limbah Cair

Secara umum dapat dikemukakan bahwa limbah cair adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat-tempat umum lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985).

2.2.2. Sumber Air Limbah

Beberapa sumber air limbah antara lain adalah (Kusputranto, 1985) :

1. Air limbah rumah tangga (domestic wastes water) 2. Air limbah kota praja (municipal wastes water) 3. Air limbah industri (industrial wastes water) 2.2.3. Parameter Air Limbah

Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah antara lain : (Kusnoputranto, 1985).

1. Kandungan Zat Padat

Yang diukur dari kandungan zat padat ini adalah dalam bentuk Total Solid Suspended (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS). TSS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air yang tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. TDS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan pada air yang sifatnya terlarut dalam air.


(24)

Zat organik di dalam penguraiannya memerlukan oksigen dan bantuan mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan mengukur BOD (Biochemical Oxygen Demand) dari buangan tersebut. BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik bahan-bahan organik dalam larutan, di bawah kondisi waktu dan suhu tertentu (biasanya lima hari pada 200C).

3. Kandungan Zat Anorganik

Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk mengawasi kualitas air limbah antara lain : Nitrogen dalam senyawaan Nitrat, Phospor, H2O dalam zat beracun dan logam berat seperti Hg, Cd, Pb dan lain-lain.

4. Gas

Adanya gas N2, O2, dan CO2 pada air buangan berasal dari udara yang larut ke dalam air, sedangkan gas H2S, NH3, dan CH4 berasal dari proses dekomposisi air buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur DO (Dissolved Oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam sering digunakan untuk menentukan banyaknya/besarnya pencemaran organik dalam larutan, makin rendah DO suatu larutan makin tinggi kandungan zat organiknya.

5. Kandungan Bakteriologis

Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia. Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja manusia yang sakit. Untuk menganalisa bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan cukup sulit sehingga parameter mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform


(25)

(MPN/ Most Probably Number) dalam sepuluh mili buangan serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform tinja dalam seratus mili air buangan.

6. pH (Derajat Keasaman)

Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang kecil akan menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke perairan terbuka.

7. Suhu

Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara tapi lebih tinggi daripada suhu air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air. Kecepatan reaksi atau pengurangan, proses pengendapan zat padat serta kenyamanan dalam badan-badan air.

2.2.4. Tujuan Pengolahan Limbah Cair Industri

Pengolahan limbah cair industri mempunyai tujuan (Pandia, 1995) : 1. Penghilangan bahan tersuspensi dan terapung

2. Penghilangan organisme patogen

3. Pengolahan bahan organik yang terbiodegradasi

4. Peningkatan pengertian tentang dampak pembuangan limbah yang tidak diolah atau sebagian diolah terhadap lingkungan.

5. Peningkatan pengetahuan dan pemikiran tentang efek jangka panjang yang mungkin akan ditimbulkan oleh komponen tertentu dalam limbah yang dibuang ke badan air. 6. Peningkatan kepedulian nasional untuk perlindungan lingkungan.


(26)

7. Pengembangan berbagai metoda yang sesuai untuk pengolahan limbah. 2.2.5. Sistem Pengolahan Limbah Cair

Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia, dan biologis atau gabungan ketiga sistem pengolahan tersebut. Berdasarkan sistem unit operasinya teknologi pengolahan limbah diklasifikasikan menjadi unit operasi fisik, unit operasi kimia dan unit operasi biologi. Sedangkan bila dilihat dari tingkatan perlakuan pengolahan maka sistem pengolahan limbah diklasifikasi menjadi : Pre treatment, Primary treatment system, Secondary treatment system, Tertiary treatment system. Setiap tingkatan treatment terdiri pula atas sub-sub treatment yang satu dengan yang laain berbeda.

1. Pre Treatment

Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak dan proses menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan adalah :

a. Saringan (bar screen) b. Pencacah (communitor)

c. Bak penangkap pasir (grit chamber)

d. Penangkap lemak dan minyak (skimmer and grease trap) e. Bak penyetaraan (equlization basin)

2. Primary Treatment

Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengurangi kandungan padatan tersuspensi melalui proses pengendapan (sedimentation). Pada proses pengendapan


(27)

partikel padat dibiarkan mengendap ke dasar tangki. Bahan kimia biasanya ditambahkan untuk menetralisasi dan meningkatkan kemampuan pengurangan padatan tersuspensi. Dalam unit ini pengurangan BOD dapat mencapai 35% sedangkan suspended solid berkurang sampai 60%. Pengurangan BOD dan padatan pada tahap awal ini selanjutnya akan membantu mengurangi beban pengolahan tahap kedua.

3. Secondary Treatment

Pengolahan kedua ini mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada proses ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jumlah air limbah, tingkat kekotoran, jenis kotoran yang ada dan sebagainya reaktor pengolahan lumpur aktif (activated sludge) dan saringan penjernihan biasanya dipergunakan dalam tahap ini. Pada proses penggunaan lumpur aktif, maka air limbah yang telah lama ditambahkan pada tangki aerasi dengan tujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri secara cepat agar proses biologis dalam menguraikan bahan organik berjalan lebih cepat. Lumpur aktif tersebut dikenal sebagai MLSS (Mizeed Liquiour Suspended Solid), dalam proses biologis ada dua hal yang penting yaitu:

a.Proses Penambahan Oksigen

Pengambilan zat pencemar yang terkandung di dalam air limbah merupakan tujuan pengolahan air limbah. Penambahan oksigen adalah salah satu usaha dari pengambilan zat pencemar tersebut sehingga konsentrasi zat pencemar akan berkurang atau bahkan dihilangkan sama sekali. Zat yang diambil dapat berupa gas, cairan ion, koloid, atau bahan tercampur.


(28)

b.Pertumbuhan bakteri dalam bak reaktor

Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam air limbah. Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-bahan organik tersebut. Bakteri yang digunakan ini memerlukan bahan-bahan makanan, yaitu lumpur. Untuk penambahan bahan makanan agar persediaan makan lebih banyak maka digunakan lumpur. Lumpur yang digunakan untuk penambahan makanan ini disebut lumpur aktif (activated sludge). Pemberian lumpur aktif ini dilakukan sebelum memasuki bak aerasi dengan mengambil lumpur dari bak pengendapan kedua atau dari bak pengendapan akhir (final sedimentation tank). 4. Tertiary Treatment

Pengolahan ini adalah lanjutan dari pengolahan terdahulu, pengolahan jenis ini baru akan dipergunakan apabila pada pengolahan pertama dan kedua masih banyak terdapat zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat umum. Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat terbanyak dalam air limbah, biasanya dilaksanakan pada pabrik yang menghasilkan air limbah yang khusus pula. Beberapa jenis pengolahan yang sering dipergunakan antara lain :

a. Saringan pasir

Penyaringan adalah pengurangan lumpur tercampur dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan pada media yang porous. Saringan pasir ini ada 2 jenis yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat.


