Analisis Putusan Putusan Mahkamah Agung No Reg. 275 KPid.Sus2012

105 berwenang, maka menurut hukum perbuatan Terdakwa tersebut dilakukan tanpa hak. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur – unsur tindak pidana dalam dakwaan alternatif pertama Pasal 67 ayat 1 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Jo Pasal 55 ayat 1 ke – 1 KUHP. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan diatas maka putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 4046Pid2010PN.Mdn tanggal 06 Juli 2011 yang melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum tersebut tidak dapat dipertahankan lagi.

6. Analisis Putusan

Berdasarkan kasus tersebut, ada beberapa fakta hukum yang dapat menjadi pertimbangan untuk menganalisa kasus tersebut lebih lanjut yaitu: a. Terdapat dualismee dalam kepengurusan Yayasan UISU yaitu Yayasan UISU yang dipimpin oleh Terdakwa Ir Helmi Nasution dan Yayasan UISU yang dipimpin oleh Usman Pelly b. Akibat dualismee dalam kepengurusan Yayasan UISU tersebut, timbul permasalahan Yayasan UISU mana yang berhak atas penyelenggaraan Universitas Islam Sumatera Utara. Dalam kasus tersebut, Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya merumuskan 2 dakwaan alternatif, dimana apabila terpenuhi unsur – unsur pada 106 dakwaan pertama primer, maka tidak perlu lagi mempertimbangkan dakwaan kedua. Dakwaan pertama adalah bahwa perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana dalam Pasal 67 ayat 1 Undang – undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sedangkan dakwaan kedua adalah bahwa Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana Pasal 71 Undang – undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP. Majelis Hakim pada tingkat Pengadilan Negeri melalui Putusan No 4046Pid.B2010PN.Mdn tanggal 06 Juli 2011 Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepadaTerdakwa Helmi Nasution terbukti akan tetapi perbuatan yang terbukti itu tidak merupakan suatu tindak pidana. Putusan PN Medan tersebut merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum dimana merupakan salah satu dari jenis putusan pengadilan sebagaimana yang ditentukan berdasarkan Pasal 191 ayat 2 KUHAP. 80 Dengan demikian, berdasarkan Pasal 191 ayat 2 KUHAP ini dapat disimpulkan bahwa putusan lepas dari segala tuntutan hukum itu, dijatuhkan apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan merupakan tindak pidana, meskipun perbuatannya itu terbukti dilakukan olehnya. Dengan kata lain, dalam putusan lepas ini, sebenarnya perbuatan itu adaterjadi dan terbukti dilakukan oleh pelakuterdakwa sebagaimana yang didakwakan oleh 80 Pasal 191 ayat 2 KUHAP berbunyi: “jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”. 107 Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana. 81 Sedangkan menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan dalam pertimbangannya menyatakan bahwa didalam surat dimaksud pada pokoknya Sedangkan Majelis Hakim pada tingkat kasasi melalui Putusan No Reg. 275 KPid.Sus2012 Menyatakan Terdakwa Ir. Helmi Nasution M.Hum terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara bersama- sama memberikan ijazah tanpa hak”. Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali apabila dikemudian hari ada perintah lain dengan putusan Hakim, karena Terdakwa sebelum masa percobaan selama 2 dua tahun berakhir telah melakukan perbuatan yang dapat dipidana. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 tiga bulan. Ada beberapa hal yang menarik untuk dianalisa dari putusan tersebut, yang pertama adalah pertimbangan majelis hakim mengenai dualisme Yayasan UISU tersebut. Dalam pertimbangannya majelis hakim berpendapat bahwa Yayasan UISU yang sah adalah Yayasan yang dipimpin oleh Usman Pelly. Dasar pertimbangan Majelis Hakim tersebut adalah Surat Nomor: 131MPNDT2009 tanggal 11 September 2009 perihal Yayasan tersebut bahwa ketua Yayasan yang sah adalah Usman Pelly dan rektornya yaitu Usman. Yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. 