Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Ibu Balita Terhadap Pencegahan Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2011
SKRIPSI
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSING, ENABLING DAN REINFORCING IBU BALITA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT PNEUMONIA
PADA BALITA DI KELURAHAN BATANGBERUH KECAMATAN SIDIKALANG TAHUN 2011
Oleh :
YENNI S. LUMBAN BATU NIM. 061000071
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(2)
ABSTRAK
Pneumonia merupakan salah satu infeksi saluran pernapasan yang menyerang bagian bawah saluran napas. Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Dairi Tahun 2008 tercatat bahwa dari 40.292 balita terdapat 5.682 kasus pneumonia pada balita dan menempati urutan tertinggi dari 10 besar penyakit. Kasus tersebut terjadi di beberapa kelurahan, di antaranya Kelurahan Batangberuh dengan jumlah kasus pneumonia balita tertinggi yakni 1.022 kasus.
Jenis penelitian yang dipakai adalah survey explanatory yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposing, enabling dan reinforcing ibu balita terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2011. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai balita yakni sebanyak 571 orang dan penetapan jumlah sampel menggunakan metode simple random diperoleh sampel sebanyak 82 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel pencegahan pneumonia pada balita adalah pendidikan (ρ=0,000), pengetahuan (ρ=0,000), jarak sarana kesehatan (ρ=0,000) dan dukungan petugas kesehatan (ρ=0,000). Variabel pekerjaan (ρ=0,724), penghasilan keluarga (ρ=0,725) dan sarana kesehatan (ρ=0,884) tidak memiliki pengaruh terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi untuk lebih meningkatkan kegiatan monitoring dan evaluasi kejadian penyakit pneumonia pada balita. Diharapkan kepada petugas kesehatan Puskesmas Batangberuh agar mengadakan penyuluhan tentang penyakit pneumonia balita dan kepada bidan desa agar menghimbau ibu balita untuk lebih meningkatkan pencegahan penyakit pneumonia balita.
(3)
ABSTRACK
Pneumonia is one of infection disease that attack the lower respiratory tract. Based on data Dairi District Health Profil in 2008 noted that from 40.292 infants there were 5.682 cases of pneumonia diseases in infants and the highest ranked of the 10 major diseases. The case occurred in several villages, including Batangberuh village with infant pneumonia diseases highest number of cases that were 1.022 cases.
The type of research used survey explanatory that aimed to explain the influence of mother’s predisposing, enabling and reinforcing factors on the prevention of infant pneumonia diseases at Batangberuh village, Sidikalang sub district in 2011. The population were the mothers who had children infant that as many as 571 people and the sample were determined by simple random technique were obtained sample of 82 people. Data were collected by using questionnaire and were analyzed by using multiple linear regression test with α=0,05.
The results of research showed that variables which had significant influence on the prevention of infant pneumonia diseases were education (ρ=0,000), knowledge (ρ=0,000), distance of health facilities (ρ=0,000) and support the health personnel (ρ=0,000). Variable of job (ρ=0,724), family income (ρ=0,725), and sufficiency of health facilities (ρ=0,884) had no influence on the prevention of children under five years old pneumonia diseases.
It is suggested to the Dairi District Health office were in order to more increase monitoring and evaluation of infant pneumonia diseases. Health personnel of Batangberuh Health Center are expected to stem turbid for counseling about the infant pneumonia diseases and the village midwife to urges mothers improve on preventing infant pneumonia diseases.
(4)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Yenni S. Lumban Batu
Tempat/Tgl Lahir : Sidikalang, 16 September 1987
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah anggota keluarga : 1 (anak ke-1 dari 1 bersaudara)
Alamat Rumah : Jln. Merdeka No. 41 Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi
Riwayat Pendidikan
1994 – 2000 : SD Negeri 7 No. 030285 Sidikalang 2000 – 2003 : SLTP Negeri 1 Sidikalang
2003 – 2006 : SMA Negeri I Sidikalang
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing Ibu Balita Terhadap Pencegahan Penyakit Pneumonia Pada Balita di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2011” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Begitu banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara (FKM USU).
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dosen Pembimbing I sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Fauzi, SKM, selaku Dosen Pembimbing II sekaligus sebagai Penguji I yang telah memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Prof. dr. Aman Nasution, MPH selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.
(6)
5. Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes, selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. 6. dr. Heldy B.Z, MPH selaku ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.
7. Para Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.
8. Kepala Puskesmas Batangberuh dan Lurah Batangberuh Kabupaten Dairi yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
9. Terkhusus kepada Ayahanda tercinta K. Lumban Batu dan Ibunda tercinta R. Bintang serta seluruh keluarga besar saya baik itu keluarga dari pihak Lumban
Batu dan pihak Bintang yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan di Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Yenita Angkat, Cici, Samira, Annie, Agus, Adli, Indah, Jhonson, Yanni, Lobert, Denni, Suster Riris, Mariana, Josua, Parulian, Sairama, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam menyelesaikan sikripsi ini, semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
11. Kepada Armando Purba, Harison Sagala, Andus, Andri Sri Natalia dan teman BIM Anytha Nofa, Ancoen, Tarie, Rey, Luley, Heru, Sandro, Fadli dan semua sahabatku yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang senantiasa memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
(7)
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam perbaikan skripsi ini. Semoga Tuhan yang Maha Esa selalu memberkati kita semua. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua terutama untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Juni 2011
Penulis
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan ... i
Abstrak ... ii
Abstrack ... iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... xi
Daftar Gambar ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Pneumonia ... 12
2.1.1. Pengertian Pneumonia ... 12
2.1.2. Penyebab Pneumonia ... 12
2.1.3. Klasifikasi Pneumonia ... 14
2.1.4. Gejala Klinis dan Tanda Pneumonia ... 16
2.1.5. Cara Penularan Pneumonia ... 17
2.1.6. Faktor Risiko Penyebab Terjadinya Pneumonia ... 18
2.1.7. Pencegahan Penyakit Pneumonia ... 20
2.1.8. Program Pemberantasan Penyakit ISPA ... 22
2.2. Konsep Balita ... 23
2.3. Pencegahan ... 23
2.4. Perilaku ... 24
2.4.1. Batasan Perilaku ... 24
2.4.2. Perilaku Kesehatan ... 24
2.4.3. Determinan Perilaku... 27
2.4.4. Faktor Predisposing ... 28
2.4.5. Faktor Enabling ... 32
2.4.6. Faktor Reinforcing ... 33
2.5. Kerangka Konsep ... 34
2.6. Hipotesis Penelitian ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
3.1. Jenis Penelitian ... 36
(9)
3.3. Populasi dan sampel ... 36
3.3.1. Populasi ... 36
3.3.2. Sampel ... 36
3.4. Metode Pengambilan Data ... 37
3.5. Definisi Operasional... 37
3.6. Aspek Pengukuran ... 40
3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 40