(29)

Penyaring dengan multimedia ini dengan menggunakan saringan yang berbeda granulanya, misalnya : 0,5 meter antrasit dengan diameter 1 milimeter pada bagian atas 0,3 meter pasir silika dengan diameter 0,5 m. Satu set penyaring menghasilkan 2,7 - 5,4 liter/meter kubik perdetik.

c. Micro Staining

Saringan micro staining terdiri dari bahan drum yang diputar, sedangkan drum itu dibungkus ayakan bahan stainless steel. Pada penggunaannya drum diputar dengan 2/3 bagian dari drum terendam di dalam air limbah sehingga air yang cukup jernih dapat masuk ke dalam drum sedangkan lumpur tertahan pada ayakan pembungkusnya dan melekat sehingga ikut terangkat ke atas pada waktu berputar.

c. Vaccum Filter

Saringan ini terdiri dari drum horizontal yang dilapisi dengan filter medium atau spiral, kemudian diputar dalam campuran lumpur dan limbah dengan ¼ bagian dari drum terendam larutan.

d. Penyerapan

Penyerapan secara umum adalah proses pengumpulan benda-benda terlarut yang terdapat dalam antara dua permukaan.

e. Pengurangan besi dan mangan

Keberadaan ferric dan manganic larutan dapat berbentuk dengan adanya pabrik tenun, kertas dan proindustri. Fe dan Mn dapat dihilangkan dari dalam air dengan melakukan oksidasi menjadi Fe (OH)3 dan MnO2 yang tidak larut dalam


(30)

air, kemudian diikuti dengan pengendapan dan penyaringan. Oksidator utama adalah molekul-molekul oksigen dari udara, klosin atau KmnO4 .

f. Osmosis bolak-balik

Osmosis bolak-balik adalah satu diantara sekian banyak teknik pengurangan bahan mineral yang diterapkan untuk memproduksi air yang siap dipergunakan lagi.

g. Pembunuhan bakteri (desinfektan)

Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme patogen yang ada dalam air limbah.

h. Pengolahan lanjut (ultimate disposal)

Dari setiap tahap pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu dilakukan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut dapat digunakan kembali untuk keperluan kehidupan misalnya untuk menimbun lubang.

2.3. Limbah Lumpur

2.3.1. Pengertian Lumpur Bor

Lumpur bor adalah fluida yang dipakai dalam pengeboran yang terdiri dari bahan dasar atau bahan aditif atau hasil campuran keduanya yaitu bahan dasar dan bahan aditif (PerMen ESDM RI, 2006).

Bahan dasar adalah fluida dasar lumpur bor dalam bentuk bahan dasar air, bahan dasar minyak dan bahan dasar sintetis. Bahan aditif adalah bahan tambahan


(31)

untuk pembuatan lumpur, dapat berupa padatan atau cairan yang dicampurkan pada bahan dasar dengan fungsi khusus.

Lumpur pemboran menurut definisi API (American Petroleum Institute, 2003) adalah fluida sirkulasi yang digunakan dalam pemboran dan memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan proses pemboran itu sendiri.

Lumpur pengeboran adalah fluida yang digunakan dalam proses pengeboran yang diedarkan atau dipompakan dari permukaan melalui pipa bor menuju mata bor dan akan kembali ke permukaan melalui Annulus (celah antara pipa bor dengan lubamg sumur) sambil membawa cutting pemboran (Growcock, 2005).

2.3.2. Pengertian Limbah Lumpur

Limbah lumpur adalah sisa-sisa pemakaian lumpur bor yang telah dipergunakan pada proses pengeboran minyak dan tidak dipergunakan lagi (PerMen ESDM RI, 2006).

2.3.3. Jenis Lumpur Bor

1. Fresh Water Muds

Lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan kadar garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat garam) berfungsi sebagai fase kontinyu 65% berat bobot dan clay sebagai pembentuk mud itu sendiri.


(32)

Lumpur ini digunakan untuk membor garam massive (saltdome) atau salt

stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada aliran garam yang terbor.

3. Oil Base Mud

Lumpur yang dibuat dengan minyak sebagai fase kontinyu dan attapulgite sebagai pengganti bentonite memiliki kadar air dibawah 3 - 5% volume untuk mengontrol viscositas, menaikan gel strength, efek kontaminasi, untuk menaikan gel strength perlu ditambahkan zat kimia. Manfaat dari Oil Base Mud adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit dan mempermudah pemasangan casing dan liner.

4. Gaseous Drilling Fluids

Lumpur yang dibuat dengan udara atau gas sebagai fase continue dan air sebagai fase dispersant dibawah 5% volume total, lumpur ini digunakan pada pemboran daerah yang memiliki kondisi air sangat minim serta pada pemboran daerah dengan jenis batuan yang sangat keras dan bertemperatur tinggi.

2.3.4. Komposisi Lumpur Bor

Lumpur bor secara umum terbuat dari bongkahan bentonit yang dicampur dengan air untuk viskositas yang diinginkan. Bahan aditif lain yang juga ditambahkan adalah barium sulfat (barit), kalsium karbonat (kapur) atau hematite yang berfungsi sebagai pemberat, caustic soda (NaOH) dan potassium hydroxide sebagai pengatur pH serta bahan tambahan lainnya, seperti pengatur air tapisan (fluid loss control), penstabil lapisan lempung (shale stabilizer). Sedangkan bongkahan bentonit sendiri


(33)

berfungsi sebagai pengental lumpur (viscofisier) dengan komposisi terbesar dari adonan lumpur ini adalah air.

2.3.5. Sifat-Sifat Fisik Lumpur Pengeboran

1. Berat Jenis

Berat jenis lumpur pengeboran sangat besar pengaruhnya dalam mengontrol tekanan formasi, sebab dengan naiknya berat jenis lumpur maka tekanan lumpur akan naik pula.

Dengan perhitungan sebagai berikut :

Dimana : D = Berat jenis lumpur W = Berat lumpur V = Volume lumpur 2. Tekanan Hidrostatik

Tekanan hidrostatik lumpur didefinisikan sebagai fungsi tekanan per satuan luas yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut :

Dimana : P = Tekanan hidrostatik lumpur A = Luas penampang

h = Tinggi kolom lumpur D = W

V


(34)

D = Berat jenis 3. Viskositas

Salah satu sifat lumpur yang menentukan daya tahan terhadap pergerakan, dimana tahanan ini terjadi disebabkan oleh pergesekan antar partikel-partikel dari lubang bor. Viskositas menyatakan kekentalan dari lumpur bor, dimana viskositas memegang peranan dalam pengangkatan serbuk bor ke permukaan. Makin kental lumpur, maka pengangkatan cutting kurang sempurna, dan akan mengakibatkan cutting tertinggal didalam lubang bor serta mengakibatkan tejepitnya rangkaian pipa pemboran. Akan tetapi bila lumpur pemboran mempunyai harga viskositas yang terlalu tinggi maka dapat mengakibatkan permasalahan pemboran seperti loss circulation.

4. Gel Strength

Waktu lumpur bersirkulasi besaran yang berperan adalah viskositas, sedangkan ketika sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur akan menjadi gel saat tidak ada sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh gaya tarik menarik antara partikel-partikel padatan lumpur. Saat lumpur berhenti bersirkulasi, lumpur harus mempunyai gel strength yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur agar jangan turun, sehingga padatan tidak menumpuk dan mengendap di annulus, dan mencegah pipa terjepit. Akan tetapi jika gel strength terlalu tinggi akan menyebabkan beratnya kerja pompa lumpur untuk memulai sirkulasi kembali. Walaupun pompa mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh mempompakan lumpur dengan daya yang besar karena formasi akan pecah.


(35)

Bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-menarik antar partikel. Jadi Yield Point merupakan angka yang menunjukkan shearing stress yang diperlukan untuk mensirkulasikan lumpur kembali. Dengan kata lain lumpur tidak akan dapat sirkulasi sebelum diberikan shearing stress sebesar yield point. Yield Point sangat penting diketahui untuk perhitungan hidrolika lumpur, dimana yield point mempengaruhi hilangnya tekanan waktu lumpur disirkulasikan.

6. Filtrasi dan Mud cake

Ketika terjadi kontak antara lumpur dan batuan porous, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang ke dalam batuan disebut filtrate, sedangkan partikel-partikel besar tertahan di permukaan dan membentuk lapisan batuan disebut mud cake.

