Kesiapan Fisik PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL KASUS PROSES INTEGRASI ANAK DIDIK LPKA KE MASYARAKAT.

124 7 INTEGRASI ANAK DIDIK LPKA KE MASYARAKAT: SIAP ATAU TIDAK? Anak didik Lembaga Pembinaan Khusus Anak memiliki hak untuk dapat berintegrasi kembali ke dalam masyarakat selepas keluar dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak.Kesiapan bagi anak didik akan berbeda dengan kesiapan narapidana dewasa untuk berintegrasi kembali ke dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini akan terkait dengan proses perkembangan dirinya sebagai seorang remaja. Dalam hal ini, Gultom 2008 mengemukakan bahwa terdapat tiga hal terkait dengan kesiapan yang berhubungan dengan pembinaan yang dijalankan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak, yaitu kesiapan dalam hal fisik, mental, dan sosial. Namun, untuk memudahkan pengertian, maka dalam penelitian ini akan dibahas satu per satu mengenai kesiapan anak didik Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam menghadapi proses integrasi ke dalam masyarakat yang terkait dengan proses perkembangan dirinya sebagai seorang remaja dalam kaitannya dengan pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak dan kondisi nyata kehidupan bermasyarakat atas dasar pengalaman anak didik residivis.

A. Kesiapan Fisik

Bila ditinjau secara fisik, maka mayoritas anak didik Lembaga Pembinaan Khusus Anak mayoritasberada pada usia 16-18 tahun. Dalam hal 125 ini, Monks 1999 mengkategorikan usia 15-18 tahun sebagai remaja pertengahan. Maka dapat diketahui bahwa anak didik Lembaga Pembinaan Khusus Anak sedang berada dalam masa remaja pertengahan yang akan memiliki karakteristik perkembangan tersendiri terkait dengan pemenuhan haknya sebagai seorang remaja. Dalam hal ini, Lembaga Pembinaan Khusus Anak secara umum sudah memperhatikan kondisi kesehatan dan tenaga anak didik selama menjalani masa pembinaan. Hal ini sudah sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Dalyono 2005 sebagai salah satu upaya agar anak didik memiliki kesiapan fisik yang baik dalam menjalankan aktivitas. Sebagaimana yang tertera pada hasil pemeriksaan awal pada berita acara pemeriksaan fisik di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandung, kondisi fisik keseluruhan anak didikpada saat melakukan pendaftaran awal dinyatakan sehat dan tidak terdapat cacat pada bagian tubuh secara fisik. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa anak didik Lembaga Pembinaan Khusus Anak tidak ada yang berkebutuhan khusus. Beberapa gejala penyakit yang seringkali dialami oleh anak didik selama menjalani masa pembinaan adalah flu dan demam. Namun, anak didik juga mengakui bahwadirinya terkadang mengalami sakit kepala, telinga berdenging, dan berdebar-debar. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sceidt 2000 dalam survey internasional dari WHO World Health Organization bahwa walaupun anak didik didiagnosa tidak mengalami penyakit, namun gejala gangguan kesehatan tubuh sering dialami selama menjalani masa pembinaan. Dalam hal ini, tidak terdapat pula anak didik yang didiagnosa mengalami trauma fisik dan psikis di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandung, serta memiliki kondisi pancaindera yang berfungsi secara normal sehingga dapat digunakan dalam proses pembinaan dengan baik. 126 Penanganan yang dilakukan terhadap anak yang mengalami sakit yaitu dengan dirujuk ke klinik yang berada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandung. Klinik tersebut dijaga oleh tenaga medis professional berupa dokter dan apoteker. Pemeriksaan kesehatan bagi anak didik tidak dilakukan secara berkala, namun hanya pada saat awal registrasi sebelum masuk Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandung dengan menggunakan BAP Berita Acara Pemeriksaan. Jenis pemeriksaan kesehatan yang diadakan diantaranya pemeriksaan kondisi dan kesehatan fisik dan rekapitulasi riwayat penyakit. Namun, pemeriksaan kesehatan bagi anak didik tidak dilakukan kembali ketika anak didik akan menjalani masa pembebasan dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Kartu Pembinaan dan dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan pada awal registrasi anak didik digunakan sebagai arsip di Lembaga Pembinaan Khusus anak. Hal ini sebaiknya perlu diperhatikan kembali karena salah satu aspek