17 Rugi-rugi =
2.6 Dimana pada keadaan 1 :
= + 2.7
= +
2.8 Rugi-rugi = + +
2.9 Pada keadaan 2 :
Rugi-rugi = + 2.10
Melalui Persamaan 2.9 dan 2.10 dilihat bahwa pada kondisi ke 2 nilai rugi-
rugi pada jaringan lebih kecil dari rugi-rugi pada kondisi pertama. Dapat dilihat bahwa penempatan DG juga mempengaruhi bagaimana kondisi rugi-rugi pada
jaringan.
2.3 Studi Aliran Daya
Studi aliran daya sangat penting untuk merencanakan perluasan sistem tenaga dan dalam menentukan operasi terbaik untuk sistem yang telah ada.
Dengan melakukan studi aliran daya dapat diketahui kondisi operasional sistem tenaga listrik. Keterangan utama yang diperoleh dari studi aliran daya adalah
besar dan sudut fasa tegangan pada setiap bus dan daya aktif dan reaktif yang mengalir pada setiap saluran [11].
2.3.1 Konsep Perhitungan Aliran Daya Perhitungan aliran daya pada umumnya adalah menghitung besar tegangan
dan sudut fasa setiap bus pada kondisi tunak dan ketiga fasa seimbang. Hasil perhitungan ini digunakan untuk menghitung besar aliran daya aktif dan daya
reaktif yang mengalir pada jaringan, besarnya daya aktif dan daya reaktif yang harus dibangkitkan pada setiap pusat pembangkit, serta jumlah rugi-rugi di sistem.
Universitas Sumatera Utara
18 Pada setiap bus ada 4 variabel operasi yang terkait, yaitu daya aktif, daya
reaktif, besar tegangan, dan sudut fasa tegangan. Supaya persamaan aliran daya dapat dihitung, 2 dari 4 variabel di atas harus diketahui untuk setiap bus,
sedangkan 2 variabel lainnya dihitung.
Setiap bus dalam sistem tenaga listrik dikelompokkan menjadi 3 tipe bus, yaitu [12]:
1. Bus beban: Variabel yang diketahui adalah daya aktif dan daya reaktif. Kemudian akan dihitung besaran tegangan dan sudut fasa tegangan di
setiap bus.
2. Bus generator: Variabel yang diketahui adalah daya aktif dan besaran tegangan. Sedangkan daya reaktif dan sudut fasa tegangan merupakan
hasil perhitungan.
3. Bus referensi Swing bus: Variabel yang diketahui adalah besaran tegangan dan sudut fasa tegangan yang merupakan sudut acuan.
Sedangkan daya aktif dan daya reaktif yang harus dikompensasi merupakan hasil perhitungan.
Tabel 2.1 Tipe Bus Dalam Sistem Tenaga Listrik
Tipe bus Nilai yang diketahui Nilai yang dihitung
Bus beban P, Q
V, δ
Bus generator P, V
Q, δ
Bus referensi V, δ
P, Q
Universitas Sumatera Utara
19 2.3.2 Persamaan Aliran Daya
Sistem tenaga listrik tidak hanya terdiri dari 2 bus, melainkan terdiri dari beberapa bus yang akan diinterkoneksikan satu sama lain. Daya listrik yang
diinjeksikan oleh generator kepada salah satu bus, bukan hanya dapat diserap oleh beban bus tersebut, melainkan juga dapat diserap oleh beban di bus yang lain.
Kelebihan daya pada bus akan dikirimkan melalui saluran transmisi ke bus-bus lain yang kekurangan daya.
Diagram satu garis beberapa bus dari suatu sistem tenaga diperlihatkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Diagram Satu Garis dari N-bus Dalam Suatu Sistem Tenaga
Arus pada bus I dapat ditulis: =
+ +
+ … + =
+ +
+ … + …
2.11 Kemudian, definisikan:
= +
+ + … +
= =
↓ =
Universitas Sumatera Utara
20 Dalam bentuk matriks admitansi dapat dinyatakan menjadi:
= …
… 2.12
Sehingga I
i
pada persamaan 2.11 dapat ditulis menjadi: =
+ +
+ … + 2.13
Atau dapat ditulis: =
+ ∑ 2.14
Persamaan daya pada bus I adalah: = ; dimana adalah conjugate pada bus i
= 2.15
Dengan melakukan substitusi Persamaan 2.15 ke Persamaan 2.14 maka diperoleh:
= + ∑
2.16 Dari Persamaan 2.16 terlihat bahwa persamaan aliran daya bersifat tidak linier
dan harus diselesaikan dengan metode numerik. 2.3.3 Metode Newton-Raphson
Kecepatan relatif dari bermacam-macam metode analisis aliran beban sukar dipastikan. Salah satu metode untuk menghitung aliran daya adalah metode
Newton-Raphson. Metode ini memiliki perhitungan lebih baik untuk sistem tenaga yang lebih besar dan tidak linier. Metode ini juga memiliki keuntungan dalam hal
Universitas Sumatera Utara
21 konvergensi yang jauh lebih cepat dan persamaan aliran daya yang dirumuskan
dalam bentuk polar.