3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 41
3.7. Teknik Analisis Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 43
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43
4.1.1. Letak Geografis ... 43
4.1.2. Data Demografi ... 43
4.1.3. Sarana Kesehatan ... 44
4.1.4. Tenaga Kesehatan ... 45
4.2. Analisis Univariat... 45
4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 46
4.2.2. Deskripsi Variabel Faktor Predisposing ... 46
4.2.3. Deskripsi Variabel Faktor Enabling ... 53
4.2.4. Deskripsi Variabel Faktor Reinforcing ... 54
4.2.5. Deskripsi Variabel Pencegahan Pneumonia pada Balita .. 54
4.3. Hasil Uji Statistik Bivariat ... 58
4.4. Hasil Uji Statistik Multivariat ... 59
4.5. Hasil Wawancara ... 62
BAB V PEMBAHASAN ... 65
5.1 Pengaruh Faktor Predisposing Terhadap Pencegahan Penyakit Pneumonia... 65
5.1.1. Tingkat Pendidikan ... 65
5.1.2. Pekerjaan ... 66
5.1.3. Penghasilan Keluarga ... 68
5.1.4. Pengetahuan ... 69
5.2 Pengaruh Faktor Enabling Terhadap Pencegahan Penyakit Pneumonia... 70
5.2.1. Sarana Kesehatan ... 70
5.2.1. Jarak Sarana Kesehatan ... 71
5.3. Pengaruh Faktor Enabling Terhadap Pencegahan Penyakit Pneumonia... 71
(10)
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 73 6.1 Kesimpulan ... 73 6.2 Saran ... 74 Daftar Pustaka
Lampiran :
1. Kuesioner 2. Master Data 3. Hasil Uji Statistik 4. Surat Izin Penelitian
(11)
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1.1. Jumlah Penderita Pneumonia Balita di Kabupaten Dairi
Berdasarkan Puskesmas Tahun 2008 ... 5
Tabel 1.2. Jumlah Penderita Penderita Pneumonia Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Batangberuh Tahun 2008 ... 6
Tabel 2.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya... 15
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Faktor Predisposing, Enabling, dan Reinforcing ... 39
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Pencegahan Penyakit Pneumonia pada Balita ... 40
Tabel 4.1. Distribusi Pendudukan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 43
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 43
Tabel 4.4. Jumlah Sarana Kesehatan di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2010 ... 44
Tabel 4.5. Jumlah Tenaga Kesehatan di Kelurahan Batangberuh Tahun 2010 ... 44
Tabel 4.6. Distribusi Kategori Responden Berdasarkan Mata Pencaharian dan Suku ... 45
Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 46
Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pekerjaan ... 47
Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Keluarga ... 47
Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Penyakit Pneumonia... 49
Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan ... 50
Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Kesehatan ... 51
(12)
Tabel 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Pencegahan Terhadap
Penyakit Pneumonia ... 54
Tabel 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pencegahan ... 56
Tabel 4.16. Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson ... 58
(13)
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan ... 27 Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 33
(14)
ABSTRAK
Pneumonia merupakan salah satu infeksi saluran pernapasan yang menyerang bagian bawah saluran napas. Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Dairi Tahun 2008 tercatat bahwa dari 40.292 balita terdapat 5.682 kasus pneumonia pada balita dan menempati urutan tertinggi dari 10 besar penyakit. Kasus tersebut terjadi di beberapa kelurahan, di antaranya Kelurahan Batangberuh dengan jumlah kasus pneumonia balita tertinggi yakni 1.022 kasus.
Jenis penelitian yang dipakai adalah survey explanatory yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposing, enabling dan reinforcing ibu balita terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2011. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai balita yakni sebanyak 571 orang dan penetapan jumlah sampel menggunakan metode simple random diperoleh sampel sebanyak 82 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel pencegahan pneumonia pada balita adalah pendidikan (ρ=0,000), pengetahuan (ρ=0,000), jarak sarana kesehatan (ρ=0,000) dan dukungan petugas kesehatan (ρ=0,000). Variabel pekerjaan (ρ=0,724), penghasilan keluarga (ρ=0,725) dan sarana kesehatan (ρ=0,884) tidak memiliki pengaruh terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi untuk lebih meningkatkan kegiatan monitoring dan evaluasi kejadian penyakit pneumonia pada balita. Diharapkan kepada petugas kesehatan Puskesmas Batangberuh agar mengadakan penyuluhan tentang penyakit pneumonia balita dan kepada bidan desa agar menghimbau ibu balita untuk lebih meningkatkan pencegahan penyakit pneumonia balita.
(15)
ABSTRACK
Pneumonia is one of infection disease that attack the lower respiratory tract. Based on data Dairi District Health Profil in 2008 noted that from 40.292 infants there were 5.682 cases of pneumonia diseases in infants and the highest ranked of the 10 major diseases. The case occurred in several villages, including Batangberuh village with infant pneumonia diseases highest number of cases that were 1.022 cases.
The type of research used survey explanatory that aimed to explain the influence of mother’s predisposing, enabling and reinforcing factors on the prevention of infant pneumonia diseases at Batangberuh village, Sidikalang sub district in 2011. The population were the mothers who had children infant that as many as 571 people and the sample were determined by simple random technique were obtained sample of 82 people. Data were collected by using questionnaire and were analyzed by using multiple linear regression test with α=0,05.
The results of research showed that variables which had significant influence on the prevention of infant pneumonia diseases were education (ρ=0,000), knowledge (ρ=0,000), distance of health facilities (ρ=0,000) and support the health personnel (ρ=0,000). Variable of job (ρ=0,724), family income (ρ=0,725), and sufficiency of health facilities (ρ=0,884) had no influence on the prevention of children under five years old pneumonia diseases.
It is suggested to the Dairi District Health office were in order to more increase monitoring and evaluation of infant pneumonia diseases. Health personnel of Batangberuh Health Center are expected to stem turbid for counseling about the infant pneumonia diseases and the village midwife to urges mothers improve on preventing infant pneumonia diseases.
(16)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, terutama pada balita.
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Alsagaff dan Mukty, 2010). ISPA merupakan suatu penyakit yang terbanyak dan tersering diderita oleh balita karena sistem pertahanan tubuh masih rendah, terjadi baik di negara berkembang negara yang sudah mampu (Klinikita, 2007).
ISPA yang terjadi pada balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada balita yang belum memperoleh kekebalan alamiah (Alasagaff dan Mukty, 2010).
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005 menyatakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6–2,2 juta, di mana sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei,
(17)
nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam.
Berdasarkan hasil konferensi internasional mengenai ISPA di Canberra, Australia pada Bulan Juli Tahun 1997, dinyatakan bahwa empat juta balita di negara-negara berkembang meninggal tiap tahun akibat pneumonia. Data yang dihimpun WHO memperkirakan insiden ISPA di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% per tahun pada golongan usia balita.
