2.3 Pola Pernafasan Abnormal
Pola pernafasan abnormal adalah pola bernafas tidak melalui hidung melainkan bernafas melalui mulut. Pola bernafas melalui mulut bisa total atau hanya sebahagian,
terus menerus atau intermiten. Bila jalan nafas tersumbat sebahagian maka bernafas melalui hidung akan diikuti dengan bernafas melalui mulut juga. Pernafasan total
melalui mulut terjadi jika jalan nafas benar-benar tersumbat.
5,11,14
Bernafas melalui mulut dapat disebabkan karena kebiasaan atau adanya gangguan fungsi hidung. Gangguan fungsi hidung antara lain adanya polip, atau
pembesaran adenoid dan tonsil. Untuk mencegah iritasi dari adenoid dan tonsil, lidah menempati posisi anterior dan inferior. Posisi ini mempermudah pertukaran udara
melalui kavitas oral, sehingga pasien terpaksa bernafas melalui mulut.
16
Gambar 4
Gambar 4 Pandangan sagital dan koronal bernafas melalui mulut. Gambar 4 :
A. Lidah yang ke anterior mendorong gigi-gigi atas dan bawah ke labial sehingga menimbulkan
overjet dan diastema pada gigi-gigi anterior atas dan bawah. Mandibula berotasi ke belakang dan ke bawah untuk menyediakan tempat bagi posisi lidah yang baru. Sebagai akibatnya
tinggi wajah bawah meningkat.
8
B. Lidah terletak di bawah dan tercakup dalam mandibula. Aksi buksinator tidak
diimbangi oleh lidah sehingga palatal kontriksi dan mengakibatkan crossbite posterior
8
Universitas Sumatera Utara
2.4 Efek Bernafas Melalui Mulut Terhadap Dentokraniofasial
Telah dipercaya bahwa penyimpangan pertumbuhan gigi dan rahang adalah hasil dari faktor keturunan dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang
mengakibatkan seseorang bernafas melalui mulut akan menghasilkan perubahan postural dan merubah pertumbuhan gigi dan rahang.
15
Pada pola pernafasan mulut udara masuk melalui mulut sehingga menyebabkan posisi lidah di anterior dan inferior. Posisi lidah yang anterior mendorong gigi-gigi
atas dan bawah ke labial dan mandibula berotasi ke belakang dan ke bawah berakibat tinggi wajah meningkat.
5,8,16
Menurut Kusnoto mekanisme terjadinya kelainan dentokraniofasial adalah karena hambatan saluran nafas yang mengakibatkan ketidakaktifan fungsi saluran
pernafasan. Karena ketidakaktifan fungsi tersebut akan terjadi kurangnya perkembangan dari rongga hidung dan maksila, sehingga lengkung maksila menjadi
sempit, palatum dalam. Dapat dijumpai adanya crossbite posterior dan gigi anterior yang protrusi. Dengan adanya hambatan maka untuk mencukupi udara, pasien harus
menghirup udara melalui mulut, sehingga mulut menganga dan kepala mendongak. Keadaan ini akan mengakibatkan gigitan terbuka dan mandibula rotasi ke bawah dan
berotasi searah jarum jam, dan lidah terletak di bawah merupakan penyebab maloklusi Klas II.
5
Kebiasaan bernafas melaui mulut juga menyebabkan hilangnya keseimbangan antara tekanan otot genioglossus, hyoid dan eksternal pterigoideus yang akan
menekan prosessus alveolaris di daerah premolar dan molar ke arah medial, sehingga
Universitas Sumatera Utara
mandibula menggantung ke bawah . Rotasi mandibula ke posterior akan menyebabkan posisi maksila lebih prognatik terhadap mandibula. Rotasi mandibula
ini juga diikuti dengan turunnya posisi tulang hyoid yang mengakibatkan posisi lidah turun dan lebih ke anterior.
6
Posisi lidah yang turun akan mempengaruhi pertumbuhan maksila karena lidah berperan penting dalam tumbuh kembang maksila.
Pada keadaan normal tekanan lidah ke palatum berfungsi sebagai penyeimbang stimulasi dari muskulus buksinator, sehingga menstimulasi tumbuh kembang maksila
secara normal. Apabila posisi lidah turun maka penyeimbang stimulasi muskulus buksinator tidak ada sehingga menyebabkan lengkung maksila menjadi kurang
berkembang , sempit dan palatum menjadi tinggi yang menyebabkan maloklusi Klas II.
5
Maksila yang kurang berkembang berdampak buruk pada tumbuh kembang struktur dentokraniofasial. Lengkung maksila baik dari segi ukuran maupun
bentuknya menjadi tidak harmonis dengan ukuran gigi- gigi permanen.
6
Menurut Mc. Coy pada keadaan bernafas melalui mulut, udara diterima secara langsung ke paru-paru tanpa dibersihkan, dihangatkan dan dilembabkan. Keadaan ini
cenderung akan mendorong palatum ke atas. Mulut akan terbuka secara terus menerus dan akibatnya otot yang menekan mandibula menghasilkan tarikan otot ke
belakang terhadap mandibula di setiap tarikan nafas. Lama kelamaan ini dapat mempengaruhi tulang untuk memodifikasi dan membawa gigi bawah ke distal dari
normal. Setelah hubungan distal molar ini terbentuk, gigi permanen juga akan mengikuti malrelasi yang serupa, dan mekanika maloklusi tersebut bekerja secara
konstan. Lidah tidak terletak di palatum akibat depresi mandibula sehingga gigi atas
Universitas Sumatera Utara
kehilangan dukungan otot dan tekanan lateral darinya. Karena ketidakseimbangan hubungan antara gaya otot eksternal dan internal dalam mulut ini, otot buksinator
menghasilkan tekanan lateral pada lengkung maksila dan mengakibatkan penyempitannya.
4
2.5 Maloklusi Klas II Divisi 1