Pada suatu bus dimana besarnya tegangan dan daya reaktif tidak diketahui, nilai real dan imajiner tegangan untuk setiap iterasi didapatkan dengan
menghitung nilai daya reaktif terlebih dahulu. Dari Persamaan 2.15 diperoleh:
= + ∑
2.17 dimana i = n, sehingga diperoleh:
= ∑ 2.18
= {
∑ }
2.19 Untuk menerapkan metode Newton-Raphson pada penyelesaian persamaan
aliran daya, tegangan bus dan admitansi saluran dinyatakan dalam bentuk polar. Selanjutnya uraikan Persamaan 2.17 ke dalam unsur real dan imajiner maka
diperoleh:
= | | ∠ = | | ∠ ;
= | | ∠ Sehingga didapatkan:
= ∑ |
| ∠ +
2.20 = ∑
| | cos
+ 2.21
= ∑ |
| sin +
2.22 Persamaan 2.21 dan Persamaan 2.22 merupakan langkah awal
perhitungan aliran daya dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran menggunakan proses iterasi k+1. Untuk iterasi pertama menggunakan nilai k = 0
merupakan nilai perkiraan awal yang diterapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya.
Universitas Sumatera Utara
22 Hasil perhitungan daya menggunakan Persamaan 2.21 dan Persamaan
2.22 akan diperoleh nilai dan
. Hasil ini digunakan untuk menghitung nilai
dan menggunakan persamaan berikut:
= 2.23
= 2.24
Hasil perhitungan Persamaan 2.23 dan Persamaan 2.24 digunakan untuk membentuk matriks Jacobian. Persamaan matriks Jacobian disusun sebagai
berikut:
:
: =
… :
: :
…
| |
…
| |
: :
:
| |
…
| |
… :
: :
…
| |
…
| |
: :
:
| |
…
| |
:
: 2.25
Secara umum Persamaan 2.15 dapat disederhanakan ke dalam bentuk: =
| | 2.26
Unsur Jacobian diperoleh dengan membuat turunan parsial dari Persamaan 2.21 dan Persamaan 2.22 kemudian memasukkan nilai tegangan
perkiraan pada iterasi pertama. Dari Persamaan 2.21 dan Persamaan 2.22 dapat dituliskan matriks Jacobian sebagai berikut:
= | | cos
+ 2.27
= ∑ |
| cos +
2.28 Bentuk umum yang serupa dapat diperoleh dari Persamaan 2.21 dan
Persamaan 2.22 sehingga dapat dicari untuk submatriks Jacobian yang lain.
Universitas Sumatera Utara
23 Setelah mendapatkan nilai matriks Jacobian selanjutnya dilakukan
perhitungan pada nilai dan | |
dengan cara melakukan ingerse matriks Jacobian, sehingga diperoleh bentuk Persamaan 2.29:
| | =
2.29 Setelah nilai
dan | | didapat, selanjutnya dihitung nilai tersebut
untuk iterasi berikutnya, yaitu dengan menambahkan nilai dan | |
, sehingga diperoleh Persamaan 2.30 dan Persamaan 2.31:
= +
2.30 | |
= | | + | |
2.31 Hasil perhitungan Persamaan 2.30 dan Persamaan 2.31 digunakan lagi
dalam proses iterasi selanjutnya, yaitu dengan memasukkan nilai hasil ke dalam Persamaan 2.21 dan Persamaan 2.22 sebagai langkah awal perhitungan aliran
daya. Proses ini dilakukan secara terus menerus sampai diperoleh nilai yang konvergen.
Secara ringkas, metode penyelesaian aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Hitung nilai-nilai dan
yang mengalir ke dalam sistem pada setiap bus untuk nilai yang diperkirakan dari besar
tegangan V dan sudut fasanya δ untuk iterasi pertama atau nilai tegangan yang ditentukan paling akhir untuk iterasi berikutnya
2. Hitung pada setiap rel 3. Hitung nilai-nilai untuk Jacobian dengan menggunakan nilai-nilai
perkiraan atau yang ditentukan dari besar dan sudut fasa tegangan dalam persamaan untuk turunan parsial yang ditentukan dengan
persamaan diferensial Persamaan 2.29 dan Persamaan 2.30
Universitas Sumatera Utara
24 4. Ingerse matriks Jacobian dan hitung koreksi-koreksi tegangan
dan | | pada setiap rel
5. Hitung nilai yang baru dari | | dan dengan menambahkan nilai dan | | pada setiap rel
6. Kembali ke langkah 1 dan ulangi proses tersebut dengan menggunakan nilai besar dan sudut fasa tegangan yang ditentukan oleh nilai hasil
terakhir sehingga semua nilai yang diperoleh lebih kecil dari indeks ketepatan yang dipilih.