ISPA meliputi infeksi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah (Klinikita, 2007). Salah satu yang termasuk dalam infeksi saluran pernapasan bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis dan sinusitis sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran napas seperti paru itu salah satunya adalah pneumonia. Pneumonia merupakan predator balita nomor satu di negara berkembang. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia pada balita berumur kurang dari 2 bulan (Depkes RI, 2007).
Indonesia menduduki peringkat ke-6 di dunia untuk kasus pneumonia pada balita pada Tahun 2006 dengan jumlah penderita mencapai enam juta jiwa. ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok balita, selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak. Laporan Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Ditjen P2M-PLP) Depkes RI Tahun 2007 menyebutkan dari 31 provinsi ditemukan 477.429 balita dengan pneumonia atau 21,52% dari jumlah seluruh balita di
(18)
Indonesia. Proporsinya 35,02% pada usia di bawah satu tahun dan 64,97% pada usia satu hingga empat tahun (Djelantik, 2008).
ISPA di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Sekitar 40%-60% dari kunjungan di puskesmas adalah penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20%-30% kematian, yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada balita berumur kurang dari 2 bulan (Klinikita, 2007).
Pneumonia sempat dijuluki sebagai pembunuh utama balita di Indonesia. Hal ini merujuk pada kematian akibat pneumonia pada akhir Tahun 2000 yang mencapai lima kasus di antara 1000 balita, artinya pneumonia menyebabkan sekitar 150 ribu balita meninggal tiap tahunnya atau sebanyak 12.500 korban per bulan atau 416 kasus per hari atau 17 anak per jam atau seorang balita tiap lima menit (Silalahi, 2004).
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2001, kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun atau hampir 300 balita setiap hari atau 1 balita setiap 5 menit. Sekitar 80%-90% dari kematian ini disebabkan oleh pneumonia. Tingginya mortalitas balita karena pneumonia menyebabkan penanganan penyakit pneumonia menjadi sangat penting artinya. Kondisi ini disadari oleh pemerintah sehingga dalam Program Pemberantasan ISPA (P2ISPA) telah menggariskan untuk menurunkan angka kematian balita akibat pneumonia dari 5/1.000 balita pada Tahun 2000 menjadi 3/1.000 balita pada Tahun 2005 dan menurunkan angka kesakitan pneumonia balita dari 10%–20% balita pada
(19)
Tahun 2000 menjadi 8%–16% balita pada Tahun 2005. Pada Tahun 2007 yang lalu ditargetkan bahwa cakupan penemuan balita penderita pneumonia sebesar 66% dan pada Tahun 2011 sebesar 100%. Target cakupan balita dengan pneumonia yang ditangani pada Tahun 2007 dengan Tahun 2011 sama yaitu sebesar 100% (Depkes 2004). Jumlah kasus ISPA di masyarakat diperkirakan 10% dari populasi. Target cakupan program ISPA nasional pada pneumonia balita sebesar 76% dari perkiraan jumlah kasus, namun pada Tahun 2008 cakupan penemuan kasus baru mencapai 18,81% (Depkes, 2009).
Menurut data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, bahwa jumlah balita penderita pneumonia di Indonesia ada sebanyak 392.923. Di Sumatera Utara, pneumonia merupakan penyakit ketujuh dari 10 pola penyakit terbanyak di puskesmas Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara selama Tahun 2007 ditemukan 41.291 balita menderita pneumonia dengan cakupan penemuan 32,4%, sedangkan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2008 cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% pada Tahun 2011 (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2008).
Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang juga mengalami kasus pneumonia balita yang cukup tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Kabupaten Dairi Tahun 2008, tercatat bahwa dari 40.292 balita terdapat kasus pneumonia balita sebanyak 5.682 dan menempati urutan tertinggi dari 10 besar penyakit. Adapun jumlah penderita pneumonia balita di Kabupaten Dairi berdasarkan puskesmas Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.1. di bawah ini:
(20)
Tabel 1.1. Jumlah Penderita Pneumonia Balita di Kabupaten Dairi Berdasarkan Puskesmas Tahun 2008
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi Tahun 2008
Berdasarkan hasil laporan dari 18 puskesmas yang berada di Kabupaten Dairi, Puskesmas Batangberuh merupakan puskesmas yang memiliki jumlah balita penderita pneumonia tertinggi yakni sebanyak 1.022 balita dan memiliki jumlah populasi balita sebanyak 3.098 balita (Profil Kesehatan Kabupaten Dairi, 2008).
No. Kecamatan Nama Puskesmas Jumlah Balita Jumlah Penderita Pneumonia Balita Insidens Rate (%) 1 Sidikalang Hutarakyat
Batangberuh 2.840 3.098 215 1.022 7,5 32,9
2 Sumbul Sumbul
Pegagan Julu II
4.061 3.256 633 360 15,5 11,1
3 Pegagan
Hilir
Tiga Baru 2.376 233 9,8
4 Siempat Nempu Hulu
Km 11 2.434 390 16,0
5 Siempat Nempu Hilir
Sopo Butar 2.346 155 6,6
6 Siempat Nempu
Buntu Raja 2.628 345 13,1
7 Silima pungga-pungga Parongil Bakal Gajah 1.736 1.426 184 216 10,5 15,1
8 Berampu Berampu 1.296 140 10,8
9 Lae Parira Kentara 2.610 120 4,5
10 Parbuluan Sigalingging 2.112 472 22,3
11 Tigalingga Tigalingga 2.191 195 8,9
12 Tanah Pinem
Kuta Buluh 2.678 428 15,9
13 Gunung Stember
Gunung Stember
1.018 229 22,4
14 Silahisabun gan
Silalahi 812 65 8,1
15 Sitinjo Sitinjo 1.374 280 20,3
(21)
Wilayah kerja Puskesmas Batangberuh terdiri dari 7 kelurahan. Berikut rincian jumlah penderita pneumonia di wilayah kerja di Puskesmas Batangberuh.
Tabel 1.2. Jumlah Penderita Pneumonia Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Batangberuh Tahun 2008
No Kelurahan Jumlah Ibu Balita
Jumlah Balita Jumlah Balita Penderita Pneumonia
1 Batangberuh 571 813 296
2 Sidiangkat 602 860 275
3 Bintang 201 319 93
4 Marsada 231 297 97
5 Bintang Hulu 62 98 26
6 Kalangsimbara 411 521 178
7 Perumnas 130 190 57
Jumlah 2.208 3.098 1.022
Sumber : Profil Puskesmas Batangberuh Tahun 2008
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, Kelurahan Batangberuh berada di Kecamatan Sidikalang yang terletak di wilayah pegunungan. Mempunyai tingkat pendidikan masyarakat mayoritas Sekolah Dasar. Penghasilan penduduk mayoritas dari bertani dan berdagang dengan pendapatan rendah. Pendapatan keluarga yang rendah tersebut telah menuntut ibu turut bekerja di luar rumah, sehingga ibu hanya memiliki sedikit waktu untuk mengurus balitanya. Dikarenakan berada di daerah pegunungan suhu udara dingin pada malam hari hal ini mengakibatkan kebiasaan ibu untuk menghangatkan diri dan balitanya dengan duduk di dekat tungku perapian dan pada keesokan harinya tungku perapian dibiarkan begitu saja sampai dingin dan menjadi lembab selain itu akibat dari suhu udara yang dingin ini ketika seorang ibu melahirkan ada kebiasaan untuk menghangatkan ibu dan bayi dengan membuat perapian dari arang dibawah tempat tidur selama sebulan yang mengakibatkan sejak hari pertama bayi lahir sudah diperkenalkan dengan asap
(22)
tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak rumah tangga yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Kebiasaan ibu menggendong anak sambil memasak juga masih banyak hal ini disebabkan mereka beranggapan anak akan menangis jika ditinggalkan ibunya untuk memasak. Beberapa keluarga juga mempunyai kebiasaan untuk menggunakan anti nyamuk bakar ketika akan tidur. Kondisi perumahan yang sempit masih banyak belum permanen dan terbuat dari dinding papan. Kepala keluarga kebanyakan adalah perokok yang sering merokok di dalam rumah. Beberapa kebiasaan tersebut mempunyai peran dalam peningkatan kejadian pneumonia pada balita di Kelurahan Batangberuh. Ibu balita tidak paham betul bagaimana cara mencegah pneumonia, mereka hanya tahu mencari pengobatan ketika balita mereka telah terkena pneumonia.
Dari hasil wawancara dengan petugas Puskesmas di Batangberuh, faktor-faktor yang memengaruhi tingginya kejadian pneumonia pada balita adalah tingkat pengetahuan ibu balita akan penyakit pneumonia masih rendah sehingga menyebabkan ibu kurang mengerti cara pencegahan pneumonia pada balitanya. Faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita adalah tingkat pendapatan keluarga rendah yang menyebabkan ibu bekerja seharian di luar rumah sehingga ibu kurang memerhatikan balitanya, selain itu pendapatan yang rendah ini juga mengakibatkan ibu tidak memberikan asupan makanan bergizi yang cukup sehingga balita cenderung mempunyai daya tahan tubuh yang rendah.
Menurut Blum dalam Notoatmodjo (1996), faktor-faktor yang memengaruhi derajat kesehatan antara lain: faktor lingkungan (seperti kualitas udara), faktor
(23)
perilaku (seperti kebiasaan merokok keluarga dalam rumah), faktor pelayanan kesehatan (seperti status imunisasi) dan faktor keturunan.
Asap dapur dan faktor perilaku seperti kebiasaan merokok keluarga dalam rumah sangat berpengaruh karena asap tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan akibat terhirup asap rokok yang umumnya adalah anak-anak, sedangkan faktor pelayanan kesehatan seperti status imunisasi merupakan faktor yang dapat membantu mencegah terjadinya penyakit infeksi seperti gangguan pernapasan sehingga tidak mudah menjadi parah (Anonim, 2007).
Lingkungan yang berpengaruh dalam proses terjadinya ISPA adalah lingkungan perumahan, di mana kualitas rumah berdampak terhadap kesehatan anggotanya. Kualitas rumah dapat dilihat dari jenis atap, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian dan jenis bahan bakar masak yang dipakai. Faktor-faktor di atas diduga sebagai penyebab terjadinya ISPA (Yuswianto, 2007).
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalamannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan, sebagaimana diketahui pengetahuan merupakan pangkal dari sikap, sedangkan sikap akan mengamalkan tindakan seseorang. Pengetahuan dan sikap yang baik diharapkan mampu menumbuhkembangkan tindakan yang positif (Sarwono, 1997).
Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu: faktor predisposing atau faktor pemudah (mencakup: pengetahuan, sikap, tradisi, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya), faktor enabling atau faktor pendukung (mencakup: ketersediaan sarana
(24)
atau fasilitas kesehatan) dan faktor reinforcing atau faktor penguat (mencakup: perilaku dari petugas kesehatan dan tokoh masyarakat).
Menurut Sutrisna (1993), faktor risiko yang menyebabkan ISPA pada balita adalah sosio-ekonomi (pendapatan, perumahan, pendidikan orang tua), status gizi, tingkat pengetahuan ibu dan faktor lingkungan (kualitas udara), sedangkan Depkes (2002) menyebutkan bahwa faktor penyebab ISPA pada balita adalah berat badan bayi lahir rendah (BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal dan lingkungan fisik.
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada Tahun 2007, prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%), ISPA cenderung terjadi lebih tinggi pada kelompok ibu dengan pendidikan dan tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah. Kemudian Notosiswoyo dkk (2003) menambahkan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia dikarenakan rendahnya pengetahuan ibu balita mengenai penyakit pneumonia yang menimpa anaknya sehingga mereka terlambat membawa anak balitanya berobat ke puskesmas. Pemilihan ibu sebagai kelompok sasaran karena pada umumnya ibu merupakan orang yang paling dekat dengan anaknya dan seringkali ibu berperan sebagai pengambil keputusan dalam mencari pertolongan pengobatan dini bagi anaknya yang sakit, dengan kata lain tindakan ibu sangat menentukan derajat kesehatan keluarga.
Menurut Sibarani (1996), perilaku ibu mempunyai peranan dalam pencegahan penyakit pneumonia, sehubungan dengan itu kerjasama antara petugas kesehatan dengan ibu perlu ditingkatkan terutama dalam pencegahan pneumonia, misalnya cara
(25)
mencari pengobatan ke puskesmas terdekat, menjauhkan anak dari asap rokok, kayu bakar, anti nyamuk bakar, memberikan gizi yang baik untuk anak dan lain-lain.
Penelitian Nur (2004), menambahkan faktor sosio demografi yang melekat pada ibu (meliputi: pendidikan, penghasilan keluarga, pekerjaan dan pengetahuan) berhubungan dengan pencegahan ibu dalam penyakit pneumonia.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh faktor predisposing (meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga dan pengetahuan), faktor enabling (meliputi: ketersediaan serta jarak sarana kesehatan) dan faktor reinforcing (meliputi: dukungan petugas kesehatan) ibu balita terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukakan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh faktor predisposing (meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga, dan pengetahuan), faktor enabling (meliputi: ketersediaan serta jarak sarana kesehatan) dan faktor reinforcing (meliputi: dukungan petugas kesehatan) ibu balita terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2011.
(26)
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposing (meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga dan pengetahuan), faktor enabling (meliputi: ketersediaan serta jarak sarana kesehatan) dan faktor reinforcing (meliputi: dukungan petugas kesehatan) ibu balita terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang tahun 2011.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi dalam penyusunan kebijakan Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) khususnya pneumonia yang ditujukan pada kelompok usia balita.
