Tabel 1 Ciri-ciri tingkat kematangan gonad TKG ikan nila berdasarkan modifikasi Cassei pada Effendie 2002
TKG Struktur Morfologis Gonad
Jantan Betina
I Testes seperti benang, lebih
pendek dan terlihat ujungnya di rongga tubuh, warna jernih
Ovarium seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh, warna jernih,
permukaan licin, dan butiran telur tidak terlihat dengan mata biasa
II Ukuran testes lebih besar, warna
putih seperti susu, bentuk lebih jelas dari pada TKG I
Ovarium lebih besar dari TKG I, warna agak keruh kekuning-kuningan,
permukaan halus, dan butiran telur tidak terlihat jelas dengan mata biasa
III Permukaan testes pejal, warna
mulai putih dan ukuran semakin besar
Ovarium lebih besar dari TKG II, berwarna kuning, butiran telur sudah
dapat terlihat dengan mata biasa namun masih sulit untuk dipisahkan
IV Seperti TKG III tampak lebih
jelas, testes semakin pejal Ovarium semakin besar lebih besar dari
TKG III, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan, butir minyak tidak tampak
3. Pembuatan Preparat Histologis Organ Insang dan Hati Ikan Nila
Pembuatan preparat histologis organ insang dan hati ikan nila dilakukan untuk mengetahui kerusakan jaringan yang terjadi pada organ tersebut di tiga stasiun. Selain
itu juga, dilakukan pembuatan preparat histologis organ insang dan hati ikan nila yang berasal dari kolam budidaya FPIK, IPB untuk mengetahui organ yang normal.
Pembuatan preparat histologis dilakukan melalui Metode Histoteknik dengan embedding parafin, tahapannya adalah sebagai berikut Kiernan 1990:
3.1. Pengambilan Sampel
Pengambilan organ insang dan hati ikan nila dilakukan dengan menggunakan alat bedah yang selanjutnya dilakukan untuk pembedahan preparat histologis. Potongan
tersebut diawetkan dengan larutan BNF dalam wadah sampel Kiernan 1990.
3.2. Pengawetan Fiksasi
Proses pengawetan dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan post- mortem pasca mati pada jaringan, yaitu agar bagian padat dan bagian cair
protoplasma sel tetap terpisah, merubah bagian-bagian sel agar menjadi bahan-bahan yang tidak larut pada proses berikutnya. Melindungi sel dari proses pengerutan saat
dimasukkan ke dalam alkohol atau parafin panas, serta meningkatkan kemampuan dari tiap-tiap bagian jaringan agar dapat diwarnai dan meningkatkan indeks retraksi jaringan
sehingga visibilitasnya naik.
Larutan fiksasi yang baik dapat melakukan penetrasi secara cepat untuk mencegah terjadinya penurunan pasca mati, mengkoagualsi substansi-substansi sel menjadi
substansi yang tidak larut, melindungi jaringan dari pengerutan dan kerusakan baik pada saat dehidrasi, embedding, maupun pada saat pemotongan serta memudahkan
pewarnaan bagian-bagian sel. Pada penelitian ini larutan pengawet yang digunakan adalah larutan BNF.
Organ yang difiksasi selama 24 jam dalam larutan BNF selanjutnya dicuci dalam alkohol 70 selama 1 jam. Pencucian ini dimaksudkan untuk menghilangkan sisa
bahan pengawet yang terdapat di dalam jaringan, yang dapat mengganggu proses mikroteknik selanjutnya. Organ yang dicuci kemudian disimpan dalam alkohol 70
sebelum proses selanjutnya.
3.3. Proses Penghilangan Air Dehidrasi
Proses ini merupakan proses penarikan air dari jaringan yang dilakukan dengan cara merendam jaringan ke dalam alkohol secara bertingkat mulai dari alkohol 80,
90, 95 sampai ke alkohol absolut. Penggunaan alkohol bertingkat ditujukan selain untuk menarik air, juga dapat mencegah terjadinya pengerutan.
3.4. Proses Penjernihan Clearing