Pendugaan Kayu Gaharu dengan Asal-usul Tidak Jelas

Gambar 9memperlihatkan bahwa populasi nuklear daun gaharu tanaman dengan gaharu alam berpisah membentuk dua klaster yang berbeda.Pengklasteran mengindikasikan bahwa dalam satu klaster memiliki struktur genetik yang hampir sama penghomogenan, sehingga antara klaster yang satu dengan yang lainnya memiliki struktur genetik yang berbeda. Hal ini memberikan peluang untuk kegiatan diskriminasi kayu gaharu alam dengan kayu gaharu budidaya atau tanaman. Hartati et al. 2007 menyatakan bahwa proses evolusi dan adaptasi suatu populasi pada lingkungan spesifik yang merupakan habitatnya akan menyebabkan masing-masing populasi mengembangkan karakter dan ciri spesifik secara morfologis dan genetik yang berbeda dengan populasi lainnya.Berdasarkan hasil dendogram, secara garis besar pengelompokan tidak berhubungan dengan posisi geografisnya. Artinya pengelompokan tidak menunjukkan bahwa semakin dekat jarak geografisnya suatu populasi maka jarak genetik antar populasi tersebut semakin dekat, akan tetapi populasi-populasi yang berdekatan mempunyai kecenderungan untuk membentuk satu sub kelompok,

4.4 Pendugaan Kayu Gaharu dengan Asal-usul Tidak Jelas

Secara biologis selain daun, benih dan kambium, kayu juga menyimpan materi genetik berupa DNA. Informasi genetik pada tanaman kehutanan tersebar pada tiga genom yaitu inti sel nuklear, mitokondria dan kloroplas. DNA kloroplas telah digunakan untuk studi filogenetik pada beberapa tanaman, seperti pada Dipterocarpaceae Kamiya et al. 2005, serta studi ekologi dan sejarah evolusi tanaman Heuertz et al. 2004. Baru-baru ini DNA kloroplas juga telah digunakan sebagai alat identifikasi dan forensik kayu asal daerah kayu untuk mendukung kegiatan sertifikasi kayu Deguilloux et al. 2004. Penanda mikrosatelit juga telah digunakan untuk lacak balak pada jenis kayu ramin Smulders et al. 2008. Pendugaan asal – usul kayu gaharu yang tidak jelas dapat dilihat dari pengelompokanklaster dendogram Gambar 10. Gambar 10 Dendogram pendugaan asal-usul kayu gaharu Nei’s 1972 Dendogram Gambar 10memperlihatkan bahwa potongan kayu gaharu mengelompok dengan gaharu yang berasal dari hutan alam, sehingga kayu gaharu dengan asal-usul tidak jelas tersebut memiliki struktur genetik yang sama dengan gaharu dari alam. Hal ini dapat disimpulkan bahwa secara umum kayu gaharu yang diperdagangkan masih berasal dari hutan alam, walaupun semua jenis gaharu sudah termasuk kedalam daftar CITES Apendiks II. Menurut Soehartono dan Mardiastuti 2003, para pengumpul gaharu kini cenderung mengabaikan pendekatan tradisional untuk mencari gaharu.Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh Soehatono dan Mardiastuti, terungkap bahwa pada saat ini hanya 42 dari pengumpul gaharu yang masih menggunakan metode tradisional untuk mencari gaharu.Karena pendapatan dari gaharu menurun, para pengumpul gaharu cenderung untuk mencari gaharu sebesar- besarnya untuk menutupi kerugian.Oleh karena itu, tekanan terhadap populasi gaharu di alam terus berlangsung dan bahkan meningkat sepanjang waktu. Menanggapi tentang kelestarian perdagangan di masa depan, Soehartono dan Mardiastuti 2003 menjelaskan bahwa 56,6 pengumpul gaharu dari Kalimantan percaya bahwa aktivitas mereka dapat terus berlanjut dan mereka percaya bahwa pengawasan tradisional adat dalam mengumpulkan gaharu semestinya dilakukan. Untuk menjawab ide ini, WWF Kayan Mentarang 1994 dalam Soehartono dan Mardiastuti 2003 memprakarsai pengaktifan kembali pengawasan adat di Kalimantan Timur, meski hasilnya kurang menjanjikan. kayu Berdasarkan hasil penelitian, DNA kayu gaharudapat diekstraksi dan diamplifikasi dengan penanda mikrosatelit. Kegiatan ekstraksi DNA dari kayu sebelumnya sudah berhasil dilakukan Deguilloux et al. 2002.Selain dari kayu, kegiatan esktraksi DNA pada kulit biji yang keras juga sudah berhasil dilakukan Godoy and Jordano 2001.Jika DNA kayu berhasil diekstraksi, maka dengan metode PCR bagian-bagian tertentu DNA dapat selanjutnya diamplifikasi hingga cukup untuk keperluan analisis variasi genetik. Atas dasar hal tersebut banyak penelitian yang menggunakan DNA kayu untuk lacak balak kayu Finkeldey et al. 2007; Lowe 2007. Penggunaan empat primer dalam penelitian ini mampu memperlihatkan pemisahanklaster antara hutan alam dan tanaman. Dari keempat primer tersebut penggunaan satu primer yang mampu memperlihatkan pemisahan hutan alam dan tanaman dengan lebih tajam G st = 0,965adalah primer 10pa17 Gambar 11. Pada Gambar 11 dapat dilihat adanya klasterisasi populasi hutan alam dan tanaman. Namun hasil yang lebih baik akan didapatkan jika menggunakan primer lebih dari satu. Penggunaan satu primer ini bisa dimanfaatkan jika memerlukan waktu yang singkat untuk mengetahui keragaman genetik pada suatu populasi. Gambar 11 Dendogram klasterpemisahan hutan alam dan tanaman dengan primer 10pa17. Siregar 2000 menyatakan bahwa keragaman genetik dibagi menjadi keragaman di dalam populasi dan antar populasi dan masing-masing mempunyai beberapa ukuran. Hasil-hasil penelitian terbaru memperlihatkan bahwa penggunaan penanda genetik ini sangat efektif untuk membedakan jenis-jenis yang berkerabat atau hibrid, dimana metode anatomi kayu sangat sulit untuk membedakannya. Jika perbedaan pola variasi genetik antar populasi telah diketahui, maka secara teoritis kayu juga dapat dibedakan asal-usulnya. Pengembangan metode penanda genetika molekuler untuk lacak balak pada kayu jati sebelumnya telah berhasil dilakukan untuk memverifikasi aliran kayu jati pada Perhutani Siregar et al. 2008 dan aliran kayu meranti pada IUPHHK-HA di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah Yunanto 2010.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN