Pengaruh Predisposing Factor, Enabling Factor dan Reinforcing Factor Terhadap Penggunaan Jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

(1)

Oleh : HURUL AIN NIM. 091000036

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

i


(3)

penyakit. Desa Gunungtua merupakan salah satu desa di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara di mana sebagian besar rumah tangga belum menggunakan jamban disebabkan masih banyak rumah tangga yang belum memiliki jamban yaitu sebanyak 1747 RT (78,2%) dan sebanyak 488 RT (21,8%) yang memiliki jamban.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei bersifat explanatory research yang bertujuan menjelaskan pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan kuesioner, observasi, dokumentasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal dan kantor Kepala Desa Gunungtua. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rumah tangga di Desa Gunungtua yang berjumlah 2235 RT dan jumlah sampel sebanyak 96 RT.

Hasil penelitian terhadap 96 responden, menunjukkan sebanyak 67 responden (69,8%) diketahui tidak menggunakan jamban dan sebanyak 29 responden (30,2 %) menggunakan jamban. Hasil analisis regresi logistik berganda menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel kebiasaan (ρ=0,000), dukungan tenaga kesehatan (ρ=0,022) dan dukungan tokoh masyarakat (ρ=0,006) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua.

Diharapkan adanya pembuatan kebijakan/peraturan-peraturan untuk mengubah kebiasaan masyarakat agar membuang hajat di jamban, serta diharapkan adanya dukungan tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat secara intens dalam memberikan informasi/pengetahuan untuk memengaruhi kebiasaan masyarakat agar terbiasa menggunakan jamban.


(4)

iii ABSTRACT

Latrine is one of the basic sanitation facilities which is highly needed as the facility for feces dump which will effectively cut off the link of the spread of a disease. Gunungtua village is one of the villages in Penyabungan Subdistrict, Mandailing Natal District, North Sumatera Province, where most of the families do not use latrines since about 1747 of them (78.2%) do not have any latrines although 488 of them (21.8%) do.

The research used a survey method with an explanatory research approach which was aimed to explain the influence of predisposing factors (knowledge and habit), enabling factors (availability, accessibility, and local administration’s policy), and reinforcing factors (support from health care providers and support from public figures) on the use of latrines at Gunungtua village. The data were gathered by using questionnaires, observation, and documents obtained from the Health Service of Mandailing Natal District and the office of the Head of Gunungtua village. The population was 2235 families at Gunugtua village, and 96 of them were used as the samples.

The result of the research showed that 67 respondents (69.8%) did not use latrines, but 29 respondents (30.2%) used them. The result of multiple logistic regression analysis showed that there was significant influence of the variables of habit (p = 0.000), support from health care providers (p = 0.022), and support from public figures (p = 0.006) on the use of latrines at Gunungtua village.

It is recommended that policies/rules should be made firmly in order to change people to habitually that defecated in the Latrine, and health care providers and public figures should intensely provide information/knowledge in order to influence people to habitually use latrines.

Keywords: Predisposing, Enabling, Reinforcing, Use of Latrines


(5)

Tempat/Tanggal Lahir : Iparbondar/06 Desember 1991

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : 4 (tiga) dari 6 (lima) bersaudara

Alamat Rumah : Jl. H. Muhammad Siddik No. 22 Desa Iparbondar, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun1997-2003 : SD Muhammadiyah Gunungtua Panyabungan 2. Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 1 Panyabungan Kota

3. Tahun 2006-2009 : SMA Negeri 1 Panyabungan Utara 4. Tahun 2009-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kesehatan masyarakat di Universitas Sumatera Utara, dengan judul “PENGARUH PREDISPOSING FACTOR, ENABLING FACTOR DAN REINFORCING FACTOR TERHADAP PENGGUNAAN JAMBAN DI DESA GUNUNGTUA KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2014”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Dosen Pembimbing Skripsi I Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, dan Ibu dr. Rusmalawaty Nasution, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi II, yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, saran serta petunjuk sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Heldy BZ., MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan sekaligus Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.


(7)

4. Halinda Sari Lubis, dr., MKKK, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.

5. Seluruh Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Dosen Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal beserta seluruh stafnya yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

7. Kepala Puskesmas Gunungtua beserta seluruh stafnya yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

8. Kepala Desa Gunungtua beserta seluruh stafnya yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

9. Teristimewa kepada kedua orangtua penulis Ayahanda Asri Lubis dan Ibunda Nelli Nasution yang selalu mendukung dan mendo’akan penulis dalam menyelesaikan skiripsi ini.

10. Seluruh teman sepeminatan Administrasi dan Kebijakan dan teman-teman seperjuangan stambuk 2009 yang saling mendukung dalam suka duka saat belajar di bangku perkuliahan.


(8)

vii

Demikian kata pengantar dari penulis, akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semoga ALLAH SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karuania-Nya bagi kita semua.

Medan, Juli 2014 Penulis

Hurul Ain 091000036


(9)

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Program Jamban ... 12

2.1.1 Sejarah Program Jamban... 12

2.1.2 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) ... 13

2.2 Pengertian Jamban ... 14

2.2.1 Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Masyarakat ... 15

2.2.2 Jenis-Jenis Jamban ... 16

2.2.3 Syarat-Syarat Jamban Sehat ... 19

2.2.4 Tujuan Penggunaan Jamban Keluarga ... 23

2.3 Penggunaan ... 24

2.4 Konsep Perilaku ... 24

2.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Jamban ... 27

2.5.1 Pengetahuan ... 27

2.5.2 Kebiasaan ... 28

2.5.3 Ketersediaan Jamban Umum ... 29

2.5.4 Keterjangkauan Jamban Umum ... 29

2.5.5 Kebijakan Daerah... 30

2.5.6 Dukungan Tenaga Kesehatan ... 30

2.5.7 Dukungan Tokoh Masyarakat ... 32

2.6 Kerangka Konsep ... 32

2.7 Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35


(10)

ix

3.3.1 Populasi ... 36

3.3.2 Sampel... 36

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.4.1 Data Primer ... 38

3.4.2 Data Sekunder ... 38

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 38

3.5.1 Variabel Bebas ... 38

3.5.2 Variabel Terikat ... 41

3.6 Aspek Pengukuran ... 42

3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 42

3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 43

3.7. Teknik Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 45

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45

4.2 Analisis Univariat ... 48

4.2.1 Deskripsi Karakteristik Responden... 49

4.2.2 Deskripsi Faktor Predisposing ... 50

4.2.2.1 Pengetahuan ... 50

4.2.2.2 Kebiasaan ... 53

4.2.3 Deskripsi Faktor Enabling ... 55

4.2.3.1 Ketersediaan Jamban Umum ... 55

4.2.3.2 Keterjangkauan Jamban Umum ... 58

4.2.3.3 Kebijakan Daerah... 59

4.2.4 Deskripsi Faktor Reinforcing ... 60

4.2.4.1 Dukungan Tenaga Kesehatan ... 60

4.2.4.2 Dukungan Tokoh Masyarakat ... 61

4.2.5 Deskripsi Variabel penggunaan Jamban ... 63

4.3 Analisis Bivariat ... 64

4.3.1 Tabulasi dan Hasil Uji Statistik antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat Terhadap Penggunaan Jamban ... 64

4.3.2 Ringkasan Hasil Uji Statistik Chi-square ... 66

4.4 Analisis Multivariat ... 66

BAB V PEMBAHASAN ... 69

5.1 Variabel yang Memengaruhi Penggunaan Jamban ... 69

5.1.1 Variabel Kebiasaan ... 69

5.1.2 Variabel Dukungan Tenaga Kesehatan ... 73

5.1.3 Variabel Dukungan Tokoh Masyarakat ... 74

5.2 Variabel yang tidak Memengaruhi Penggunaan Jamban ... 76

5.2.1 Variabel Pengetahuan... 76

5.2.2 Variabel Ketersediaan Jamban Umum... 77

5.2.3 Variabel Keterjangkauan Jamban Umum ... 79

5.2.4 Variabel Kebijakan Daerah ... 79


(11)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 4 Pengolahan Data


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Jumlah kepemilikan jamban Di Desa Gunungtua Tahun 2013 ... 6

Tabel 1.2 Penyediaan Sarana Sanitasi Mandi Cuci Kakus (MCK) Desa Gunungtua Tahun 2013 ... 7

Tabel 3.1 Distribusi Sampel berdasarkan Teknik Stratified Random Sampling Di Desa Gunungtua Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014 ... 37

Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 42

Tabel 3.3 Aspek Pengukuran Variabel Terikat... 43

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Rumah Tangga di Desa Gunungtua ... 45

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Gunungtua ... 46

Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Penduduk Berdasarkan Pendidikan Pencaharian di Desa Gunungtua ... 46

Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Gunungtua ... 47

Tabel 4.5 Distribusi kepemilikan Jamban keluarga di Desa Gunungtua ... 47

Tabel 4.6 Sarana Sanitasi Mandi Cuci dan Kakus (MCK) di Desa Gunungtua... 48

Tabel 4.7 Sarana Kesehatan di Desa Gunungtua ... 48

Tabel 4.8 Distribusi Kategori Responden Berdasarkan Umur, Pekerjaan dan Pendidikan Terakhir ... 49

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Desa Gunungtua .. 52

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan di Desa Gunungtua ... 53

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan di Desa Gunungtua .... 54

Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan di Desa Gunungtua ... 55


(13)

Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Keterjangkauan Jamban Umum di Desa Gunungtua ... 58 Tabel 4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Keterjangkauan Jamban Umum di Desa Gunungtua ... 59 Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Daerah di Desa Gunungtua ... 59 Tabel 4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebijakan Daerah di Desa Gunungtua ... 60 Tabel 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Tenaga Kesehatan di Desa Gunungtua ... 61 Tabel 4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Tenaga Kesehatan di Desa Gunungtua ... 61 Tabel 4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Tokoh Masyarakat di Desa Gunungtua ... 62 Tabel 4.22 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Tokoh Masyarakat di Desa Gunungtua ... 62 Tabel 4.23 Disribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Jamban ... 64 Tabel 4.24 Tabulasi Silang antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat Terhadap Penggunaan Jamban di Desa Gunungtua... 65 Tabel 4.25 Hasil Uji Statistik Chi Square ... 66 Tabel 4.26 Hasil Uji Regresi Logistik ... 67


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Model PRECEDE dari Green ... 26 Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 32


(15)

penyakit. Desa Gunungtua merupakan salah satu desa di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara di mana sebagian besar rumah tangga belum menggunakan jamban disebabkan masih banyak rumah tangga yang belum memiliki jamban yaitu sebanyak 1747 RT (78,2%) dan sebanyak 488 RT (21,8%) yang memiliki jamban.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei bersifat explanatory research yang bertujuan menjelaskan pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan kuesioner, observasi, dokumentasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal dan kantor Kepala Desa Gunungtua. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rumah tangga di Desa Gunungtua yang berjumlah 2235 RT dan jumlah sampel sebanyak 96 RT.

Hasil penelitian terhadap 96 responden, menunjukkan sebanyak 67 responden (69,8%) diketahui tidak menggunakan jamban dan sebanyak 29 responden (30,2 %) menggunakan jamban. Hasil analisis regresi logistik berganda menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel kebiasaan (ρ=0,000), dukungan tenaga kesehatan (ρ=0,022) dan dukungan tokoh masyarakat (ρ=0,006) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua.

Diharapkan adanya pembuatan kebijakan/peraturan-peraturan untuk mengubah kebiasaan masyarakat agar membuang hajat di jamban, serta diharapkan adanya dukungan tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat secara intens dalam memberikan informasi/pengetahuan untuk memengaruhi kebiasaan masyarakat agar terbiasa menggunakan jamban.


(16)

iii ABSTRACT

Latrine is one of the basic sanitation facilities which is highly needed as the facility for feces dump which will effectively cut off the link of the spread of a disease. Gunungtua village is one of the villages in Penyabungan Subdistrict, Mandailing Natal District, North Sumatera Province, where most of the families do not use latrines since about 1747 of them (78.2%) do not have any latrines although 488 of them (21.8%) do.

The research used a survey method with an explanatory research approach which was aimed to explain the influence of predisposing factors (knowledge and habit), enabling factors (availability, accessibility, and local administration’s policy), and reinforcing factors (support from health care providers and support from public figures) on the use of latrines at Gunungtua village. The data were gathered by using questionnaires, observation, and documents obtained from the Health Service of Mandailing Natal District and the office of the Head of Gunungtua village. The population was 2235 families at Gunugtua village, and 96 of them were used as the samples.

The result of the research showed that 67 respondents (69.8%) did not use latrines, but 29 respondents (30.2%) used them. The result of multiple logistic regression analysis showed that there was significant influence of the variables of habit (p = 0.000), support from health care providers (p = 0.022), and support from public figures (p = 0.006) on the use of latrines at Gunungtua village.

It is recommended that policies/rules should be made firmly in order to change people to habitually that defecated in the Latrine, and health care providers and public figures should intensely provide information/knowledge in order to influence people to habitually use latrines.

Keywords: Predisposing, Enabling, Reinforcing, Use of Latrines


(17)

Sasaran pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Peningkatan derajat kesehatan yang optimal tersebut diselenggarakan melalui pendekatan, pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Dalam upaya mencapai sasaran ini, yang utama dilaksanakan sesuai paradigma sehat yaitu upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif guna membangun partisipasi masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Indonesia masih menghadapi pelbagai masalah yang salah satu di antaranya adalah masalah sanitasi. Masalah sanitasi ini berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan yang belum memadai di Indonesia. Menurut Blum (1974), faktor yang paling dominan memengaruhi status kesehatan adalah faktor lingkungan manusia itu sendiri. Salah satu dari faktor lingkungan tersebut adalah penggunaan jamban, apabila penggunaan jamban tidak memenuhi syarat kesehatan akan mencemari lingkungan dan berdampak terhadap peningkatkan risiko penularan penyakit di masyarakat. Peran lingkungan secara spesifik menggambarkan pengaruh pada terjadinya penyakit (Notoatmodjo, 2003).


(18)

2

Di Indonesia terdapat empat dampak kesehatan besar yang disebabkan oleh sanitasi yang buruk salah satu di antaranya adalah diare. Diare adalah gejala infeksi yang terjadi pada sistem pencernaan oleh mikroorganisme yang menyebar melalui fecal oral antara lain lewat makanan/minuman yang tercemar oleh tinja. Diare merupakan masalah kesehatan berbasis lingkungan yang masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Diare juga dipengaruhi berbagai faktor misalnya keadaan gizi, kebiasaan atau perilaku tidak bersih, dan sanitasi lingkungan yang belum memadai (Depkes RI, 2008).

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian diare yang cukup tinggi. Survei tahun 2010 menunjukkan bahwa kejadian diare pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1000 penduduk dan menduduki posisi ke 5 sebagai penyebab kematian pada semua umur dalam kelompok penyakit menular (Riskesdas, 2010).

Tingginya angka kejadian diare tersebut berdampak besar terhadap buruknya derajat kesehatan suatu bangsa. Di sisi lain menurut UU RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi.

Upaya kesehatan yang dilakukan di masyarakat adalah penyediaan sanitasi dasar. Salah satu dari beberapa fasilitas sanitasi dasar yang ada di masyarakat adalah jamban. Jamban berguna untuk tempat pembuangan kotoran manusia sehingga


(19)

bakteri yang ada dalam kotoran tersebut tidak mencemari lingkungan, serta lingkungan akan terlihat bersih dan indah (Soeparmin, 2003).

Sanitasi lingkungan yang buruk terutama rendahnya penggunaan jamban pada masyarakat merupakan salah satu faktor penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli yang mengakibatkan sebagian besar tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. E.coli merupakan bakteri patogen yang dapat mencemari makanan dan minuman juga dalam sarana air bersih yang dikonsumsi maupun digunakan masyarakat untuk kebersihan (Chandra, 2007).