7. pH Lumpur

pH dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur bor. pH dari lumpur yang dipakai berkisar 8.5 – 12. Jadi lumpur bor yang digunakan adalah dalam suasana basa. Lumpur sebaiknya tidak terlalu basa karena akan menaikkan viskositas dan gel strength dari lumpur.


(36)

Aditif merupakan bahan yang ditambahkan sehingga mud memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada saat pemboran berlangsung, adapun aditif yang dipakai dalam pemboran meliputi :

a. Thinner: Material yang ditambahkan untuk mengurangi densitas lumpur

Contoh: Lignosulfonate, Lignin, Alkylene oxide polimer, Quebranco (Dispersant), Phosphate, Sodium tanate, Surfactant.

c. Viscosifier: Material yang ditambahkan kedalam lumpur untuk mengontrol viscositas. Contoh: Clay, Acrylic polimer, Hidroksi metil selulosa, Polimer, viscosifier, Polysaccharide.

d. Weighting agent: Material yang ditambahkan kedalam lumpur untuk menambah berat lumpur. Contoh : Galena, Barite, Kalcium karbonate.

e. Special aditif: Material khusus untuk lumpur. Contoh: Viscositas reducer, Chemical breaker, Fluid loss reducer, pH adjustment.

f. Loss circulation material: bahan yang ditambahkan pada lumpur untuk menanggulangi loss pada pemboran. Contoh seperti tertera pada Tabel dibawah ini :


(37)

Tabel 2.1 Material yang Ditambahkan untuk Menangani Terjadinya Loss Circulation

Bahan Tipe

Kulit Kacang Butiran

Plastik Butiran

Batu Kapur Butiran

Belerang Butiran

Percite Butiran

Cellophane Lembaran

Serbuk Gergaji Serat

Rumput Ilalang Serat

Jerami Serat

Kulit Biji Kapas Butiran

Ilalang Rawa Serat

Kertas Kaca Lembaran

Hancuran Kayu Serat

Sumber : Mufhashal, 2010 2.3.7. Fungsi Lumpur Bor

Secara umum, ada beberapa fungsi dari penggunaan lumpur dalam proses pemboran. Diantaranya sebagai berikut :


(38)

1. Melumasi dan mendinginkan mata bor. Gesekan antara mata bor dengan formasi (batuan) akan menimbulkan panas, dengan aliran lumpur dapat menurunkan suhunya.

2. Memberikan tekanan hidrolik ke motor yang mendorong mata bor di dasar lubang.

3. Mengangkat serpihan batuan (cutting) ke permukaan.

4. Membawa semen dan bahan lainnya ke tempat yang dibutuhkan dalam sumur.

5. Menjaga cutting tidak jatuh kedasar lubang bor saat pemboran dihentikan sementara,

6. Menahan sebagian berat drill pipe dan casing: selama proses pemboran berlangsung berat drill pipe serta casing dapat menimbulkan efek penekanan terhadap formasi, lumpur akan mengurangi effek tersebut dengan memberiikan gaya angkat keatas

7. Mengurangi efek negatif pada formasi: saat pemboran berlangsung lumpur akan menjaga lubang bor terhadap tekanan yang diberikan oleh formasi. 8. Mendapatkan informasi (mud log, sample log): dalam pemboran

kadang-kadang lumpur dianalisa apakah mengandung hidrokarbon atau tidak, pemeriksaan cutting sampel pun dapat menentukan formasi apa yang sedang ditembus.


(39)

Adapun langkah-langkah pembuatan lumpur dalam proses pemboran minyak bumi adalah :

1.Tambahkan natrium hidroksida sebanyak 0.25 lb/bbl dan 0.12 lb/bbl kalium hidroksida untuk membuang ion kalsium dan magnesium dalam air. Akan tetapi bila air tidak mengandung magnesium, kalium hidroksida tidak perlu digunakan.

2. Larutkan bentonite dalam air, maksudnya adalah membuat larutan yang terdiri hanya dari bentonite tanpa ada campuran bahan lainnya.

3.Untuk mencampur polimer, mulai dengan mengencerkan polimer terlebih dahulu. Jika lumpur menjadi terlalu kental tambahkan kalium klorida guna effisiensi pemompaan, garam ini akan mengurangi viskositas, jaga batas pH antara 9.0 - 9.5. setelah viskositas telah dikurangi, tambahkan polimer yang tersisa.

4.Tambahkan barite dan mulailah mengaduk lumpur sampai setara kekentalannya, periksa viskositas dan densitas secara berkala karena viskositas mungkin akan menurun akibat pengadukan awal. Bila terus terjadi tambahkan polimer penambah viskositas atau prehidrat bentonite. 2.3.9. Pengolahan Limbah Lumpur Bor

Tujuan utama pengolahan limbah lumpur bor adalah menurunkan kadar zat-zat kimia yang terkandung dalam lumpur bor sampai pada tingkat yang diizinkan dilepas ke lingkungan setelah dibandingkan dengan angka baku mutu menurut PerMen LH No. 04 Tahun 2007. Lumpur sisa pemboran merupakan limbah yang


(40)

memerlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dilepas ke lingkungan setelah semua parameter pemeriksaan di bawah baku mutu baik yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan teori pengolahan limbah cair, ada lima langkah pengolahan untuk mengolah limbah lumpur bor ini, yaitu :

1. Pre Treatment

Pada tahap ini lumpur dari lokasi pemboran akan ditampung pada sebuah kolam yang disebut Pit. Pelakuan pertama di Pit ini adalah penyaringan menggunakan screen bar terhadap padatan-padatan kasar, seperti plastik, kayu, dedaunan yang ikut terbawa bersama lumpur ketika disedot dengan vaccum truck. Selain itu pada tahap Pre treatment dilakukan juga pemisahan minyak dari cairan menggunakan pelampung minyak yang dinamakan floating boom. Minyak yang memiliki berat jenis lebih ringan daripada air akan mengapung ke atas dan akan melekat pada pelampung minyak.

2. Primary Treatment

Tahap selanjutnya adalah tahap pengolahan pertama. Perlakuan pada tahap ini adalah pemisahan antara padatan dan cairan dengan menginjeksikan bahan kimia. Tahap ini disebut juga Chemical Treatment. Zat kimia yang diinjeksi memiliki fungsi untuk mempercepat proses pengendapan di tangki sedimentasi. Zat kimia yang diinjeksi pertama kali adalah Aluminium sulfat (Al2SO4) berfungsi sebagai flokulan yang membentuk flok-flok sehingga terpisah padatan dengan cairan. Selanjutnya injeksi coastic soda (NaOH) yang berfungsi menetralkan pH setelah pemberian Al2SO4. Berikutnya injeksi koagulan berupa polimer untuk membentuk flok-flok


(41)

yang lebih besar sehingga mempercepat proses pengandapan secara gravitasi. Setelah penginjeksian ketiga zat kimia ini limbah akan diendapkan untuk memisahkan padatan dan cairannya.

3. Secondary Treatment

Pada tahap ini dilakukan filtrasi menggunakan saringan pasir dan saringan karbon. Fungsi dari keduanya berbeda, saringan pasir berfungsi menyaring padatan yang masih terdapat dalam cairan sedangkan saringan karbon berfungsi sebagai penangkap atau penyerap zat-zat organik yang terlarut dalam cairan.

4. Tertiery Treatment

Pada tahap ini cairan akan ditampung pada sebuah Pit untuk di aerasi dengan aerator. Fungsi aerasi ini adalah menyuplai O2 untuk pengolahan secara biologi oleh bakteri aerobik untuk penurunan kadar COD dalam limbah. Kemudian limbah akan dialirkan ke dalam multimedia filter yang terdiri dari pasir silika, zeolit dan kerikil. Berikutnya limbah akan disaring dengan ultra filtrasi dan reverse osmosis.

