Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Dalam Penuntutan

kewenangan untuk melakukan penyadapan tanpa adanya izin dari pengadilan hanya Badan Intelijen Negara BIN dan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Hal ini membuktikan betapa luasnya kewenangan KPK dalam menangani kasus tindak pidana korupsi. Bahkan KPK memiliki kewenangan untuk melakukan supervisi terhadap Kepolisian dan Kejaksaan.

B. Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Dalam Penuntutan

Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Korupsi Kewenangan disebut dengan kekuasaan formal, yaitu kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang. 66 Setiap kewenangan yang dimiliki oleh penegak hukum, harus diberikan oleh undang-undang. Kewenangan yang dimaksud di atas, dalam ilmu Hukum Administrasi Negara disebut kewenangan Atributif. Pasal 74 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 berbunyi “Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang ini”. Dari formulasi Pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang. Artinya, apabila tindak pidana asal dari Tindak Pidana Pencucian Uang adalah tindak pidana korupsi, berdasarkan Pasal 6 jo Pasal 11 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 jo Pasal 74 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010, KPK memiliki kewenangan dalam melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang hasil tindak pidana korupsi. 66 Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bertanggungjawab, Jurnal Pro Justitia, Universitas Parahyangan Bandung, Edisi IV, Tahun 2000 Hal.22. Universitas Sumatera Utara Selain itu, KPK juga memilliki kewenangan untuk menggabungkan perkara tindak pidana korupsi yang merupakan tindak pidana asal dengan Tindak Pidana Pencucian Uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup. Hal tersebut didasari oleh Pasal 75 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010. Berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam KUHAP. Penggabungan tindak pidana dapat dilakukan pada tahap penuntutaan. Sehingga Penuntut Umum dapat menggabungkan perkara tindak pidana yang memiliki hubungan satu sama lain dalam satu surat dakwaan. Lantas, bagaimana dengan penuntutan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang ?. Apakah pada tahap penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang, Penuntut Umum dapat menggabungkan perkara ?. tentu saja bisa. Mengingat penyidikan akan bermuara kepada penuntutan. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 menyebutkan secara jelas dan tegas pada Pasal 74 bahwa penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam penjelasan Pasal 74 Undang- undang Nomor 8 Tahun 2010 disebutkan penyidik tindak pidana asal antara lain pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, Badan Narkotika Nasional BNN, serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Permasalahan muncul terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tidak disebutkan siapa saja yang berwenang melakukan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang. Apakah Universitas Sumatera Utara Penuntut Umum dari tindak pidana asal Tindak Pidana Pencucian Uang bisa melakukan penuntutan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang ?. Contohnya pada tindak pidana pencucian hasil tindak pidana korupsi. KPK memiliki kewenangan dalam melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang hasil tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 74 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 jo Pasal 6 jo 11 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002. Tapi, apakah KPK memiliki kewenangan dalam melakukan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang hasil korupsi?. Persoalan ini menjadi ambiguitas dalam penegakan hukum. Ketika penyidik Tindak Pidana Pencucian Uang dapat dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal, seharusnya pada tahap penuntutan, Penuntut Umum tindak pidana asal berwenang melakukan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang. Karena penyidikan akan bermuara kepada penuntutan. Dewasa ini, penolakan atas kewenangan KPK dalam melakukan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang hasil tindak pidana korupsi semakin bergejolak. Hal ini diakibatkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tidak mengatur secara tegas siapa saja yang berwenang melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sehingga, KPK dianggap tidak memiliki kewenangan dalam melakukan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang hasil korupsi, karena tidak ada hukum yang mengatur. Kehendak dari perumusan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tertuang dalam penjelasan umum undang-undang tersebut yang menyatakan : “…untuk itu upaya pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektifitas penegak hukum serta penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana”. Universitas Sumatera Utara Poin yang paling cruzial adalah “efektifitas penegak hukum”. Apabila KPK yang semula memiliki kewenangan dalam melakukan penyidikan dan menggabungkan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dan tindak pidana korupsi, hasil penyidikan tersebut harus dilimpahkan kepada Penuntut Umum dari Kejaksaan, apakah langkah tersebut merupakan langkah yang efektif dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang?. Tentu saja sangat tidak efektif. Karena langkah tersebut secara tidak langsung melanggar asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009. Ketika undang-undang memberikan kewenangan kepada KPK dalam melakukan penyelidikan serta menggabungkan tindak pidana asal dan Tindak Pidana Pencucian Uang, secara mutatis mutandi KPK juga memiliki kewenangan dalam melakukan penuntutan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang hasil tindak pidana korupsi. Mahkamah Konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77PUU-XII2014 dengan Akil Mochtar sebagai Pemohon. Dalam amar putusannya, Hakim Konstitusi berpendapat Penuntut Umum adalah suatu kesatuan. Berikut kutipan pendapat Mahkamah Konstitusi terkait kewenangan KPK dalam penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang : 67 67 Putusan MK Nomor 77PUU-XII2014 dengan pemohon Akil Mochtar. Akil Mochtar mengajukan uji materil terhadap beberapa Pasal yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010. Salah satu Pasal yang diajukannya adalah Pasal 76 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010. Pemohon menafsirkan klausul “Penuntut Umum” dalam Pasal 76 merupakan Penuntut Umum yang berasal dari Kejaksaan. Pada amar putusan tersebut Hakim Konstitusi menolak permohonan Akil Mochtar, dan menafsirkan Penuntut Umum yang bertugas di Kejaksaan RI dan di KPK adalah suatu kesatuan. Universitas Sumatera Utara “…Penuntut Umum yang bertugas di Kejaksaan RI maupun yang bertugas di KPK adalah sama. Selain itu, demi peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, penuntut oleh jaksa yang bertugas di KPK akan lebih cepat dari pada harus dikirim lagi ke Kejaksaan negeri. Apalagi Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut terkait dengan tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK… .” Polemik tentang kewenangan KPK dalam melakukan penuntutan terus bergulir. Buktinya banyak dissenting opinion Hakim pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi terhadap kasus Tindak Pidana Pencucian Uang hasil korupsi yang mana KPK sebagai Penuntut Umum. Tercatat 6 Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang hasil tindak pidana korupsi yang mana KPK sebagai Penuntut Umum, terdapat dissenting opinion. 68 Diantaranya perkara nomor 10PID.SUSTPK2014PN.JKT.PST atas nama Terdakwa Akil Mochtar, perkara nomor 55PID.SUSTPK2014PN.JKT.PST atas nama Terdakwa Anas Urbaningrum, perkara nomor 64PID.SUSTPK2014PN.JKT.PST atas nama Terdakwa Syahrul Raja Sempurna Jaya, perkara nomor 38PID.SUSTPK2013PN.JKT.PST atas nama Terdakwa Lutfi Hasan Ishaq, perkara nomor 20PID.SUSTPK2013PN.JKT.PST atas nama Terdakwa Djoko Susilo, perkara nomor 49PID.SUSTPK2014PN.JKT.PST atas nama Terdakwa Ahmad Fathanah. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, keraguan terhadap kewenangan KPK dalam melakukan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang hasil tindak pidana korupsi telah terjawab. 68 Artikel “’Grey Area’ Penanganan TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Bagian 1” Tanggal 4 Februari 2014. m.hukumonline.comberitabacalt52f0d3968ed1fgrey-area-penangan- Tindak Pidana Pencucian Uang-bagian-1, diakses pada tanggal 20 November 2015 Pukul 23:46 WIB. Universitas Sumatera Utara

C. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor :