BAB II KAJIAN TEORI
A.Penerjemahan
Setiap bahasa mempunyai system dan struktur yang secara sepintas terlihat “tertutup” sui generis, sehingga penerjemahan nampak tidak mungkin
dilakukan. Namun, karena pada kenyataannya, jika dilihat lebih dalam, setiap
bahasa mempunyai sifat kesemestaan, sebagaimana diungkapkan Chomsky 2002
pada Syantactic Structures. Berdasarkan hal tersebut, penerjemahan mungkin untuk dilakukan. Catford 1978 mengemukakan bahwa “translation may be
defined as the replacement of textual material in one language SL, by textual material in another language”.
Kemudian Bell 1991 memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai pernyataan Catford tersebut. Bell mengartikan penerjemahan sebagai, “...the
replacement of representation of a text in one language by representation of an equivalent in second language.” Defenisi yang diberikan Bell ini mengisyaratkan
pentingnya kesepadanan dalam penerjemahan. Di sisi lain Nida memberikan defenisi penerjemahan dengan, “translation
consists in reproducing the receptor language the closest natural equivalence of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of
style”. Defenisi penerjemahan yang diberikan oleh Nida ini sering kali dianggap
definisi yang paling baik diantara ketiganya, karena definisi ini mempunyai cakupan yang lebih baik. Nida tidak hanya menyinggung kesepedanan pesan
antara bahasa sumber dan bahasa sasaran, namun dia juga menekankan pentingnya “gaya” penulisan dalam bahasa sumber yang tampak pada hasil
terjemahan. Larson 1984:2 mempertegas pengertian penerjemahan dengan
mengatakan bahwa menerjemahkan berarti merubah bentuk. Namun, harus dipahami dulu perbedaan antara makna dan bentuk dalam proses penerjemahan.
Lebih lanjut Larson 20984 menyebutkan bahwa istilah surface structure sebagai bentuk bahasa yang terealisasikan melalui unit-unit linguistik dan deep structure
sebagai makna atau pesan. Berdasarkan hal itu, maka maknalah yang tetap harus
9