5. Ultimate Treatment

Pada tahap ini merupakan pengolahan lanjutan dari serangkaian pengolahan limbah lumpur. Pengolahan lanjutan terhadap limbah lumpur bor adalah pengolahan padatan yang telah dipisahkan dari cairan, dikumpulkan pada sebuah tanki khusus yang disebut solid tank. Padatan ini akan dipress terlebih sehingga benar-benar kering


(42)

dan dimanfaatkan menjadi bahan baku batako yang dicampur dengan bahan lain, pasir dan semen.

2.3.10. Parameter Air Olahan Lumpur Bor 1. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan agar limbah organik yang ada dalam air limbah dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Penetapan COD berfungsi untuk mengukur banyaknya oksigen setara dengan bahan organik dalam sampel air, yang dioksidasi oleh senyawa oksidator kuat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa COD adalah oksidator kuat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam air (Sunu, 2001).

2. pH (Derajat Keasaman)

Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang kecil akan lebih menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke perairan terbuka.

3. Gas

Gas H2S dan NH3 yang ditemukan dalam lumpur berasal dari proses dekomposisi air buangan.


(43)

Salah satu komponen anorganik yang terkandung dalam limbah lumpur adalah Phenol. Phenol dengan konsentrasi 0.005/liter dalam air minum menimbulkan rasa dan bau bereaksi dengan khlor yang membentuk khlorophenol (Ginting, 2007). 5. Oil dan Grease

Minyak dan lemak dan merupakan bahan organis bersifat tetap dan sukar diuraikan bakteri. Limbah ini membuat lapisan pada permukaan air sehingga membentuk selaput. Berat jenisnya yang lebih kecil dari air maka minyak tersebut berbentuk lapisan tipis di permukaan air dan menutup permukaan yang mengakibatkan terbatasnya oksigen masuk dalam air.

6. Temperatur

Limbah yang mempunyai temperatur panas yang akan mengganggu pertumbuhan biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar pada suhu tinggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah.

2.3.11. Pengaruh Limbah Lumpur Terhadap Kesehatan Masyarakat

Keberadaan limbah lumpur pengeboran di lingkungan apabila tidak dilakukan pengolahan sebelumnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia, khususnya yang bermukim di sekitar pembuangan limbah lumpur dan berhubungan


(44)

langsung dengan limbah lumpur. Gangguan dapat bersifat akut dan kronis. Hal ini disebabkan oleh kandungan dalam lumpur yang berbahaya bagi manusia jika terkontaminasi. Beberapa parameter lumpur bor yang diperiksa dan dinilai berbahaya bagi kesehatan manusia adalah Phenol, Khlorida, Fluorida dan Logam berat. Efek yang ditimbulkan masing-masing kandungan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Karakteristik dari senyawa Phenol merupakan senyawa berwarna merah muda yang mudah masuk dalam kulit sehat dan menimbulkan rasa terbakar. Keracunan akut menyebabkan gejala gastro-intestinal, sakit perut, kelainan koordinasi bibir, mulut dan tenggorokan. Dapat pula terjadi perforasi usus. Keracunan khronis menimbulkan gejala gastro-intestinal, sulit menelan dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati dan dapat pula diikuti kematian.

b. Dalam

kemungkinan pengeboran ke dalam formasi air asin bertekanan tinggi. Efek buruk Khlorida terhadap manusia adalah penyakit ginjal dan overactivity dari kelenjar paratiroid (Hiperparatiroidisme), mengakibatkan kelebihan produksi hormon paratiroid (PTH) dalam mengatur kadar kalsium dan fosfat sehingga terjadi kelebihan kalsium dan fosfat dalam tubuh yang berakibat pada ginjal. c. Ditemukannya Fluorida yang melebihi ambang batas dalam tubuh dapat

berpotensi osteoporosis, kerusakan otak, kemandulan dan keretakan tulang pinggul. Kadar 0.1 ppm pun tetap saja menunjukkan kenaikan angka statistik keretakkan tulang pinggul yang signifikan.


(45)

d. Masukknya logam berat dalam tubuh seperti Arsen, Timbal, Boron, Kobalt, Merkuri dan lainnya menyebabkan efek kronis pada tubuh yaitu karsinogenik dan cacat bawaan.

2.3.12. Pengaruh Limbah Lumpur Terhadap Lingkungan

Pembuangan langsung lumpur bor ke lingkungan khususnya ke badan air dapat menimbulkan pada resiko di perairan. Endapan lumpur yang tinggi menunjukkan kadar TSS dan TDS yang tinggi pula. Hal ini menyebabkan kekeruhan pada air sehingga air menjadi berwarna dan tidak dapat digunakan lagi sesuai fungsinya, seperti untuk air minum, mencuci dan mandi. Selanjutnya, apabila ditemukannya phenol sebagai salah satu campuran lumpur yang melebihi ambang batas menyebabkan air berasa dan bertambah kuat jika air mengandung chlor. Selain itu, keberadaan phenol pada perairan dapat menganggu biota air seperti Crustacea (kutu air), zooplankton, fitoplankton, bentos, cacing dan serangga. Ini mengingat kemampuan biodegradasi phenol di perairan cukup lama yaitu antara 1s/d 9 hari.

Keberadaan H2S dan NH3 yang terdapat di dalam lumpur apabila tidak diturunkan sampai pada batas yang diizinkan akan menimbulkan bau yang tidak sedap pada badan air penerima limbah.


(46)

2.5 Kerangka Konsep

Pengolahan Lumpur a. Pre Treatment b. Primary Treatment c. Secondary Treatment d. Tertiery Treatment e. Ultimate Cairan Parameter sesudah pengolahan : a. COD b. H2S c. NH3 d. pH e. TDS f. Phenol g. Minyak dan

Lemak

Memenuhi baku mutu menurut Permen LH No. 04 Tahun 2007

Tidak

memenuhi baku mutu menurut Permen LH No. 04 Tahun 2007 Limbah lumpur

PT Chevron


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survai bersifat deskriptif, yaitu untuk mendapatkan gambaran mengenai sistem pengolahan limbah lumpur pengeboran minyak bumi PT Chevron Pacific Indonesia Duri dan mengetahui mutu air olahan lumpur bor sesudah dilakukan pengolahan serta pengaruh masuknya air olahan lumpur bor terhadap kualitas air sungai sebagai badan air penerima limbah. 3.1.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah pada unit pengolahan limbah lumpur yaitu CMTF PT Chevron Pacific Indonesia dan Laboratorium PT Chevron Pacific Indonesia yang menangani analisis limbah lumpur pengeboran minyak bumi serta analisis kualitas air sungai.

Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut adalah :

a. PT Chevron memiliki fasilitas unit pengolahan limbah (UPL) sendiri b. Menggunakan teknologi yang berstandar internasional

c. Letaknya berada di daerah asal penulis sehingga memudahkan dalam pengumpulan data.

d. PT Chevron Pacific Indonesia merupakan perusahaan asing terbesar di Indonesia yang bergerak dalam bidang pengeboran minyak bumi


(48)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - April 2011 3.3 Objek Penelitian

Areal pengolahan limbah lumpur pengeboran minyak bumi pada PT Chevron Pacific Indonesia Duri dimana dilakukan pengambilan sampel air olahan lumpur bor sesudah proses pengolahan (Pit 3) dengan 1x pengukuran berdasarkan delapan parameter yang akan diukur (COD, H2S, NH3, Phenol, pH, temperatur, minyak dan lemak) serta pemeriksaan kualitas air sungai Batang Pudu pada titik sebelum dan sesudah masuknya air olahan limbah lumpur.