2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Batangberuh dalam upaya pencegahan, penatalaksanaan kasus dan manajemen pemberantasan penyakit pneumonia.
3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
4. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang Administrasi Kebijakan Kesehatan.
(27)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumonia
2.1.1. Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit (Depkes, 1991).
2.1.2. Penyebab Pneumonia
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
(28)
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis
(29)
usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
2.1.3. Klasifikasi Pneumonia 1) Berdasarkan Umur
a. Kelompok umur < 2 bulan 1) Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
2) Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
(30)
b. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun 1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding dada.
4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.
5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan(WHO, 2003).
(31)
2) Berdasarkan Etiologi
Tabel 2.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya
Grup Penyebab Tipe Pneumonia
Bakteri Streptokokus pneumonia Streptokokus piogenesis Stafilokokus aureus Klebsiela pneumonia Eserikia koli Yersinia pestis Legionnaires bacillus Pneumoni bakterial Legionnaires disease Aktinomisetes Aktinomisetes Israeli
Nokardia asteroides
Aktinomisetes pulmonal Nokardia pulmonal Fungi Kokidioides imitis
Histoplasma kapsulatum Blastomises dermatitidis Aspergilus Fikomisetes Kokidioidomikosis Histoplasmosis Blastomikosis Aspergilosis Mukormikosis Riketsia Koksiela burneti Q fever
Klamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal Virus Influenza virus, adeno
Virus respiratory Syncytial
Pneumonia virus
Protozoa Pneumositis karini Pneumonia pneumosistis (pneumonia plasma sel) Sumber : Alsagaff dan Mukty, 2010.
2.1.4. Gejala Klinis dan Tanda Pneumonia a. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada
(32)
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).
b. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain :
a. Batuk nonproduktif b. Ingus (nasal discharge) c. Suara napas lemah
d. Penggunaan otot bantu napas
e. Demam
f. Cyanosis (kebiru-biruan)
g. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar h. Sakit kepala
i. Kekakuan dan nyeri otot j. Sesak napas
k. Menggigil l. Berkeringat m. Lelah
n. Terkadang kulit menjadi lembab o. Mual dan muntah
2.1.5. Cara Penularan Penyakit Pneumonia
Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu terdapat juga
(33)
cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Azwar, 2002).
2.1.6. Faktor Risiko Penyebab Terjadinya Pneumonia
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita (Depkes, 2004), diantaranya :
a. Faktor risiko yang terjadi pada balita
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :
1. Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia (Dailure, 2000).
2. Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada
(34)
balita (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.
3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita (Dailure, 2000).
4. Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit (Daulaire, 2000).
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya :
(35)
1. Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen (Semedi, 2001).
2. Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor (Lubis, 1989).
2.1.7. Pencegahan Penyakit Pneumonia
Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia :
(36)
1. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
2. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.
3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.
(37)
5. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia. 6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.
2.1.8. Program Pemberantasan Penyakit ISPA
Program P2ISPA merupakan program yang menangani masalah ISPA yang ditujukan pada kelompok balita.
a. Mengumpulkan dan menganalisa data penyakit b. Melaporkan kasus penyakit menular
c. Menyembuhkan penderita sehingga tidak lagi menjadi sumber infeksi d. Pemberian imunisasi
(38)
f. Memberikan penyuluhan kesehatan.
Masalah yang menjadi prioritas untuk ditanggulangi adalah pneumonia beserta komplikasinya. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA. Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangan pneumonia (Sibarani, 1996).
2.2. Konsep Balita
Perkembangan seorang anak secara umum digambarkan melalui periode-periode. Salah satunya adalah periode Bawah Lima Tahun (BALITA) merupakan salah satu periode manusia setelah bayi sebelum anak-anak awal. Rentang usia balita dimulai dari 1 sampai 5 tahun. Periode usia ini disebut juga periode usia prasekolah. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang memengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya (Djaeni, 2000).
2.3. Pencegahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah atau menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan kata lain pencegahan merupakan tindakan. Maka pencegahan identik dengan perilaku.
(39)
2.4. Perilaku
2.4.1. Batasan Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis, semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dengan demikian yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku manusia merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan yaitu: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun bersifat aktif yaitu dengan tindakan (Sarwono, 1997).
2.4.2. Perilaku Kesehatan
Berdasarkan batasan perilaku Skiner dalam Notoatmodjo (2007), maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
(40)
makanan, minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok:
1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintanance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila mana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek yaitu:
a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila mana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman juga dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut (Notoatmodjo, 2003).
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan Sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati
(41)
sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri (Notoatmodjo, 2003).
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Becker dalam Notoatmodjo (2003) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan yaitu :
a. Perilaku hidup sehat (healthy behaviour)
Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku sakit (illness behaviour)
Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab, gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)
Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain
(42)
(terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role).
Menurut Kosa dan Robertson dalam Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkannya dan kurang berdasarkan pada pengetahuan biologis. Memang kenyataannya demikian, tiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan berbeda, meskipun gangguan kesehatannya sama.
2.4.3. Determinan Perilaku
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda-beda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini diberbeda-bedakan atas:
1. Determinan atau faktor internal
Yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. 2. Determinan atau faktor eksternal
Yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Menurut Blum dalam Notoatmodjo ( 2003), perilaku manusia merupakan faktor yang memengaruhi status kesehatan individu selain faktor lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan (herediter). Selanjutnya teori Green dalam Notoatmodjo (2007) menyebutkan perilaku dilatarbelakangi oleh 3 faktor utama
(43)
yakni: faktor predisposing (faktor pemudah), enabling (faktor pendukung) dan reinforcing (faktor penguat).
Dari kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut : Keturunan
Pelayanan Kesehatan Status Kesehatan Lingkungan
Perilaku
Proses Perubahan
Faktor Predisposing Faktor Enabling Faktor Reinforcing
Komunikasi Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat Training Pemberdayaan Sosial
Pendidikan Kesehatan ( Promosi Kesehatan )
Gambar 2.1 Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan Kesehatan.
2.4.4. Faktor Predisposing (Faktor Pemudah)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku
(44)
kesehatan, misalnya dalam pencegahan penyakit pneumonia diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tentang penyakit pneumonia. Di samping itu, kepercayaan dari tradisi dapat menghambat ibu untuk memeriksakan anak ke sarana kesehatan. Karena faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku maka sering disebut faktor pemudah (Notoatmodjo, 2007).
a. Pendidikan
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap, karena didasari oleh kesadaran. Memang kelemahan dari pendekatan pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya lama, karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2003), orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan.
