49
“Ro sian huta pogos do hami. Alai dung huula hami bisnis on gabe adong ma arta nami nuaeng. Boi ma terpenuhi sude kebutuhan
hidup nami, mangan dohot biaya sikola ni dakdanak. Alani i hujou hami do tondongnami sian huta jala rap mangula ren
tenir dison.” Kondisi inilah yang menggiurkan pelaku untuk menjalankan bisnis
rentenir, setelah mengalami kemajuan di bidang ekonomi, dan lambat laun pelaku ini mengajak saudaranya dari kampung untuk
bergabung dalam menjalankan bisnis rentenir.
Hampir seluruh waktu rentenir ini habis dipakai untuk mengejar para nasabah dan menagih mereka, serta merayu nasabah agar meminjam
uang kepadanya. Inilah salah satu cara dari seorang rentenir dalam upaya melanggengkan hubungannya dengan nasabah. Hal ini terlihat dari cara
kerja rentenir ini mulai pagi hari sampai sore hari.
133
Menurut penulis, para perempuan rentenir yang menjalankan bisnis ini mengalami perubahan ekonomi ke arah yang lebih baik karena kegigihan
yang luar biasa, beroperasi mulai dari pagi sampai sore, dan setelah mengalami kemajuan dan kesuksesan, maka mereka mengajak saudaranya
dari kampung.
b. Suku Bunga Tinggi
Seiring berjalannya waktu jumlah rentenir ini bertambah banyak. Dari hasil penelitian, para rentenir ini menyatakan selain faktor kebutuhan,
mereka tergiur menjalankan bisnis ini karena faktor bunganya yang relatif tinggi. Para perempuan rentenir ini tidak perlu berlama-lama menunggu
proses waktu, perubahan ekonomi langsung nyata dan relatif cepat. Mereka kini dapat membeli tanah serta rumah, mencicil kredit sepeda motor, dan
133
Siahaan,Monang, Ibid, 19.
50
memenuhi kebutuhannya. Bunga uang yang bisa mencapai 20 serta jumlah tagihan tergantung kesepakatan antara rentenir dan nasabah dengan
tagihan secara harian atau mingguan. Hal ini diakui oleh ibu Len:
134
“Ahu gabe rentenir alana hubege do bungana timbo” Ibu Len ini tergiur menjadi rentenir dan meninggalkan pekerjaannya di Riau
karena ibu Len ini mengetahui dari saudaranya yang telah lama menjalankan bisnis ini, bahwa bisnis ini cukup menjanjikan dengan bunga
sangat tinggi. Ibu Len ini beranggapan hanya dengan menjalankan bisnis ini saja, maka kondisi ekonominya diyakini dapat lebih baik. Hal ini juga
dialami oleh ibu JS yang sudah menjalankan bisnis ini selama 17 tahun. Menurut pengakuan responden:
135
“Nunga 17 taon ahu mandalani bisnis on, jala nunga godang dapothu sian bunga ini hepeng on. Nuaeng boi ahu marjabu,
manuhor motor, jala pasikkolahon gellengku. Sudena i sian bunga ini hepeng on do.”
Ibu JS tidak merasa bersalah dengan bunga yang tinggi itu, dia beranggapan bahwa harta yang dimiliki itu semua pemberian Tuhan.
Menurut pengakuan responden:
136
“Mauliate ma di Tuhan, di pasu-pasuNa gabe boi denggan mulaulaon di ngolu on. Molo taringot tu balga ni bunga hepeng i,
bah kesepakatan doi, olo sama olo do.”
Dari pernyataan ibu JS diketahui bahwa responden menagih suku bunga itu atas kesepakatan bersama antara nasabah dan responden.
134
Wawancara dengan ibu Len.
135
Wawancara dengan ibu JS.
136
Ibid..
51
Ironisnya, justru pedagang-pedagang kecil yang banyak meminjam pada perempuan rentenir meskipun bunga tinggi mencapai 20. Bunga
sebesar ini sangat tinggi bila dibandingkan dengan institusi finansial formal yang digelar pemerintah atau bank perkreditan rakyat yang bunganya
berkisar antara 2,5 - 3.
137
Menurut penulis, bunga tinggi ini menjadi faktor pendukung bagi perempuan rentenir ini untuk menjalankan bisnis ini, sekalipun sudah
memiliki pekerjaan sebelumnya. Dari hasil penelitian ini ada beberapa masalah yang dihadapi
perempuan rentenir ini antara lain:
3.2. Permasalahan yang Dialami oleh Perempuan Rentenir 3.2.1. Kekerasan Verbal