Diare disebabkan sanitasi lingkungan yang buruk masih merupakan tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia. Besarnya tantangan tersebut disebabkan masalah sosial budaya dan perilaku kebiasaan masyarakat yang Buang Air Besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higiene lainnya (Depkes RI, 2008)

Lingkungan yang buruk dapat diidentifikasi dengan melihat aspek-aspek yang berpengaruh seperti jaringan air bersih, fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK), tingkat kepadatan dan kemiskinan. Berdasarkan pelbagai aspek di atas keberadaan MCK merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam penciptaan kualitas lingkungan perumahan yang sehat. Hal ini karena limbah yang ditimbulkan dari manusia tersebut apabila tidak dibuang pada tempat yang disediakan maka dapat menurunkan kualitas dari lingkungan serta menimbulkan pelbagai macam penyakit yang berpengaruh pada kesehatan (Depkes RI, 2008).


(20)

4

Untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan dari kualitas lingkungan tersebut Menteri Kesehatan RI mengeluarkan Keputusan No. 1193/MENKES/SK/X/2004 tentang program pemerintah terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pada program ini pemerintah membuat sebuah pendekatan yaitu promosi kesehatan untuk pemberdayaan perilaku sehat di masyarakat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat seperti beberapa program PHBS yang berkaitan dengan terjadinya diare yaitu penggunaan jamban sehat di masyarakat, penggunaan air bersih di masyarakat, rumah tangga sehat dengan perilaku bersih dan sehat dan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun (Depkes RI, 2009).

Penerapan hidup sehat dalam Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran sehingga mereka dapat menolong dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Salah satu contoh perilaku sehat dalam PHBS adalah menggunakan jamban keluarga untuk membuang kotoran atau tinja manusia (Depkes RI, 2009).

Program lain yang sejalan dengan pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan jamban terdapat pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Program ini merupakan program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan pengetahuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses sanitasi dasar yang


(21)

berkesinambungan yang salah satu di antaranya adalah penghapusan buang air besar di tempat terbuka.

Pencapaian Indonesia Sehat (2010), salah satunya adalah perwujudan kondisi sanitasi dasar yang kuat. Salah satu dari perwujudan tersebut adalah akses terhadap jamban untuk daerah perkotaan 88,50% sedangkan daerah pedesaan 64,11%. Berdasarkan Profil Kesehatan Di Indonesia (2011), sebanyak 40% rumah tangga belum memiliki akses terhadap jamban sehat.

Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi di Indonesia dan berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2012), sebanyak 67,49% rumah tangga memiliki jamban sehingga dapat dikatakan bahwa cakupan rumah tangga yang tidak memiliki jamban sebanyak 32,51%. Padahal cakupan jamban harus mencapai 100% atau semua masyarakat harus memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan di rumah.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal (2011), hanya 34,5% rumah tangga yang memiliki jamban sehingga dapat dikatakan sebanyak 65,5% rumah tangga tidak memiliki jamban. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa ibu di Mandailing Natal, mereka mengatakan bahwa rumah tangga yang memiliki jamban sudah menggunakan jamban dan tidak menggunakan sungai sebagai tempat membuang hajat. Sebaliknya rumah tangga yang tidak memiliki jamban masih menggunakan sungai sebagai tempat membuang hajat dan tidak menggunakan jamban umum disebabkan kebiasaan masyarakat dari dulu masih menggunakan sungai sebagai tempat membuang hajat.


(22)

6

Desa Gunungtua merupakan salah satu desa di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal di mana sebagian besar rumah tangga tidak memiliki jamban. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa ibu di Desa Gunungtua, mereka mengatakan bahwa rumah tangga yang memiliki jamban sudah menggunakan jamban sebagai tempat membuang hajat dan sebaliknya rumah tangga yang tidak memiliki jamban masih menggunakan sungai sebagai tempat membuang hajat dan tidak menggunakan jamban umum disebabkan kebiasaan masyarakat dari dulu masih menggunakan sungai sebagai tempat membuang hajat dan kurangnya penyediaan sarana jamban di masyarakat. Berikut gambaran kepemilikan jamban Desa Gunungtua tahun 2014 antara lain sebagai berikut:

Tabel 1.1 Jumlah Kepemilikan Jamban Desa Gunungtua Tahun 2014 No. Nama desa Jumlah

penduduk

Jumlah yang tidak memiliki

Jumlah yang memiliki 1 Panggorengan 184 RT 120 RT (65,2%) 64 RT (34,8%) 2 Iparbondar 438 RT 372 RT (84,9%) 66 RT (15,1%) 3 Gunungtua Jae 472 RT 377 RT (79,8%) 95 RT (20,2%) 4 Gunungtua Tonga 356 RT 249 RT (69,9%) 107 RT (30,1%) 5 Gunungtua Julu 400 RT 360 RT (90%) 40 RT (10%) 6 Lumban Pasir 385 RT 269 RT (69,8%) 116 RT (30,2%)

Jumlah 2235 RT 1747 RT (78,2%) 488 RT (21,8%) Sumber data: Kantor Kepala Desa, 2013.

Untuk sarana sanitasi yang disediakan oleh pemerintah daerah masih kurang mencukupi untuk seluruh masyarakat Desa Gunungtua. Berikut gambaran penyedian sarana sanitasi Mandi Cuci Kakus (MCK) Desa Gunungtua tahun 2014 antara lain sebagai berikut:


(23)

Tabel 1.2 Penyediaan Sarana Sanitasi Mandi Cuci Kakus (MCK) Desa Gunungtua Tahun 2013

No. Nama desa Jumlah penduduk

Jumlah Sarana MCK yang disediakan 1 Panggorengan 184 RT 2 unit (1 untuk laki-laki, 1 untuk perempuan) 2 Iparbondar 438 RT 2 unit (1 untuk laki-laki, 1 untuk perempuan) 3 Gunungtua Jae 472 RT 1 unit (untuk laki-laki)

4 Gunungtua Tonga 356 RT 1 unit (untuk laki-laki) 5 Gunungtua Julu 400 RT 1 unit (untuk laki-laki)

6 Lumban Pasir 385 RT 2 unit (1 untuk laki-laki, 1 untuk perempuan)

Jumlah 2235 RT 9 unit

Sumber data: Kantor Kepala Desa, 2013.

Rendahnya penggunaan jamban di Desa Gunungtua disebabkan masih banyak masyarakat yang belum memiliki jamban dan kurangnya penyediaan sarana sanitasi MCK di Desa Gunungtua. Rendahnya penggunaan jamban serta kurangnya penyediaan sarana sanitasi MCK di masyarakat menyebabkan masyarakat menjadikan sungai sebagai tempat mandi, cuci, dan kakus sehingga berdampak buruk terhadap tingginya kasus diare pada masyarakat Mandailing Natal khususnya Desa Gunungtua. Diare menempati urutan ke 4 dalam 10 penyakit terbesar di Kabupaten Mandailing Natal (Profil Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal 2011).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan penulis di desa ini, diperoleh gambaran bahwa rendahnya penggunaan jamban pada masyarakat Desa Gunungtua disebabkan kebiasaan masyarakat dari dulu sampai sekarang masih menggunakan sungai, persawahan atau kebun sebagai tempat membuang hajat, sehingga sulit menerima perubahan untuk menggunakan jamban. Faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap rendahnya penggunaan jamban di masyarakat Desa


(24)

8

Gunungtua adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penggunaan jamban serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk buang air besar di jamban.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa ibu di desa ini, mereka menyatakan bahwa jamban bukan suatu kebutuhan yang harus dimiliki, hal ini menyebabkan banyak rumah tangga yang belum memiliki sarana fasilitas jamban dan rendahnya penggunakan jamban di masyarakat sebagai tempat membuang hajat. Faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap rendahnya penggunaan jamban di Desa Gunungtua adalah kurangnya dukungan tenaga kesehatan dan para pemerintah daerah untuk memberikan informasi berupa aturan maupun pengetahuan kepada masyarakat tentang penggunaan jamban kepada masyarakat.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sikap dan perilaku seseorang. Penerimaan sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut bersifat langgeng.