(45)
Menurut Feldstein dalam Nainggolan (2008), bahwa tingkat pendidikan dipercaya memengaruhi permintaan akan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang tinggi akan memungkinkan seseorang untuk mengetahui dan mengenal gejala-gejala awal. Kunjungan ke dokter yang rendah adalah sebagai akibat rendahnya pendidikan dan sikap yang masa bodoh terhadap pelayanan kesehatan.
b. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Anderson dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa struktur sosial yang salah satu diantaranya adalah pekerjaan menentukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.
c. Penghasilan Keluarga
Masyarakat berpenghasilan rendah mempunyai suatu prevalensi sakit, kelemahan, kronitas penyakit dan keterbatasan kegiatan karena masalah kesehatan. Ditambah pula bahwa mereka lebih sukar mencapai pelayanan kesehatan, dan bila dapat mencapainya akan memperoleh mutu pelayanan kesehatan yang lebih rendah dibanding dengan lapisan masyarakat menengah atas (Zulikfan, 2004).
Tingkat penghasilan merupakan penghasilan yang diperoleh bapak dan ibu yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari, sehingga semakin besar jumlah pendapatannya, maka taraf kehidupan akan semakin baik. Status sosial ekonomi dianggap sebagai salah satu faktor risiko penting untuk pneumonia, karena
(46)
penderita pneumonia pada balita banyak ditemukan pada kelompok keluarga dengan sosial ekonomi rendah (Kartasasmita, 1993).
d. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengertahuan adalah apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu hal yang didapat secara formal maupun informal. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yaitu: a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi dan dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
(47)
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku-buku, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisa (Analysis)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi atau objek analisa komponen-komponen tetapi di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesa (Synthesis)
Sintesa menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.4.5. Faktor Enabling (Faktor Pendukung)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana/fasilitas bagi masyarakat misalnya puskesmas, rumah sakit, polindes, dokter atau bidan swasta, dan lain-lain. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung terwujudnya perilaku kesehatan maka disebut juga faktor pendukung.
(48)
a. Ketersediaan sarana kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2007), meskipun kesadaran dan pengetahuan masyarakat tinggi tentang kesehatan, namun fasilitas kesehatan yang tidak mendukung maka tindakan tentang kesehatan tidak akan terwujud. Oleh karena itu pengetahuan dan kesadaran yang tinggi harus diikuti dengan ketersediaan sarana kesehatan yang baik sehingga terwujud perilaku hidup sehat.
b. Jarak ke sarana kesehatan
Rochman (1994) menyatakan bahwa keterjangkauan/jarak merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.
2.4.6. Faktor Reinforcing (Faktor Penguat)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku petugas kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan yang positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh/acuan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Faktor ini disebut juga sebagai faktor penguat. Dukungan dari Petugas Kesehatan.
Menurut Nur (2004) kerjasama dan penyuluhan dari petugas kesehatan sangat diperlukan sebagai contoh/acuan dalam melakukan tindakan kesehatan. Peran petugas kesehatan mempunyai pengaruh terhadap perilaku ibu dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit pneumonia.
Menurut Sarfino dalam Smet (1994), dukungan petugas kesehatan merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif, di mana perasaan subjek bahwa
(49)
lingkungan memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang diketahui.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Kepmenkes RI, 2005).
Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa dukungan petugas kesehatan adalah dukungan yang diberikan oleh petugas kesehatan dalam melakukan upaya kesehatan baik itu berupa penyuluhan, saran dan tindakan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada ibu.
2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan latar belakang, tujuan dan manfaat, maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut:
Variabel bebas Variabel Terikat
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Predisposing:
- Tingkat Pendidikan
- Pekerjaan
- Penghasilan keluarga
- Pengetahuan Faktor Enabling: Sarana Kesehatan: - Ketersediaan - Jarak
Faktor Reinforcing:
Dukungan dari petugas kesehatan
Pencegahan penyakit pneumonia pada balita
(50)
2.6. Hipotesis Penelitian
Dari gambar kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh faktor predisposing (meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga, dan pengetahuan), faktor enabling (meliputi: ketersediaan serta jarak sarana kesehatan) dan faktor reinforcing (meliputi: dukungan petugas kesehatan) ibu balita terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2011.
(51)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan pengaruh antara faktor predisposing, enabling dan reinforcing ibu balita terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang tahun 2011 (Singarimbun, 1995).
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi, dengan pertimbangan cukup tingginya kasus pneumonia balita yaitu sebanyak 1.022 kasus.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian direncanakan dilaksanakan pada Februari 2011.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang mempunyai balita dan bertempat tinggal di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi yakni sebanyak 571 orang.
(52)
3.3.2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan metode simple random sampling. Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus Vincent sebagai berikut: (Vincent, 1991).
Maka
= 82,21 maka yang menjadi sampel 82 orang. Keterangan : n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi P = Proporsi populasi G = Galat pendugaan (0,1)
Zc = Taraf Kepercayaan 95% (1,96)
3.4. Metode Pengumpulan Data a. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.
(53)
b. Data Sekunder
Data sekunder diambil dari instansi yang ada hubungannya dengan objek penelitian yaitu Puskesmas Batangberuh dan Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi.
3.5. Defenisi Operasional
1. Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh responden berdasarkan ijazah terakhir, dikategorikan atas: tidak sekolah/tidak tamat, SD, SLTP, SLTA, Akademi/Sarjana.
2. Pekerjaan adalah sumber mata pencaharian responden untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dikategorikan atas: tidak bekerja (sebagai ibu rumah tangga) dan bekerja (sebagai PNS, petani, pedagang, wiraswasta, dan lain-lain).
3. Penghasilan keluarga adalah jumlah uang yang diterima keluarga responden setiap bulannya, dikategorikan berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Utara Nomor 561/4894/K/TAHUN 2009 tentang penetapan upah minimum Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 yakni:
(1) Penghasilan di bawah UMP (<Rp. 965.000;)
(2) Penghasilan di atas atau sama dengan UMP (≥Rp. 965.000;)
4. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden mengenai penyakit pneumonia yang terdiri dari pengertian, penyebab, gejala, faktor risiko dan pencegahan pneumonia. Dikategorikan sebagai berikut:
(54)
(1) Pengetahuan buruk, apabila responden kurang mengetahui tentang penyakit pneumonia pada balita.
(2) Pengetahuan sedang, apabila responden cukup mengetahui tentang penyakit pneumonia pada balita.
(3) Pengetahuan baik, apabila responden mengetahui segala sesuatu tentang penyakit pneumonia pada balita..
5. Sarana/fasilitas kesehatan adalah tempat pelayanan kesehatan yang ada di sekitar tempat tinggal responden meliputi: puskesmas, rumah sakit, polindes, poliklinik, dokter atau bidan praktik swasta dan sebagainya yang dapat diakses oleh responden bila terdapat gejala pneumonia pada balita.
