Pengaruh Consumer Factor dan Provider Factor terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues

(1)

PENGARUH CONSUMER FACTOR DAN PROVIDER FACTOR TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA

DI KECAMATAN BLANGJERANGO KABUPATEN GAYO LUES

T E S I S

Oleh

AYU SARTIKA 097032090/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF CONSUMER AND PROVIDER FACTORS ON THE UTILIZATION OF THE INTEGRATED SERVICE POST FOR THE

ELDERLY IN BLANGJERANGO SUBDISTRICT GAYO LUES DISTRICT

THESIS

By AYU SARTIKA 097032090/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH CONSUMER FACTOR DAN PROVIDER FACTOR TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA

DI KECAMATAN BLANGJERANGO KABUPATEN GAYO LUES

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh AYU SARTIKA 097032090/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH CONSUMER FACTOR DAN PROVIDER FACTOR TERHADAP

PEMANFAATAN POSYANDU

LANSIA DI KECAMATAN BLANGJERANGO KABUPATEN GAYO LUES

Nama Mahasiswa : Ayu Sartika Nomor Induk Mahasiswa : 097032090

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (

Ketua Anggota Dra. Syarifah, M.S)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 12 April 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S,Ph.D Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

2. dr. Heldy, BZ, M.P.H


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH CONSUMER FACTOR DAN PROVIDER FACTOR TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA

DI KECAMATAN BLANGJERANGO KABUPATEN GAYO LUES

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2012

AYU SARTIKA 097032090/IKM


(7)

ABSTRAK

Manusia akan mengalami proses penuaan secara alami dan disertai kemunduran fisik maupun psikologis. Salah satu upaya pemerintah untuk meminimalisasi permasalahan kesehatan lansia di perdesaan adalah mendirikan sarana pelayanan kesehatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues belum optimal. Jumlah lansia yang mengikuti posyandu hanya 383 lansia (37,9%) dari 1.010 lansia.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh consumer factor dan provider factor terhadap pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia berusia ≥ 60 tahun sebanyak 1.010 lansia. Sampel sebanyak 154 Lansia, diambil dengan teknik systematic random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik consumer factor meliputi faktor sosiodemografis (umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga), faktor sosiopsikologis (persepsi terhadap penyakit), dan provider factor (persepsi tentang pelayanan, petugas dan fasilitas/peralatan) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues. Variabel persepsi terhadap penyakit berpengaruh paling besar terhadap pemanfaatan posyandu lansia.

Disarankan kepada : 1) Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues dan Puskesmas Kecamatan Blangjerango meningkatkan perhatian kepada lansia melalui pemberian penyuluhan dengan intensif dan proaktif disesuaikan dengan kondisi sosiodemografis masing-masing desa (umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga) dengan bahasa yang mudah dimengerti sebagai upaya meningkatkan pengetahuan lansia dan anggota keluarga tentang pentingnya kesehatan, 2) Puskesmas Kecamatan Blangjerango mengupayakan penyuluhan kepada lansia dan anggota keluarga secara sosiopsikologis tentang penyebab, gejala dan cara pencegahan suatu penyakit dalam ilmu kesehatan, sehingga persepsi lansia terhadap penyakit menjadi lebih baik, 3) Petugas kesehatan Puskesmas dan kader Posyandu Kecamatan Blangjerango meningkatkan rasa peduli, sopan, ramah dan melakukan kunjungan rumah (home visite) serta menjalin hubungan yang baik, sehingga persepsi lansia tentang pelayanan menjadi lebih baik dalam memanfaatkan Posyandu.


(8)

ABSTRACT

Human beings will naturally experience the process of aging and physical or psychological deterioration. One of the attempts done by the government to minimize the elderly health problem in rural area is to establish health service facilities such as Posyandu (Integrated Service Post). The use of Posyandu for the elderly in Blangjerango Subdistrict, Gayo Lues District is not optimal yet. The number of the elderly participating in the Posyandu program is only 383 (37.8%) out of 1,010.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of consumer factor and provider factor on the use of Posyandu for the elderly in Blangjerango Subdistrict, Gayo Lues District. The population of this study was all of the 1,010 elderly of ≥ 60 years old and 154 of them were selected to be the samples for this study through systematic random sampling. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews then the data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically consumer factor including demographical factor (age, education, number of family members), socio-psychological factor (perception of disease), and provider factor (perception on service, health worker and facility/equipment) had significant and positive influence on the use of Posyandu for the elderly in Blangjerango Subdistrict, Gayo Lues District. The variable of perception of disease had the biggest influence on the use of Posyandu for the elderly.

It is suggested that 1) Gayo Lues District Health Service and the Health Center at Blangjerango Subdistrict increase their attention to the elderly through the provision of intensive and proactive extension on the importance of being healthy which is adjusted to the socio-demographical condition of each village (age, education, number of family members), using the language easily understood as an attempt to improve the knowledge of the elderly and their family members, 2) the Health Center at Blangjerango Subdistrict provide extension to the elderly and their family members socio-psychologically on the cause, symptom and the ways of preventing a disease in the health sciences that the perception of the elderly on a disease becomes better, and 3)the health workers of the Health Center and the cadres of the Posyandu (Integrated Service Post) in Blangjerango Subdistrict improve their care, courtesy and friendliness and make home visits and establish a good relationship that the perception of the elderly on the service when using the Posyandu becomes better.


(9)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul " Pengaruh Consumer Factor dan Provider Factor terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulis dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai ketua komisi pembimbing.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

5. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D dan Dra. Syarifah, M.S selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. dr. Heldy, BZ, M.P.H selaku Dosen Penguji I yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai

8. dr. Nevirizal M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues dan staf yang telah memberikan izin sampai selesai penelitian.

9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Suhardi st.Zainuddin dan Ibunda Elmuryati atas segala doa, kasih sayang serta dukungan baik moril maupun materil sehingga Ananda selalu mendapat pendidikan terbaik. 11. Teristimewa buat suami tercinta Dedek Wahyudi SK yang penuh pengertian,

pengorbanan, dukungan serta doanya dan dengan sabar menunggu hingga peneliti bisa menyelesaikan pendidikan ini.


(11)

12. Terimakasih kepada kakak ku Devi Novrianti beserta abang ipar Ir. Syafril dan abang ku Roni Julianto, ST, M.T beserta kakak ipar Nurul Izzati, ST atas doa dan dukungan serta motivasi agar Adinda bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

13. Terimakasih kepada Ayah Mertua Syukur M dan Ibu Mertua Kamariah atas doa dan dukungannya selama Ananda mengikuti pendidikan ini.

