BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Siklus Hidrologi dan Klasifikasi Iklim
Dibumi terdapat kira-kira 1,3-1,4 milyar km
3
air: 97,5 adalah air laut, 1,75 berbentuk es dan 0,73 berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan
sebagainya. Hanya 0,001 berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi, penguapan, presipitasi dan pengaliran keluaroutflow.
Air menguap dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan bumi
sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba di permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah.
Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan kepermukaan tanah
Sosrodarsono,2003. Siklus air atau siklus hidrologi adalah
sirkulasi air
yang tidak pernah berhenti dari atmosfer
ke bumi
dan kembali ke atmosfir
melalui kondensasi
, presipitasi
, evaporasi
dan transpirasi
. Pemanasan air laut
oleh sinar matahari
merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh
sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju sleet, hujan gerimis atau kabut ---------2010d.
5
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi Sumber :
http:www.lablink.or.idHidroSiklusair-siklus.htm Diakses tanggal 12 Maret 2010 jam 10.13AM
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah infiltrasi. Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah,
kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut.
Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai disebut aliran
intra=interflow. Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah groundwater yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang ke permukaan tanah di
daerah-daerah yang rendah disebut groundwater runnof = limpasan air tanah Sosrodarsono, 2003.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah.
Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
Universitas Sumatera Utara
•
Evaporasi transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya. Kemudian akan menguap ke angkasa
atmosfer dan kemudian
akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air awan itu akan menjadi bintik- bintik air yang selanjutnya akan turun precipitation dalam bentuk hujan, salju,
es.
•
Infiltrasi Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah- celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak
akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
•
Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin datar lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran
permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah perpindahan. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk
sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang danau, waduk, rawa, dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan
berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai DAS. Jumlah air di
bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya -------- -2010d.
Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah
Universitas Sumatera Utara
hujan presipitasi. Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan.
Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara
langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut Lakitan, 2002 dalam Sudrajat, A.2009.
Thornthwaite 1933 dalam Bayong 2004 menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-
benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi
kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia Asia Tenggara umumnya seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan
curah hujan sebagai kriteria utama, mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman
baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria
dalam pengklasifikasian iklim Sudrajat, A.2009. Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah
digunakan di Indonesia antara lain adalah: a.
Sistem Klasifikasi Oldeman
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan
jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut. Oldeman et al. 1980 mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah
150 mm per bulan, sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mmbulan. Dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75, maka untuk mencukupi
kebutuhan air tanaman padi 150 mmbulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mmbulan, untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah
hujan sebesar 120 mmbulan. Maka menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan
bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenisvarietas yang
digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat
melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan Bayong, 2004.
Oldeman et al.1980 membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi
dalam setahun, sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone
A, zone B, zone C, zone D dan zone E, sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.
Universitas Sumatera Utara
Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam
setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu
kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. Oldeman et al., 1980.
Penentuan tipe iklim Oldeman dapat dilihat pada Tabel 1 dan segitiga Oldeman pada Gambar 1, sedangkan penentuan zona agroklimat Oldeman dapat dilihat pada Tabel 2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Kriteria penentuan tipe iklim Oldeman
Z one K la sifikasi
Bula n Ba sah Bulan K ering
A 1 10-12 Bulan
0-1 Bulan A 2
10-12 Bulan 2 Bulan
B 1 7-9 Bulan
0-1 Bulan B 2
7-9 Bulan 2-3 Bulan
B 3 7-9 Bulan
4-5 Bulan C 1
5-6 Bulan 0-1 Bulan
C 2 5-6 Bulan
2-3 Bulan C 3
5-6 Bulan 4-6 Bulan
C 4 5 Bulan
7 Bulan D 1
3-4 Bulan 0-1 Bulan
D 2 3-4 Bulan
2-3 Bulan D 3
3-4 Bulan 4-6 Bulan
D 4 3-4 Bulan
7-9 Bulan E1
0-2 Bulan 0-1 Bulan
E2 0-2 Bulan
2-3 Bulan E3
0-2 Bulan 4-6 Bulan
E4 0-2 Bulan
7-9 Bulan E5
0-2 Bulan 10-12 Bulan
A B
C
D
E
Sumber : Oldeman et al., 1980
Sumber : Oldeman et al., 1980
Gambar 2.2. Segitiga Oldeman
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Zona Agroklimat Oldeman Tipe Iklim
Penjabaran A1-A2
Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena fluks radiasi matahari sepanjang tahun rendah.
B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim
yang baik. B2-B3
Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk palawija.
C1 Dapat tanam padi sekali dan palawija dua kali setahun.
C2-C4 Setahuan hanya dapat tanam padi satu kali dan penanaman palawija
jangan tanam dimusim kering. D1
Tanam padi umur pendek satu kali dan palawija cukup. D2-D4
Hanya mugkin tanam padi sekali dan palawija sekali. Perlu adanya irigasi.
E Satu kali menanam tanam palawija
b. Sistem Klasifikasi Schmidth-Fergusson
Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto et al. 2000 dalam Sudrajat.A. 2009 penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidth-Fergusson lebih
banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidth- Fergusson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan
basah dan bulan kering klasifikasi iklim Mohr. Menurut As-Syakur 2008 pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasian iklim Schmidth-Fergusson
dilakukan dengan membandingkan jumlahfrekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya tahun pengamatan.
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi Iklim menurut Schmidth-Fergusson 1951 didasarkan kepada perbandingan antara Bulan Kering BK dan Bulan Basah BB. Ketentuan penetapan bulan basah dan
bulan kering mengikuti aturan sebagai berikut : Bulan Kering
: bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm Bulan Basah
: bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm Bulan Lembab : bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm.
Bulan Lembab BL tidak dimasukkan dalam rumus penentuan tipe curah hujan yang dinyatakan dalam nilai Q, yang dihitung dengan persamaan berikut :
Rata-rata jumlah BK Q = ----------------------------- x 100
Rata-rata jumlah BB
Rata-rata jumlah bulan basah adalah banyaknya bulan basah dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan, demikian pula rata-rata jumlah bulan
kering adalah banyaknya bulan kering dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan.
Berdasarkan besarnya nilai Q ini selanjutnya ditentukan tipe curah hujan suatu tempat atau daerah dengan menggunakan Tabel Q atau diagram segitiga kriteria klasifikasi tipe
iklim menurut Schmidth-Fergusson, seperti terlihat pada Tabel 3 dan Gambar 2, untuk zone agroklimatnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Kriteria Pembagian Tipe Iklim Schmidth-Fergusson Tabel Q Tipe Iklim
Kriteria A Sangat Basah
B Basah C Agak Basah
D Sedang E Agak kering
F Kering G Sangat kering
H Luar Biasa Kering ≤ Q 0,143
0,143 ≤ Q 0,333
0,333 ≤ Q 0,600
0,600 ≤ Q 1,000
1,000 ≤ Q 1,670
1,670 ≤ Q 3,000
3,000 ≤ Q 7,000
7,000 ≤ Q
Gambar 2.3. Diagram segitiga Schmidth-Fergusson
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4. Zona Agroklimat Schmidth-Fergusson
Tipe Iklim Schmidth-Fergusson Zona Agroklimat
A Hutan hujan tropis
B Hutan hujan tropis
C Hutan dengan jenis tanaman yang
mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau
D Hutan musim
E Hutan savana
F Hutan savana
G Padang ilalang
H Padang ilalang
2.2. Proses Pembentukan Hujan