BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan
IPB dan Kandang Hewan Coba, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian berlangsung sejak bulan Mei sampai Desember 2006.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Hewan percobaan yang digunakan yaitu tikus putih betina dari spesies Rattus norvegicus
, galur Spraque-Dawley paritas ke-2 dan berumur 16 mi nggu sebanyak 30 ekor. Tikus jantan berumur 16 minggu untuk mengawini tikus
betina. Selama penelitian tikus tersebut dipelihara di Kandang Hewan Coba FKH IPB dan dikandangkan secara individu dalam kandang yang terbuat dari plastik
berukuran 30 cm x 20 cm x 12 cm yang dilengkapi dengan kawat kasa sebagai penutup di bagian atasnya. Alas kandang berupa sekam. Pakan yang diberikan
untuk hewan coba adalah pakan komersial dalam bentuk pelet standar yang biasa diberikan untuk pemeliharaan tikus. Makanan dan air minum diberikan ad libitum.
Dalam penelitian ini dilakukan penyuntikan bovine Somatotropin bST. Pengencer hormon yang digunakan berupa minyak jagung corn oil. Bahan-
bahan lain yang digunakan yaitu NaCl fisiologis 0.9, dan alkohol. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu cotton bud, object glass, mikroskop,
timbangan, syringe, timbangan analitik dalam satuan gram, benang, dan
penggaris.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Persiapan Penelitian
Tikus bunting didapatkan dengan cara memasukkan satu ekor tikus jantan ke kandang tikus betina. Pencampuran dilakukan pada jam 3 sore sampai jam 7
pagi pada keesokan harinya. Kemudian dilakukan usap vagina pap smear pada tikus betina, dengan cara mengusap mukosa vagina dengan cotton bud yang telah
21 dibasahi larutan NaCl fisiologis 0.9, selanjutnya cotton bud tersebut diulaskan
pada permukaan gelas objek yang telah dibersihkan dengan alkohol 70 . Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 kali. Perkawinan
ditandai dengan adanya sperma. Saat ditemukan sperma pada pemeriksaan dianggap sebagai hari kebuntingan pertama H1. Tikus betina yang telah bunting
digunakan pada penelitian dan di kandangkan secara individu. Gambar 6
Perkawinan tikus Usap vagina dengan cotton bud
Pemeriksaan dengan mikroskop hasil usap vagina di ulas di object glass
Hasil pemeriksaan ulas vagina yang telah dikawinkan Tanda panah me nunjukkan spermatozoa tikus tikus bunting.
Gambar 6 Persiapan penelitian.
22
3.3.2. Pelaksanaan Penelitian
Sebanyak 30 ekor tikus betina bunting dibagi ke dalam 3 kelompok
percobaan, yaitu Kelompok K kontrol, tidak diberi perlakuan apapun, Kelompok M disuntik minyak jagung, bST 0 mgkg BB dan Kelompok H disuntik hormon
somatotropin, bST 9 mgkg BB. Pemberian dosis sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Azain et al. 1993. Penyuntikan dilakukan secara intra
muscular IM pada kaki belakang bagian paha secara bergantian antara kiri dan
kanan, dan diberikan mulai usia kebuntingan 4 sampai 12 hari. Tikus yang telah diberi perlakuan dibiarkan sampai partus.
Gambar 7 Tikus partus.
3.3.3. Pengukuran Sampel
Pada hari pertama kelahiran dilakukan penghitungan jumlah anak sekelahiran, pengukuran dimensi tubuh, dan penimbangan berat badan.
Pengukuran dimensi tubuh neonatus dilakukan dengan mengukur panjang kepala dari ujung kepala sampai tengkuk, XY, panjang badan dari tengkuk sampai
pangkal ekor, QZ, panjang tungkai depan dari scapula sampai teracak, a1a2, dan panjang tungkai belakang dari pangkal femur sampai teracak, b1b2 Gambar
8. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan benang yang kemudian di ukur menggunakan penggaris berskala sentimeter cm. Bobot fetus yang baru lahir
ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik secara individual.
23
Gambar 8 Ilustrasi teknik pengukuran dimensi tubuh anak tikus. Sumber : Widiyani 2000
Penimbangan bobot badan dilakukan kembali saat fetus sudah berumur 5 hari sampai hari ke-21 untuk menentukan pertambahan bobot badan.
Penimbangan dilakukan secara berkelompok dengan menggunakan timbangan berskala gram. Bobot pra sapih ditentukan pada anak saat berumur 12 hari post
partum. Bobot lepas sapih atau akhir diperoleh dengan menimbang bobot anak tikus saat berumur 21 hari post partum. Mortalitas anak ditentukan dengan cara
menghitung jumlah anak yang mati pada umur 1 hari sampai umur 21 hari post partum.
3.3.4. Parameter yang Diamati
1. Bobot lahir g : Bobot badan anak pada saat dilahirkan. 2. Litter Size Lahir ekor : jumlah anak yang hidup dan mati pada saat anak
dilahirkan. 3. Dimensi tubuh cm : meliputi panjang kepala, panjang badan, panjang
tungkai depan, dan panjang tungkai belakang. 4. Bobot badan Prasapih g : bobot badan anak pada usia pra sapih 12 hari.
5. Pertambahan bobot badan harian PPBH anak g : perubahan bobot badan anak dari lahir sampai disapih.
6. Bobot sapih g : bobot badan anak pada saat disapih umur 21 hari. 7. Mortalitas anak : jumlah anak yang mati mulai dari anak lahir sampai
anak disapih umur 21 hari dibagi dengan litter size lahir dikali 100.
24
3.4. Analisa Statistik
Hasil parameter yang diukur dinyatakan dengan rataan dan simpangan baku. Perbedaan antar kelompok perlakuan diuji secara statistika dengan analisa
sidik ragam ANOVA dengan pola Rancangan Acak Lengkap RAL. Jika perlakuan berpengaruh nyata dan sangat nyata dilanjutkan dengan uji Duncan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Tampilan anak yang diamati saat lahir meliputi jumlah anak sekelahiran, bobot lahir anak, dimensi tubuh panjang kepala, panjang badan, panjang kaki
depan, dan panjang kaki belakang. Hasil pengamatan disajikan pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3 Rataan jumlah anak sekelahiran, bobot lahir, dan dimensi tubuh pada setiap kelompok percobaan.
Parameter yang diamati Perlakuan
Kontrol K
bST 0 mgkgBB
M bST 9
mgkgBB H
Jumlah anak sekelahiran ekor
9.67 + 2.39
a
7.89 + 2.21
a
8.00 + 3.16
a
Bobot lahir per ekor gram
6.35 + 0.74
a
6.01 + 0.65
a
6.16 + 0.61
a
Dimensi tubuh
Panjang kepala cm
2.23 + 0.17
ab
2.08 + 0.23
b
2.33 + 0.02
a
Panjang badan cm
3.77 + 0.46
a
3.86 + 0.27
a
3.85 + 0.31
a
Panjang tungkai depan cm
1.59 + 0.51
b
1.83 + 0.22
ab
2.09 + 0.09
a
Panjang tungkai belakang cm
1.59 + 0.51
b
1.82 + 0.22
ab
2.06 + 0.03
a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama me nunjukkan berbeda nyata p0.05.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian somatotropin tidak mempengaruhi jumlah anak sekelahiran. Jumlah anak sekelahiran dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu jumlah sel telur yang dihasilkan dan tingkat awal pertumbuhan embrio Warwick et al. 1991. Awal pemberian bST 9
mgkgBB pada penelitian ini dilakukan pada usia kebuntingan 4 hari, dimana saat itu ovulasi telah terjadi sehingga jumlah anak yang dihasilkan tidak dipengaruhi
oleh pemberian bST 9 mgkgBB. Hal ini mendukung penelitian Gatford et al. 2004 mengenai administrasi somatotropin pada babi dengan waktu yang lama