2.3.4 Contoh Perhitungan Aliran Daya Menggunakan Metode Newton-Rhapson
Dilakukan perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dimisalkan sebuah jaringan distribusi seperti
digambarkan pada Gambar 2.9 mempunyai satu buah bus referensi, satu buah bus generator,c dan satu buah bus beban.
Gambar 2.9 One-Line Diagram Sistem Distribusi Dengan Tiga Bus
Didapatkan nilai matriks Y dari jaringan distribusi tersebut sebagai berikut
sesuai dengan Persamaan 2.12:
= =
53,85∠ 1,18 22,36∠2,03 31,62∠1,89
22,36∠2,03 58,13∠1,10
35,77∠2,03 31,62 ∠1,89
35,77∠2,03 67,24∠ 1,17
Universitas Sumatera Utara
25 Untuk menghitung nilai
dan dilakukan estimasi pada
nilai V
2
= 1,0 ∠0 pu. Dengan menggunakan Persamaan 2.21 dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai
dan , sehingga
didapatkan: = | || ||
| + + | ||
| +
| || || | +
2.32 = 1,0.1,05.22,36. cos2,03 0 + 0 + 1,0 . 58,13. cos1,10
+ 1,0.1,04.33,77. cos2,03 0 + 0 = 1,18 = | || ||
| + + | || | |
+ +| ||
| 2.33
= 1,04.1,0.31,62. cos1,8915 0 + 0 + 1,04.1,0.35,77. cos2,03 0 + 0
+ 1,04 . 67,24. cos 1,17 = 1,42 Persamaan 2.22 kemudian digunakan untuk mendapatkan nilai
, sehingga didapatkan: = | || ||
| + | ||
| | || | |
+ 2.34 = 1,0.1,05.22,36. sin2,03 0 + 0 + 1,0 . 58,13. sin1,10
+ 1,0.1,04.33,77. sin2,03 0 + 0 = 0,032 Setelah didapatkan nilai P
2 dihitung
dan nilai Q
2 dihitung
, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai
dan sesuai Persamaan 2.23 dan
Persamaan 2.24 sebagai berikut: =
= 4 1,18 = 5,18 =
= 2 1,42 = 0,5723
Universitas Sumatera Utara
26 =
= 2,5 0,032 = 2,532 Dibentuk matriks jacobian sesuai Persamaan 2.25:
=
| | | |
| |
| |
2.35
Dimana nilai-nilai yang terdapat pada matriks Jacobian dibentuk dari turunan parsial Persamaan 2.32, 2.33, dan 2.34, yaitu:
= | || || |
+ + | || || | +
= 0,0211
= | || | | + = 0,0132
| | = | || |
+ + 2. | || | cos
+ | || | + = 1,769
= | || | | + = 0,01322
= | || || |
+ + | || | | +
= 0,0246
| | = | || |
+ = 0,3718
= | || || |
+ | || || | +
= 0,6064
Universitas Sumatera Utara
27 = | || || |
+ = 0,3718
| | = | || || |
+ 2| || |
| | | + = 0,4028
Sehingga diperoleh matriks Jacobian sebagai berikut:
| |
= | |
| | | |
| |
= 0,0211
0,0132 1,769
0,0132 0,0246
0,3718 0,6064
0,3718 0,402
5,18 0,5723
2,532
| |
= 10,56 53,689
3,177 18,118 88,991
2,569 0,882
2,569 0,057
5,18 0,5723
2,532
| |
= 7,0181
6,5313 4,0956
Dengan memasukkan nilai ,
dan | | ke dalam Persamaan
2.30 dan Persamaan 2.31, maka didapatkan: =
+ = 0 + 7,0181 = 7,0118
= +
= 0 + 6,5313 = 6,5313 |
|= | |+ |
|= 0 + 4,0956 = 4,0956
Universitas Sumatera Utara
28 Didapatkan bahwa nilai tegangan dan sudut fasa tegangan pada bus 2
dengan menggunakan metode Newton-Raphson pada iterasi ke-1 adalah sebesar = 4,0956 ,
= 7,0118 , dan = 6,5313 . Hasil
perhitungan tersebut masih belum akurat sepenuhnya. Nilai tersebut selanjutnya digunakkan lagi ke dalam Persamaan 2.32, 2.33, dan 2.34 untuk melakukan
perhitungan nilai iterasi selanjutnya sehingga didapatkan nilai yang konvergen. Perhitungan iterasi yang terlalu banyak untuk mendapatkan nilai yang konvergen
menjadi alasan digunakan simulasi menggunakan program komputer dalam melihat aliran daya pada suatu sistem kelistrikan.
2.4 Stabilitas Sistem Tenaga Listrik