Faktor lain juga berpengaruh terhadap rendahnya penggunaan jamban di Desa Gunungtua adalah kurangnya upaya pemerintah daerah dalam kebijakan masalah rendahnya penggunaan jamban di masyarakat sehingga menyebabkan rendahnya tingkat kepemilikan dan penggunaan jamban di masyarakat. Tidak tersedianya secara merata sarana sanitasi berupa jamban pada setiap Desa yang terdapat di Gunungtua juga diduga memengaruhi penggunaan jamban di masayarakat Desa Gunungtua. Menurut Soeparmin (2003), penyediaan sarana pembuangan kotoran manusia (jamban) adalah bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya,


(25)

khususnya dalam usaha pencegahan penularan penyakit. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber air.

Selain tidak tersedianya secara merata sarana fasilitas jamban, menurut observasi yang dilakukan oleh penulis faktor jarak antara tempat pemukiman masyarakat dengan tempat sarana fasilitas jamban juga diduga memengaruhi penggunaan jamban di masyarakat. Menurut Soenarto (2000), untuk memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat dalam penggunaan fasilitas sanitasi seperti sarana jamban maka harus mempertimbangkan jarak fasilitas yang tidak terlalu jauh dengan tempat pemukiman masyarakat. Keterjangkauan sarana fasilitas juga diduga memengaruhi penggunaan jamban Desa Gunungtua.

Hasil penelitian Tarigan (2008), menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap masyarakat sangat memengaruhi penggunaan jamban. Penelitian lain juga dilakukan oleh Dunggio (2012), menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, dan informasi yang cukup dari petugas kesehatan kepada masyarakat memengaruhi perilaku masyarakat tentang penggunaan jamban. Penelitian lain juga dilakukan oleh Harahap (2012), menunjukkan bahwa pengetahuan, dan sikap masyarakat sangat memengaruhi terhadap pengadaan jamban keluarga.

Menurut teori Lawrence Green bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu terbentuk dari 3 faktor. Pertama, faktor-faktor presdiposisi (presdiposing factor) yang


(26)

10

terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Kedua, faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, dan sebagainya. Ketiga, faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap atau perilaku petugas kesehatan, tokoh agama, tokoh masyarakat serta para petugas pemerintah.

Berdasarkan dari permasalahan dan asumsi yang ditemukan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal ?


(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah :

1. Menjadi dasar pertimbangan untuk membuat kebijakan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal dalam peningkatan sanitasi dasar khususnya dalam penggunaan jamban di masyarakat.

2. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat Desa Gunungtua agar memperoleh pemahaman yang jelas tentang penggunaan jamban sehingga masyarakat Desa Gunungtua dapat meningkatkan penggunakan jamban.

3. Sebagai pengembangan khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan serta dalam penemuan metodologi baru dalam lingkup ilmu kesehatan masyarakat.


(28)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Program Jamban

2.1.1 Sejarah Program Jamban di Indonesia

Pada dasarnya sejarah program jamban di Indonesia dilatar belakangi adanya kegagalan dalam program pembangunan sanitasi pedesaan, khususnya penggunaan jamban yang masih rendah. Salah satu penyebab mengenai kegagalan tersebut, terlihat dari beberapa hasil studi evaluasi bahwa tidak ada demand atau kebutuhan yang muncul ketika program dilaksanakan dan banyak sarana yang dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh masyarakat (Depkes RI, 2003).

Selain itu dalam kebijakan nasional tentang penyehatan lingkungan berbasis masyarakat tahun 2003 disebutkan rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah dalam mendukung kualitas lingkungan merupakan penyebab kegagalan dalam program pembangunan sanitasi. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa program tersebut tidak berfungsi secara optimal disebabkan tidak dilibatkannya masyarakat sasaran, baik pada perencanaan maupun pada kegiatan operasi dan pemeliharaan. Hal ini mengakibatkan sarana dan prasarana tersebut tidak berfungsi secara optimal dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat pengguna (Depkes RI, 2003).

Dalam kebijakan nasional penyehatan lingkungan berbasis masyarakat tahun 2003, salah satu dari pelbagai masalah kesehatan yang masih merupakan masalah besar di negara berkembang tentang program pembangunan sanitasi penyehatan


(29)

lingkungan adalah rendahnya kebutuhan masyarakat terhadap jamban. Hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap pentingnya hidup bersih dan sehat yang tercermin dari perilaku masyarakat yang hingga sekarang masih banyak yang buang air besar di sungai, kebun, sawah maupun di sembarang tempat.

Selain lemahnya visi menyangkut pentingnya sanitasi, terlihat pemerintah belum melihat anggaran untuk perbaikan sanitasi ini sebagai investasi, tetapi mereka masih melihatnya sebagai biaya (cost). menurut perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sejumlah lembaga lain, setiap 1 dollar AS investasi di sanitasi, akan memberikan manfaat ekonomi sebesar 8 dollar AS dalam bentuk peningkatan produktivitas dan waktu, berkurangnya angka kasus penyakit dan kematian (WHO, 2005).

2.1.2 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, baik jasmani, rohani maupun sosial. Lingkungan masyarakat merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Masalah penyehatan lingkungan khususnya pada pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas (Depkes RI, 2008).


(30)

14

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.852/MENKES/SK/IX/2008 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar berkesinambungan. Melalui program STBM pemerintah membuat sebuah pendekatan untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi dengan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sanitasi. Pendekatan ini berawal dari keberhasilan pembangunan sanitasi total di Bangladesh dengan menerapkan model Community Lead Total Sanitation (CLTS) pada tahun 2004 (Kepmenkes RI, 2008).

CLTS adalah pendekatan perubahan perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat untuk stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Di Indonesia penerapannya dimulai pertengahan tahun 2005 pada 6 desa yang terletak di 6 provinsi. Pada Juni 2006, Departemen Kesehatan mendeklarasikan pendekatan CLTS sebagai strategi nasional dan pada tahun 2008 STBM sebagai strategi nasional (Kepmenkes RI, 2008).

2.2 Pengertian Jamban

Jamban merupakan salah satu fasilitas sanitasi dasar yang dibutuhkan dalam setiap rumah untuk mendukung kesehatan penghuninya sebagai fasilitas pembuangan kotoran manusia, yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher


(31)

angsa atau tanpa leher angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Proverawati, 2012).

Selain itu menurut Madjid (2009), jamban adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut kakus. Menurut Kusnoputranto (2005), jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori permukaan.

Jamban sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangbiaknya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak dikelola dengan baik. Sebaliknya jika pembuangan tinja tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong water borne disease seperti diare, kolera, dan kulit akan mudah berjangkit (Chandra, 2007).

2.2.1 Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Masyarakat

Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk diatasi sedini mungkin, karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Proses pemindahan kuman penyakit dari tinja yang dikeluarkan manusia sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui berbagai perantara, antara lain air, tangan,


(32)

16

seranggaa, tanah, makanan, serta minuman yang mengandung bakteri E.coli yang tercemar oleh kotoran manusia.

Beberapa penyakit yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar seperti penyediaan jamban antara lain : tifus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), dan schistosomiasis. Bakteri E.Coli dijadikan sebagai indikator penyebab terjadinya penyakit tersebut dan seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam saluran pencernaan manusia (Notoatmodjo, 2010).

2.2.2 Jenis-Jenis Jamban

Jamban yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan yang terbaik adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan air yang tercukupi. Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan konstruksi dan cara menggunakannya yaitu:

1. Jamban Cemplung

Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu, tetapi dapat juga terbuat dari batu bata atau beton. Jamban semacam ini masih menimbulkan gangguan karena baunya. 2. Jamban Plengsengan

Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban


(33)

semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung, karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin

3. Jamban Bor

Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor auger dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah

4. Angsatrine (Water Seal Latrine)

Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran

5. Jamban di Atas Balong (Empang)

Membuat jamban di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi b. Balong tersebut tidak boleh kering


(34)

18

c. Balong hendaknya cukup luas

d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan

f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air

6. Jamban Septic Tank

Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobic. Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam lapisan yaitu:

a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat b. Lapisan cair

c. Lapisan endap

Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesan di Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :

1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara pembuangan kotorannya yaitu:

a. Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah


(35)

b. Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang

2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya yaitu: a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di

atas galian penampungan kotoran

b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak berada langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun terpisah dan dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam lubang galian penampungan kotoran.

2.2.3 Syarat-Syarat Jamban Sehat

Menurut Depkes RI (2004), jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus

3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah di sekitarnya

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna 6. Cukup penerangan

7. Lantai kedap air 8. Ventilasi cukup baik


(36)

20

9. Tersedia air dan alat pembersih

Menurut Arifin dalam Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat jamban sehat yaitu:

1. Tidak mencemari air

a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester

b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada permukaan sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur

2. Tidak mencemari tanah permukaan

Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah

b. Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk

c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bias menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya

d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering


(37)

e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung 4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan

b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air

c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran

d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodik

5. Aman digunakan oleh pemakainya

Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain

6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran kotoran

karena dapat menyumbat saluran

c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan a. Jamban harus berdinding dan berpintu


(38)

22

b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari hujanan dan panas (Abdullah, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2003), suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut. 2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.

4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang-binatang lainnya.

5. Tidak menimbulkan bau.

6. Mudah digunakan dan dipelihara (maintanance). 7. Sederhana desainnya.

8. Murah.

Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan yaitu harus memiliki:

a. Rumah jamban

Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga


(39)

b. Lantai jamban

Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk rumah jamban

c. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok) d. Closet (lubang tempat feces masuk)

e. Pit (sumur penampungan feces)

Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhana berupa lubang tanah saja.

f. Bidang resapan

Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja.

2.2.4 Tujuan Penggunaan Jamban

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tahun 2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, menyebutkan bahwa tujuan penggunaan jamban sehat merupakan suatu fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit.

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan memiliki manfaat sebagai berikut:


(40)

24

b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman c. Bukan sebagai tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit

d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan (Azwar, 2000). Menurut Firmansyah (2009), tujuan penggunaan jamban adalah sebagai berikut:

1. Menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau 2. Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitamya

3. Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera, disentri, tifus, kecacingan, penyakit saluran pencernaan, penyakit kulit dan keracunan.

2.3 Penggunaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), penggunaan adalah suatu proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu dan pemakaian sesuatu yang bermanfaat sehingga dapat mendatangkan kebaikan (keuntungan) bagi yang menggunakannya. Penggunaan ini erat kaitannya dengan perilaku manusia yang nyata dilakukan oleh seseorang dalam bentuk perbuatan.

2.4 Konsep Perilaku

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Perilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat, perbuatan yang dulu merupakan persiapan perbuatan yang kemudian dan perbuatan yang kemudian


(41)

merupakan kelanjutan perbuatan sebelumnya (Purwanto, 1998). Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Teori yang pernah diujicobakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan adalah teori kesehatan dari Lawrence Green (1980). Green (1980) telah mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan yang dikenal sebagai kerangka PRECEDE. PRECEDE ini merupakan singkatan dari Predisposing, Reinforcing, dan Enabling Causes in Educational Diagnosis and Evalution. Green menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni :

a. Faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

c. Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat.


(42)

26

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

(Sumber : Lawrence W. Green et al, Health Education Planning, A Diagnostic Aprroach, 1980)

Gambar 2.1 Model PRECEDE dari Green (1980) Predisposing Factor

Pengetahuan Kebiasaan Nilai Sikap

(beberapa variabel demografi terpilih)

Enabling Factor Ketersediaan fasilitas Keterjangkauan fasilitas Keterampilan petugas Komitmen pemerintah

Reinforcing Factor Sikap dan perilaku petugas, keluarga, guru, tokoh masyarakat dan sebagainya

Perilaku


(43)

2.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Jamban 2.5.1 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, poster, majalah dan surat kabar.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan juga merupakan domain yang sangat penting dalam terbentuknya perilaku seseorang. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni: a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya


(44)

28

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru

f. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.5.2 Kebiasaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), kebiasaan disebut sebagai sesuatu yang biasa dikerjakan dan dilakukan secara berulang untuk hal yang sama. Menurut Tampubolon (2000), kebiasaan disebut sebagai perilaku atau kegiatan yang bersifat fisik atau mental yang telah mendarah daging dan membudaya dalam diri seseorang.

Buang air besar sembarangan merupakan prilaku yang masih sering dilakukan masyarakat pedesaan. Kebiasaan ini disebabkan tidak tersedianya sarana sanitasi berupa jamban. Penyediaan sarana pembuangan kotoran manusia (jamban) adalah bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya, khususnya dalam usaha pencegahan penularan penyakit saluran pencernaan. Ditinjau dari sudut kesehatan


(45)

lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber air (Soeparmin, 2003).

2.5.3 Ketersediaan Jamban Umum

Ketersediaan adalah kestabilan dan kesinambungan penyediaan sarana dan prasarana (Suryana, 2004). Ketersedianya sarana sanitasi merupakan hal yang penting dalam kesehatan lingkungan sebagai upaya untuk lokalisasi pembuangan tinja dan limbah cair lainnya secara terpusat, menjaga kebersihan air baik air tanah maupun air permukaan seperti sungai, dan merupakan upaya untuk mengurangi resiko penularan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya (Soenarto, 2000).

2.5.4 Keterjangkauan Jamban Umum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), keterjangkauan disebut sebagai kemudahan dalam mencapai. Menurut Notoatmodjo (2007), keterjangkauan masyarakat dalam mencapai tempat-tempat fasilitas sanitasi seperti sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya untuk mencegah kontaminasi kotoran manusia.

Menurut Soenarto (2000), untuk memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat dalam penggunaan fasilitas sanitasi seperti sarana jamban maka harus mempertimbangkan jarak fasilitas yang tidak terlalu jauh dengan tempat pemukiman masyarakat.


(46)

30

2.5.5 Kebijakan Daerah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Kebijakan berisi peraturan untuk mengatur secara sah batasan-batasan perilaku masyarakat agar bertindak sesuai dengan yang diharapkan.

Menurut Usman (2004), kebijakan bukan sekedar pernyataan cita-cita, tujuan, atau garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan. Menurut Supriyadi (2007), kebijakan adalah jawaban terhadap suatu masalah, dan merupakan upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu yaitu dengan tindakan terarah.

Kebijakan daerah adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan masyarakatnya. Menurut Dunn (2003), kebijakan daerah adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat dimana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.

2.5.6 Dukungan Tenaga Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi seseorang atau masyarakat dalam melaksanakan kegiatan. Perubahan perilaku seseorang atau


(47)

masyarakat tentang kesehatan ditentukan dan dibentuk oleh pengetahuan yang diterima kemudian timbul persepsi dari individu yang memunculkan sikap dan niat untuk mewujudkan suatu perilaku. Menurut Notoatmodjo (2005), untuk memberdayakan perubahan perilaku kesehatan masyarakat dengan baik diperlukan dukungan dari tenaga kesehatan untuk memberikan contoh yang baik maupun membekali masyarakat dengan pengetahuan/informasi yang bermanfaat.

Menurut Notoatmodjo (2003), memberikan contoh yang baik sebagai tokoh panutan bagi masyarakat merupakan suatu dukungan agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan baik dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, melalui kegiatan yang disebut pendidikan kesehatan. Dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat akan memakan waktu lama, namun bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat maka akan langgeng bahkan selama hidup dilakukan. Dukungan tenaga kesehatan juga merupakan suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku individu, kelompok, atau masyarakat agar perilaku tersebut mempunyai pengaruh terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dukungan tenaga kesehatan dalam memberikan contoh yang baik maupun memberikan informasi/pengetahuan kepada masyarakat merupakan suatu upaya pemberdayaan perubahan perilaku kesehatan masyarakat dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan.


(48)

32

2.5.7 Dukungan Tokoh Masyarakat

Menurut Notoatmodjo (2005), salah satu pembentuk perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personnal references). Di dalam masyarakat, sikap paternalistic masih kuat sehingga perubahan perilaku masyarakat masih bergantung kepada tokoh masyarakat setempat sebagai acuan pribadi yang dipercayai.

2.6 Kerangka Konsep

Pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Enabling Factor:

Ketersediaan Jamban Umum Keterjangkauan Jamban Umum Kebijakan Daerah

Predisposing Factor:

Pengetahuan kebiasaan

Reinforcing Factor:

Dukungan Tenaga Kesehatan Dukungan Tokoh Masyarakat

Penggunaan Jamban


(49)

Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan definisi konsep variabel penelitian sebagai berikut:

1. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003).

2. Kebiasaan merupakan sebagai sesuatu yang biasa dikerjakan dan dilakukan secara berulang untuk hal yang sama yang telah mendarah daging dan membudaya dalam diri seseorang (Tampubolon, 2000).

3. Ketersediaan adalah kestabilan dan kesinambungan penyediaan fasilitas sarana dan prasarana (Suryana, 2004).

4. Keterjangkauan disebut sebagai kemudahan dalam mencapai (KBBI, 2007). 5. Kebijakan daerah adalah jawaban terhadap suatu masalah, dan merupakan upaya

untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu yaitu dengan tindakan terarah (Supriyadi, 2007).

6. Dukungan tenaga kesehatan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi seseorang atau masyarakat dalam melaksanakan kegiatan untuk perubahan perilaku kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

7. Dukungan tokoh masyarakat adalah acuan atau referensi dari seseorang atau masyarakat dalam membentuk perilakunya, dimana pembentukan perilaku seseorang atau masyarakat tersebut masih bergantung kepada tokoh masyarakat setempat sebagai pribadi yang dipercayai (Notoatmodjo, 2005).


(50)

34

8. Penggunaan adalah suatu proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu dan pemakaian sesuatu yang bermanfaat sehingga dapat mendatangkan kebaikan (keuntungan) bagi yang menggunakannya (KBBI, 2007).

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.


(51)

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei bersifat explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.

Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian survei yang bersifat explanatory research menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 2008).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan bahwa cakupan rumah tangga yang tidak memiliki jamban di Desa Gunungtua masih rendah yaitu sebesar 78,2% rumah tangga tidak memiliki jamban.

Waktu pelaksanaan penelitian di Desa Gunungtua dilakukan pada Bulan April-Juni Tahun 2014.


(52)

36

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang ada di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal yang berjumlah 2235 RT.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi obyek penelitian, sehingga jumlahnya tidak banyak dengan harapan dapat mewakili populasi. Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane, yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010).

n

keterangan :

n : jumlah sampel N : jumlah populasi

: presisi yang ditetapkan (sebesar 0,1) Sehingga,

n

n 95,71 n


(53)

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh jumlah sampel sebanyak 96 RT. Dalam penelitian ini, yang menjadi sampel adalah kepala keluarga/rumah tangga. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified random sampling dengan jumlah sampel 96 RT. Untuk menentukan jumlah sampel dari masing-masing Desa, menurut Hidayat (2011), digunakan rumus:

Populasi

Sampel= x Total sampel

Total populasi

Maka sampel pada masing-masing Desa dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Teknik stratified Random Sampling di Desa Gunungtua Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

No Nama Desa Jumlah Sampel

1 Gunungtua Julu 17 RT

2 Iparbondar 19 RT

3 Panggorengan 8 RT

4 Gunungtua Tonga 15 RT

5 Gunungtua Jae 20 RT

6 Gunungtua Lumban Pasir 17 RT


(54)

38

3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal, laporan dari kantor Kepala Desa Gunungtua, dan referensi buku-buku serta hasil penelitian yang berhubungan dengan penggunaan jamban.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Bebas

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang pengertian jamban, syarat jamban sehat, jarak penampungan tinja terhadap air bersih, manfaat jamban, dan penyakit yang ditularkan dari tinja. Pengukuran variabel pengetahuan didasarkan pada skala interval, kemudian dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu :

a. Baik, apabila responden tahu segala sesuatu tentang jamban keluarga meliputi pengertian, syarat jamban sehat, jarak penampungan tinja terhadap air bersih, manfaat jamban, dan penyakit yang ditularkan dari tinja.


(55)

b. Kurang baik, apabila responden kurang mengetahui segala sesuatu tentang jamban keluarga meliputi pengertian, syarat jamban sehat, jarak penampungan tinja terhadap air bersih, manfaat jamban, dan penyakit yang ditularkan dari tinja.

c. Buruk, apabila responden tidak mengetahui segala sesuatu tentang jamban keluarga meliputi pengertian, syarat jamban sehat, jarak penampungan tinja terhadap air bersih, manfaat jamban, dan penyakit yang ditularkan dari tinja. 2. Kebiasaan adalah segala sesuatu yang biasa dikerjakan dan dilakukan secara

berulang oleh responden tentang kebiasaan menggunakan jamban sebagai tempat membuang hajat. Pengukuran variabel kebiasaan didasarkan pada skala ordinal dengan kategori:

a. Baik, apabila kebiasaan responden menggunakan jamban sebagai tempat membuang hajat.

b. Buruk, apabila kebiasaan responden tidak menggunakan jamban sebagai tempat membuang hajat.

3. Ketersediaan adalah kestabilan dan kesinambungan penyediaan sarana dan prasarana fasilitas jamban yang dimiliki oleh keluarga (umum) dan disesuaikan dengan kriteria jamban sehat. Pengukuran variabel ketersediaan jamban didasarkan pada skala ordinal dengan kategori:

a. Baik, apabila tersedia sarana dan prasarana fasilitas jamban yang dimiliki oleh keluarga (umum) dan sesuai dengan kriteria jamban sehat.


(56)

40

b. Buruk, apabila tidak tersedia sarana dan prasarana fasilitas jamban yang dimiliki oleh keluarga (umum).

4. Keterjangkauan adalah kemudahan dalam mencapai fasilitas sarana jamban yang dimiliki oleh masyarakat umum dan disesuaikan dengan jarak fasilitas yang tidak jauh dengan tempat pemukiman masyarakat. Pengukuran variabel keterjangkauan jamban didasarkan pada skala ordinal dengan kategori:

a. Baik, apabila sarana jamban di tempatkan pada tempat pemukiman yang tidak jauh dari pemukiman masyarakat.

b. Buruk, apabila sarana jamban di tempatkan pada tempat pemukiman yang jauh dari pemukiman masyarakat.

5. Kebijakan daerah adalah suatu aturan dari pemerintah daerah dan diberlakukan bagi masyarakat setempat dalam upaya penggunaan jamban dan larangan buang air besar di sungai, persawahan atau kebun. Pengukuran variabel kebijakan jamban didasarkan pada skala ordinal dengan kategori:

a. Baik, apabila aturan dari pemerintah daerah ada dan diberlakukan bagi masyarakat setempat.

b. Buruk, apabila peraturan tidak ada.

6. Dukungan tenaga kesehatan adalah upaya dari tenaga kesehatan untuk memotivasi dan memberikan contoh penggunaan jamban sebagai tempat membuang hajat maupun memberikan pengetahuan/informasi kepada masyarakat tentang penggunaan jamban. Pengukuran variabel dukungan tenaga kesehatan didasarkan pada skala ordinal dengan kategori:


(57)

a. Baik, apabila dukungan tenaga kesehatan ada untuk memberikan contoh penggunaan jamban sebagai tempat membuang hajat maupun memberikan pengetahuan/ informasi tentang penggunaan jamban sehingga responden dapat termotivasi untuk meniru perilaku tenaga kesehatan, dan dengan pengetahuan yang diterima responden dapat menimbulkan persepsi yang memunculkan sikap dan niat responden untuk menggunakan jamban.

b. Buruk, apabila peran serta petugas kesehatan tidak ada.

7. Dukungan tokoh masyarakat adalah segala sesuatu tentang perbuatan tokoh masyarakat dalam penggunaan jamban sebagai tempat membuang hajat, dimana perbuatan (penggunaan jamban) dari tokoh masyarakat ini cenderung untuk dicontoh seseorang atau masayarakat setempat. Pengukuran variabel dukungan tokoh masyarakat didasarkan pada skala ordinal dengan kategori:

a. Baik, apabila dukungan tokoh masyarakat ada untuk memengaruhi perilaku masyarakat setempat dalam penggunaan jamban.

b. Buruk, apabila tidak ada dukungan tokoh masyarakat untuk memengaruhi perilaku masyarakat setempat dalam penggunaan jamban.

