4 Menurut Fengel 1995, proses Kraft memiliki beberapa keuntungan
tertentu di antaranya : 1. Pada bilangan kappa tertentu, rendemennya lebih tinggi yang
mengakibatkan kebutuhan kayu lebih rendah. 2. Derajat putih pulp yang tidak dikelantang lebih tinggi.
3. Proses penggelantangan lebih mudah dan tanpa klor. 4. Dampak persoalan pencemaran lebih rendah.
5. Biaya instalasi lebih rendah.
B. PEMBUATAN PULP RAYON PULP SULFAT
Menurut Fengel 1995, pembuatan pulp sulfit dipengaruhi oleh kayu, kondisi impregnasi, komposisi lindi pemasak, dan parameter bejana
pemasak. Tujuan dari proses pulp
kimia adalah untuk memisahkan serat kayu
dari komponen lainnya dengan kerusakan mekanis yang minimum. Bahan kayu yang umumnya terdiri dari lignin dan hemiselulose dapat dilarutkan
menggunakan bahan kimia. Hasil pelarutan tersebut adalah selulosa yang lebih sedikit dan lebih murni dibandingkan yang terlarut oleh bahan kimia.
Pulp kimia dibuat secara komersial dengan proses asam sulfit atau dengan salah satu dari dua proses alkali yang disebut dengan proses soda Grant,
1947. Menurut Sjostrom 1995, pembuatan pulp kraft dilakukan
mneggunakan larutan yang natrium hidroksida dan natrium sulfida, yang dinamakan lindi putih. Kelebihan proses kraft antara lain mampu
mengolah semua jenis bahan baku dengan berbagai macam kualitas dan dapat menghasilkan pulp dengan kualitas yang tinggi. Salah satu kelemahan
proses konvensional ini adalah kontribusinya terhadap pencemaran lingkungan Batubara, 2006.
Selama pembuatan pulp kraft ester-ester asam lemak terhidrolisis hampir sempurna meskipun lilin jauh lebih stabil daripada lemak. Asam-
asam lemak larut bersama-sama dengan asam-asam resin sebagai garam- garam natrium dalam lindi pemasak. Sjostrom, 1995
5 Menurut Grant 1947, komponen dari suatu pabrik yang
memproduksi pulp sebagai berikut : A. Aspek Teknis
1. Bahan bukan serat dapat dipisahkan dengan baik pada proses pembuatan pulp.
2. Rasio warna dibandingkan kekuatan bahan. Kekuatan bahan berkurang apabila warna bahan ditingkatkan kualitasnya selama
proses. Sebaliknya, kualitas warna berkurang bila kekuatan bahan ditingkatkan kualitasnya. Yang terbaik adalah kekuatan bahan dan
warna bahan diseimbangkan kualitasnya sehingga dapat dihasilkan hasil yang optimum.
3. Prosesnya disesuaikan dengan permintaan. 4. Rendemen.
B. Aspek Ekonomi 1. Bahan baku tersedia dan cukup.
2. Bahan dapat dipanen dengan cepat, termasuk akses ke lokasi bahan. 3. Biaya dan fasilitas transportasi.
4. Ketersediaan bahan baku secara konstan baik secara kualitas ataupun secara kuantitas.
5. Biaya yang dibutuhkan dalam proses produksi. 6. Ketersediaan bahan baku untuk keadaan darurat.
Kayu bersifat heterogen tidak hanya dalam strukturnya tetapi juga dalam distribusi komponennya di dalam dinding sel. Selulosa menentukan
struktur lapisan dinding. Dari bekas fibril selulosa dapat dilihat perbedaan konsentrasi selulosa dalam lamela tengah majemuk dan dinding sekunder
Grant, 1947. Panjang molekul selulosa alam sekitar 5.000 nm dan sekitar 10.000
unit glukosa. Unsur terkecil dari kerangka selulosa sementara dianggap sebagai fibril elementer. Fibril elementer terdiri dari 36 molekul selulosa
paralel yang terikat bersama-sama oleh ikatan hidrogen, tetapi ada berbagai pendapat yang berkaitan dengan masalah ini.
6 Molekul-molekul selulosa menurut ”model miselar rumbai”
membentuk bagian teratur sempurna atau kristalin, di dalamny atidak terdapat batas khusus sehingga dapat berubah menjadi bagian yang tidak
teratur atau amorf. Di dalam selulosa alam, panjang kristalit sekitar 100-250 nm dengan penampang lintang kemungkinan persegi rata-rata 3 x 10 nm.
Menurut model ini molekul selulosa berkesinambungan melalui sejumlah kristalit Sjostrom, 1995
Setelah perlakuan terhadap irisan kayu dengan asam, kerangka lignin dinding sel tetap tinggal, kemudian dapat dipotong menjadi irisan ultratipis.
Di dalam mikroskop elektron, irisan kayu tersebut menunjukkan konsentrasi lignin tinggi yang terdapat pada lamela tengan majemuk dan distribusi yang
hampir sama pada dinding sekunder. Di samping itu dapat dilihat arah partikel lignin yang sesuai dengan fibril selulosa yang ada sebelumnya.
Dikroisma bentuk lignin dalam sinar ultra violet yang disebabkan oleh tekstur selulosa dapat dilihat dalam irisan kayu spruce dan serat rami Grant,
1947. Proses sulfat atau kraft dan proses soda merupakan dua teknik pokok
pembuatan pulp alkalis. Teknik ini merupakan dasar untuk sejumlah proses alkalis termodifikasi yang meliputi pembuatan pulp kraft setelah tahap
hidrolisis pendahuluan untuk menghasilkan pulp. Natrium hidroksida merupakan bahan kimia pemasak utama dalam kedua proses tersebut,
sedangkan dalam pembuatan pulp sulfat natrium sulfida merupakan komponen aktif tambahan. Nama kedua proses ini diperoleh dari bahan
kimia yang digunakan untuk mengimbangi hilangnya natrium hidroksida berupa natrium karbonat dan natrium sulfat Grant, 1947.
Kebutuhan alkali efektif dalam pemasakan kraft sekitar 150 kilogram natrium hidroksida per ton kayu. Sebagai hasil degradasi alkali terhadap
polisakarida, maka sekitar 1,6 ekuivalen dengan asam yang dibentuk untuk setiap unit monosakarida yang lepas dari rantai. Dari banyaknya alkali yang
dimasukkan, 60-70 persenya dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam hidroksi tersebut, sedangkan sisanya dibutuhkan untuk menetralkan asam-
asam uronat dan asetat sekitar 10 alkali serta produk-produk degradasi
7 lignin 25-30 alkali Sjostrom, 1995. Dalam proses soda dan kraft, kayu
biasanya dimasak dengan larutan yang mengandung alkali 17 sampai 25 persen dari berat kayu kering selama 2 sampai 6 jam pada temperatur 165-
175
o
C Wise, 1952. Proses sulfat tidak hanya merupakan proses pembuatan pulp alkalis
yang utama, tetapi sekaligus juga merupakan proses pulp yang paling penting. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pulp kraft diperoleh
dalam rendemen yang lebih tinggi dan dengan sifat-sifat yang lebih unggul bila dibandingkan dengan pulp soda Grant, 1947.
C. BAHAN BAKU PULP