xiii
kelangsungan hidup jaringan otak. Hal ini memicu serangkaian kejadian saling terkait yang mengakibatkan cedera seluler dan kematian sel akibat nekrosis. Kematian sel ini
menghasilkan pelepasan semua komponen sitoplasma ke ruang ekstraseluler yang mengaktifkan respon inflamasi. Pelepasan neurotransmitter eksitatorik yaitu glutamat,
menyebabkan stimulasi eksitotoksik yang berlebih terhadap reseptor glutamat. Eksitotoksik merupakan mekanisme utama dalam tahap awal perkembangan terjadinya cedera otak
iskemik. Mekanisme lain yang berperan adalah depolarisasi peri infark, apoptosis dan inflamasi Benakis dkk., 2009.
2.2 Vitamin D
Vitamin D merupakan vitamin larut dalam lemak yang dapat bertindak sebagai hormon. Vitamin D diproduksi secara endogen dalam kulit dari paparan sinar matahari atau diperoleh
dari makanan yang secara alami mengandung vitamin D, makanan yang diperkaya vitamin D dan suplemen yang mengandung vitamin D Ontario, 2010; Nezhad dan Holick, 2013.
Sejarah vitamin D dimulai dengan ditemukannya metabolisme kompleks vitamin D sebanyak 41 metabolit, terutama 2
5-hydroxyvitamin D
25-OHD dan
1,25-dihydroxyvitamin D
[1,25-OH
2
D], dan regulasi kompleks produksi ginjal dari produk aktif akhir 1,25-OH
2
D sebagai hormon steroid. Selanjutnya pengangkutan metabolit vitamin D ekstra sel oleh
lipoprotein, albumin dan
vitamin D binding protein
DBP, intra sel oleh reseptor vitamin D VDR dan akhirnya identifikasi VDR sebagai faktor transkripsi nukelus yang mengatur
sejumlah gen, menegaskan bahwa 1,25 OH
2
D sebagai hormon kalsiotropik klasik. Reseptor vitamin D ada pada berbagai tempat, dimana VDR ekstra renal memproduksi metabolit
vitamin D, meregulasi multipel gen yang tidak terlibat pada metabolisme kalsium Bouillon, dkk., 2008.
2.2.1 Metabolisme Vitamin D
Sistem endokrin vitamin D berperan penting pada hemostasis kalsium dan metabolism tulang, namun penelitian selama dua dekade terakhir telah mengungkapkan beragam fungsi
biologis vitamin D meliputi induksi differensial sel, menghambat pertumbuhan sel, modulasi sistem imun dan kontrol sistem hormonal lainnya. Vitamin D merupakan prohormon yang
metaboliknya dikonversi menjadi metabolit aktif
1,25 dyhidroxyvitamin D
[1,25-OH2D].
xiv
Hormon vitamin D ini mengaktifkan reseptor seluler VDR dan mengubah tingkat transkripsi gen target yang bertanggung jawab atas respon biologis Dusso, dkk., 2005.
Sebelumnya telah dilakukan pengamatan bahwa metabolit vitamin D berinteraksi dengan protein dalam ekstrak intestinal yang menyebabkan identifikasi dari VDR. Reseptor
vitamin D mengaktivasi faktor transkripsi yang berinteraksi dengan
coregulators
dan kompleks preinisiasi transkripsional untuk mengubah tingkat target transkripsi gen.
Kehadiran VDR pada jaringan yang tidak berpartisipasi pada hemostasis ion mineral menyebabkan penemuan dari sejumlah fungsi lain pada hormon vitamin D Dusso, dkk.,
2005. Terdapat dua bentuk vitamin D yaitu vitamin D3
cholecalciferol
dan vitamin D2
ergocalciferol
. Vitamin D3 merupakan hasil konversi
7-dehydrocholesterol
pada epidermis dan dermis manusia dan vitamin D2 merupakan vitamin yang diproduksi pada jamur dan ragi
Setelah terbentuk, vitamin D3 dikeluarkan dari membran plasma keratinosit dan ditarik ke dalam kapiler dermis oleh DBP. Vitamin D kemudian dilepaskan ke sistem limfatik dan
memasuki darah vena, yang diikat oleh DBP dan lipoprotein kemudian diangkut menuju hepar. Langkah pertama pada aktivasi metabolik vitamin D D3, D2, dan metabolit lainnya
adalah hidroksilasi karbon 25, yang terjadi primer pada hepar. Beberapa sitokrom p-450 hepar telah menunjukkan mengandung
25-hydroxylasevitamin D.
Kadar 25OHD meningkat secara proporsional dengan asupan vitamin D, dan dengan alasan ini kadar plasma 25OHD
biasanya digunakan sebagai indikator status vitamin D tubuh Dusso, dkk., 2005. Pada berbagai konsensus menyatakan bahwa konsentrasi
25-hydroxyvitamin D
yang harus diukur untuk menilai status vitamin D di dalam tubuh. Pengukuran konsentrasi 1,25 OHD
2
tidak direkomendasikan untuk menilai status vitamin D di dalam tubuh, namun mungkin bernilai
saat mengukur kadar vitamin D pada kondisi tertentu seperti gangguan metabolisme akibat penyakit terkait genetik Kienreich, dkk., 2013.
Langkah kedua adalah bioaktivasi vitamin D. Terjadi pembentukan
1,25- dihydroxyvitamin D
[1,25-OH
2
D dari
25-hydroxyvitamin D
, terjadi dalam kondisi fisiologis, terutama pada ginjal, namun beberapa kondisi dapat mempengaruhi kadar dalam sirkulasi
seperti kehamilan, gagal ginjal kronis, sarkoidosis, tuberculosis, granulomatous dan rheumatoid arthritis. Produksi 1,25 OH
2
D ekstrarenal terutama berfungsi sebagai faktor autokrin atau parakrin dengan fungsi sel spesifik Dusso, dkk., 2005.
xv
2.3 Hubungan Antara