21
d. Self concept konsep diri, dimaksudkan untuk membangun kepekaan terhadap identitas diri yang kuat dan untuk mengembangkan menerima
dan menghargai diri sendiri. e. Handling stress penanganan stress, dengan melakukan kegiatan
relaksasi, senam pernafasan, berimajinasi secara terarah atau berolah raga.
f. Communication komunikasi dengan orang lain, yaitu dengan berlatih mengirim pesan dengan menggunakan kata “saya”, belajar untuk tidak
menyalahkan orang lain dan belajar menjadi pendengar yang baik. g. Group dynamic dinamika kelompok, untuk membangun kerja sama,
belajar menjadi pemimpin dan belajar menjadi pengikut yang baik. h. Conflict resolution pemecahan konflik belajar berkompetisi secara sehat
dan menyelesaikan masalah dengan pendekatan saling menang win-win solution.
Dengan mengembangkan model tersebut diharapkan sekolah dapat memberikan perhatian yang tinggi dengan menciptakan suasana yang
kondusif untuk penumbuhan kecerdasan emosi siswa didalam kelas. Sebagai catatan perlu diperhatikan bahwa kecerdasan emosi guru seharusnya lebih
dahulu terbangun sebelum mengembangkan kecerdasan emosi siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam mengembangkan potensi
emosi peserta didik, diperlukan 3 kegiatan, yaitu mengembangkan kecerdasan emosi guru, mengembangkan kecerdasan emosi siswa dan
meningkatkan susasana atau lingkungan kelas yang kondusif.
6.2. Peran Lingkungan dalam Pengembangan Emosi
Manusia akan selalu mempunyai keterkaitan dengan lingkungan baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Mendesain lingkungan
peserta didik menjadi lingkungan yang baik dalam memberikan pengalaman nyata untuk pengembangan emosi adalah suatu kebutuhan. Hal ini
dikarenakan lingkungan merupakan faktor utama yang mempengaruhi potensi emosional peserta didik.
22
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama dalam mengembangkan dan mencerdasakan emosi serta menanamkan nilai
pada anak. Di lingkungan keluarga inilah maka potensi emosional peserta didik dapat ditingkatkan dengan menciptakan interaksi dan komunikasi antar
anggota keluarga. Dalam komunikasi dan interaksi itulah terlibat atau terekspresikan emosi yang akan mewarnai keseharian. Misalnya dalam
membangunkan anak, jika sudah dibiasakan bangun pagi anak-anak harus semangat dan tidak boleh malas-malasan maka pembiasaan ini akan
mempengaruhi gairah hidup anak. Apalagi jika orang tua selalu memutarkan musik yang dapat mengiringi aktivitas pagi hari, maka pembentukan emosi
anak untuk bersemangat setiap pagi dapat tercipta. Lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang berperan aktif
dalam proses pembelajaran. Lingkungan sekolah terwujud dalam interaksi dan komunikasi antara peserta didik dan pendidik. Dalam upaya peningkatan
potensi peserta didik utamanya dalam bidang emosional maka guru haruslah menciptakan pembelajaran yang menarik simpati peserta didik. Contoh
kegiatan yang dapat meningkatkan potensi emosional peserta didik yaitu melaui diskusi yang menarik simpati dan mengajarkan sikap kekeluargaan.
Guru dapat membantu mereka yang bertingkah laku kasar menjadi anak yang lebih tenang dan lebih mudah ditangani. Salah satu cara
yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri Dinata, 2005.
Lingkungan masyarakat
yang bernuansa
kekerasan dapat
membentuk perilaku emosi anak yang keras pula. Begitu sebaliknya, lingkungan masyarakat yang ramah dan santun, mendorong warganya untuk
berprestasi misalnya slogan kota A adalah kota prestasi, maka hal itupun akan mendorong warganya untuk berperilaku sebagaimana yang menjadi
slogan masyarakatnya. Beberapa penelitian memang telah membuktikan bahwa lingkungan masyarakat dengan karakter yang melekat padanya, akan
mempengaruhi perilaku dan emosi anak.