3.4 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang dipergunakan adalah dengan cara individual dimana cara ini mewakili keadaan air olahan lumpur bor di suatu tempat pada saat tertentu (grab sample) yaitu pada Pit 3, titik sebelum dan sesudah masuknya air olahan limbah lumpur.

3.4.1 Pengambilan Sampel Air Olahan Lumpur Bor Setelah Pengolahan

Pengambilan sampel air olahan lumpur bor setelah pengolahan dilakukan di Pit penampungan akhir sebelum dilepas ke lingkungan (Pit 3) untuk mengetahui kualitas limbah lumpur setelah pengolahan yang dilihat dari delapan parameter (COD, H2S, NH3, Phenol, pH, temperatur, minyak dan lemak). Adapun cara pengambilan sampel limbah lumpur bor adalah sebagai berikut :

I. Teknik : Manual dan teknis

II. Alat : a. Botol sampel 3 buah, masing-masing berkapasitas 1 Ltr, 0.5 Ltr, dan 0.1 Ltr


(49)

b. Label sampel

III. Tujuan : untuk mengetahui kondisi awal limbah lumpur bor IV. Langkah Kerja : A. Persiapan

1. Botol sampel ditambahkan bahan pengawet sesuai parameter yang akan dianalisis. Untuk COD, NH3, Phenol menggunakan H2SO4. Untuk H2S menggunakan Acetate. Untuk minyak dan lemak menggunakan HCl. 2. Pada label tulis nama pengawet dan parameternya, nama

lokasi pengambilan, titik pengambilan dan tanggal pengambilan

3. Tempatkan botol sampel pada iglo box berukuran besar yang telah diisi es batu

B. Pengerjaan

1. Buka tutup botol sampel dan masukkan sampel hingga mencapai leher botol, jangan sampel meluap yang akan mengakibatkan pengawetnya hilang

2. Tutup botol dengan rapat 3. Bersihkan bagian luar botol 4. Tempatkan botol pada iglo box

5. Lakukan hal yang sama untuk ketiga botol 3.5 Metode Pengumpulan Data


(50)

Pengumpulan data primer diperoleh melalui observasi langsung terhadap sarana pengolahan limbah lumpur pengeboran minyak PT Chevron Pacific Indonesia dan wawancara langsung terhadap pimpinan dan karyawan pada instalasi pengolahan lumpur serta melakukan pemeriksaan laboratorium pada inlet, outlet, hulu dan hilir sungai

3.5.2 Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari data-data yang telah tersedia dari arsip perusahaan berupa data kandungan, data effluent, proses pengolahan serta penelusuran kepustakaan yang dilakukan dengan membaca, mencatat dan memahami segala buku, artikel dan internet yang berhubungan dengan penelitian.

3.6 Definisi Operasional

Untuk memahami keseluruhan dari penelitian ini, akan dikemukakan defenisi operasional dengan tujuan menghindari timbulnya perbedaan dalam pengertian.

1. Limbah lumpur bor adalah sisa pemakaian lumpur bor yang dihasilkan dari kegiatan pengeboran minyak bumi yang dilakukan PT Chevron Pacific Indonesia Duri dan perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan karena lumpur bor termasuk limbah B3.

2. Air olahan lumpur bor adalah air yang dihasilkan dari pemisahan antara cairan dengan padatan setelah dilakukan pengolahan oleh PT Chevron Pacific Indonesia Duri.

3. Kualitas air olahan lumpur bor setelah pengolahan adalah suatu keadaan atau kualitas air olahan lumpur bor yang telah mengalami proses pengolahan yang


(51)

diukur parameternya yaitu COD, temperatur, pH, H2S, NH3, minyak dan lemak serta Phenol Total dengan pemeriksaan laboratorium dibandingkan dengan standar Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2007

4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2007 adalah peraturan yang mengatur tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi

5. Memenuhi syarat adalah kondisi limbah lumpur bor setelah pengolahan yang tidak melebihi nilai yang telah ditetapkan PerMen LH No. 04 Tahun 2007

6. Tidak memenuhi syarat adalah kondisi limbah lumpur bor setelah pengolahan yang melebihi nilai yang telah ditetapkan PerMen LH No. 04 Tahun 2007

3.7 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif dengan cara membandingkan dengan parameter baku mutu limbah lumpur pengeboran minyak bumi berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi dan membandingkan kualitas air sungai dengan baku mutu air sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum PT Chevron Pacific Indonesia

PT. CPI ( Chevron Pacific Indonesia) yang dulunya dikenal sebagai PT. Caltex Pacific Indonesia merupakan kontraktor BP Migas yang bergerak dalam bidang perminyakan dan merupakan perusahaan minyak asing yang terbesar di Indonesia. CPI pertama kali didirikan di Indonesia pada awal tahun 1924. Area operasi PT. CPI saat ini terdiri dari lapangan Duri yang merupakan satu-satunya wilayah yang memproduksi minyak berat (heavy oil) sebanyak kurang lebih 200000 BOPD, dan area operasi minyak ringan yang tediri dari Sumatra bagian Utara yang meliputi Bangko, Balam, Bekasap, Petani, dan Sumatra bagian selatan yang meliputi Minas, Libo, dan Petapahan yang secara keseluruhan memproduksi minyak ringan sebanyak kurang lebih 250000 BOPD.

PT. CPI untuk pertama kali memiliki area seluas 9030 km2 terletak di Kabupaten Bengkalis, yang disebut Kangaroo Block. Pada September 1963 PT. CPI menandatangani perjanjian C&T ( Chevron dan Texaco) yang pertama untuk jangka waktu 30 tahun. Perjanjian itu meliputi empat daerah seluas 12328 km2,dikenal dengan sebutan Block A, B, C dan D. Setelah mendapat tambahan daerah seluas 4300 km2, pada tahun 1968, 1973 dan 1978 dilakukan pengembalian beberapa daerah sehingga saat ini luas yang tersisa sebesar 8314 km2 ( kira-kira 67,4% luas asal). PT. CPI membagi daerah operasi menjadi enam distrik yaitu :


(53)

1. Distrik Jakarta sebagai pusat administrasi seluruhnya.

2. Distrik Coastal Plains Pekanbaru (CPP) merupakan pusat kerja administrasi daerah operasi PT. CPI.

3. Distrik Minas merupakan daerah operasi produksi minyak ( sekitar 30 km dari distrik CPP.

4. Distrik Duri merupakan daerah operasi produksi minyak ( sekitar 112 km dari distrik CPP).

5. Distrik Support Operation, merupakan pelabuhan tempat pemasaran/ pengapalan minyak (sekitar 184 km dari distrik CPP).

6. Distrik Bekasap Operation, merupakan daerah operasi minyak.

Perluasan ladang minyak Duri dilakukan dalam tiga belas area yang dimulai dengan membangun konstruksi area pertama pada tahun 1981. Saat ini, PT. CPI telah berhasil mengoperasikan area 1 sampai area 10 sedangkan untuk area 11, 12, dan 13 masih dalam tahap pengembangan. Pembangunan juga mencakup fasilitas pendukung utama seperti stasiun pengumpul minyak dan stasiun pembangkit uap, sampai saat ini telah ada lima stasiun pengumpul (CGS) yaitu CGS 1, 3, 4, 5 dan 10. Injeksi uap dikelilingi oleh enam buah sumur produksi dan juga sistem pola lima titik dan sembilan titik.

Visi dari Chevron adalah : “To be the global energy company most admired for its people partnership and performance”.


(54)

1. Menyediakan produk energi yang vital untuk kemajuan ekonomi yang berkelanjutan dan sumber daya manusia di seluruh dunia.

