Penyelenggaraan Pemungutan Pajak PENYELENGGARAAN PEMUNGUTAN PAJAK

40

2. Penyelenggaraan Pemungutan Pajak

Penyelenggaraan pemungutan pajak di Indonesia sesuai dengan asas pungutan pajak menganut sistem pemungutan pajak self assesment system maka setiap wajib pajak harus menghitung dan menyetor pajaknya sendiri tanpa menunggu surat ketetapan pajak dari direktur jenderal pajak. Prinsip tentang membayar pajak sendiri tanpa menguntungkan adanya ketetapan pajak ini sesuai dengan pasal 12 ayat 1 UU No.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir menjadi UU No.16 tahun 2000 dan berdasarkan UU RI No.28 tahun 2007 pasal 2 ayat 1 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, disebutkan bahwa setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor direktoral jenderal pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Self assessment merupakan salah satu sistem dan mekanisme pemungutan pajak. Self assesment system diterapkan di beberapa negara seperti Amerika, Jepang, bahkan juga di Hindia Belanda dulu. Dalam system ini perhitungan berapa besarnya pajak yang harus dibayar dilakukan sendiri oleh wajib pajak, sehingga wajib pajak bersifat aktif. Pada tata cara self assessment kegiatan pemungutan pajak diletakkan pada aktivitas masyarakat sendiri memberi kepada wajib pajak untuk : a. Menghitung sendiri besarnya pendapatan kekayaan laba. b. Menghitung sendiri besarnya pajak pendapatan kekayaan perseroan yang terhutang dan menyetorkannya ke kas negara. 41 Wajib pajak bisa melihat dan memahami sendiri tentang bagaimana cara membayar pajak yang terhutang, sehingga cara self assesment ini pada dasarnya memberi kemudahan bagi wajib pajak, cara ini disebut juga dengan MPS Menghitung Pajak Sendiri. Pada full self assesment, proses dan hak menetapkan sudah berada pada pihak wajib pajak. Proses dan hak menetapkan ini diwujudkan dalam mengisi SPT secara baik dan benar dan menyampaikannya kepada fiskus. Pengisian secarabaik dan benar oleh wajib pajak dijamin oleh UU seperti diatur dalam pasal 12 ayat 2 UU No.16 tahun 2000, yang telah diubah dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang menyatakan: Jumlah pajak yang terhutang menurut surat pemberitahuan yang disampaikan oleh wajib pajak adalah jumlah pajak yang terhutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Makna self asessment adalah wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, melaporkan, dan membayar sendiri berapa pajak terhutang dalam satu tahun pajak. Sistem self asessment, peran fiskus cenderung pasif, yaitu sekedar mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Namun, pengawasan atau pemeriksaan pajak ini, jika dilihat dari konteks pembinaan wajib pajak, menjadi tidak efektif. Hal itu karena yang terjadi dalam proses pemeriksaan kecenderungannya adalah permainan antara wajib pajak dan fiskus. Akibatnya, meski self asessment sudah berjalan sekitar 25 tahun, kesadaran dan kepedulian wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya secara sukarela masih tetap rendah. Berdasarkan Undang-Undang pajak nasional sistem self asessment ini menganut prinsip ketiga dari prinsip-prinsip yang tertuang dalam UU No.28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan untuk 42 menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang sehingga dengan cara ini kejujuran dari wajib pajak sangat diperlukan dalam rangka pemungutan pajak. Wajib pajak disini harus mendaftarkan diri terlebih dahulu pada kantor direktorat jenderal pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak sekaligus untuk mendapatkan NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain menghitung dan membayar sendiri wajib pajak juga harus melaporkan sendiri jumlah pajak yang dibayarkannya, sehingga diharapkan wajib pajak memiliki rasa tanggung jawab yang besar, karena sistem ini sangat membutuhkan partisipasi yang besar dari wajib pajak diantaranya kesadaran, kejujuran serta tangggung jawab. Reformasi sistem perpajakan di Indonesia sudah berjalan terhitung disahkannya paket Undang-Undang perpajakan pada tahun 1983. Perubahan besar yang dilakukan saat itu bukan semata mata mengubah nama dan organisasi dari kantor inspeksi pajak menjadi kantor pelayanana pajak, tetapi mengubah hampir seluruh landasan hukum dan tata cara pemajakannya yang disebut self asessment. Di Indonesia sistem ini diberlakukan pada Undang-Undang Pajak yang baru seperti pajak pertambahan nilai yang pelaksanaannya diatur dalam UU No.18 tahun 2000 dimana setiap orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, badan, bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak baik yang ada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri. Secara umum, sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : • Self assessment system, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terhutang. Ciri-ciri dari sistem ini adalah i Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri, ii Wajib 43 Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang, dan iii Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. • Official Assessment System, yaitu sistem yang member wewenang kepada pemerintah Fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri dari sistem ini adalah i Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang ada pada fiskus, ii Wajib Pajak bersifat pasif, dan iii Utang timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. • With Holding System, yaitu sistem pemungutan yang member wewenang kepada pihak ketiga bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri dari sistem ini adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terhutang ada pada pihak ketiga, selain fiskus dan wajib pajak. 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL STUDI DI PEMKO MEDAN

A. PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL

Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

0 59 102

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Rantau Prapat Berdasarkan Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011

7 173 98

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

5 93 159

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

3 76 102

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

1 10 73

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

0 0 7

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

0 0 1

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

0 0 13

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

0 0 23

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

0 0 2