3.5.2 Variabel Terikat

Penggunaan jamban adalah perbuatan/tindakan nyata dalam menggunakan jamban sebagi tempat membuang hajat. Pengukuran Penggunaan dikategorikan menjadi 2 yaitu :

1. Baik, apabila responden menggunakan jamban dan diberikan bobot 2.


(58)

42

3.6 Aspek Pengukuran

3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas

Aspek pengukuran variabel bebas dalam penelitian seperti terlihat pada Tabel 3.2 berikut ini :

Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Bebas No Variabel Jumlah

Indika-tor

Kategori Jawaban

Bobot Kriteria Skor Skala Ukur 1. Pengetahuan 11 1. Tidak

Tahu 2. Tahu

1 2

1. Buruk 2. Kurang

baik 3. Baik

11-14 15-18 19-22

Interval

2. Kebiasaan 2 1. Tidak 2. Ya

1 2

1. Buruk 2. Baik

2-3

4 Ordinal 3. Ketersediaan 7 1. Tidak

2. Ya

1 2

1. Buruk 2. Baik

7-10

11-14 Ordinal 4. Keterjangka

uan

2 1. Tidak 2. Ya

1 2

1. Buruk 2. Baik

2-3

4 Ordinal 5. Kebijakan

Daerah

2 1. Tidak Ada 2. Ada

1 2

1. Buruk 2. Baik

2-3 4

Ordinal

6. Dukungan Tenaga Kesehatan

2 1. Tidak 2. Ya

1 2

1. Buruk 2. Baik

2-3

4 Ordinal 7. Dukungan

Tokoh Masyarakat

2 1. Tidak 2. Ya

1 2

1. Buruk 2. Baik

2-3

4 Ordinal


(59)

3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat

Variabel terikat penelitian ini adalah penggunaan jamban, yang terdiri dari 1 pertanyaan dengan menggunakan skala ordinal, aspek pengukuran variabel secara terperinci terlihat pada Tabel 3.3 berikut ini :

Tabel 3.3 Aspek Pengukuran Variabel Terikat No Variabel Jumlah

Indikato r

Kategori Jawaban

Bobot Kriteria Skala Ukur 1 Penggunaan

jamban

1 1. Tidak 2. Ya

1 2

1. Buruk 2. Baik

Ordinal

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan adalah uji regresi logistik berganda dengan α 0,05 untuk mengetahui pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014. Uji regresi logistik berganda digunakan bila variabel independen lebih dari satu variabel yang dihubungkan dengan satu variabel dependen yang bersifat dikotomus (binary). Variabel dependen harus bersifat kategorik, sedangkan untuk variabel independen dapat berupa variabel kategorik maupun numerik (Yasril, 2009). Rumus dari regresi logistik berganda adalah :


(60)

44

Y Keterangan :

Y : variabel dependen α : konstanta

β : koefisien regresi = slope = besarnya perubahan nilai Y setiap satu unit perubahan X

X : variabel independen (X1 = pengetahuan, X2 = kebiasaan, X3 = ketersediaan jamban umum, X4 = keterjangkauan jamban umum, X5 = kebijakan daerah, X6 = dukungan tenaga kesehatan, dan X7 = dukungan tokoh masyarakat) e : bilangan natural (nilai e = 2,718281828)

Tujuan dari analisis regresi logistik berganda adalah untuk menjelaskan pengaruh antara variabel bebas (pengetahuan, kebiasaan, ketersediaan jamban umum, keterjangkauan jamban umum, kebijakan daerah, dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap variabel terikat (penggunaan jamban).


(61)

Desa Gunungtua merupakan salah satu desa yang terdiri atas 6 desa, yakni Desa Panggorengan, Iparbondar, Gunungtua Jae, Gunungtua Tonga, Gunungtua Julu dan Lumban Pasir. Secara administrasi berdasarkan profil desa tahun 2013, Desa Gunugtua memiliki jumlah penduduk sebanyak 10756 jiwa (2235 RT) dengan jumlah penduduk Panggorengan 184 RT, Iparbondar 438 RT, Gunungtua Jae 472 RT, Gunungtua Tonga 356 RT, Gunungtua Julu 400 RT dan Lumban Pasir 385 RT. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Rumah Tangga di Desa Gunungtua

No Nama Desa Jumlah RT

Jumlah (RT) %

1. Panggorengan 184 8,2

2. Iparbondar 438 19,6

3. Gunungtua Jae 472 21,1

4. Gunungtua Tonga 356 16

5. Gunungtua Julu 400 17,9

6. Lumban Pasir 385 17,2

Jumlah 2235 100

Sumber : Profil Desa Gunungtua Tahun 2013

Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Gunungtua terdapat sebanyak 6087 (56,6%) berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 4669 (43,4%) berjenis kelamin laki-laki. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut :


(1)

320. Irwansyah 321. Akbar Maulana 322. Husni Fadillah 323. Imsar Ependi 324. Rizki Daud 325. Fahrezi

326. Muhammad Zuledi 327. Solahuddin

328. Putra Madon 329. Ikhsan Lubis 330. Muhammad Parwis 331. Ahmad Rehan 332. Ishar Dedi 333. Zulham Ependi 334. Zulpikar 335. Zulkipli 336. Yasuri 337. Iwan 338. Bainik 339. Kotanuddin 340. Abu Bakar 341. Akri Wira Darma 342. Herianto

343. Muhammad bonar 344. Aswin

345. Rahim Syahzali 346. Muhammad Tarmizi

347. Bambang

348. Muhammad Ibrahim 349. Zulkarnain

350. Muhammad Dita 351. Asmar Efendi 352. Ahmad Fauzi 353. Sulaiman Hamidi 354. Abdul Rohman 355. Muhammad Darmin 356. Yakup Hamidi 357. Azwi Sihab 358. Asrul Zulmi 359. Pahrurozi 360. Anwar Safii 361. Aripin Nasution 362. Muhammad Fadli 363. Zul Hajji

364. Enda Mora 365. Agus Muda 366. Sahrizal 367. Raja Inal

368. Muhammad Zeki 369. Dafiq Alamsyah 370. Muhammad Zulham 371. Zulkipli Nasution 372. Sahril

373. Zunaidi

374. Sahruddin 375. Sahrial 376. Ramli

377. Khoirul Balyan 378. Muhammad Yunan 379. Sehat Ismail 380. Herman 381. Baringin

382. Maulana Muhammad 383. Tamrin Nasution 384. Herman

385. Tarmizi 386. Abdul Rasid 387. Lahmuddin 388. Muhammad Ilham 389. Muhammad Ikhwan 390. Ajohar

391. Zulkarnaen 392. Zulpikar 393. Salamat 394. Ahmad Sopian 395. Ahmad Ardiansyah 396. Ahmad Husein 397. Ismail Hasibuan 398. Abdul rahim

399. Muhammad Supriadi 400. Khudri Sulaiman


(2)

5) Desa Lumban Pasir 385 RT 1. Saipul Ashari

2. Samsul Bahri 3. Muhammad Lawi 4. Danil Apandi 5. Amit Rosidi 6. Edi Hasmar 7. Dasmar

8. Muhammad Ali Sakti 9. Muhammad Supriadi 10. Ismail Hasibuan 11. Edi heriyan 12. Amit rosidi 13. Efendi Nasution 14. Suheri Sawal 15. Hendri Saputra 16. Irwanuddin 17. Zainal Abidin 18. Marauddin

19. Muhammad Ayyub 20. Aprah

21. Asmari

22. Hamdan Lubis 23. Muhammad sulton 24. Ansari Ahmad 25. Sanilam 26. Sampe 27. Arwin 28. Karimulloh 29. Muhammad Sakir 30. Najamuddin

31. Ishak Hasibuan 32. Ihsan

33. Ilman Habibi 34. Hotmatua 35. Sangkot 36. Adnan Saputra 37. Edi Yusuf 38. Ahmad Fauzi 39. Ahmad Sofyan 40. Sumail Ansari 41. Nafliah Alsami 42. Rehan Assahiri 43. Ahmad Soripada 44. Rahmad Kurnia 45. Ahmad Riansyah 46. Muhammad rajab 47. Dian Rizki 48. Hasan Nasrulloh 49. Aswadi

