tertinggi dalam pembuatan dan konsumsi mi instan. Di tahun 2005, 85 miliar bungkus mi instan dikonsumsi di seluruh dunia. China menempati peringkat
pertama dalam konsumsi dan produksi mi instan yaitu kira-kira 50 miliar bungkus, Indonesia menempati peringkat kedua yaitu mencapai 15 miliar bungkus, setelah
itu diikuti oleh Jepang sekitar 6 miliar bungkus. Namun konsumsi mi instan per kapita tertinggi diraih oleh penduduk Korea Selatan yaitu 69
bungkusorangtahun Rahadi, 2010.
Penemu mi instan Momofuku Ando meninggal di usia 96 tahun pada tahun 2007. Jasa-jasanya akan selalu dikenang sepanjang masa. Tahun 1999 dibuka
museum khusus mi instan di Ikeda dengan nama Momofuku Ando Instant Ramen Museum. Sebelum menutup mata, impian terbesarnya tercapai, yaitu membawa
mi instan untuk astronot yang bertugas di angkasa luar. Di bulan Juli 2005, Nissin memperkenalkan mi instan dengan kemasan vakum yang dibuat khusus untuk
astronot Jepang. Soichi Noguchi membawanya dalam misi ke luar angkasa Discovery di bawah NASA Space Shuttle Program Rahadi
, 2010.
Posisi mi sudah mulai menggeser sedikit demi sedikit makanan pokok nasi untuk sebagian masyarakat Asia. Kemudahan, kepraktisan dan kaya akan rasa
menjadikan mi instan pilihan utama. Bahkan banyak sekali masyarakat Indonesia yang menjadikan mi instan sebagai “lauk” teman nasi. Popularitas mi instan
menembus lintas batas benua dan negara. Tidaklah mengherankan di tiap toko Asia di manapun di dunia jika kita melihat tumpukan di salah satu rak terdapat
berbagai merek dan jenis mi instan Rahadi
, 2010.
B. Pembuatan Mi Instan
Bahan baku utama dalam pembuatan mi adalah tepung terigu. Bahan lainnya terdiri dari air dan garam-garam 1.5 – 2 dari terigu. Umumnya garam
alkali adalah campuran yang seimbang antara natrium karbonat dan kalium karbonat, natrium tripolifosfat dan guar gum Kruger dan Matsuo
, 1996.
Tepung terigu dalam pembuatan mi berfungsi sebagai pembentuk struktur, sumber protein dan sumber karbohidrat Astawan
, 1999. Kandungan protein
utama dalam terigu yang berperan dalam pembuatan mi adalah gluten. Gluten ini terbentuk dari gliadin prolamin dalam terigu dan glutenin bila dicampur dengan
air Mugiarti ,
2000. Air merupakan komponen penting dalam pembentukan gluten, media dalam pencampuran garam dan pengikatan karbohidrat sehingga
membentuk adonan yang baik. Garam NaCl berfungsi untuk memberi rasa,
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
memperkuat tekstur mi, meningkatkan elastisitas, serta mengurangi kelengketen adonan Koswara
, 2005. Natrium karbonat, kalium karbonat dan garam fosfat
berperan dalam pembentukan gluten, meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas, serta menghaluskan tekstur mi. Natrium tripolifosfat digunakan
sebagai bahan pengikat air, agar air dalam adonan tidak mudah menguap sehingga permukaan adonan tidak cepat mengering dan mengeras Koswara,
2005.
Pembuatan mi instan meliputi tahap pencampuran bahan mixing, pembentukan lembaran serta pencetakan, penguapan, penggorengan,
pendinginan dan pengemasan Astawan, 1999. Pencampuran bertujuan untuk pembentukan gluten dan agar distribusi bahan-bahan menjadi homogen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan adonan yang baik adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu dan suhu pengadukan Koswara, 2005.
Jumlah air yang ditambahkan antara 28 – 38 tergantung dari jenis terigunya. Jika kurang dari 28 , adonan akan menjadi rapuh, sebaliknya jika
lebih dari 38 , adaonan akan menjadi lembek dan lengket Koswara, 2005. Waktu total pengadukan yang baik sekitar 15 – 25 menit. Pengadukan lebih dari
25 menit menyebabkan adonan menjadi rapuh, keras dan kering, sedangkan pengadukan yang kurang dari 15 menit menyebabkan adonan menjadi lunak dan
lengket. Suhu adonan berpengaruh terhadap aktivitas enzim protease dan amilase. Peningkatan suhu di atas 40ºC menyebabkan aktivitas enzim amilase
memecah pati menjadi dekstrin dan aktivitas enzim protease dalam memecah gluten meningkat sehingga adonan menjadi lembut dan halus. Suhu adonan
yang baik sekitar 25 - 40ºC Astawan, 1999.
Proses pembentukan lembaran dilakukan dengan memasukkan adonan ke dalam rollpress secara berulang-ulang sehingga pada roller terakhir diperoleh
ketebalan 1.0 mm. Dalam rollpress, serat-serat gluten yang tidak beraturan ditarik ke satu arah sehingga seratnya menjadi sejajar. Hal ini mengakibatkan
meningkatnya kehalusan dan elastisitas mi Koswara, 2005. Lembaran yang tipis selanjutnya masuk ke mesin pencetak mi slitter yang berfungsi mengubah
lembaran mi menjadi untaian mi yang bergelombang Astawan
, 1999.
Setelah dicetak, mi diangkut oleh konveyor secara perlahan-lahan melalui terowongan yang penuh uap air. Mi berada di dalam terowongan tersebut selama
80 – 90 detik dengan menggunakan uap bertekanan 2.8 kgcm
2
Gauge. Setelah ke luar terowongan pengukus mi nampak kuning pucat dan bersifat setengah
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
matang. Kemudian mi dipotong-potong dengan mesin pemotong dan masuk ke dalam cetakan berbentuk segi empat Koswara
, 2005.
Melalui konveyor, mi digoreng dalam minyak nabati panas. Suhu minyak dari ujung awal ke ujung akhir dibuat meningkat secara bertahap yaitu dari suhu
140ºC hingga 160ºC. Seluruh penggorengan selesai dalam waktu kurang dari 2 menit. Dengan teknik penggorengan cepat tersebut, kegosongan dapat
dihindarkan Koswara
, 2005. Mi yang telah digoreng didinginkan dengan
menggunakan kipas angin dalam mesin pendingin. Mesin ini bekerja dengan meniupkan angin ke arah mi panas yang bergerak melalui konveyor. Proses
pendinginan ini akan menyebabkan pengerasan minyak yang terserap dan menempel pada mi sehingga mi menjadi keras Astawan
, 1999.
Kemasan yang biasa digunakan untuk produk mi instan adalah plastik polipropilen atau polietilen. Dalam penggunaannya, kemasan ini biasanya dilapisi
dengan oriented polypropilen OPP sehingga tahan terhadap berbagai jenis kerusakan. Setelah itu, mi dengan kemasan primer dimasukkan ke dalam kotak
karton sebagai kemasan sekunder Astawan
, 1999.
Menurut Badan Standarisasi Nasional BSN, syarat mutu mi instan dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengamatan terhadap beberapa mi instan yang beredar di Indonesia menunjukkan bahwa komposisi gizi dari 100 g mi lengkap dengan minyak,
bumbu dan komponen lainnya adalah 10 – 12 g protein, 17 – 20 g lemak, 57 – 60 g karbohidrat, ± 450 kkal energi, 3 – 7 g mineral, ± 1800 SI vitamin A , 0.5 –
0.7 mg vitamin B1, ± 0.5 mg vitamin B6, ± 7.5 mg niasin dan ± 1.3 µg vitamin B12. Astawan, 1999.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Tabel 1 Syarat mutu mi instan Kriteria Uji
Satuan Persyaratan
1.
Keadaan :
a.
Tekstur
b.
Aroma
c.
Warna
d.
Rasa
2.
Benda-benda asing
3.
Keutuhan
4.
Kadar air a. Proses penggorengan
b. Proses pengeringan
5.
Kadar Protein a. Mi dari terigu
b. Mi dari bukan terigu
6.
Bilangan asam
7.
Cemaran logam
a.
Timbal Pb
b.
Raksa Hg
8.
Arsen As
9.
Cemaran mikroba
a.
Angka lempeng total
b.
E. coli
c.
Salmonella
d.
Kapang -
- -
- -
, bb , bb
, bb , bb
, bb Mg KOHg
minyak mgkg
mgkg mgkg
kolonig APMg
- Kolonig
Normal dapat diterima Normal dapat diterima
Normal dapat diterima Normal dapat diterima
Tidak boleh ada Minimum 90
Maksimum 10,0 Maksimum 14,5
Minimum 8.0 Minimum 8.0
Maksimum 2.0 Maksimum 2.0
Maksimum 0.05 Maksimum 0.5
Maksimum 1.0 x 10
6
3 Negatif per 25 g
Maksimum 1.0 x 10
3
Sumber: Badan Standardisasi Nasional SNI 01-3551-2000 tanggal 15 Maret 2000
C. Kebutuhan Mi Instan di Asia