14. Terimakasih untuk putri kecil ku tersayang Naura Khaira Syadza yang telah ikut menemani dan memberikan semangat kepada Umi sehingga Umi dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, April 2012 Penulis

Ayu Sartika 097032090/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Ayu Sartika, lahir pada tanggal 03 Juni 1986 di kota Takengon Aceh Tengah, anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Suhardi St. Zainuddin dan Ibunda Elmuryati.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 4 Takengon, selesai Tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Takengon, selesai Tahun 2001, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Takengon, selesai tahun 2004, Akademi Kebidanan Pemda Aceh Tengah, selesai Tahun 2007, Bidan Pendidik di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, selesai Tahun 2009.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 dan menyelesaikan pendidikan tahun 2012.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Hipotesis ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 12

2.1.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 12

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 15

2.2 Lansia ... 21

2.2.1 Permasalahan Umum Kesehatan Lansia ... 22

2.2.2 Proses Penuaan ... 24

2.2.3 Kebutuhan Lansia ... 25

2.2.4 Tujuan Perawatan Kesehatan Lansia ... 26

2.3 Puskesmas ... 26

2.4 Posyandu Lansia ... 27

2.4.1 Pengertian Posyandu Lansia ... 27

2.4.2 Pengelolaan Posyandu Lansia ... 28

2.4.3 Tujuan Posyandu Lansia ... 28

2.4.4 Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia ... 28

2.4.5 Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia ... 29

2.4.6 Kendala Pelayanan Posyandu Lansia ... 30

2.4.7 Sarana dan Prasarana... 32

2.5 Persepsi ... 32


(14)

2.6.1 Definisi Perilaku ... 34

2.6.2 Aspek-aspek Perilaku ... 36

2.6.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 37

2.7 Landasan Teori ... 38

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 39

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Jenis Penelitian ... 40

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 40

3.2.2 Waktu Penelitian ... 40

3.3 Populasi dan Sampel ... 40

3.3.1 Populasi ... 40

3.3.2 Sampel ... 41

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4.1 Data Primer ... 44

3.4.2 Data Sekunder ... 44

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 45

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 46

3.6 Metode Pengukuran ... 48

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 48

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 49

3.7 Metode Analisis Data ... 50

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 53

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 53

4.2 Analisis Univariat ... 54

4.2.1 Consumer Factor ... 54

4.2.2 Provider Factors ... 59

4.2.3 Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 63

4.3 Analisis Bivariat ... 65

4.3.1 Hubungan Consumer Factor (Faktor Sosiodemografis) dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 65

4.3.2 Hubungan Consumer Factor (Faktor Sosiopsikologis) dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues Gayo Lues ... 68

4.4.3 Hubungan Provider Factor (Persepsi tentang Pelayanan) dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 69


(15)

4.4.1 Pengaruh Consumer Factor dan Provider Factor terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango

Kabupaten Gayo Lues ... 70

BAB 5. PEMBAHASAN ... 74

5.1 Pengaruh Consumer Factor dan Provider Factor terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 74

5.2 Pengaruh Faktor Sosiodemografis terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 74

5.2.1 Pengaruh Umur terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia ... 75

5.2.2 Pengaruh Pendidikan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia ... 76

5.2.3 Pengaruh Jumlah Anggota Keluarga terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia ... 78

5.2.4 Pengaruh Penghasilan Keluarga terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia ... 79

5.2.5 Pengaruh Faktor Sosiopsikologis terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia ... 81

5.3 Pengaruh Provider Factor (Persepsi tentang Penyedia Layanan) terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia ... 85

5.4 Pemanfatan Posyandu Lansia ... 94

5.5 Keterbatasan Penelitian ... 95

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1 Kesimpulan ... 97

6.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Cakupan Program Posyandu Lansia Kabupaten Gayo Lues Tahun 2009

dan 2010 ... 8

3.1 Distribusi Sampel Menurut Desa ... 42

3.2 Pengukuran Variabel Bebas ... 49

3.3 Pengukuran Variabel Terikat ... 50

4.1 Distribusi Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Blangjerango Tahun 2011 ... 54

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Sosiodemografis di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 56

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Penyakit di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 58

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi terhadap Penyakit di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 59

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Pelayanan di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 60

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Pelayanan di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 61

4.7 Jumlah Kunjungan dan Fasilitas/Peralatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 62

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 64

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Posyandu Lansia Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 65


(17)

4.10 Hubungan Umur dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan

Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 66 4.11 Hubungan Pendidikan dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di

Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 66 4.12 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Pemanfaatan Posyandu

Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 67 4.13 Hubungan Penghasilan Keluarga dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia

di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 68 4.14 Hubungan Persepsi terhadap Penyakit dengan Pemanfaatan Posyandu

Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 69 4.15 Hubungan Persepsi tentang Pelayanan dengan Pemanfaatan Posyandu

Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 70 4.16 Analisis Regresi Logistik Berganda Pengaruh Consumer Factor dan

Provider Factor terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues ... 73


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan. ... 18

2.2 Determinan Perilaku Manusia. ... 37

2.3 Landasan Teori. ... 38


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 103

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 108

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 110

4 Hasil Uji Regresi ... 125

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155


(20)

ABSTRAK

Manusia akan mengalami proses penuaan secara alami dan disertai kemunduran fisik maupun psikologis. Salah satu upaya pemerintah untuk meminimalisasi permasalahan kesehatan lansia di perdesaan adalah mendirikan sarana pelayanan kesehatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues belum optimal. Jumlah lansia yang mengikuti posyandu hanya 383 lansia (37,9%) dari 1.010 lansia.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh consumer factor dan provider factor terhadap pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia berusia ≥ 60 tahun sebanyak 1.010 lansia. Sampel sebanyak 154 Lansia, diambil dengan teknik systematic random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik consumer factor meliputi faktor sosiodemografis (umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga), faktor sosiopsikologis (persepsi terhadap penyakit), dan provider factor (persepsi tentang pelayanan, petugas dan fasilitas/peralatan) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues. Variabel persepsi terhadap penyakit berpengaruh paling besar terhadap pemanfaatan posyandu lansia.

Disarankan kepada : 1) Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues dan Puskesmas Kecamatan Blangjerango meningkatkan perhatian kepada lansia melalui pemberian penyuluhan dengan intensif dan proaktif disesuaikan dengan kondisi sosiodemografis masing-masing desa (umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga) dengan bahasa yang mudah dimengerti sebagai upaya meningkatkan pengetahuan lansia dan anggota keluarga tentang pentingnya kesehatan, 2) Puskesmas Kecamatan Blangjerango mengupayakan penyuluhan kepada lansia dan anggota keluarga secara sosiopsikologis tentang penyebab, gejala dan cara pencegahan suatu penyakit dalam ilmu kesehatan, sehingga persepsi lansia terhadap penyakit menjadi lebih baik, 3) Petugas kesehatan Puskesmas dan kader Posyandu Kecamatan Blangjerango meningkatkan rasa peduli, sopan, ramah dan melakukan kunjungan rumah (home visite) serta menjalin hubungan yang baik, sehingga persepsi lansia tentang pelayanan menjadi lebih baik dalam memanfaatkan Posyandu.


(21)

ABSTRACT

Human beings will naturally experience the process of aging and physical or psychological deterioration. One of the attempts done by the government to minimize the elderly health problem in rural area is to establish health service facilities such as Posyandu (Integrated Service Post). The use of Posyandu for the elderly in Blangjerango Subdistrict, Gayo Lues District is not optimal yet. The number of the elderly participating in the Posyandu program is only 383 (37.8%) out of 1,010.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of consumer factor and provider factor on the use of Posyandu for the elderly in Blangjerango Subdistrict, Gayo Lues District. The population of this study was all of the 1,010 elderly of ≥ 60 years old and 154 of them were selected to be the samples for this study through systematic random sampling. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews then the data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically consumer factor including demographical factor (age, education, number of family members), socio-psychological factor (perception of disease), and provider factor (perception on service, health worker and facility/equipment) had significant and positive influence on the use of Posyandu for the elderly in Blangjerango Subdistrict, Gayo Lues District. The variable of perception of disease had the biggest influence on the use of Posyandu for the elderly.

It is suggested that 1) Gayo Lues District Health Service and the Health Center at Blangjerango Subdistrict increase their attention to the elderly through the provision of intensive and proactive extension on the importance of being healthy which is adjusted to the socio-demographical condition of each village (age, education, number of family members), using the language easily understood as an attempt to improve the knowledge of the elderly and their family members, 2) the Health Center at Blangjerango Subdistrict provide extension to the elderly and their family members socio-psychologically on the cause, symptom and the ways of preventing a disease in the health sciences that the perception of the elderly on a disease becomes better, and 3)the health workers of the Health Center and the cadres of the Posyandu (Integrated Service Post) in Blangjerango Subdistrict improve their care, courtesy and friendliness and make home visits and establish a good relationship that the perception of the elderly on the service when using the Posyandu becomes better.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan telah meningkatkan usia harapan hidup penduduk Indonesia, yang diiringi dengan meningkatnya jumlah dan persentase penduduk Lanjut Usia (Lansia). Hal ini sebagai prestasi sekaligus sebagai tantangan ke depan. Berbagai kebijakan dan pelayanan dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Baik melalui sistem panti, maupun sistem non panti atau berbasis masyarakat. Seperti PUSAKA (Pusat Santunan Keluarga), Day Care Service maupun Day Care Centre. Sebagian pelayanan cukup memadai, mulai kebutuhan dasar sampai penguburan. Walau demikian masih banyak yang hanya memberi pelayanan makanan dan kerohanian disamping kendala dana dan petugas (Jayaputra, 2000)

Semua upaya tersebut nampaknya belum memadai dibandingkan dengan populasi lansia yang meningkat tanpa bisa dihentikan. Dewasa ini lansia populasinya terus bertambah. Secara demografi, berdasarkan data sensus penduduk tahun 1971, jumlah penduduk Indonesia yang tergolong usia 60 tahun ke atas sebesar 5,3 juta atau 4,5% jumlah total penduduk. Terjadi peningkatan 3-4 juta penduduk lansia tiap dekade berikutnya. Bahkan, antara tahun 2005-2010 populasi lansia diprediksikan akan sama dengan balita, yakni kira-kira 19 juta jiwa atau 8,5% jumlah penduduk Indonesia. balita. Pada saat ini penduduk lansia berjumlah sekitar 24 juta dan tahun 2020 diperkirakan sekitar 30-40 juta jiwa (Hardywinoto, 2005).


(23)

Proses penduduk menua (aging population) merupakan gejala yang akan dihadapi semua negara di dunia. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dekade tahun 2005 sampai dengan tahun 2025 penduduk lansia di dunia meningkat hingga 77,37%, sedangkan usia produktif hanya mencapai 20,95%. Penduduk lansia dunia tahun 2025, diperkirakan akan mencapai sekitar 1,2 milyar orang, dan memasuki tahun 2050 diperkirakan mencapai angka 2 milyar orang, termasuk penduduk Lansia di Indonesia semakin besar jumlahnya dengan angka pertumbuhan dari tahun ke tahun terus meningkat, dan di tahun 2020 diperkirakan akan menjadi dua kali lipat sekitar 28,8 juta orang (11,34 persen) (Depsos RI, 2008).

Keberhasilan pembangunan khususnya di bidang kesehatan akan berdampak pada derajat kesehatan masyarakat, seperti peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) dan jumlah penduduk yang lansia. Permasalahan kesehatan lansia pada suatu saat akan berpotensi menjadi “beban” masyarakat jika tidak dipersiapkan sejak dini. Dengan demikian program yang terjangkau dan bermutu harus diupayakan agar keberadaan lansia mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif selama mungkin.

Indonesia saat ini memasuki negara berstruktur penduduk tua sebagaimana ketentuan dunia karena jumlah penduduk lansia lebih dari 7%. Jika tahun 1990 UHH 59,8 tahun dan jumlah lansia 11.277.557 jiwa (6,29%), maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta jiwa (8,90%) dan UHH 66,2 tahun. Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di


(24)

Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2009).

Dari jumlah tersebut, pada tahun 2010, jumlah penduduk lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di perdesaan sebesar 15.612.232 (9,97%). Terdapat perbedaan yang cukup besar antara lansia yang tinggal di perkotaan dan di perdesaan. Perbedaan ini bisa jadi karena antara lain lansia yang tadinya berasal dari desa lebih memilih kembali ke desa di hari tuanya, dan mungkin juga bisa jadi karena penduduk perdesaan usia harapan hidupnya lebih besar karena tidak menghirup udara yang sudah berpolusi.

Setiap manusia akan mengalami proses penuaan secara alami dan disertai kemunduran fisik maupun psikologis. Secara fisik lansia mengalami kemunduran sel-sel yang berakibat pada kelemahan organ dan timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif dan secara psikologis lansia menjadi mudah lupa, mengalami rasa kebosanan apalagi jika kehilangan pekerjaan dan rentan terhadap berbagai masalah psikososial dan rawan kesehatan, khususnya terhadap kemungkinan jatuhnya sakit dan ancaman kematian (Depkes RI, 2003 dan Depkes RI, 2005).

Seirama dengan peningkatan jumlah dan angka kesakitan lansia diperlukan peningkatan jenis dan kualitas pelayanan kesehatan dan perawatan, baik yang dilaksanakan oleh lansia itu sendiri maupun keluarga atau lembaga lain seperti PUSAKA (Pusat Santunan dalam Keluarga), Posyandu Lansia, Panti Sosial Tresna Wredha, Sasana Tresna Wredha maupun yang dilaksanakan di sarana pelayanan kesehatan tingkat dasar (primer), sarana pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama


(25)

(sekunder) dan sarana pelayanan kesehatan tingkat lanjut (tersier) (Notoatmodjo, 2007).

Salah satu upaya pemerintah untuk meminimalisasi permasalahan kesehatan lansia di perdesaan adalah mendirikan sarana pelayanan kesehatan, yaitu melalui Puskesmas. Puskesmas merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan terdepan yang bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan di wilayah kerjanya agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2006).

Pencapaian derajat kesehatan yang setinggi-tingginya memerlukan beberapa upaya. Upaya kesehatan dalam hal ini dikelompokkan menjadi dua yakni upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan dasar terdiri dari upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak dan keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat serta upaya pengobatan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan yakni : upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatan olahraga, upaya perawatan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut dan upaya pembinaan pengobatan tradisional (Depkes RI, 2004).

Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan yang belum optimal menunjukkan salah satu gambaran derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah, salah satu penyebabnya adalah masyarakat belum secara optimal memanfaatkan sarana


(26)

pelayanan kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Posyandu merupakan salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis dalam pembangunan kesehatan dengan tujuan mewujudkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi permasalahan kesehatan.

Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan posyandu lansia diupayakan oleh pemerintah kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan dasar puskesmas. Upaya kesehatan melalui puskesmas merupakan upaya menyeluruh dan terpadu yang meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan. Departemen Kesehatan, dan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga telah merumuskan tatanan tersebut yang dilaksanakan dalam bentuk posyandu, yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat secara rutin setiap bulannya (Depkes RI, 2001).

Program posyandu lansia sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan lansia di setiap wilayah harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian wilayah dengan jumlah lansia yang banyak dan terdapat kasus penyakit yang tinggi pada lansia, maka pada wilayah tersebut dibutuhkan pelaksanaan program posyandu lansia. Sebagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), maka keberhasilan pelaksanaan kegiatan posyandu lansia sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat (khususnya penduduk lansia) serta aparat pemerintah desa/kelurahan dimana kegiatan posyandu lansia tersebut dilakukan.


(27)

Pembinaan lansia di Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai landasan dalam menentukan kebijaksanaan pembinaan sesuai dengan Undang-Undang RI No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lansia (Depkes RI, 2005).

Upaya pemerintah tentang pemeliharaan kesehatan bagi lanjut lansia dituangkan melalui Undang-Undang No 36 Tahun 2009 pasal 38 ayat (1) bahwa kesehatan bagi lansia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan. Pasal (2) pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dalam memfasilitasi kelompok lanjut lansia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.

Sasaran Posyandu Lansia meliputi beberapa kelompok di mana ada sasaran langsung dan sasaran tidak langsung. Sasaran langsung adalah usia pra senilis 45 sampai dengan 59 tahun, lansia 60 sampai dengan 69 tahun, dan lansia risiko tinggi yaitu usia lebih dari 70 tahun. Sedangkan sasaran yang tidak langsung adalah keluarga di mana lansia berada, masyarakat di lingkungan lansia, organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan kesehatan lansia, petugas kesehatan yang melayani kesehatan lansia dan masyarakat luas (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Posyandu Lansia memegang peranan penting untuk meningkatkan kualitas hidup lansia karena pemeriksaan kesehatan secara berkala dapat mendeteksi penyakit


(28)

sedini mungkin sehingga mencegah risiko yang berat. Seharusnya para lansia berupaya memanfaatkan Posyandu sebaik mungkin.

Menurut Donabedian dalam Dever (1984), beberapa faktor yang dapat memengaruhi seseorang terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu faktor sosiokultural, faktor organisasional yang berinteraksi antara konsumen (consumer factors) dan penyedia jasa pelayanan kesehatan (provider factors). Faktor yang berhubungan dengan konsumen, yaitu tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan ini dipengaruhi oleh faktor sosiodemografis dan faktor sosiopsikologis sedangkan faktor yang berhubungan dengan produsen (provider factors), yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan.

Menurut Anderson (1995), pemanfaatan pelayanan kesehatan memiliki tiga faktor yang berperan, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor kebutuhan. Pemanfaatan pelayananan kesehatan bergantung pada faktor-faktor sosiodemografis, tingkat pendidikan, kepercayaan dan praktek kultural, diskriminasi jender, status perempuan, kondisi lingkungan, sistem politik dan ekonomi, pola penyakit serta sistem pelayanan kesehatan (Shaikh, 2004).

Data jumlah penduduk menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues (2010), diketahui bahwa jumlah penduduk lansia yang tersebar pada 11 Kecamatan tiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 terdapat sebanyak 8.863 jiwa lansia dari 81.695 jiwa jumlah penduduk sedangkan pada tahun 2009 terdapat


(29)

sebanyak 8,252 jiwa lansia. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah lansia sebanyak 6,9% pada tahun 2010. Peningkatan jumlah lansia tersebut perlu mendapat perhatian pemerintah dan juga masyarakat agar kondisi kesehatan lansia memadai sehingga lansia berdaya guna dalam kehidupan masyarakat.

Berdasarkan survei pendahuluan di Kabupaten Gayo Lues pada bulan Juli 2011, lansia yang telah dibina melalui posyandu lansia sebanyak 8.863 jiwa. Adapun cakupan pelayanan lansia di Kabupaten Gayo Lues, seperti pada Tabel 1.1 di bawah ini :

Tabel 1.1 Cakupan Program Posyandu Lansia Kabupaten Gayo Lues Tahun 2009 dan 2010

No Kecamatan Jumlah

Posyandu

Jumlah Lansia

Jumlah yang hadir

Cakupan 2009 2010

(%) (%)

1 Blangkejeren 22 2.744 1.764 52.4 64.3

2 Blangjerango 7 1.010 383 35.2 37.9

3 Kuta Panjang 12 810 478 44.8 59.0

4 Blang Pegayon 9 597 327 57.4 54.8

5 Dabun Gelang 11 697 510 45.3 73.2

6 Putri Betung 15 678 305 38.6 45.0

7 Pantan Cuaca 10 387 219 56.2 56.6

8 Rikit Gaib 11 323 218 35.7 67.5

9 Terangun 24 420 225 50.3 53.6

10 Tripe Jaya 13 466 279 41.6 59.9

11 Pining 9 731 341 27.8 46.6

Jumlah 146 8.863 5.049 44.1 57.0

Sumber : Laporan Cakupan Posyandu Lansia Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues Tahun 2011 Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan cakupan program Posyandu Lansia yang tersebar pada 11 Kecamatan di Kabupaten Gayo Lues menunjukkan kenaikan pada tahun 2010, namun cakupan pada Kecamatan


(30)

Blangjerango masih rendah dibandingkan dengan cakupan pada kecamatan lainnya yaitu hanya 37.9%.

Kegiatan yang dilakukan di Posyandu Lansia Kecamatan Blangjerango adalah pemeriksaan fisik, tekanan darah, gula, pengukuran berat badan, arisan, pengajian dan rujukan bagi yang membutuhkannya. Lansia yang dibina memiliki berbagai gangguan kesehatan antara lain hipertensi (37%), ISPA (28%), gastritis (11%), diabetes melitus (9%), penyakit sendi (10%), dan lain-lain (ginjal, mata, gigi, stroke) (5%).

Beberapa penelitian dari berbagai daerah di Indonesia memperlihatkan bahwa pemanfaatan Posyandu Lansia belum mencakup seluruh lansia, yang ditemukan pada beberapa penelitian terdahulu seperti Penelitian Henniwati (2008), di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur, menunjukkan cakupan pemanfaatan posyandu lansia di daerah tersebut masih rendah yaitu sebanyak 505 jiwa (20,1%). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa variabel kualitas pelayanan, jarak tempuh, petugas kesehatan, berpengaruh dengan pemanfaatan pelayanan posyandu lansia sedangkan variabel umur, pendidikan, jumlah kader tidak ada pengaruh dengan pemanfaatan pelayanan posyandu lansia.

Penelitian Suwarsono (2003), mengungkapkan bahwa lansia yang belum datang secara teratur disebabkan kerena sering lupa jadwal pelaksanaan posyandu lansia setiap bulannya dan adanya kesibukan bekerja di ladang atau disawah di Desa Kempoko Kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian Aswan (2006), di Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah, menunjukkan bahwa pemanfaatan posyandu lansia di daerah tersebut masih


(31)

rendah dan hal ini dipengaruhi oleh persepsi lansia tentang posyandu lansia yang meliputi harapan terhadap pemeriksaan dan pengobatan yang lebih lengkap dan jam buka posyandu lansia.

Penelitian terdahulu tentang pengaruh consumer factor dan provider factor terhadap pemanfaatan posyandu lansia dilakukan oleh Andre (2010) di Puskesmas Martoba Kota Pematangsiantar, yang menemukan bahwa persepsi lansia tentang posyandu serta faktor provider atau posyandu (kegiatan posyandu, penampilan kerja (performance) kader, posyandu, fasilitas posyandu, lokasi posyandu dan dukungan pemerintah) berpengaruh terhadap tingkat pemanfaatan posyandu lansia di Puskesmas Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2010.

Penyebab rendahnya pemanfaatan posyandu lansia seperti digambarkan pada beberapa penelitian di atas terkait dengan faktor pada diri lansia itu sendiri, yaitu aspek sosial, demografi dan psikologis. Fenomena tersebut juga menjadi penyebab rendahnya pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango, yaitu terkait dengan umur lansia, pendidikan, jumlah anggota keluarga, penghasilan yang kurang mendukung serta faktor sosiopsikologis karena kurangnya pengetahuan lansia atau persepsi terhadap penyakit dan persepsi tentang pelayanan kesehatan. Sedangkan dari faktor provider (posyandu lansia) belum memiliki fasilitas yang memadai serta kurangnya peran kader posyandu lansia sebagai petugas yang memberikan pelayanan kepada lansia. Keseluruhan faktor-faktor tersebut bila mengacu kepada teori Donabedian dalam Dever (1984) terkait dengan consumer factors dan provider factors.


(32)

Berdasarkan uraian dan beberapa penelitian yang dikemukan di atas maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul: ”Pengaruh consumer factor dan provider factor terhadap pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues”.

1.2 Permasalahan

Bagaimana pengaruh consumer factor dan provider factor terhadap pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues?.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh consumer factor dan provider factor terhadap pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo Lues.

1.4 Hipotesis

Consumer factor dan provider factor berpengaruh terhadap pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Blangjerango Kabupaten Gayo.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi Puskesmas Blangjerango dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kabupaten Gayo Lues dalam manajemen pelayanan kesehatan posyandu lansia.

2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan kesehatan posyandu lansia di Puskesmas.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Donabedian dalam Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Hubungan antara keinginan sehat dan pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks.

2.1.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Donabedian dalam Dever (1984), ada beberapa faktor- faktor yang dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Faktor Sosiokultural a. Teknologi

Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial, serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.


(34)

b. Norma dan nilai yang ada di masyarakat.

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. 2. Faktor Organisasional

a. Ketersediaan Sumber Daya

Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b. Akses Geografis

Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada hubungan antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh, atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan keluhan-keluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan kuratif sebagai mana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang


(35)

pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.

c. Akses Sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.

d. Karakteristik dari stuktur perawatan dan proses

Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal, praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola pemanfaatan yang berbeda.

3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini dipengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan).


(36)

b. Faktor sosiopsikologis terdiri dari persepsi, dan kepercayaan terhadap pelayanan medis atau dokter.

4. Faktor yang berhubungan dengan produsen.

Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, petugas, serta fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan akan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas akan membuka peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dan konsumen, memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan pemberi jasa (Peter et al, 2000).

Keputusan konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Teori Green dalam Notoatmodjo (2005), yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu :


(37)

a) Faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.

b) Faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan.

c) Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen selanjutnya dijelaskan oleh Anderson dalam Notoatmodjo (2005), yang menyatakan bahwa keputusan seseorang dalam menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan tergantung pada :


(38)

1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic)

Karakteristik predisposisi menggambarkan fakta bahwa individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni : a) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota

keluarga.

b) Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama, kesukuan. c) Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)

a) Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan. b) Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana pelayanan

kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana., ketercapaian pelayanan dan sumber-sumber yang ada didalam masyarakat.

3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristic)

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yakni :

a) Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan.


(39)

b) Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Anderson dalam Notoatmodjo (2005), sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan (life cycle determinants model) atau model perilaku pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan (behaviour model of health services utilization).

Gambar 2.1 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Cumming dalam Notoatmodjo (2005), mengungkapkan suatu set kategori variabel utama yang muncul dari analisa terhadap model-model yang terdahulu bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh : (1). Hal-hal yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan; (2). Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia; (3). Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan

Predisposing - Family Composition - Social Structure - Health Beliefs

Enabling - Family Resources - Community Resources

Need Illnes Response


(40)

terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut; (4). Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit; (5). Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan (6). Hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

Model penggunaan pelayanan kesehatan yang sering dipakai adalah Health Belief Model dicetuskan oleh Becker dalam Notoatmodjo (2005), yaitu model kepercayaan kesehatan menjelaskan kesiapan individu dalam memahami perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Ada 4 (empat) variabel yang terlibat dalam tindakan tersebut yaitu :

a. Perceived seriousness (keseriusan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap keseriusan dari penyakit yang didasarkan pada penilaian terhadap kerusakan yang ditimbulkan penyakit tertentu. Sebagai contoh seseorang yang giginya berlubang namun tidak merasakan keluhan, maka dia tidak akan langsung mencari pengobatan. Tetapi apabila seseorang telah merasakan sakit gigi bahkan sampai bengkak, maka dia akan segera mencari pengobatan.

b. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan), yaitu kepekaan seseorang terhadap penyakit, agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, maka dia harus merasakan bahwa dia rentan atau peka terhadap penyakit tersebut. Seorang pasien akan yakin terhadap pentingnya kesehatan gigi apabila dia sering merasakan sakit gigi, sehingga timbul kesadarannya agar penyakitnya tidak timbul lagi atau bagaimana untuk mengobati serta mencegah penyakit tersebut.


(41)

c. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap manfaat yang diperoleh apabila mengambil tindakan untuk mengobati atau mencegah penyakit. Sebagai contoh seorang pasien akan berperilaku memelihara kesehatan gigi dan mulutnya apabila dia merasakan manfaat dimana mencegah lebih murah daripada mengobati.

d. Perceived barriers (hambatan-hambatan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit, dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang ditimbulkan pada perawatan. Disamping itu hambatan dapat berupa biaya baik bersifat monetary cost yaitu biaya pengobatan ataupun time cost (waktu menunggu diruang tunggu, atau waktu yang digunakan selama perawatan, dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan), serta kualitas pelayanan yang diberikan.

Faktor-faktor yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan harus diperhatikan. Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia.

Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta


(42)

akibat-akibat penyakit tersebut. Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit. Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

2.2 Lansia

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Nugroho, 2000). Lanjut usia menurut Hardywinoto (2007) terdiri dari 3 kategori, yaitu young old (70 – 75 tahun), old (75 – 80 tahun) dan very old (di atas 80 tahun). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merumuskan batasan lanjut usia sebagai berikut:

a. Usia pertengahan (middle age) yaitu antara usia 45 – 59 tahun b. Lanjut usia (elderly) yaitu antara usia 60 – 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) yaitu antara usia 75 – 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) yaitu di atas usia 90 tahun

Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun


(43)

sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.

2.2.1 Permasalahan Umum Kesehatan Lansia

a. Mudah jatuh. Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Faktor intrinsik yang menyebabkan mudah jatuh antara lain gangguan jantung dan sirkulasi darah, gangguan sistem anggota gerak, gangguan sistem saraf pusat, gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan psikologis, vertigo dan penyakit-penyakit sistemik. Sedangkan faktor ekstrinsik penyebab jatuh antara lain cahaya ruangan yang kurang terang, lantai licin, tersandung benda-benda, alas kaki kurang pas, tali sepatu, kursi roda dan turun tangga.

b. Kekacauan mental akut. Kekacauan mental pada lansia dapat disebabkan oleh keracunan, penyakit infeksi dengan demam tinggi, alkohol, penyakit metabolisme, dehidrasi, gangguan fungsi otak, dan gangguan fungsi hati.

c. Mudah lelah, disebabkan oleh faktor psikologis berupa perasaan bosan, keletihan, dan depresi. Faktor organik yang menyebabkan kelelahan antara lain anemia, kekurangan vitamin, osteomalasia, kelainan metabolisme, gangguan pencernaan dan kardiovaskuler.

d. Nyeri dada, dapat disebabkan oleh penyakit jantung koroner, aneurisme aorta, radang selaput jantung dan gangguan pada sistem pernafasan.


(44)

e. Sesak nafas, terutama saat melakukan aktivitas/kerja fisik, dapat disebabkan oleh kelemahan jantung, gangguan sistem saluran nafas, berat badan berlebihan dan anemia.

f. Palpitasi/jantung berdebar-debar, dapat disebabkan oleh gangguan irama jantung, keadaan umum badan yang lemah karena penyakit kronis, dan faktor psikologis. g. Pembengkakan kaki bagian bawah, dapat disebabkan oleh kaki yang lama

digantung, gagal jantung, bendungan vena, kekurangan vitamin B1, penyakit hati dan ginjal.

h. Nyeri pinggang atau punggung, dapat disebabkan oleh gangguan sendi atau susunan sendi pada tulang belakang, gangguan pankreas, kelainan ginjal, gangguan pada rahim, kelenjar prostat dan otot-otot badan.

i. Gangguan penglihatan dan pendengaran, dapat disebabkan oleh presbiop, kelainan lensa mata, glukoma, dan peradangan saraf mata. Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh kelainan degeneratif, misalnya otosklerosis.

j. Sulit tidur, dapat disebabkan oleh faktor ekstrinsik seperti lingkungan yang kurang tenang, dan faktor intrinsik seperti gatal-gatal, nyeri, depresi, kecemasan dan iritabilitas.

k. Sukar menahan buang air besar, dapat terjadi karena penggunaan obat-obatan pencahar, keadaan diare, kelainan usus besar dan saluran pencernaan.

l. Eneuresis, sukar menahan buang air kecil atau sering ngompol dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obatan, radang kandung kemih, kelainan kontrol pada


(45)

kandung kemih, kelainan persyarafan kandung kemih serta akibat faktor psikologis.

m. Berat badan menurun, dapat disebabkan oleh nafsu makan menurun, penyakit kronis, gangguan saluran cerna, dan faktor-faktor sosioekonomis (Nugroho, 2000).

2.2.2 Proses Penuaan

Menurut Contantinides dalam Nugroho (2000), menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Proses Penuaan merupakan suatu proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak-anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis (Nugroho, 2000).

Proses tua secara umum ditandai dengan adanya kemunduran fungsi organ tubuh. Kemunduran yang sering terjadi oleh lansia lebih dikenal dengan istilah Geriatrc Giants. Adapun penurunan fungsi kognitif (perhatian, bahasa, ingatan, kemampuan, visual sparsial dan intelegensi umum) dan psikomotor pada lansia terkait dengan pertambahan usia ( Depkes RI, 2005).

Menjadi tua merupakan suatu proses yang natural. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Meski proses menjadi tua tejadi secara universal, tetapi tidak


(46)

seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda. (Hardywinoto, 2007).

Menurut ahli gerontology, James Birren, seperti yang dikutip oleh (Hardywinoto, 2007), menyebutkan bahwa bertambahnya umur harapan hidup seseorang merupakan hasil dari perkembangan di bidang kedokteran dan teknologi modern, yaitu dengan ditemukannya teknik pengobatan terhadap penyakit ganas, teknik serta alat-alat bedah modern dan alat diagnosis.

Untuk menghasilkan penduduk lansia yang sehat tidaklah mudah dan memerlukan kerjasama para pihak antara lain peran aktif dari lansia dan keluarganya dalam melaksanakan gaya hidup sehat serta perawatan diri lansia itu sendiri, masyarakat, pemerintah, organisasi dan kelompok pemerhati lansia serta profesi di bidang kesehatan yang menyangkut penyediaan dana, sarana serta sumber daya manusia professional (Depkes RI, 2005).

2.2.3 Kebutuhan Lansia

Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Seorang lansia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup lansia antara lain makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik.


(47)

2.2.4 Tujuan Perawatan Kesehatan Lansia

1. Mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia pada taraf yang setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.

2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas-aktivitas fisik dan mental

3. Merangsang para petugas kesehatan untuk mengenal dan menegakkan diagnosa secara dini dan tepat, bila menjumpai kelainan pada lansia

4. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).

5. Memberikan bantuan moril dan perawatan dengan penuh pengertian bagi para lansia yang berada pada stadium terminal atau yang disebut dengan comfortable death (Bandiyah, 2009).

2.3 Puskesmas

Puskesmas merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan terdepan yang bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan di wilayah kerjanya agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2004). Upaya kesehatan untuk tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dikelompokkan menjadi dua yakni upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib terdiri dari upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta


(48)

keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat dan upaya pengobatan (Depkes RI, 2004).

Upaya kesehatan pengembangan adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat dan disesuaikan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok yang telah ada yakni : upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatan olahraga, upaya perawatan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut dan upaya pembinaan pengobatan tradisional (Depkes RI, 2004).

2.4 Posyandu Lansia

2.4.1 Pengertian Posyandu Lansia

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat guna memberdayakan masyarakat dengan menitikberatkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif. Pemberdayaan masyarakat dalam menumbuhkembangkan posyandu Lansia merupakan upaya fasilitas agar masyarakat mengenal masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi, kondisi kebutuhan setempat (Depkes RI, 2004)


(49)

2.4.2 Pengelolaan Posyandu Lansia

Seiring dengan semakin meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya (Depkes RI, 2005).

Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu Lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit.

2.4.3 Tujuan Posyandu Lansia

Tujuan pembentukan Posyandu Lansia secara garis besar antara lain :

1. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.

2. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

2.4.4 Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia

Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang diselenggarakan dalam Posyandu Lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada


(50)

yang menyelenggarakan Posyandu menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut :

Meja I : Pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan (dilakukan oleh kader).

Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini (dilakukan oleh petugas kesehatan). Meja III : Melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa

dilakukan pelayanan pojok gizi (dilakukan oleh petugas kesehatan dan atau kader terlatih) (Depkes RI, 2005).

2.4.5 Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia

Pelayanan Kesehatan di Posyandu lanjut usia meliputi pemeriksaan Kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi.

Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu Lansia :

1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.

2. Pemeriksaan status mental.

3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).


(51)

4. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.

5. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan. 6. Penyuluhan kesehatan.

2.4.6 KendalaPelaksanaan Posyandu Lansia

Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu antara lain :

a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.

Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia.

b. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau.

Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat


(52)

mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu lansia.

c. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu.

Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia.

d. Persepsi yang kurang baik terhadap petugas posyandu.

Penilaian pribadi atau persepsi yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan persepsi yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena persepsi seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons.


(53)

2.4.7 Sarana dan Prasarana

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan posyandu Lansia, dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang antara lain :

1. Tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka) 2. Meja dan kursi

3. Alat tulis

4. Buku pencatat kegiatan (buku register bantu)

5. Kit Lansia, yang berisi : timbangan dewasa, meteran pengukur tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer.

6. Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia.

7. Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) Lansia (Depkes RI, 2005).

2.5 Persepsi

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) persepsi diartikan sebagai: (a) tangapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan (b) proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Pengertian persepsi adalah akal manusia yang sadar meliputi proses fisik, fisiologis dan psikologis yang mengolah bermacam-macam input sebagai penggambaran lingkungan.

Persepsi merupakan perlakuan melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau dibaca sehinggga persepsi memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan seseorang (Koentjaraningrat, 2000). Menurut Sarwono (2000), persepsi merupakan makna hasil pengamatan yang


(54)

dilakukan oleh individu terhadap suatu objek yang mendefinisikan pengenalan objek melalui penginderaan yang disatukan dan dikoordinasikan dalam saraf yang lebih tinggi.

Robbins (2005), menyatakan bahwa pelaku persepsi dipengaruhi oleh faktor karakteristik pribadi, seperti sikap, motivasi, kepentingan, minat, pengalaman dan pengharapan. Variabel lain yang ikut menentukan persepsi adalah umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian, dan pengalaman hidup individu.

Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : (a) frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan, atau bacaan ; (b) field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh informasi atau rangsangan yang pertama kali diperolehnya (Robbins, 2005)

Menurut Zastrow et al (2004) persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktifitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu objek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya pelayanan.

Winardi (2001) mengemukakan persepsi merupakan proses internal yang bermanfaat sebagai filter dan metode untuk mengorganisasikan stimulus yang memungkinkan kita menghadapi lingkungan kita. Proses persepsi menyediakan mekanisme melalui stimuli yang diseleksi dan dikelompokkan dalam wujud yang


(55)

berarti, yang hampir bersifat otomatik dan bekerja dengan cara yang sama pada masing-masing individu sehingga secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda-beda.

Toha (2000), mengemukakan bahwa proses pembentukan persepsi antar satu individu dengan individu lain berbeda-beda. Pembentukan persepsi tergantung berbagai faktor yang memengaruhinya, yaitu faktor internal (pengalaman, keinginan, proses belajar, motivasi, dan pendidikan) maupun faktor eksternal (lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, faktor sosial budaya lingkungan fisik dan hayati dimana seseorang itu bertempat tinggal).

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas terdapat perbedaan namun dapat disimpulkan bahwa pengertian atau pendapat satu sama lain saling menguatkan, yaitu bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses yang muncul lewat panca indera, baik indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium, kemudian terus-menerus berproses sehingga mencapai sebuah kesimpulan yang berhubungan erat dengan informasi yang diterima dan belum sampai kepada kenyataan yang sebenarnya, proses ini yang dimaksud dengan persepsi.

2.6 Perilaku

2.6.1 Definisi Perilaku

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor.


(56)

Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku perlu adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan perilaku.

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 (dua) : 1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon atau reaksi terhadap stimulus ini terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.


(57)

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

2.6.2 Aspek-aspek Perilaku

Aspek-aspek perilaku terdiri dari tiga bagian, sebagai berikut:

a. Pengetahuan, adalah aspek perilaku yang merupakan hasil tahu, dimana ini terjadi bila seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

b. Sikap, merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai dan bertanggungjawab.

c. Tindakan, adalah sesuatu yang dilakukan. Suatu sikap belum terwujud dalam tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung dari pihak lain.

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan sebagainya, namun demikian sulit dibedakan refleksi dan gejala kejiwaan yang mana seseorang itu berperilaku tertentu. Apabila kita telusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan yang tercermin dalam perilaku manusia itu adalah pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).


(58)

2.6.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut juga determinan perilaku, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni :

a) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik individu yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan lain-lain.

b) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Menurut WHO (World Health Organisation) dalam Notoatmodjo (2003), alasan seseorang berperilaku tertentu adalah karena pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek.

Gambar 2.2 Determinan Perilaku Manusia Pengalaman

Keyakinan Fasilitas Sosial Budaya

Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak Motivasi Niat


(59)

2.7 Landasan Teori

Mengacu kepada konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Donabedian dalam Dever (1984), dirangkum dalam suatu landasan teori seperti diuraikan berikut ini:

Gambar 2.3. Landasan Teori

Sumber: Donabedian dalam Dever (1984)

Organizational factors a. Ketersediaan Sumber Daya b.Akses Geografis

c.Akses Sosial

d.Karakteristik Struktur dan Proses

Consumer factors a. Faktor sosiodemografis b. Faktor sosiopsikologis c. Epidemiological

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Socicioltural factors a. Teknologi

b. Norma dan nilai Keyakinan

Provider factors a. Tipe pelayanan kesehatan b. Petugas


(1)

swadaya masyarakat dalam mengoptimalilasikan Posyandu Lansia di seluruh Kecamatan yang berada di Kabupaten Gayo Lues.

2. Puskesmas Kecamatan Blangjerango mengupayakan penyuluhan kepada lansia dan anggota keluarga secara sosiopsikologis tentang penyebab, gejala dan cara pencegahan suatu penyakit sesuai dengan konsep medis moderen, sehingga persepsi lansia terhadap penyakit menjadi lebih baik. Serta membuat program pengembangan yang di arahkan pada upaya promotif dan preventif agar Lansia yang berkunjung ke posyandu benar-benar datang untuk memelihara kesehatannya bukan saja untuk memperoleh pengobatan saja.

3. Kepada petugas kesehatan Puskesmas dan kader Posyandu Kecamatan Blangjerango agar dapat lebih meningkatkan rasa peduli, sopan, ramah dan melakukan kunjungan rumah (home visite) serta menjalin hubungan yang baik, sehingga persepsi lansia tentang pelayanan menjadi lebih baik dalam memanfaatkan Posyandu.

4. Kepada petugas kesehatan Puskesmas dan lurah di Kecamatan Blangjerango bekerjasama membina kader melalui pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam memberikan pelayanan kesehatan, sehingga dapat mendorong lansia memanfaatkan Posyandu.

5. Puskesmas Kecamatan Blangjerango mengupayakan untuk melengkapi fasilitas pelayanan medis Posyandu yang belum tersedia, dan secara rutin menyesuaikan waktu buka Posyandu.


(2)

6. Keluarga meningkatkan peran dalam mendukung kehidupan Lansia dengan meluangkan waktu terhadap kebutuhannya dan memberi pertolongan jika dibutuhkan, karena keberadaan lansia tidaklah semata-mata sebagai beban bagi keluarganya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adri, 2008. Faktor yang Mempengaruhi Cakupan Program Pemeriksaan Kehamilan (K1 dan K4) di Puskesmas Runding Kota Subulussalam Provinsi NAD. Tesis, Program Magister Administrasi Rumah Sakit, Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Program Pascasarjana USU, Medan.

Andersen, R.M. 1995. Revisiting the Behavioral Model and Access to Medical Care: Does It Matter?. Journal of Health and Social Behavior,Vol. 36, pp.1-10. Andre, 2010. Pengaruh Persepsi tentang Posyandu Usila (Kegiatan Posyandu,

Penampilan Kerja (Performance) Kader Posyandu, Fasilitas Posyandu, Lokasi Posyandu dan Dukungan Lurah) terhadap Tingkat Pemanfaatan Posyandu Usila di Puskesmas Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2010. Tesis. S2 IKM, FKM, USU, Medan

Aswan, 2006. Upaya Meningkatkan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Usila (Usia Lanjut) di Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Kepulauan Propinsi Sulawesi Tenggah. http://www.adln.lib.unair.ac.id.

Azwar, A., 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. edisi III. PT. Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Bandiyah, S., 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Nuha Medika, Yogyakarta.

Budioro, B., 2002. Pengantar Administrasi Kesehatan Masyarakat. FKM UNDIP, Semarang.

Cahyaningtyas, N, 2002. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Motif Berprestasi Anak Underchielen. Fakultas Psikologi UMS, Surakarta

Depkes RI, 2001. Pedoman Penatalaksanaan Masalah Menopause dan Andropause bagi Petugas di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan, Jakarta.

_______, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1957/ Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota. Jakarta. _______, 2004. Pedoman Puskesmas Santun Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan.


(4)

_______, 2006. Pedoman Pelatihan Kader Kelompok Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Direktorat Kesehatan Keluarga, Jakarta.

_______, 2007. Departemen Kesehatan RI, 2007. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Lansia, Jakarta.

Depsos, 2008. Sambutan Menteri Sosial Republik Indonesia pada PeringatanHari Lanjut Usia Nasional Tahun 2008 di Seluruh Indonesia. http://www.depsos.go.id

Dever, A, 1984. Epidemiologi in Health Services Management, United Stated Of America: An Aspen Systems Corporation

Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues, 2011. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues tahun 2010.

Erfandi, 2008. Pengelolaan Posyandu Usila. http : / www. puskesmas.com.

Hardywinoto, S, 2007. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek. PT. Cetakan kedua. Gramedia Puataka Utama, Jakarta.

Heikel, 2002. Determinants of primary health care center utilization by STI patients in Casablanca. International Conference AIDS Abstract.

Henniwati, 2008. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Tesis. S2 IKM, FKM, USU, Medan.

Jayaputra, A dan Setyo S., 2000. Kajian tentang Model-model Pelayanan Lanjut Usia Berbasis Masyarakat Melalui Pusat Santunan Asuhan Dalam Keluarga. BPPKS, Jakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006. Kartika, Surabaya.

Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2009. Lansia Masa Kini dan Mendatang. http:/www.menkokesra.go.id

Khairurrahmi, 2009. Pengaruh Faktor Predisposisi, Dukungan Keluarga dan Level Penyakit Orang dengan HIV/AIDS terhadap Pemanfaatan VCT di Kota Medan. Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan Kisanga, F. 2004. Utilization of Health Care Service for STD treatment in Kahe

Community of Kilimanjaro Region in Tanzanian. East African Journal of Public Health, Vol 1 No 1:5-11.


(5)

Koentjaraningrat, 2000. Pengantar Ilmu Antropologi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Kotler, P., Roberto, E.L. 2000. Social Marketing Strategies For Changing Public

Behaviour. New York.

Kristianti., I Gusti AAMW, 2006. Pemanfaatan Pelayanan Posyandu di Kota Denpasar. Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Lemeshow, S., dan David W.H.Jr., 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan), Gadjahmada University Press, Yogyakarta

Nasution, A., 1997. Administrasi Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Notoatmodjo, S, 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT.Rineka Cipta, Jakarta. _______,2005. Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. PT. Rineka Cipta, Jakarta _______,2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Nugroho, 2000, Keperawatan Gerontik. Edisi 2 Penerbit buku Kedokteran. EGC.

Jakarta.

Peter, P; Olson, J.C., 2000. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran Edisi 4,. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Pohan, Imbalo, S., 2006. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan, Cetakan I, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Razak, A., 2004. Permintaan Pelayanan Kesehatan, FKM Unhas Makassar.

Rivai, A, 2005. Pengaruh Persepsi Masyarakat terhadap Pemanfaatan Pelayanan Pengobatan di Puskesmas Binjai. Tesis, Program Magister Administrasi Rumah Sakit, Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Program Pascasarjana USU, Medan.

Robbins, S. P., 2005. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Erlangga, Jakarta.

Santosa, H, 2007. Persepsi Masyarakat terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan. Info Kesehatan Masyarakat, (166–171). Staf Pengajar Bagian Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Sarwono, 2000. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep dan Aplikasinya, Penerbit


(6)

Shaikh, B.T. & Hatcher, J. 2004. Health Seeking Behaviour and Health Service Utilization in Pakistan : Challenging the Policy Makers, Journal Of Public Health, Vol.27(1), pp.49-54.

Sigalingging, G.,. 2011. Pengaruh Sosial Budaya dan Sosial Ekonomi Keluarga Lansia terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan

Suwarsono, 2003. Perilaku Lansia dalam Kepesertaan Posyandu Lansia di Dusun Klowok Lor Desa Kempoko Kecamatan Kraggan Kabupaten Temanggung. http://cari-pdf.com/pdf.php?q= posyandu+lansia.

Toha, M., 2000. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wahono., H., 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia di Gantungan Makamhaji. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Surakarta

Wijono, D., 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Teori, Strategi dan Aplikasi,. Volume 1; Airlangga University Press, Surabaya.

Winardi, 2001. Kepemimpinan dalam Manajemen, Cetakan Kedua, Rineka Cipta. Jakarta.

Yustina, Ida, 2008. Pemberdayaan Masyarakat Untuk Mewujudkan Indonesia Sehat. Medan.

Zastrow, Charles H., dan Karen K. Kirst-Ashman. 2004. Understanding Human Behavior and The Social Environment. Singapura: Thomson Brooks/Cole