PRESIPITASI BAHAN DAN METODOLOGI

presipitasi menggunakan pelarut Anonim, 2002. Protein presipitat biasanya tidak terdenaturasi dan aktivitasnya diperbaiki selama pelarutan pelet kembali pelet. Selain itu, garam-garam ini dapat menstabilkan protein melawan denaturasi, proteolisis ataupun kontaminasi bakteri Harris dan Angal, 1989. Gambar 11. Hasil presipitasi bertingkat Penambahan garam dilakukan secara bertingkat dengan konsentrasi penambahan 30–70. Hal ini dilakukan karena protein yang terdapat dalam larutan bermacam-macam sehingga kondisi yang diperlukan untuk mengendapkannya pun berbeda. Berturut-turut dari ependorf A hingga ependorf E Gambar 11 yaitu hasil presipitasi dengan penambahan kadar amonium sulfat 30; 30 - 40; 40 - 50; 50 – 60 dan 60 – 70. Berdasarkan data hasil penelitian Lampiran 9 diperoleh kadar protein presipitat paling tinggi diperoleh pada tingkat amonium sulfat 60–70, yaitu sebesar 5,873 mgml. Kadar protein presipitat terendah didapat pada kadar amonium sulfat 40–50 , yaitu sebesar 0,014 mgml. 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 30 30-40 40-50 50-60 60-70 kadar amonium sulfat ka d ar pr ot ei n m g m l -0,005 0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 A k ti vi tas en z im sp esi fi k U m g kadar protein aktiv itas enzim Gambar 12. Grafik kadar protein dan aktivitas enzim spesifik presipitat Penambahan garam menyebabkan terjadinya peningkatan kekuatan ion dalam larutan dapat menyebabkan penurunan efek penolakan dari muatan yang serupa diantara molekul-molekul protein yang identik Chaplin, 2004. Hal ini juga menurunkan gaya melarut yang berada di sekeliling permukaan molekul protein. Protein yang mengendap dengan penambahan kadar garam 30 merupakan protein yang memiliki gaya menolak antar muatan serupa yang lebih rendah dibandingkan protein yang mengendap dengan penambahan konsentrasi garam lebih tinggi. Menurut Chaplin 2004, protein hidrofobik akan mengendap pada konsentrasi garam yang lebih rendah dibandingkan protein hidrofilik. Hal ini berarti protein yang mengendap pada kadar amonium sulfat 30 lebih bersifat hidrofobik dibandingkan protein yang mengendap pada konsentrasi garam 60 – 70. Kelompok hidrofobik biasanya terdapat di lapisan dalam protein, tetapi beberapa diantaranya ada yang berlokasi di permukaan, biasanya dalam kelompok kecil. Kelompok hidrofobik ini dapat bergabung dengan kelompok hidrofobik lainnya membentuk kelompok yang besar hingga terbentuklah endapan Harris dan Angal, 1989. Berdasarkan uji T Lampiran 11 yang dilakukan terdapat kesimpulan bahwa penambahan kadar amonium sulfat tidak berhubungan dengan kadar protein yang dihasilkan. Protein yang mengendap karena penambahan amonium sulfat lebih dipengaruhi oleh sifat permukaan molekul protein. Semakin banyak wilayah hidrofobik pada permukaan molekul protein maka semakin banyak protein yang mengendap pada penambahan amonium sulfat paling sedikit. Gambar 12 memperlihatkan aktivitas enzim protease tertinggi didapatkan pada kadar amonium sulfat 50 - 60 yaitu sebanyak 0,02031 Uml, sedangkan fraksi terendah diperoleh pada kadar ammonium 40 – 50 yaitu bernilai 0,000 Uml. pH rendah dapat menyebabkan pengendapan protein secara isoelektrik dimana muatan bersih dari molekul bernilai nol. Pada kondisi presipitasi ini, basa amonia yang digunakan bersifat lebih lemah daripada sulfat yang bersifat asam kuat sehingga menghasilkan pH sekitar 5,3 Anonim, 2002. Dengan demikian, enzim protease lebih efektif difraksinasi pada kondisi kadar ammonium sulfat lebih tinggi karena lebih banyak konsentrasi ammonium sulfat menyebabkan pH menjadi lebih rendah sehingga mempermudah enzim membentuk endapan. Kadar protein yang tinggi tidak berarti memiliki kandungan enzim protease tertinggi. Gambar 12 juga menampilkan peningkatan kadar protein selama presipitasi berlangsung tidak mengakibatkan peningkatan aktivitas enzim spesifik. Protein yang mengendap tersebut tidak hanya mengandung enzim protease tetapi juga terdapat protein enzim lainnya atau bahkan protein non enzim yang terukur ketika melakukan analisis kadar protein.

C. KROMATOGRAFI PENUKAR ION

Enzim memiliki muatan dalam larutan, tergantung pada pH, struktur dan titik isoelektriknya. Dalam larutan yang memiliki pH di bawah titik isoelektriknya, enzim tersebut akan memiliki muatan positif dan terikat pada penukar kation, sedangkan di dalam larutan yang memiliki pH di atas titik isoelektriknya, enzim akan bermuatan negatif dan berikatan dengan penukar anion Chaplin, 2004. Prinsip ini yang mendasari penggunaan kromatografi penukar ion.