yang mempengaruhi kesiapan menurut Slamento 2010 adalah kondisi fisik didasarkan atas prinsip dari kesiapan yaitu kematangan jasmani selama menjalani masa pembinaan. Oleh karena itu, penting kiranya pemeriksaan kesehatan kembali untuk memastikan kondisi kesehatan dan kematangan jasmani anak didik untuk siap beraktivitas kembali dalam kehidupan bermasyarakat selepas keluar dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandung. Hal ini juga didasarkan atas kekhawatiran masyarakat akan kemungkinan kesehatan fisik anak didik yang membawa dampak buruk terhadap masyarakat sekitarnya, seperti halnya kemungkinan terdapatnya penyakit menular. Dalam hal ini, keterbatasan sarana prasarana dalam pemeriksaan penyakit menular bagi anak didik ketika menjalani masa pembinaan memang tidak ada. Sehingga, kondisi kesehatan anak didik akan penyakit menular diketahui ketika pertama kali masuk ke dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak melalui rekapitulasi riwayat penyakit, baik melalui surat pengantar keterangan sehat dari Lembaga Pemasyarakatan lain bagi anak 127 didik mutasi, maupun surat keterangan sehat dari pihak rumah sakitpuskesmas setempat ketika sebelum masuk ke dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Namun, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ali, Asrori 2012, anak didik sudah menjalankan persiapan dirinya seiring dengan perkembangan fisik yang dialaminya selama menjalani masa pembinaan. Diantatanya anak didik dibiasakan untuk mengikuti pola pembinaan hidup sehat dengan jadwal mandi, makan, bersih-bersih kamar dan lingkungan sekitar, serta olahraga sudah diatur dengan jadwal tertentu. Sehingga anak didik sudah terbiasa untuk memelihara kondisi dan kesehatan badannya secara teratur. Olahraga juga diadakan oleh anak didik atas inisiasi dirinya setiap pagi dan sore dengan pengawasan petugas. Bila ada yang sakit, anak didik segera melaporkan dirinya kepada pihak ketua RW ketua asrama untuk disampaikan kepada petugas yang memeriksa setiap paginya. Namun, dalam hal ini beberapa anak didik residivis mengakui bahwa bila mengalami gangguan kesehatan, dirinya cenderung memilih untuk mengobati dirinya sendiri dengan persediaan obat yang ada di kamar dibandingkan dengan memberitahukannya kepada petugas. Hal ini tampak sebagai fenomena perkembangan masa remaja sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget dalam Hurlock, 1989 bahwa remaja menginginkan berada pada tingkatan yang sama dengan orang dewasa dimana terdapat keengganan dari anak didik untuk dianggap sebagai anak yang manja. Begitupula dengan ketikaterbukaan dirinya terhadap petugas akan kondisi kesehatan dirinya merupakan salah satu pilihannya sebagai seorang remaja yang berada pada masa remaja pertengahan sebagaimana yang dikemukakan oleh Monks 1999. Pemenuhan kebutuhan akan makanan yang baik sudah dipenuhi oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak melalui pengaturan jadwal makan yang teratur 3 tiga kali sehari. Dalam hal keterlibatan dan peran anak dan petugas 128 dalam pembinaan fisik di Lembaga Pembinaan Khusus Anak, anak didik memiliki hak untuk menentukan keterlibatannya dalam kegiatan pembinaan fisik di Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang akan berpengaruh terhadap kesiapan dirinya untuk menghadapi proses integrasi ke dalam masyarakat selepas keluar dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak.Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Piaget dalam Hurlock, 1989 bahwa remaja memerlukan persamaan pemenuhan hak dan kebutuhan sebagaimana orang dewasa, termasuk dalam penentuan keputusan yang mempengaruhi dirinya. Pembinaan fisik di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandungdilaksanakan dalam bentuk kegiatan harian berupa olahraga setiap pagi selepas upacara apel. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa kegiatan olahraga dalam pembinaan fisik yang dijalankan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandung sudah memenuhi salah satu prinsip pembinaan yang dikemukakan oleh Gultom 2008 bahwa pembinaan yang ada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak harus dilaksanakan atas dasar kemauan dari anak didik lembaga pembinaan khusus anak untuk melakukan suatu perubahan terhadap dirinya ke arah yang lebih positif. Inisiasi dari anak didik untuk melakukan olahraga pagi setiap harinya tanpa perintah dari petugas merupakan salah satu bentuk partisipasi anak untuk melakukan perubahan atas dasar pengambilan keputusan dirinya sendiri. Setiap harinya petugas pembinaan dan pengamanan mendampingi anak didik yang melaksanakan olahraga pagi. Olahraga senam diadakan setiap pagi hari, sedangkan sore hari anak didik berolahraga bebas, seperti bermain bola, tenis meja, dan lain sebagainya. Hal ini juga menandakan bahwa anak didik sudah mempersiapkan kesiapan fisiknya dalam menghadapi proses integrasi ke dalam masyarakat dengan aktivitas yang menunjang perkembangan fisik dirinya sebagai seorang remaja melalui kegiatan olahraga, waktu istirahat yang cukup, serta sarana prasarana 129 yang memadai untuk menunjang aktivitas pemeliharaan kondisi fisik anak didik tersebut. Berdasarkan prinsip pembinaan yang dikemukakan oleh Gultom 2008, maka petugas merupakan salah satu komponen yang memiliki tugas untuk mengetahui perkembangan fisik anak didik selama menjalani proses pembinaan. Dalam hal ini, kegiatan pemeriksaan kesehatan dilakukan hanya untuk kepentingan tertentu seperti pengisian Kartu Pembinaan oleh Wali Pemasyarakatan, Jurnal atau Database anak didik untuk keperluan pembebasan bersyarat, dan keperluan bidang akademik. Asisten wali pemasyarakatan dibantu oleh staf keamanan dan ketertibanbertugas untuk menanyakan perihal kesehatan setiap anak didik setiap pagi dengan pertanyaan lisan kepada ketua asrama anak didik dan tidak dilakukan pengecekan secara langsung.Namun, aksesibilitas kesehatan bagi anak didik terbilang mudah dengan adanya klinik kesehatan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandung yang dijaga oleh dokter dan apoteker professional. Namun, sebaiknya setiap petugas yang memiliki wewenang tugas sebagai asisten wali pemasyarakatan mengetahui dan memantau secara aktif perkembangan fisik anak didik binaannya dalam kaitannya dengan kondisi kesehatan setiap harinya dan tidak menjadi tanggungjawab salah seorang petugas yang sedang bertugas di asrama saja. Hal ini terkait dengan masa perkembangan anak didik sebagaimana yang dikemukakan oleh Monks 1999 bahwa anak didik sebagai seorang remaja dalam tahap masa perkembangan pertengahan yang terkadang dilanda rasa bingung untuk terbuka terhadap lingkungan sekitar, bahkan dalam hal kondisi kesehatan fisik karena merasa dapat menangani dirinya sendiri. Bila meninjau dari harapan anggota masyarakat akan kesiapan fisik anak didik Lembaga Pembinaan Khusus Anak, maka sebagian besar informan 130 anak didik mengemukakan bahwa orangtua anak didik memeriksakan kembali kondisi kesehatan anaknya selepas keluar dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandung. Pemeriksaan kesehatan ulang ini bertujuan untuk memastikan anaknya kembali ke rumah dalam keadaan sehat dikarenakan tidak bisa memastikan asupan gizi bagi anaknya sudah cukup dan pergaulan antar sesama anak didik membuat ada kekhawatiran tersendiri akan kemungkinan penyakit menular. Kesehatan fisik mantan narapidana anak tidak akan menjadi permasalahan bagi sebagian besar anggota masyarakat karena sifatnya yang tidak tampak. Hanya saja bila kesehatan fisik itu diketahui buruk dan berdampak pada anggota masyarakat sekitar tempat tinggalnya maka kemungkinan akan berpengaruh terhadap keberadaan mantan narapidana anak tersebut dalam masyarakat. Namun, masyarakat berharap Lembaga Pembinaan Khusus Anak memperhatikan kesehatan dan kondisi fisik anak didik sehingga selepas keluar dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak tidak membawa penyakit yang dapat menular kepada masyarakat. Bahkan, alangkah lebih baik bila ada pemeriksaan penyakit menular di antara anak didik Lembaga Pembinaan Khusus Anak sehingga dalam pembinaannya dapat ditangani permasalahan kesehatan yang akan merugikan dirinya juga anggota masyarakat selepas keluar dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Dalam hal ini, dapat ditinjau bahwa masyatakat memiliki pandangan bahwa kesehatan atau kondisi fisik anak didik tidak akan menjadi perhatian selama hal tersebut tdak menganggu kehidupan pribadinya. Perhatian masyarakat akan kesiapan fisik anak didik bukan terfokus pada kesehatan anak didik secara individu melainkan bagaimana kesehatan fisik anak didik tersebut tidak membawa pengaruh buruk terhadap lingkungannya. 131

B. Kesiapan Mental