25 al., 1988, kadar pati tertinggi berada pada pemanenan umur 10-11 bulan. Jika
pemanenan ditunda umbi akan berubah menjadi serat. Adapun ubi kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubu kayu yang masih berumur 4-6 bulan
sehingga kadar pati yang dihasilkan belum optimal. Selain faktor umur panen, proses ekstraksi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap banyaknya pati yang
berhasil diisolasi, semakin besar tekanan yang diberikan pada saat ekstraksi maka semakin banyak pula pati yang berhasil diisolasi dan semakin sedikit pati yang
tertinggal pada onggokampas.
4.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Pati
4.3.1 Hasil Pemeriksaan Pemerian
Pati singkong adalah pati yang diperoleh dari umbi akar Manihot utillisima Pohl Familia Euphorbiaceae dengan pemerian serbuk sangat halus berwarna putih
Kemenkes RI., 2014. Warna putih sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi pati, semakin murni proses ekstraksi, maka pati yang dihasilkan akan semakin putih.
Menurut Schoch 1945 di dalam Ropiq 1988, adanya protein dan lemak dapat menyebabkan granula bewarna lebih gelap. Menurut Meyer 1973 di dalam Sabrina
1990, komponen non-karbohidrat lemak, protein, dan enzim polifenolase akan menyebabkan reaksi browning pencoklatan. Reaksi browning yang terjadi
mempengaruhi derajat putih pati, karena membuat pati menjadi lebih gelap. Pati yang dihasilkan pada penelitian memiliki warna putih dan memiliki tekstur halus serta
memiliki bau yang khas, sehingga keenam sampel pati memenuhi syarat yang ada dalam Farmakope Indonesia.
4.3.2 Hasil Pemeriksaan Kelarutan
Pemeriksaan kelarutan yang dilakukan terhadap keenam sampel diperoleh bahwa pati yang dihasilkan praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol. Hal
Universitas Sumatera Utara
26 ini sesuai dengan persyaratan yang ada dalam Farmakope Indonesia edisi IV bahwa
pati Manihot utillisima praktis tidak larut dalam air dingin dan etanol. Menurut Moorthy 2004, faktor-faktor seperti rasio amilosa dan amilopektin, panjang rantai,
distribusi bobot molekul, derajat percabangan dan konformasi menentukan kelarutan pati. Menurut Charles, et al., 2004, komponen amilosa dan lemak dapat
menghambat kelarutan pati dan rantai yang panjang dari amilopektin dapat meningkatkan kelarutan. Hal ini disebabkan oleh molekul-molekul amilosa yang
linier sehingga memperkuat jaringan internalnya Leach, 1965 di dalam Goldworth, 1999. Adapun komponen pati yang dapat menyerap air adalah amilopektin, pada pati
singkong perbandingan komponen antara amilopektin dengan amilosa adalah 83:17 Winarno, 2008, sehingga semakin besar kandungan amilosa dalam pati maka
kelarutan pati dalam air semakin rendah.
4.3.3 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik
Hasil pemeriksaan mikroskopik yang dilakukan terhadap keenam sampel pati menunjukkan bahwa granula pati Manihot utillisima memilikibutir tunggal dan agak
bulat atau bersegi banyak dengan hilus di tengah berupa titik, garis lurus atau bercabang tiga; lamella tidak jelas, konsentris; butir majemuk sedikit, terdiri dari 2
atau 3 butir tunggal yang tidak sama bentuknya. Bentuk granula pati dari keenam sampel dinyatakan memenuhi persyaratan dalam Farmakope Indonesia.