81 M. Hamdan dan M Eka Putra, Eksaminasi Putusan Nomor: 362PID.SUS2013PN.SRG, Hal. 22, Disampaikan dalam acara Eksaminasi Putusan Pengadilan Tentang Lingkungan Hidup di Universitas Sumatera Utara 108 meminta kepada Usman Pelly untuk menyelesaikan terjadinya dualisme pengelolaan Yayasan UISU tanpa diskriminatif dan disamping itu juga terdapat pengakuan dari Mendiknas terhadap Usman Pelly sebagai pengelola Yayasan UISU sehingga surat tersebut tidak dapat menyelesaikan permasalahan adanya dualisme kepengurusan Yayasan yang mengelola UISU karena kenyataannya sampai saat ini Usman Pelly sebagai pihak yang diminta untuk menyelesaikan tidak dapat menyelesaikan permasalahan sesuai dengan isi surat tersebut. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah apakah kewenangan untuk memberikan pengesahan terhadap suatu Yayasan adalah kewenangan Menteri Pendidikan Nasional atau tidak. Pada dasarnya, Yayasan UISU adalah Yayasan yang berdiri sebelum berlakunya UU No 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, namun setelah berlakunya UU Yayasan tersebut, Yayasan memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. 82 Sedangkan Menteri Pendidikan Nasional memiliki kewenangan penuh terhadap pengelolaan dari penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. 83 Seharusnya Majelis Hakim lebih teliti dalam mempertimbangkan barang bukti surat 131MPNDT2009 tanggal 11 September 2009, yaitu mengenai kekuatan hukum dari surat tersebut. Surat tersebut memang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang, dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional, namun harus dipertimbangkan lagi apakah surat tersebut dapat menimbulkan akibat hukum atau tidak. Surat Nomor 131MPNDT2009 tanggal 11 September 2009 tersebut merupakan surat perintah terhadap Usman Pelly untuk menyelesaikan 82 Pasal 11 UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan. 83 Pasal 50 ayat 1 Undang – undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 109 terjadinya dualisme pengelolaan Yayasan UISU tanpa diskriminatif dan disamping itu juga terdapat pengakuan dari Mendiknas terhadap Usman Pelly sebagai pengelola Yayasan UISU. Perlu ditinjau kembali apakah surat tersebut hanya surat biasa atau suatu keputusan tata usaha negara KTUN. KTUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perUndang – undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. 84 Selanjutnya yang dapat dilihat dalam pertimbangan Majelis Hakim adalah mengenai izin operasional Yayasan UISU. Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan alternatif pertama Pasal 67 ayat 1 Undang – undang Nomor 20 Tahun Apabila dilihat dari pertimbangan Majelis Hakim tingkat Judex Facti mengenai Surat Nomor 131MPNDT2009 tanggal 11 September 2009, surat tersebut bukanlah Keputusan Tata Usaha Negara karena hanya berisi penjelasan dan perintah terhadap Usman Pelly untuk perihal pengelolaan dan penyelesaian dualisme Yayasan UISU, sehingga tidak menimbulkan akibat hukum apapun dan bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara. Majelis Hakim keliru dalam pertimbangannya karena Surat Nomor 131MPNDT2009 bukan tentang pengesahan Yayasan UISU, karena hal tersebut bukan merupakan kewenangan Menteri Pendidikan Nasional, sehingga lebih tepat pertimbangan dari Majelis Hakim PN Medan yang menafsirkan surat tersebut adalah perihal penyelesaian dualisme pengelolaan Yayasan UISU. 84 Pasal 1 angka 3 Undang – undang No 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 110 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Jo Pasal 55 ayat 1 ke – 1 KUHP. Pasal tersebut adalah larangan bagi Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan atau vokasi tanpa hak. Unsur “tanpa hak” telah dipertimbangkan oleh majelis hakim yaitu sebagai berikut: “ Bahwa Chairul M. Mursin diangkat menjadi rektor yang menandatangani ijazah