6. Jarak sarana kesehatan adalah persepsi responden terhadap kemampuan untuk memperoleh layanan kesehatan secara geografis, dikategorikan sebagai berikut:
(1) Jauh, bila persepsi responden terhadap jarak dari tempat tinggal responden ke sarana kesehatan adalah jauh (sulit dijangkau).
(2) Sedang, bila persepsi responden terhadap jarak dari tempat tinggal responden ke sarana kesehatan tidak terlalu jauh (tidak terlalu sulit dijangkau).
(3) Dekat, bila persepsi responden terhadap jarak dari tempat tinggal responden ke sarana kesehatan adalah dekat (mudah dijangkau).
7. Dukungan dari petugas kesehatan adalah responden pernah diberikan informasi/penyuluhan oleh petugas kesehatan (dokter, perawat, bidan )
(55)
mengenai pengertian, penyebab, gejala, faktor risiko serta pencegahan penyakit pneumonia.
8. Pencegahan penyakit pneumonia pada balita adalah segala upaya responden dalam melakukan pencegahan penyakit pneumonia, dikategorikan atas:
(1) Pencegahan buruk, apabila responden melakukan tindakan yang buruk dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit pneumonia pada balita. (2) Pencegahan sedang, apabila responden hanya sesekali melakukan tindakan
yang baik dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit pneumonia pada balita.
(3) Pencegahan baik, apabila responden setiap kali melakukan tindakan yang baik dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit pneumonia pada balita.
3.6. Aspek Pengukuran
3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas
Variabel bebas terdiri dari faktor predisposing (meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan pengetahuan), enabling (ketersediaan serta jarak sarana kesehatan) dan reinforcing (dukungan petugas kesehatan). Secara rinci skala pengukuran variabel bebas dapat dilihat pada Tabel 3.1.
(56)
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Faktor Predisposing, Enabling, dan Reinforcing
No Variabel Jumlah indika- tor
Kriteria Bobot
nilai
Skor Skala ukur
1 Tingkat pendidikan
1.Tidak
sekolah/tidak tamat SD 2. SD 3. SLTP 4. SLTA 5. Akademi/Sarjana Ordinal
2 Pekerjaan 1. Tidak bekerja
2. Bekerja
Nominal 3 Penghasilan
keluarga
1. <Rp. 965.000 2. ≥Rp. 965.000
Ordinal
4 Pengetahuan 7 1. Buruk
2. Sedang 3. Baik 1 2 3 7-11 12-16 17-21 Interval
5 Ketersediaan sarana kesehatan
1 1. Tidak tersedia 2. Tersedia 1 2 1 2 Ordinal
6 Jarak sarana kesehatan
1 1. Jauh
2. Sedang 3. Dekat 1 2 3 1 2 3 Ordinal
7 Dukungan petugas kesehatan
2 1. Tidak pernah 2. Pernah
1 2
Ordinal
1.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat
Variabel terikat meliputi pencegahan penyakit pneumonia pada balita yakni menggunakan skala interval. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.2.
(57)
Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Pencegahan Penyakit Pneumonia pada Balita
No Variabel Jumlah
indikato r
Kriteria Bobot nilai
Skor Skala ukur 1 Pencegahan
penyakit pneumonia pada balita
10 1. Buruk
2. Sedang 3. Baik
1 2 3
10-15 16-23 24-30
Interval
3.7. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data dilakukan dengan menggunakan uji regresi linear berganda dengan α=0,05 yang ditujukan untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat.
Uji regresi linier berganda digunakan bila variabel independen lebih dari satu variabel yang dihubungkan dengan satu variabel dependen. Variabel dependen harus bersifat numerik, sedangkan untuk variabel independen boleh semuanya numerik atau campuran numerik dengan kategorik. Regresi linier ganda adalah persamaan garis lurus untuk memprediksi variabel dependen (pencegahan penyakit pneumonia pada balita) dari beberapa variabel independen (predisposing, enabling, reinforcing ibu balita). Rumus Regresi Linier Berganda (Yasril, 2009):
(58)
Keterangan:
Y : variabel dependen
α : intercept + nilai Y jika X = 0
β : slope = koefisien regresi = besarnya perubahan nilai Y setiap satu unit perubahan X
x : variabel independen
e : residual/ error term sampel = beda antara nilai Y observasi dengan nilai Y prediksi (ei = Y-v)
(59)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis
Kelurahan Batangberuh berada di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. Secara geografis Kelurahan Batangberuh memiliki luas 603 Km2. Kelurahan Batangberuh memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kalang Simbara b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sidiangkat c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bintang d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sitinjo
4.1.2. Data Demografi
Secara administratif, jumlah penduduk Kelurahan Batangberuh pada Tahun 2010 mencapai 21.455 jiwa (4.727 KK) dengan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11.275 jiwa dan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 10.180 jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Laki-laki 11.275 52,5 %
2 Perempuan 10.180 47,5 %
Jumlah 21.455 100
(60)
Berdasarkan penggolongan tingkat pendidikan, diketahui bahwa tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Batangberuh paling banyak adalah tamat SD/MI yaitu sebanyak 6.410 jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.2. sebagai berikut:
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Jumlah Jiwa Lulusan Tingkat
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan: a. SD/MI b. SLTP/MTs c. SLTA/MA d. Diploma e. Sarjana 6.410 3.032 4.790 311 485 42,3 20,1 31,6 2,1 3,3
2 Tidak Pernah Sekolah 91 0,6
Jumlah 15.119 100
Sumber : Profil Kelurahan Batangberuh Tahun 2010
Pada umumnya mata pencaharian pokok masyarakat di Kelurahan Batangberuh adalah bertani yaitu sebanyak 7.402 orang. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.3. sebagai berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 530 3,5
2 Petani 7.402 48,9
3 Pedagang 4.551 30,1
4 Wiraswasta 1.703 11,3
5 Buruh 363 2,4
6 Pekerja Swasta 570 3,8
Jumlah 15.119 100
(61)
4.1.3. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang berada di wilayah Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang terdiri dari rumah sakit, puskesmas, polindes dan posyandu yang seluruhnya ada 39 unit. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4. sebagai berikut:
Tabel 4.4. Sarana Kesehatan di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2010
No. Sarana Kesehatan Jumlah (Unit)
1 Puskesmas 1
2 Polindes 6
3 Posyandu 32
Jumlah 39
Sumber : Profil Kelurahan Batangberuh Tahun 2010
4.1.4. Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan di Kelurahan Batangberuh terdiri dari dokter, bidan dan perawat yang bekerja di sarana kesehatan dan seluruhnya berjumlah 32 orang. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.5. sebagai berikut:
Tabel 4.5. Tenaga Kesehatan di Kelurahan Batangberuh Tahun 2010
No. Tenaga Kesehatan Jumlah
1 Dokter Umum 1
2 Dokter Gigi 1
3 4
Bidan Perawat
13 17
Jumlah 32
Sumber: Profil Kelurahan Batangberuh Tahun 2010
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel independen (bebas) dan dependen (terikat) dalam penelitian yang meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga, pengetahuan, ketersediaan sarana
(62)
kesehatan, jarak sarana kesehatan, dukungan petugas kesehatan dan pencegahan penyakit pneumonia pada balita.