4.3.4 Hasil Identifikasi
Hasil identifikasi yang telah dilakukan diperoleh bahwa pati Manihot utillisima dalam air dingin bila dipanaskan akan membentuk larutan kanji encer, yang
mana bila larutan kanji ini didinginkan kemudian ditambahkan dengan iodum akan terjadi warna biru tua. Warna ini akan hilang bila larutan dipanaskan, namun akan
timbul kembali bila didinginkan, hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi
Universitas Sumatera Utara
27 keenam sampel sesuai dengan yang ada dalam Farmakope Indonesia. Amilum dapat
bereaksi dengan molekul iodium karena struktur amilum pada larutan berbentuk heliks yang berbentuk kumparan sehingga dapat diisi oleh molekul iodium
didalamnya dan hasil dari ikatan ditunjukkan warna larutan menjadi warna biru. Ikatan antara iod dan amilum yang terbentuk berupa ikatan semu karena dapat putus
saat dipanaskan dan terbentuk kembali pada saat didinginkan. Apabila dipanaskan rantai amilum akan memanjang sehingga iod mudah terlepas, sama halnya ketika
didinginkan, rantai pada amilum akan mengerut sehingga iod kembali terikat dengan amilum dan memberikan warna biru sebagai hasil ikatan yang terbentuk Sherly,
2012. Perbandingan kadar amilosa dengan amilopektin dalam pati ubi kayu adalah
83:17. Pada uji dengan mengunakan iodum, warna biru yang terbentuk adalah hasil interaksi antara amilosa dengan iodum, sedangkan amilopektin dengan iodum akan
memberikan warna ungu hingga merah Lehninger, 1988. Mulyandari 1992 melaporkan bahwa selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga
pati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak mengeluarkan amilosa, dan kelarutannya akan meningkat. Kelarutan terkait dengan kemudahan
molekul air untuk berikatan hidrogen dengan molekul dalam granula pati, sehingga semakin mudah mengikat air, granula pati akan semakin mengembang. Menurut
Niba, et al., 2002, pati yang memiliki ukuran granula lebih kecil akan lebih larut dalam air.
4.3.5 Hasil Penetapan Keasaman
Keasaman pada pati diduga disebabkan oleh kadar asam organik yang terkandung pada setiap tanaman termasuk ubi kayu, yang merupakan hasil
metabolisme lanjut dalam siklus TCA atau glikosida yang terakumulasi dalam
Universitas Sumatera Utara
28 vakuola tanaman Fennema, 1996. Selain itu, komponen asam sianida HCN diduga
juga dapat mempengaruhi keasaman pada pati yang dihasilkan, karena menurut Cumbana, et al., 2007, proses selama pembuatan pati, tidak sepenuhnya dapat
menghilangkan HCN. Sedangkan menurut Rahman 2007 dan Sajeev, et al., 2002, proses pemisahan pati dan air dilakukan melalui pengendapan berjam-jam, sehingga
memungkinkan terjadinya proses fermentasi alami oleh mikroba. Asam-asam organik hasil fermentasi mikroba akan terakumulasi dan akan mempengaruhi pH pati.
Indikator yang digunakan pada saat titrasi adalah indikator fenolftalein. Fenolftalein termasuk senyawa golongan ftalein yang bersifat asam lemah.
Fenolftalein umumnya dipakai sebagai indikator dalam menentukan titik akhir titrasi asam kuat dengan basa kuat. Fenolftalein mempunyai trayek pH 8,3-10,0 Bassett,
1994, dalam larutan yang bersifat asam dan pada rentangan pH 8,3 indikator fenolftalein tidak akan memberikan perubahan warna, dimana warna larutan tetap
tidak berwarna, sedangkan pada larutan yang bersifat basa pada rentangan pH 8,3- 10,0 indikator fenolftalein akan memberikan perubahan warna menjadi merah muda.
Tabel 4.2 Hasil Penetapan Keasaman Pati Ubi Kayu Manihot utillisima Pohl.
Sampel Volume NaOH 0,1 N mL
Keterangan IA
1,1567 Memenuhi Syarat
IB 1,1067
Memenuhi Syarat IIA
1.0633 Memenuhi Syarat
IIB 1,0500
Memenuhi Syarat IIIA
1,1200 Memenuhi Syarat
IIIB 1,0667
Memenuhi Syarat
Keterangan : I, II, dan III menyatakan daerah tumbuh ubi kayu I: Pengunungan; II: Pemukiman; III: Pabrik. A dan B menyatakan jenis pelarut yang digunakan saat
ekstraksi A: Akuades; B: Air PAM
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pati yang diekstraksi menggunakan pelarut akuades membutuhkan lebih banyak NaOH untuk mencapai
titik akhir titrasi dibandingkan dengan pati yang diekstraksi menggunakan air PAM.
Universitas Sumatera Utara
29 Hal ini disebabkan karena akuades yang digunakan memiliki pH 7 atau netral,
sedangkan air PAM yang digunakan memiliki pH 8 atau basa, pH pelarut ini berpengaruh pada keasaman pati yang dihasilkan, dimana semakin rendah pH larutan
yang akan dititrasi maka semakin banyak NaOH yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi.
Penetapan keasaman digunakan untuk menentukan derajat keasaman, menurut Jati 2006 derajat asam menyatakan seberapa besar kandungan asam yang
terkandung didalam bahan. Semakin besar kandungan asamnya maka semakin rendah pula pH-nya. Hasil penelitian menunjukkan volume NaOH yang dipakai adalah
1,0633 mL hingga 1,1567 mL yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Hal ini telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia yaitu volume NaOH
yang digunakan tidak lebih dari 2,0 mL.
4.3.6 Hasil Penetapan Susut Pengeringan
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas bahan pangan itu sendiri. Peningkatan jumlah air dapat
mempengaruhi laju kerusakan bahan pangan oleh proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang
dapat membuat bahan pangan menjadi awet. Kerusakan bahan seperti tepung lebih terutama disebabkan oleh kapang dan berbagai jenis kutu Syarief dan Halid, 1993.
Menurut Fardiaz 1989, pengeringan pada tepung dapat mengurangi kadar air tepung sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab
kerusakan pada tepung dapat dihambat. Perbedaan kadar air pada keenam sampel tersebut diduga dipengaruhi oleh derajat keterikatan air dalam bahan, baik terikat
secara fisik maupun kimia. Menurut Winarno 1992, air yang terdapat dalam bahan makanan umumnya dipakai istilah air terikat bound water, dimana derajat
Universitas Sumatera Utara
30 keterikatan berbeda-beda dalam bahan. Menurut Fennema 1976, jumlah dari
berbagai tipe air terikat berbagai bahan bervariasi tergantung sumber bahan.
Penetapan susut pengeringan dilakukan untuk menetapkan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Bahan yang dimaksud
tidak hanya air, namun senyawa lain yang dapat menguap pada saat pengeringan. Metode yang digunakan pada penetapan susut pengeringan pada pati adalah metode
gravimetri. Susut pengeringan pada pati identik dengan penetapankadar air, kadar air yang tepat akan dapat mempertahankan mutu pati yang dihasilkan. Hasil penetapan
susut pengeringan dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Hasil Susut Pengeringan Pati Ubi Kayu Manihot utillisima Pohl.
Sampel Susut Pengeringan
Keterangan IA
10,0878 Memenuhi Syarat
IB 9,3191
Memenuhi Syarat IIA
6,6695 Memenuhi Syarat
IIB 7,0667
Memenuhi Syarat IIIA
7,7271 Memenuhi Syarat
IIIB 7,8530
Memenuhi Syarat
Keterangan : I, II, dan III menyatakan daerah tumbuh ubi kayu I: Pengunungan; II: Pemukiman; III: Pabrik. A dan B menyatakan jenis pelarut yang digunakan saat
ekstraksi A: Akuades; B: Air PAM
Batas susut pengeringan yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia untuk pati ubi kayu adalah maksimal 15. Dari hasil penelitian seluruh sampel dalam kategori
memenuhi syarat, adapun susut pengeringan tertinggi terdapat pada sampel IA yaitu sebesar 10,0878 sedangkan susut pengeringan terendah terdapat pada sampel IIA
yaitu sebesar 6,6695. Persyaratan kadar air SNI untuk tepung ubi kayu adalah maksimal 12, sedangkan pada pati Amprotab yang dijual dipasaran dilakukan susut
pengeringan sesuai Farmakope Indonesia. Hal yang mempengaruhi kadar air dalam
Universitas Sumatera Utara
31 pati adalah suhu dan lama pengeringan sampel setelah ekstraksi, selain itu pati
merupakan polimer yang terdiri dari monomer-monomer glukosa, jumlah monomer glukosa penyusun pati dipengaruhi oleh usia tanaman ubi kayu saat panen. Semakin
tua umur ubi kayu saat dipenen maka semakin panjang rantai glukosa yang terbentuk, pembentukan rantai glukosa ini harus melibatkan molekul air sehingga semakin
panjang rantai glukosa yang terbentuk semakin banyak pula molekul air yang terlibat sehingga mempengaruhi kadar air dalam pati.