alumni, mewisuda, memberi gelar akademik, sehingga unsur ke 3 yaitu tanpa hak bertentangan dengan persyaratan pendirian dan izin operasional Yayasan pendidikan. Memang penyelenggaraan operasional sejak tahun 1952 tetapi telah berakhir tahun 2007, oleh karenanya rektor mengajukan izin operasional dengan melengkapi persyaratan kepada Kopertis Wilayah 1, namun tidak mendapat jawaban, meskipun demikian ketua Yayasan maupun rektor tetap operasional.” “ Bahwa kendati Terdakwa mengklaim jika pihaknya mempunyai dasar antara lain Akta Tengku Perdana Sulaeman No. 2 Tahun 2006 tentang Kepengurusan Yayasan Universitas Islam Sumatera Utara UISU, Putusan Perdata No. 319Pdt.G2009PN.Mdn tanggal 17 Maret 2009, kemudian Terdakwa bertindak selaku Ketua Umum Yayasan menyelenggarakan pendidkan dengan mengangkat Chairul M. Mursin sebagai rektor, lalu menggunakan fasilitas Yayasan UISU, kemudian menerima mahasiswa baru sampai melakukan wisuda, akan tetapi izin operasional dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi tersebut telah berakhir pada tahun 2010.” 111 “ Dengan demikian, perbuatan Terdakwa yang menyelenggarakan pendidikan atas nama Yayasan UISU beserta dengan segala aktivitas akademik termasuk memberikan ijazah, karena tidak mempunyai izin dari pejabat yang berwenang, maka menurut hukum perbuatan Terdakwa tersebut dilakukan tanpa hak.” Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur “tanpa hak” tersebut terpenuhi karena tidak mempunyai izin dari pihak yang berwenang, sehingga penyelenggaraan pendidikan Yayasan UISU yang dikelola oleh Terdakwa dianggap tidak memiliki izin pada saat pemberian ijazah tersebut yaitu pada tahun 2009 sampai 2010. Namun Majelis Hakim dalam pertimbangannya bertentangan satu sama lain, karena dalam pertimbangan pertama menyebutkan “penyelenggaraan izin operasional sejak tahun 1952 tetapi telah berakhir 2007” sedangkan dalam pertimbangan selanjutnya menyatakan “ Ketua Umum Yayasan menyelenggarakan pendidkan dengan mengangkat Chairul M. Mursin sebagai rektor, lalu menggunakan fasilitas Yayasan UISU, kemudian menerima mahasiswa baru sampai melakukan wisuda, akan tetapi izin operasional dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi tersebut telah berakhir pada tahun 2010 ”. Apabila izin operasional tersebut memang berakhir pada 2007, hal ini berarti Terdakwa memang menyelenggarakan pendidikan tanpa izin pada tahun 2009 dan 2010, namun apabila izin tersebut berakhir pada 2010, maka penyelenggaraan pendidikan pada tahun 2009 dan 2010 tersebut bukanlah penyelenggaraan pendidikan tanpa izin. Sehingga unsur “tanpa hak” tersebut 112 seharusnya tidak terpenuhi. Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan mengenai izin operasional tersebut apakah berakhir tahun 2007 atau 2010. Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah putusan oleh Majelis Hakim dalam kasus tersebut. Majelis Hakim menerapkan putusan yang tidak memberikan manfaat apapun terhadap masyarakat secara langsung, khususnya terhadap penyelesaian permasalahan penyelenggaraan pendidikan oleh Yayasan UISU tersebut. Pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim adalah pidana bersyarat, dengan masa percobaan 2 dua tahun. Serta denda sebesar Rp. 200.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 tiga bulan. Penjatuhan pidana bersyarat diatur dalam Pasal 14a-14f KUHP. Dalam Pasal 14a KUHP ditentukan bahwa hakim dapat menetapkan pidana dengan bersyarat dalam putusan pemidanaan, apabila 85 85 Adami Chazawi, Op, Cit, Hal. 54. : 1. Hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun; 2. Hakim menjatuhkan pidana kurungan bukan kurungan penggganti denda maupun kurungan penggganti perampasan barang; 3. Hakim menjatuhkan pidana denda, dengan ketentuan ialah: a apabila benar benar ternyata pembayaran denda atau perampasan barang yang ditetapkan dalam keputusan itu menimbulkan keberatan yang sangat bagi terpidana, dan b apabila pelaku tindak pidana yang dijatuhi denda bersyarat itu bukan berupa pelanggaran yang berhubungan dengan pendapatan negara. 113 Muladi di dalam Marlina menyatakan mengenai manfaat – manfaat dari pidana bersyarat antara lain 86 1. Pidana Bersyarat tersebut di satu pihak harus dapat meningkatkan kebebasan individu dan di lain pihak mempertahankan tertib hukum serta memberikan perlindungan kepada masyarakat secara efektif terhadap pelanggaran hukum lebih lanjut. : 2. Pidana bersyarat harus dapat meningkatkan persepsi masyarakat terhadap falsafah rehabilitasi dengan cara memelihara kesinambungan hubungan antara narapidana dengan masyarakat secara normal. 3. Pidana bersyarat berusaha menghindarkan dan melemahkan akibat – akibat negatif dari pidana perampasan kemerdekaan yang seringkali menghambat usaha pemasyarakatan kembali narapidana ke dalam masyarakat. 4. Pidana bersyarat mengurangi biaya – biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk membiayai sistem koreksi yang berdaya guna. 5. Pidana bersyarat diharapkan dapat membatasi kerugian – kerugian dari penempatan pidana pencabutan kemerdekaan, khususnya terhadap mereka yang kehidupannya tergantung kepada si pelaku tindak pidana. 6. Pidana bersyarat diharapkan dapat memenuhi tujuan pemidanaan yang bersifat integrative, dalam fungsinya sebagai sarana pencegahan umum dan khusus, perlindungan masyarakat, memelihara solidaritas masyarakat dan pengimbalan. 86 Marlina, Hukum Penitensier, Bandung: PT Refika Aditama, 2011 Hal.144 114 Apabila ditinjau dari tujuan pemidanaan, suatu putusan pidana seharusnya memiliki efek jera terhadap pelaku tindak pidana, atau memberi manfaat terhadap pembinaan terdakwa serta pencegahan terulangnya suatu tindak pidana. Namun didalam Putusan Mahkamah Agung No Reg. 275 KPid.Sus2012 tidak jelas tujuan dari pemidanaan terhadap pelaku, karena tidak memberikan efek jera sama sekali dan tidak memberikan penyelesaian apapun terhadap dualisme penyelenggaraan pendidikan oleh Yayasan UISU pada saat itu. Seharusnya Majelis Hakim lebih teliti dalam menerapkan pemidanaan terhadap kasus penyelenggaraan pendidikan tanpa izin di perguruan tinggi tersebut, karena lebih tepat diterapkan sanksi administratif dalam Putusan Mahkamah Agung No Reg. 275 KPid.Sus2012 yang akan lebih bermanfaat dibandingkan sanksi pidana. Sanksi administratif tersebut sebenarnya telah diatur didalam UU No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. 106

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Pertanggungjawaban Pidana Dokter (Studi Putusan Makamah Agaung Nomor 365 K/Pid/2012)

4 78 145

Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Malpraktek ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 365K/PID/2012 )

3 41 88

Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Malpraktek ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 365K PID 2012 )

0 9 8

Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Malpraktek ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 365K PID 2012 )

0 0 1

Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Malpraktek ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 365K PID 2012 )

0 3 16

Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Malpraktek ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 365K PID 2012 )

0 2 35

Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Malpraktek ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 365K PID 2012 )

0 1 2

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Yayasan Yang Melakukan Tindak Pidana Penyelenggaraan Pendidikan Tanpa Izin (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Ri Nomor 275 K/ Pid.Sus/ 2012 Tentang Yayasan Uisu)

0 0 24

Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Yayasan Yang Melakukan Tindak Pidana Penyelenggaraan Pendidikan Tanpa Izin (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Ri Nomor 275 K/ Pid.Sus/ 2012 Tentang Yayasan Uisu)

0 0 9