2. Memiliki orang-orang dan organisasi dengan kemampuan dan komiten yang tinggi.

3. Merupakan pilihan dalam bekerja sama. 4. Memberikan performa kelas dunia.

5. Menghasilkan kekaguman dari seluruh stakeholder-investor, pelanggan, pemerintah pusat, komunitas lokal, dan para pegawai- bukan hanya pada tujuan yang telah kita capai, namun bagaimana cara mencapainya.

Sejak tanggal 11 Maret 1995, PT. CPI memberlakukan struktur organisasi baru yakni dari bentuk departemen menjadi Strategic Business Unit (SBU) yang bersifat tim kerja sehingga dalam perusahaan seakan-akan ada perusahaan-perusahaan kecil. Dalam SBU ini dibentuk unit-unit yang beranggotakan orang-orang dengan disiplin ilmu dan keahlian tertentu. Dalam unit ini,setiap anggota diarahkan pada kerjasama tim sebagai suatu kelompok kerja.Dengan demikian dalam setiap unit terdapat sumber daya yang cukup untuk melakukan bisnis sendiri. Dengan manajemen sistem SBU ini,otonomi tiap unit menjadi makin besar (desentralisasi) sehingga diharapkan tercipta sistem kerja yang efektif.

Pada awal 2002, unit pendukung produksi teknis dan unit pengelolaan lingkungan kerja yang tadinya SBU diganti menjadi Operating Unit (OU) sebagai akibat mergernya Chevron dan Texaco yang lebih dikenal dengan Indonesian Business Unit (IBU). Kepemimpinan PT. CPI dipegang oleh seorang President


(55)

Director. yang berkedudukan di Jakarta.Sedangkan kepemimpinan di Sumatera dipegang oleh seorang Managing Director.

Kegiatan operasi yang berlangsung di PT. CPI secara garis besar meliputi eksplorasi, eksploitasi dan produksi sampai akhirnya menjadi minyak mentah dengan standar yang telah ditentukan (kadar air dan pasir kurang dari 1%) untuk disalurkan ke Dumai untuk dijual. Produk yang dihasilkan oleh PT. CPI adalah minyak mentah yang akan dipasarkan di beberapa negara untuk pengolahan lebih lanjut.

Limbah yang dihasilkan PT. CPI adalah sebagai berikut: 1. Lumpur sisa pengeboran

Lumpur ini dikirim ke CMTF (Central Mud Treating Facility) untuk diproses menjadi batako untuk dimanfaatkan kembali di area PT. CPI.

2. Cuttings hasil pengeboran

Cuttings yang terbawa oleh lumpur pengeboran ke permukaan, dipisahkan dari lumpur dan dibuang ke disposal pit.

3. Pasir

Pasir yang telah dikumpulkan kemudian dipindahkan ke SIF (Slurry Fracture Injection). Di SIF, pasir diolah dan hasilnya disimpan di stock pile.

4. Gas tak terpakai

Sisa gas alam dari kompresor, yang sangat berbahaya karena mudah terbakar apalagi jika terakumulasi, sehingga dilakukan pencegahan dengan cara dibakar pada flare stack. Gas sisa pembakaran yang timbul akibat pembakaran antara lain adalah: Karbondioksida, hidrogen sufida, sulfur oksida dan gas lain.Gas ini timbul akibat pebakaran bahan bakar, dan langsung dilepas ke


(56)

udara. Gas yang tidak terpakai mengalami proses dehidrasi kemudian dibuang ke lingkungan dengan cara dibakar.

5. Air

Air sisa proses (drilling, production,etc) masuk ke water treatment plant untuk diolah sehingga dapat digunakan kembali atau dibuang ke lingkungan tanpa merusak lingkungan.

6. Kebisingan

Kebisingan timbul akibat beroperasinya alat-alat transportasi, unit pengeboran, unit engine, turbine, pump dan compressor di GS. Penanggulangan yang dilakukan adalah dengan menggunakan alat pelindung pendengaran bagi semua karyawan di lokasi-lokasi tertentu (ear plug).

4.2 Proses Pengolahan Limbah Lumpur Bor di PT Chevron Pacific Indonesia Proses pengolahan limbah lumpur bor (ex-mud drilling) yang berasal dari kegiatan pengeboran minyak bumi dilakukan dengan sistem pengolahan lumpur terpadu yang dikenal dengan Centralized Mud Treating Facility (CMTF) . CMTF milik PT Chevron Pacific Indonesia tersebar di lima titik di Riau, yaitu Arak, Bangko, Minas, Kota Batak dan Duri Field area 6. Namun, dari kelima CMTF tersebut, CMTF Arak yang memiliki tantangan yang lebih besar karena berbatasan langsung dengan masyarakat Sakai yang bermukim di sekitar lokasi pengolahan limbah lumpur bor sehingga sering kali isu pencemaran dialamatkan pada CMTF Arak.

CMTF Arak terletak di Arak Bekasap kelurahan Pematang Pudu Duri. Pengelolaannya dipegang oleh kontraktor PT Green Planet Indonesia (GPI) sejak


(57)

tahun Oktober 2008 dan telah beroperasi sekitar 2.5 tahun Dalam operasinya rata-rata limbah lumpur yang mampu diolah per harinya adalah 1500 bbls dan maksimal 2300 bbls. Kemampuan untuk pengolahan limbah lumpur tergantung dari kekentalan lumpur yang dibawa vaccum truck yang diukur menggunakan alat Spesifik Gravitasi (SpGr). Kekentalan yang efektif adalah 1,015. Namun, apabila lumpur yang masuk memiliki kekentalan jauh melebihi nilai maksimal tersebut lumpur tidak diterima diproses di CMTF Arak melainkan dibawa ke CMTF Duri Field Area 6 sebagai pengolahan limbah lumpur alternatif yang memiliki kapasitas pengolahan lebih besar sekitar 4000 bbls per hari dan metode yang mampu mengolah limbah lumpur dengan kekentalan tinggi.

CMTF Arak yang dikelola oleh PT Green Planet Indonesia berjumlah 56 orang pekerja yang dibagi menjadi dua shift, shift siang dan shift malam selama 10 jam per shift. Adapun rincian jumlah pekerja dan pekerjaannya adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Daftar Jumlah Pekerja dan Jenis Pekerjaan di PT Green Planet Indonesia Tahun 2011

Jumlah Pekerja

Pekerjaan

2 orang Laboran

2 orang Administrasi

2 orang Supervisor

2 orang Security

48 orang Operator


(58)

Proses pengolahan limbah lumpur bor yang dilakukan PT. GPI adalah sebagai berikut:

1. Pre-Treatment

Lumpur bor dari lokasi pengeboran yang masuk ke CMTF Arak dibawa oleh vaccum truck berkapasitas 60 bbls. Vaccum Truck adalah sebuah truk yang dilengkapi tangki dibagian badannya untuk menampung limbah lumpur bor yang disedot dari pit di lokasi pengeboran minyak bumi. Limbah lumpur bor yang akan diolah di CMTF Arak pertama kali ditampung di Pit penampungan awal yang dinamakan Pit A berkapasitas 5777 bbls. Setelah dari Pit A lumpur mengalir secara gravitasi ke Pit kedua yaitu Pit B berkapasitas 6457 bbls melalui pipa bawah tanah yang disebut syphon. Fungsi dari kedua Pit ini adalah tempat terjadinya pengendapan awal (pre separation) sehingga adanya penurunan jumlah padatan pada lumpur. Pengendapan yang terjadi berdasarkan perbedaan densitas, dimana densitas lumpur lebih berat sehingga lumpur terpisah dan berada didasar pit, sedangkan air berada di antara lapisan lumpur dan minyak. Pada kedua pit ini lumpur yang masuk masih mengandung oil dan grease (minyak dan lemak). Sehingga lumpur berwarna hitam pekat dan berbau.

Pada Pit B dilakukan pemisahan minyak yang ikut terbawa bersama limbah lumpur menggunakan pelampung minyak (floating boom). Floating boom terbuat dari karet fiber membentuk rangkaian antara pelampung yang satu dengan yang lainnya sepanjang 10 meter. Cara kerja dari pelampung ini adalah menangkap minyak


(59)

yang berada di permukaan air limbah karena berat jenis minyak lebih ringan daripada air. Minyak akan tertangkap di floating boom sedangkan air yang berada dibawah lapisan minyak memasuki proses pengolahan.

2. Primary Treatment

Dari Pit B lumpur dipompakan ke Pit selanjutnya yaitu Pit C berkapasitas 6457 bbls. Pit C ini berfungsi sebagai tempat penampung air olahan yang telah mengalami pengendapan awal. Di Pit C juga dilengkapi pelampung minyak untuk menangkap minyak yang masih ikut terbawa dari Pit B, selain itu di Pit C ini lumpur di aerasi untuk menurunkan kadar COD, BOD, NH3 dan H2S. Aerasi menggunakan turbo jet aerator merupakan suatu mesin aerator yang dipasang pada Pit C berfungsi menyuplai oksigen. Pripsip kerja dari aerator ini adalah poros baling-baling berputar dengan gerakan turbulensi menghasilkan gelembung-gelembung halus untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut di semua bagian kolam aerasi. , kandungan oksigen terlarut minimal 2 ppm (kebutuhan minimal agar bakteri/mikroorganisme bisa hidup). Aerator ini digerakkan menggunakan tenaga listrik sebesar 1.5 Kw per unit.

Menurunnya kadar BOD dikarenakan pada proses aerasi terjadi penambahan kadar oksigen terlarut dalam air limbah yang dibutuhkan untuk menguraikan zat organik secara biologi. Bakteri aerob dalam air limbah membutuhkan oksigen untuk menguraikan zat organik terlarut dalam air limbah. Sedangkan menurunnya kadar COD karena dengan aerasi terjadi penambahan oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan zat organik pada air limbah secara reaksi kimia. Jadi dengan aerasi


(60)

dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air limbah sehingga kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dan kadar BOD dan COD menurun. Dengan aerasi dapat juga menurunkan kadar NH3 dan H2S yang berwujud gas. Kedua gas ini akan terlepas ke udara ketika aerasi dilakukan menggunakan turbo jet aerator air limbah dalam pit berombak sehingga kadar gas yang terkandung di dalamnya akan terurai ke udara. Setelah diaerasi di Pit C, lumpur dipompakan ke fasilitas pengolahan dimana dilakukan penginjeksian bahan kimia ke dalam limbah lumpur untuk proses koagulasi dan flokulasi. Proses koagulasi dan flokulasi ini merupakan proses pengolahan secara kimia, dimana dilakukan penambahan bahan kimia untuk destabilisasi koloid. Koloid adalah partikel padatan tersuspensi yang bersifat stabil, sehingga sangat sulit untuk mengendap. Adanya penambahan zat kimia untuk tujuan destabilisasi menyebabkan partikel tersebut akan dapat mengendap, sehingga air yang dihasilkan menjadi lebih jernih. Efisiensi yang dapat dicapai dari proses ini adalah sekitar 60% untuk pengurangan COD dan 95% untuk pengurangan Suspended Solid (TSS).

Proses pengolahan secara kimia ini berjalan secara bertahap dimana proses koagulasi adalah proses pertamanya. Pada proses ini dilakukan penambahan koagulan dan oksidator, koagulan yang digunakan adalah Aluminium Sulfat (Al2SO4). Al2SO4 diaduk dengan pengadukan cepat oleh mixer di mixing tank dengan rotasi sekitar 130 rpm. Kotoran berupa suspended solids ataupun partikel tersuspensi dalam air buangan akan diikat oleh bahan kimia koagulan sehingga terbentuk flok-flok halus.

Dosis yang diperlukan sesuai dengan hasil Jar-test agar terbentuk flok yang baik. Namun menurut Standard Operating Procedure (SOP) yang berlaku larutan


(61)

koagulan dibuat dengan melarutkan 50 kg koagulan dalam 500 liter air bersih dan diaduk hingga homogen. pH diatur pada rentang 6-9. Dari unit koagulasi, aliran mengalir secara gravitasi ke unit Pre Flokulasi. Sebelum ke unit ini, aliran terlebih dahulu ditambahkan polymer dengan dosis 2 ppm. Flok halus yang telah ditambahkan polymer akan bertambah besar. Proses flokulasi dilakukan dengan pengadukan lambat oleh mixer dengan rotasi sekitar 30-60 rpm. Dari unit flokulasi air akan mengalir secara gravitasi ke DAF(Dissolved Air Floatation) Unit. DAF (Dissolved Air Floatation) merupakan unit yang berfungsi memisahkan fasa padat dan fasa cair dengan kata lain memisahkan flok-flok hasil koagulasi dan flokulasi dengan air limbah. Prinsip DAF adalah menjenuhkan air dengan udara terlarut pada tekanan di atas tekanan atmosfer. Udara dihembuskan atau disuplai dari unit yang bernama Hidrofor dengan tekanan 4 bar. Adapun keuntungan dari DAF ini adalah sebagai berikut :

1. Teknik pengapungan dengan penginjeksian O2 efektif dalam menangkap minyak dalam air. Kontak antara O2 dengan koloid akan melepas ikatan antara padatan dengan minyak sehingga minyak dan padatan mengapung secara terpisah.

2. Penginjeksian O2 dapat menurunkan kadar BOD dan COD karena kadar oksigen terlarut meningkat.

3. Debit air yang bisa diproses dalam pemisahan padatan dan cairan lebih besar daripada sedimentasi.


(62)

4. Tidak membutuhkan ruangan yang besar dibandingkan dengan tangki sedimentasi. Kapasitas tangki DAF hanya 2000 bbls sedangkan kapasitas tangki sedimentasi lebih besar minimal 2500 bbls.

Setelah padatan dan air terpisah, padatan mengapung dibagian atas sedangkan air dibawahnya. Padatan akan di skimmer dan di tempatkan di slurry box, selanjutnya air dialirkan ke Pit 1 untuk di aerasi.

3. Secondary Treatment

Pada Pit 1 yang berkapasitas 1690 m3 air limbah diaerasi menggunakan turbo jet aerator. Fungsi utama dari aerasi ini adalah pengolahan secara biologi untuk menurunkan kadar BOD dan COD. Sedangkan fungsi lainnya adalah menurunkan kadar NH3 dan H2S, diharapkan dengan aerasi NH3 dan H2S yang terkandung dalam limbah akan lepas ke udara. Dari Pit 1 air olahan dipompakan memasuki unit post coagulation untuk proses koagulasai tahap kedua dengan penambahan koagulan Al2SO4. Kemudian dilanjutkan dengan post flocculation dengan penambahan flokulan polymer. Proses pencampuran dilakukan dengan pengadukan cepat oleh mixer dengan rotasi sekitar 130 rpm. Pada proses ini timbul flok-flok kecil, proses ini kemudian dilanjutkan dengan proses flokulasi dengan pengadukan lambat oleh mixer dengan rotasi 30-60 rpm, dengan penambahan flokulan.

Flokulan menyebabkan flok-flok kecil saling menyatu membentuk flok-flok yang lebih besar sehingga lebih cepat untuk mengendap. Setelah proses flokulasi, air mengalir secara gravitasi ke Post Sedimentation Tank berkapasitas 2500 bbls. Pada


(63)

tangki ini terjadi proses sedimentasi atau pengendapan dimana padatan yang berat jenisnya lebih berat dari air akan mengendap secara gravitasi.

4. Tertiery Treatment

Setelah dari tangki sedimentasi, air limbah memasuki tahap filtrasi. Filtrasi dilakukan menggunakan saringan pasir (sand filter) dan saringan karbon (carbon filter). Saringan pasir merupakan unit yang berfungsi untuk menyisihkan TDS (Total Dissolved Solids) yang tidak bisa disisihkan melalui proses penambahan koagulan dan flokulan, dengan melewatkan air limbah yang diolah melalui suatu media penyaring pasir cepat, maka dissolved solids yang terkandung dalam air limbah tersebut tersisihkan dalam tangki sand filter. Sedangkan saringan karbon bekerja dengan menangkap bahan terlarut, seperti gas dan bahan organik terlarut. Mekanisme ini dilakukan dengan bantuan media filter berupa arang aktif, resin, ion dan zeolite.

Berikutnya air dialirkan ke Ultra Filtrasi (UF) yang memiliki kerapatan membran 1 µm. Prinsip UF adalah memisahkan partikel dari komponen yang larut dalam air limbah dengan menggunakan membran. UF juga digunakan dalam industri untuk memisahkan endapan dari larutan dengan penyaringan yang sifatnya lebih ekstra. Air yang keluar dari UF ada dua jenis, yaitu Product Water dan Reject Water. Product Water dialirkan ke Reverse Osmosis (RO) sedangkan Reject Water dikembalikan ke Pit 1 dan akan diolah kembali. Selanjutnya air olahan yang dialirkan ke Reverse Osmosis mengalami pemurnian air menggunakan membran < 1 nm.


(64)

Pemurnian air menggunakan membran reverse osmosis sering digunakan karena membran ini mampu memisahkan berbagai ion, partikel, garam terlarut, substansi organik, substansi koloid, dan bakteri dari molekul air sehingga diperoleh air berkualitas tinggi. Osmosis merupakan proses dua larutan yang dipisahkan oleh membran semipermeable, dimana air akan bergerak melalui membran dari larutan konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi dalam usaha menyamakan konsentrasi di kedua sisi membran.

Dengan menggunakan tekanan, proses osmosis akan berbalik, air melalui membran akan bergerak meninggalkan larutan pekat. Pada saat air merembes melalui membran, kotoran harus dibuang secara terus menerus untuk mencegah pengotoran membran. Membran yang digunakan untuk reverse osmosis biasanya merupakan polymer komplek. Air hasil dari RO terbagi dua, yaitu Product Water dan Reject Water. Product Water dialirkan ke Pit 2, sedangkan Reject Water dikembalikan ke Pit 1 yang akan diolah kembali. Product water pada Pit 2 akan dikontrol kualitasnya dengan pemeriksaan laboratorium yang berada di lokasi pengolahan. Laporan ini merupakan laporan internal harian PT Green Planet Indonesia. Dari Pit 2 air olahan dialirkan ke pit penampungan akhir yaitu Pit 3. Setelah volume Pit 3 penuh, air olahan akan dilepas ke sungai Batang Pudu.

5. Ultimate Treatment

Pada pengolahan lanjutan ini merupakan pengolahan padatan yang dihasilkan dari pemisahan padatan dan air yang dilakukan sepanjang rangkaian pengolahan limbah lumpur bor yang dikumpulkan di di slurry box. Dari Slurry Box, padatan


(65)

dipompakan ke tangki penginjeksian bahan kimia, yaitu polimer yang berfungsi mengikat antar padatan sehingga teksturnya memadat seperti tahu. Berikutnya, akan dialirkan ke Belt Preess. Belt Press adalah unit yang berfungsi mengurangi kadar air di solid / padatan dengan cara melewatkan padatan melewati kain press sehingga menghasilkan mud cake. Mud cake yang dihasilkan akan ditampung sementara di bak penampungan. Dimana mud cake ini adalah bahan baku utama dari proses pencetakan batako yang ditambahkan pasir dan semen melalui komposisi tertentu. Batako merupakan produk akhir dari proses solid.


(66)

Tabel 4.2 Laporan Harian Limbah Lumpur Bor Masuk dan Diolah Selama Bulan Februari 2011

Sumber : PT Green Planet Indonesia, Februari 2011

NO Tanggal SLN HO Total Vaccum

Truck Total Limbah Lumpur Masuk Total Limbah Lumpur Diproses

1 01-Feb-11 0 0 0 0 0

2 02-Feb-11 0 0 0 0 0

3 03-Feb-11 0 0 0 0 0

4 04-Feb-11 0 0 0 0 529

5 05-Feb-11 0 0 0 0 568

6 06-Feb-11 0 0 0 0 440

7 07-Feb-11 0 0 0 0 572

8 08-Feb-11 0 0 0 0 660

9 09-Feb-11 0 0 0 0 571

10 10-Feb-11 0 0 0 0 535

11 11-Feb-11 0 0 0 0 748

12 12-Feb-11 0 0 0 0 627

13 13-Feb-11 0 0 0 0 708

14 14-Feb-11 0 0 0 0 581

15 15-Feb-11 0 0 0 0 661

16 16-Feb-11 0 0 0 0 637

17 17-Feb-11 0 0 0 0 473

18 18-Feb-11 0 0 0 0 489

19 19-Feb-11 0 0 0 0 311

20 20-Feb-11 0 0 0 0 320

21 21-Feb-11 0 0 0 0 601

22 22-Feb-11 0 0 0 0 0

23 23-Feb-11 0 0 0 0 0

24 24-Feb-11 14 0 14 840 604

25 25-Feb-11 31 0 31 1860 692

26 26-Feb-11 28 0 28 1680 785

27 27-Feb-11 30 0 30 1800 764

28 28-Feb-11 1 0 1 60 941


(67)

Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa selama bulan Februari 2011 total vaccum truck yang masuk ke CMTF Arak sebanyak 104 unit. Untuk total limbah lumpur bor yang masuk dalam satuan barrel kedalam Pit 1 sebesar 6240 bbls. Sedangkan limbah lumpur bor yang diproses adalah sebesar 13817 bbls. Selama bulan Februari 2011 hanya pada 5 hari terakhir saja limbah lumpur bor masuk ke CMTF Arak. Namun, proses pengolahan limbah lumpur tetap berjalan hampir tiap harinya. Limbah lumpur yang diolah adalah limbah lumpur yang tertampung di Pit 1 pada bulan sebelumnya


(1)

Gambar Lampiran 3. Pelampung Minyak (Floating Boom)


(2)

Gambar Lampiran 5. Proses Pemisahan Padatan Dan Air Dengan Teknik Pengapungan Menggunakan Dissolved Air Floatation (DAF)


(3)

Gambar Lampiran 7. Proses Penyaringan Menggunakan Reverse Osmosis (RO)

Gambaran Lampiran 8. Proses Pengolahan Padatan Menggunakan Belt Press Menjadi Mud Cake


(4)

Gambar Lampiran 9. Kondisi Air Sungai Batang Pudu Yang Telah Tercemar Limbah Deterjen Dan Sampah


(5)

Gambar. Lampiran 11. Pengambilan Sampel Air Sungai Batang Pudu

Gambar Lampiran 12. Proses Pembuangan Air Olahan Lumpur Bor Ke Sungai Batang Pudu


(6)

Gambar Lampiran 13. Botol Sampel Yang Telah Diisi Sampel

Gambar Lampiran 14. Pemeriksaan Sampel Di Laboratorium Internal PT Chevron Pacific Indonesia