4.3.7 Hasil Penetapan Sisa Pemijaran
Penetapan sisa pemijaran pada pati umbi ubi kayu Manihot utillisima Pohl. berhubungan dengan kandungan mineral-mineral anorganik sisa pembakaran bahan
organik pada suhu sekitar 550ºC Apriyantono, et al., 1988. Selain kandungan mineral yang ada didalam bahan baku, hal yang turut mempengaruhi kandungan zat
anorganik adalah pengaruh proses pembuatan dan pelarut yang digunakan. Uji sisa pemijaran merupakan salah satu uji syarat kemurnian bahan baku dengan tujuan
membuktikan bahwa bahan bebas dari senyawa asing dan cemaran atau mengandung senyawa asing dan cemaran dimaksudkan untuk membatasi senyawa demikian
sampai pada jumlah yang tidak mempengaruhi partikel pada kondisi biasa. Penetapan sisa pemijaranabu sulfat ini menggunakan prosedur untuk mengukur jumlah sisa zat
yang tidak menguap dari pati.Uji ini digunakan untuk menentukan kandungan cemaran anorganik dalam zat organik Kemenkes, RI., 2014.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati yang diisolasi menggunakan pelarut air PAM memberi hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati yang diisolasi
menggunakan aqudes. Hasil sisa pemijaran bila dilihat berdasarkan daerah tempat tumbuh diperoleh bahwa sampel yang diambil dari daerah pengunungan memberikan
hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah
Universitas Sumatera Utara
32 pemukiman dan pabrik. Persyaratan dalam Farmakope Indonesia edisi IV sisa
pemijaran maksimal adalah 0,6, sedangkan dalam Farmakope Indonesia edisi V sisa pemijaran maksimal adalah 1. Sampel IIIB yaitu sampel yang berasal dari daerah
pabrik dengan pelarut air PAM memberikan hasil 0,6166, hasil ini melebihi batas maksimal dan tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV, namun
masih memenuhi syarat Farrmakope Indonesia edisi V. Pada pati Aprotab yang dijual dipasaran tidak melekukan prosedur sisa pemijaran sedangkan syarat untuk tepung
berdasarkan SNI, kadar abu maksimal untuk tepung ubi kayu adalah 1,5.
Tabel 4.4 Hasil Sisa Pemijaran Pati Ubi Kayu Manihot utillisima Pohl.
Sampel Sisa Pemijaran
Keterangan IA
0,1888 Memenuhi Syarat
IB 0,2652
Memenuhi Syarat IIA
0,2389 Memenuhi Syarat
IIB 0,3617
Memenuhi Syarat IIIA
0,5025 Memenuhi Syarat
IIIB 0,6166
Memenuhi Syarat
Keterangan : I, II, dan III menyatakan daerah tumbuh ubi kayu I: Pengunungan; II: Pemukiman; III: Pabrik. A dan B menyatakan jenis pelarut yang digunakan saat
ekstraksi A: Akuades; B: Air PAM
Menurut Momuat, et al., 2011, terdapat mineral dalam tanah yang ketebalannya adalah 15-35 cm. Lapisan ini mudah hilang oleh pengikisan air hujan.
Pengikisan tersebut menyebabkan mineral yang terkandung dalam tanah dibawa oleh air hujan ke sungai dan sebagian meresap ke dalam tanah. Mineral-mineral tersebut
mengalir bersama air sungai dan air tanah dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya mengendap di tempat yang posisinya lebih rendah.
Hal ini menyebabkan tanah di daerah dataran rendah memiliki kandungan mineral yang lebih besar konsentrasinya dan lebih beragam jenisnya daripada tanah di daerah
Universitas Sumatera Utara
33 dataran tinggi. Kandungan mineral inilah yang menentukan hasil sisa pemijaran yang
diperoleh.
4.3.8 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Bahan Organik Asing
Pemeriksaan mikrobiologi bahan organik asing dilakukan untuk mengetahui bahan organik yang mungkin ada selain sampel itu sendiri. Dalam Farmakope bahan
organik asing pada pati Manihot utillisima tidak lebih dari sesepora sel, bahan organik asing yang dimaksud adalah cemaran mikroorganisme yang dapat
memepengaruhi kualitas pati pada saat penyimpanan. Pemeriksaaan dilakukan dengan menggunakan media PCA sebagai media pertumbuhan untuk menentukan
total plate count. Hasil total plate count dinyatakan dalam cfug dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 4.5 Total Plate Count pada pati ubi kayu Manihot utillisima Pohl.