4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita dan bertempat tinggal di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang. Berdasarkan pengumpulan data di lapangan, diperoleh gambaran karakteristik responden secara umum menurut kelompok mata pencaharian dan suku. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.6. sebagai berikut:
Tabel 4.6. Distribusi Kategori Responden Berdasarkan Mata Pencaharian dan Suku
No. Karakteristik Responden Jumlah
f %
1 Mata Pencaharian
Pegawai Negeri Sipil 11 13,4
Pedagang Petani Wiraswasta
Ibu Rumah Tangga
17 18 6 30 20,8 21,9 7,3 36,6
2 Jumlah 82 100
Suku Bangsa Batak Toba Batak Pak-Pak Batak Simalungun Batak Karo Jawa 38 23 12 6 3 46,3 28,0 14,7 7,3 3,7
Jumlah 82 100
Berdasarkan mata pencaharian mayoritas responden adalah petani dan pedagang sedangkan berdasarkan suku bangsa mayoritas responden bersuku Batak Toba.
(1)
Apakah ibu selalu menjauhkan anak dari orang yang batuk?
Apakah ibu membuka jendela pada pagi dan siang hari supaya ada pergantian udara dan kebutuhan oksigen?
Apakah ibu selalu membawa anak ke dapur bila sedang memasak menggunakan kayu bakar ataupun kompor?
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak pernah 34 41.5 41.5 41.5
Kadang-kadang 33 40.2 40.2 81.7
Ya 15 18.3 18.3 100.0
Total 82 100.0 100.0
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak pernah 4 4.9 4.9 4.9
Kadang-kadang 55 67.1 67.1 72.0
Ya 23 28.0 28.0 100.0
Total 82 100.0 100.0
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ya 59 72.0 72.0 72.0
Kadang-kadang 21 25.6 25.6 97.6
Tidak pernah 2 2.4 2.4 100.0
(2)
Apakah tindakan yang ibu lakukan bila terdapat gejala pneumonia (batuk disertai demam dan napas sesak/cepat) pada anak?
Apakah ibu selalu berkumpul dengan keluarga lain untuk menghangatkan tubuh di dekat tungku perapian setiap malam hari?
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid Membawa anak ke pengobatan
tradisional/dukun 7 8.5 8.5 8.5
Mengobati sendiri di rumah 32 39.0 39.0 47.6
Membawa anak berobat ke
sarana kesehatan 43 52.4 52.4 100.0
Total 82 100.0 100.0
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ya 41 50.0 50.0 50.0
Kadang-kadang 29 35.4 35.4 85.4
Tidak pernah 12 14.6 14.6 100.0
(3)
Pencegahan pneumonia pada balita
Kategori pencegahan penyakit pneumonia
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Buruk 39 47.6 47.6 47.6
Sedang 31 37.8 37.8 85.4
Baik 12 14.6 14.6 100.0
Total 82 100.0 100.0
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 12 1 1.2 1.2 1.2
13 6 7.3 7.3 8.5
14 14 17.1 17.1 25.6
15 18 22.0 22.0 47.6
17 2 2.4 2.4 50.0
18 10 12.2 12.2 62.2
19 7 8.5 8.5 70.7
20 6 7.3 7.3 78.0
21 3 3.7 3.7 81.7
22 2 2.4 2.4 84.1
23 1 1.2 1.2 85.4
24 5 6.1 6.1 91.5
25 5 6.1 6.1 97.6
26 2 2.4 2.4 100.0
(4)
Correlations pencegahan penyakit pneumonia Pendidik
an pekerjaan
pengha silan keluarg a pengetahu an sarana kesehat an jarak sarana kesehatan dukungan petugas kesehatan pencegahan penyakit pneumonia Pearson
Correlation 1 .878(**) .040 -.039 .813(**) .016 .699(**) .446(**)
Sig.
(2-tailed) . .000 .724 .725 .000 .884 .000 .000
N 82 82 82 82 82 82 82 82
Pendidikan Pearson
Correlation .878(**) 1 .038 -.069 .748(**) .080 .602(**) .441(**)
Sig.
(2-tailed) .000 . .734 .536 .000 .478 .000 .000
N 82 82 82 82 82 82 82 82
pekerjaan Pearson
Correlation .040 .038 1 -.088 .128 .112 .007 .004
Sig.
(2-tailed) .724 .734 . .433 .251 .315 .948 .973
N 82 82 82 82 82 82 82 82
penghasilan keluarga
Pearson
Correlation -.039 -.069 -.088 1 .184 .229(*) -.051 -.134
Sig.
(2-tailed) .725 .536 .433 . .098 .038 .648 .229
N 82 82 82 82 82 82 82 82
Pengetahua n
Pearson
Correlation .813(**) .748(**) .128 .184 1 .079 .626(**) .294(**)
Sig.
(2-tailed) .000 .000 .251 .098 . .482 .000 .007
N 82 82 82 82 82 82 82 82
sarana kesehatan
Pearson
Correlation .016 .080 .112 .229(*) .079 1 .090 -.297(**)
Sig.
(5)
N 82 82 82 82 82 82 82 82 jarak sarana
kesehatan
Pearson
Correlation .699(**) .602(**) .007 -.051 .626(**) .090 1 .186
Sig.
(2-tailed) .000 .000 .948 .648 .000 .422 . .094
N 82 82 82 82 82 82 82 82
dukungan petugas kesehatan
Pearson
Correlation .446(**) .441(**) .004 -.134 .294(**)
-.297(** )
.186 1
Sig.
(2-tailed) .000 .000 .973 .229 .007 .007 .094 .
N 82 82 82 82 82 82 82 82
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Regression
Variables Entered/Removed(b)
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 dukungan
petugas kesehatan, jarak sarana kesehatan, pengetahu
an, pendidikan
(a)
. Enter
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: pencegahan penyakit pneumonia
(6)
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .925(a) .856 .849 .281
a Predictors: (Constant), dukungan petugas kesehatan, jarak sarana kesehatan, pengetahuan, pendidikan
ANOVA(b)
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regressi
on 36.049 4 9.012 114.491 .000(a)
Residual 6.061 77 .079
Total 42.110 81
a Predictors: (Constant), dukungan petugas kesehatan, jarak sarana kesehatan, pengetahuan, pendidikan
b Dependent Variable: pencegahan penyakit pneumonia Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -.361 .114 -3.152 .002
pendidikan .315 .046 .498 6.896 .000
pengetahuan .274 .067 .281 4.075 .000
jarak sarana
kesehatan .193 .055 .203 3.530 .001
dukungan petugas kesehatan
.155 .071 .106 2.188 .032