50. Muhammad Riski 51. Akhmadil Khoir 52. Miswari

53. Yusril Mahendra 54. Muhammad Yahya 55. Antus Ariyanto 56. Ahmad Ariyanto 57. Muhammad Sarwedi 58. Parsaulian

59. Ahmad Soripada 60. Aris Muda

61. Samruddin 62. Ismail Fahmi 63. Ahmad Faisal 64. Muhammad Ansari 65. Ahmad Riadi 66. Riswan Anggina 67. Torkis Nasution 68. Arjuna

69. Muhammad Rizki 70. Muhammad Andri 71. Riswan Efendi 72. Rahmad

73. Kahpi Anugrah 74. Zulhadi

75. Murad 76. Irwan Efendi 77. Subuh

78. Ilyas nasution 79. Armeini 80. Bisri Sakban 81. Rishanuddin 82. Ilham Ramadhan 83. Muhammad Arifin 84. Khollat

85. Sarmadan 86. Reja Pahlepi 87. Muhammad Pauzi 88. Irham

89. Ismail


(3)

91. Agussalim 92. Raja 93. Goni 94. Rudi

95. Pitrah Ramadhan 96. Apriyansyah 97. Juliaman 98. Khoirul Arifin 99. Zulpatli Batubara 100. Hasan Basri 101. Abdul Hadi 102. Rahmad Yasit 103. Robi Hidayat 104. Girmiadi 105. Abdul Hadi 106. Anuar Ibrahim 107. Khoirul Arifin 108. Ahmad Joni 109. Rosman Nauli 110. Henri Supriadi 111. Mahyaruddin 112. Anuar Ibrahim 113. Lukman Hakim 114. Muhammad Iman 115. Sahrial

116. Mansur Nasution 117. Zul Asbi

118. Alib

119. Jamroni Nasution 120. Henri Supriadi 121. Ahmad Irwadi

122. Mahyaruddin 123. Abdul Hadi 124. Robi Hidayat 125. Pahri

126. Ilmansyah 127. Yansari 128. Jalaluddin 129. Arip Rahman 130. Girmiadi 131. Khoiruddin 132. Abdul Latip 133. Abdul Manan 134. Risman Siregar 135. Ahmad Dahwari 136. Dayan Lubis 137. Imam Wahyud 138. Iswan Panjaitan 139. Andi Kurniawan 140. Ahmad Hawari 141. Muhammad Hasim 142. Suryadi

143. Anwar Hidayat 144. Iswan Panjaitan 145. Herman

146. Daud Siregar 147. Muhammad Safii 148. Paki Abdillah 149. Muhammad Daswar 150. Abdul Hakim

151. Muhammad Rahman 152. Sainuddin

153. Abdul Hadi 154. Herman 155. Habibahrin 156. Putra Harahap 157. Alimulloh 158. Sainuddin 159. Ahmad Rosadi 160. Mahara Ali 161. Mhd Idris 162. Gunawan Lubis 163. Mhd Cangli 164. Muhammad Rasid 165. Mustapa

166. Ahmad Husein 167. Hasan

168. Khollad

169. Teguh Mahrajo 170. Ridwan

171. Kisan 172. Irpan 173. Adek

174. Muhammad Erwin 175. Mhd ilham

176. Mhd Sukri 177. Mhd Amin 178. Riski 179. Ganti 180. Anwar 181. Mahmuddin 182. Boja


(4)

184. Goffar 185. Gong Matua 186. Iras

187. Sangkot 188. Mazid 189. Ali Akso 190. Rizki Almali 191. Muammar Lubis 192. Iras Nauli 193. Namlis

194. Torkis Ahnansyah 195. Yahya Hariadi 196. Mahli Maulana 197. Mislah

198. Ahmad Zein 199. Suarman 200. Jainuddin 201. Riski Habibi 202. Juliadi 203. Akmuri 204. Riski 205. Sapwan 206. Imron 207. Ilham 208. Pahren

209. Muhammad Irwan 210. Indra Gunawan 211. Hendri Efendi 212. Andi Efendi 213. Sahrul

214. Ahmad Junaidi

215. Riski Parwis 216. Ilhammuddin 217. Muhammad Ali 218. Bezis Saputra 219. Ahmad Nasrun 220. Habib Muammar 221. Saipul Ahmad 222. Sariman

223. Surya Ardiansyah 224. Siadi Naksa 225. Ahmad Rizki 226. Dawissuddin 227. Rahmad Saleh 228. Candra Muslim 229. Irpan Hamdi 230. Arya

231. Ardi

232. Yusri Batubara 233. Heri Wandi

234. Muhammad Ismail 235. Rahmad Muliadong 236. Tagor

237. Muhammad Kandayas 238. Damran hasibuan 239. Muhammad Deir 240. Abdul Rasid 241. Saipul Sukri 242. Daman Huri 243. Saparuddin 244. Sawaluddin 245. Markos Rangkuti

246. Eduar 247. Jamiluddin

248. Borkat Pandapotan 249. Husman Warhadi 250. Muhammad Pijay 251. Rahmad Mulia 252. Ray Topan 253. Syarifuddin 254. Muhammad Suria 255. Rahmat Halomoan 256. Muhammad Patli 257. Bajora

258. Muhammad Idris 259. Ikbal Hakim 260. Abdul Pakin 261. Sahrul Rozi 262. Lahmuddin 263. Ridwan Anas 264. Monang

265. Muhammad Faisal 266. Aidil Anwar 267. Rishanuddin 268. Hasan Basri 269. Rahmat Yasit 270. Jul Asbi 271. Ahmad Joni 272. Koharuddin 273. Asrinuddin

274. Muhammad Asmuri 275. Fatli ansari


(5)

277. Alinuddin 278. Erwan 279. Pirman 280. Riswan

281. Mardan Hasim 282. Gunawan 283. Amran 284. Pauzan 285. Ali Mustopa 286. Sahruddin 287. Alpi Sahrin 288. Imamuddin 289. Rinaldi 290. Mamud 291. Rion 292. Dahraiot 293. Akbar Hasim 294. Muhammad Ridoan 295. Muhammad Kepin 296. Khoiruddin

297. Ozi Usman 298. Khoirul Bustan 299. \sapuroh

300. Muhammad Rosul 301. Maddin

302. Hasan Basri 303. Ali Fikli

304. Muhammad Tahir 305. Usuluddin

306. Haposan 307. Darussalam

308. Fahruddin 309. Kotanuddin 310. Kissan

311. Henri Saputra 312. Ahmad Riadi 313. Muhammad Yamin 314. Sahlan

315. Jainul Ahmad 316. Riski Alamsyah 317. Pahren

318. Roni Hamdani 319. Muhammad Ilyas 320. Muhammad Syafii 321. Ilham Saputra 322. Sawaluddin 323. Ahmad Bangun 324. Parluhutan 325. Apri Sandi 326. Hoirul Hamdi 327. Abdul Hajis 328. Mayuddin 329. Ahmad Nawawi 330. Rahmat Bakar 331. Sulhadi

332. Muhammd Alfarizi 333. Muhammad Ashar 334. Muhammad Nuh 335. Ramadhan 336. Yahya Ansari 337. Ridoan 338. Arsad

339. Usnul Basri 340. Rayhan 341. Gong Matua 342. Syahril

343. Bangun Pandapotan 344. Masnam

345. Nahdi Ansyah 346. Abdul Rozak 347. Sahroni 348. Abdul Hamid 349. Zulkarnaen 350. Ahmad syuhri 351. Ali Hamzah 352. Ahmad Risal 353. Ahmad Pahri 354. Aliaddin 355. Fadlan Habibi 356. Syaiful Hidayat 357. Gusti

358. Lokot lubis 359. Sampe Pulungan 360. Syahdin

361. Ucok 362. Solahuddin

363. Muhammad Sapihi 364. Alfi Syahrin 365. Rapi Maulana 366. Muksin Pulungan 367. Abdul Hadi 368. Sobaruddin 369. Parlindungan


(6)

370. Sangkot Mahadi 371. Muhammad Aldi 372. Muhammad Ripai 373. Tamam

374. Ahmad Salmi 375. Budi Handala 376. Muhammad Iqbal 377. Kamaluddin 378. Ahmad rifki 379. Miswandi 380. Sayuti 381. Paringgonan 382. Abdul Muin 383. Rasidin 384. Akhiruddin 385. Zulpan