Sampel Total Plate Count cfug
Keterangan IA
70×10
1
Memenuhi Syarat IB
135×10
1
Tidak Memenuhi Syarat IIA
80×10
1
Memenuhi Syarat IIB
167×10
1
Tidak Memenuhi Syarat IIIA
75×10
1
Memenuhi Syarat IIIB
189×10
1
Tidak Memenuhi Syarat
Keterangan : I, II, dan III menyatakan daerah tumbuh ubi kayu I: Pengunungan; II: Pemukiman; III: Pabrik. A dan B menyatakan jenis pelarut yang digunakan saat
ekstraksi A: Akuades; B: Air PAM
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pertumbuhan koloni yang terdapat pada sampel didominasi jamur. Koloni jamur yang ada diuji lanjut dalam
media PDA, setelah diinkubasi selama 48 jam ditemukan koloni berwarna putih, inkubasi dilakukan hingga 10 hari. Koloni yang terbentuk diamati dan didapatkan
hasil bahwa koloni yang terbentuk berwarna hitam, kemudian dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop. Berdasarkan hasil mikroskopik, jamur yang ada dalam pati
adalah Rhizopus sp. dari filum Zygomycota famili Mucoraceae.Sampel yang positif mengandung jamur Rhizopus sp. adalah sampel IB, IIB, dan IIIB. Ketiga sampel ini
Universitas Sumatera Utara
34 adalah pati yang menggunakan air PDAM sebagai pelarut pada saat ekstraksi, diduga
bahwa dalam air PDAM terdapat spora yang kemudian berkembang dalam pati secara vegetative. Sampel yang memenuhi syarat yang tertera dalam Farmakope Indonesia
adalah sampel yang diekstraksi menggunakan akuades sebagai pelarut yaitu sampel IA, IIA, dan IIIA. Adapun pati Amprotab dan tepung ubi kayu berdasarkan SNI tidak
melakukan uji bahan organik asing. Jamur dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual, reproduksi
aseksual akan diproduksi spora. Pada kelompok Zygomycota spora yang diproduksi adalah sporangiospora. Sporangiospora merupakan spora yang dibentuk di dalam
sporangium. Inti-inti yang ada di dalam kolumela ujung sporangiofor akan keluar menembus dinding kolumela masuk ke dalam suatu kantung yaitu sporangium.
Sporangium merupakan karpus untuk reproduksi aseksual mirip kantung yang berbentuk bulat atu semibulat. Sporangium semula berwarna bening atau agak
kekuningan karena mengandung senyawa β- karoten kemudian berwarna hitam karena senyawa karoten mengalami polimerisasi yang disebabkan proses oksidasi.
Selanjutnya terbentuk sporopolenin yaitu senyawa yang sangat resisten terhadap degradasi. Apabila jumlah sporangiospora telah mencapai jumlah maksimum untuk
spesies tersebut maka sporangium akan pecah dan sporangiospora akan lepas ke lingkungan. Sisa dinding sporangium akan terlihat menggantung pada dasar kolumela
Alexopoulos, 1907. Pati atau amilum merupakan polisakarida yang strukturnya dibentuk oleh
ikatan antar atom karbon. Sebagian besar dari berat kering sel jamur terdiri dari karbon, ini menunjukkan adanya indikasi penting antara senyawa-senyawa karbon
dengan sel. Senyawa-senyawa organik digunakan sebagai materi pembentuk struktur dan menyediakan energi kedalam sel melalui oksidasi. Karbon diperlukan dalam
Universitas Sumatera Utara
35 jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan elemen esensial lainnya oleh jamur,
dan nutrisi karbon menjadi yang terpenting bagi jamur. Pati merupakan sumber karbon yang banyak digunakan oleh jamur, dengan bantuan enzim amylase dan air
pati akan diubah menjadi maltose yang mana maltose ini akan diubah oleh jamur menjadi glukosa dengan bantuan enzim maltase dan molekul air Moore,1982.
Adanya spora didalam pati akan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi spora yang pada akhirnya akan menyebabkan tumbuhnya jamur didalam pati.
4.3.9 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Penetapan Batas Mikroba
Penetapan batas mikroba pada pati Manihot utillisima berdasarkan Farmakope IV tidak boleh mengandung Escherichia coli, pada penelitian dilakukan pengecatan
gram, hasil menunjukkan bahwa bakteri yang ada dalam sampel adalah bakteri gram positif, sebab dibawah mikroskop bakteri yang diperiksa berwarna ungu.
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek, bakteri ini akan menunjukkan reaksi positif pada media BGLB yang ditandai dengan
adanya kekeruhan dalam tabung reaksi. Penelitian dilakukan dengan cara menginkubasi sampel dalam media selama 24 jam dan tidak ditemukan adanya koloni
yang terbentuk didalam pati ubi kayu. Adanya Eschericia coli menjadi acuan bahwa suatu bahansampel tercemar oleh feses manusia. Kontrol terhadap pati dilakukan
dengan syarat tidak boleh mengandung Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli merupakan jasad indikator dalam substrat air dan bahan makanan yang mampu
memfermentasikan laktosa pada temperatur 37°C dengan membentuk asam dan gas. Bakteri ini berpotensi patogen karena pada keadaan tertentu dapat menyebabkan diare
Suriawiria, 1996. Batas mikroba untuk pati berdasarkan SNI berbeda dengan persyaratan Farmakope Indonesia, persyaratan untuk tepung ubi kayu dalam SNI
Universitas Sumatera Utara
36 adalah cemaran mikroba E. coli maksimal 3 x 10
1
kolonig, sedangkan untuk pati amprotab tidak ada batas untuk cemaran E. coli.
Universitas Sumatera Utara
37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN