Perbedaan Nilai Skeletal Dalam Arah Vertikal Antara Pola Pernafasan Normal Dan Pernafasan Melalui Mulut Pada Pasien Di Klinik Ortodonti Rsgmp Fkg Usu Tahun 2009-2013

(1)

PERBEDAAN NILAI SKELETAL DALAM ARAH

VERTIKAL ANTARA POLA PERNAFASAN

NORMAL DAN PERNAFASAN MELALUI

MULUT PADA PASIEN DI KLINIK

ORTODONTI RSGMP FKG USU

TAHUN 2009-2013

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : Aida Violiny NIM : 110600104

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonti Tahun 2015

Aida Violiny

Perbedaan Nilai Skeletal dalam Arah Vertikal Antara Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

x + 37 halaman

Adanya sumbatan saluran nafas dapat menyebabkan seseorang mengubah pola pernafasan nya. Perubahan pola pernafasan dari hidung ke mulut dapat menyebabkan perubahan postural pada kepala, rahang dan lidah. Pernafasan melalui mulut yang terjadi terus-menerus dalam periode waktu yang lama dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial. Pola pernafasan melalui mulut sering dikaitkan dengan Long Face Syndrome atau sindroma wajah panjang dimana ditemukan adanya kemiripan karakteristik seperti pola pertumbuhan vertikal wajah anterior bawah bersamaan dengan meningkatknya mandibular plane dan sudut gonial. Oleh karena itu, pola pernafasan melalui mulut dianggap sebagai faktor etiologi dalam menyebabkan pertumbuhan vertikal wajah yang berlebihan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan nilai skeletal dalam arah vertikal antara pola pernafasan normal dan pernafasan melalui mulut menggunakan salah satu alat diagnostik yaitu radiografi sefalometri lateral. Jenis penelitian ini merupakan rancangan penelitian deskriptif untuk mengetahui nilai vertikal skeletal wajah antara pola pernafasan normal dan pola pernafasan melalui mulut. Sampel dalam penelitian ini adalah foto sefalometri pasien yang datang ke klinik ortodonti RSGMP FKG USU pada tahun 2009-2013 yang berusia 8-12 tahun dengan kriteria mempunyai maloklusi Klas II skeletal dengan pola pernafasan normal dan pernafasan melalui mulut yang berjumlah 44 sefalogram. Pada masing-masing sefalogram dilakukan pengukuran pada sudut MP-SN dan sudut NSGn. Pada penelitian ini diperoleh hasil pengukuran nilai rerata derajat sudut MP-SN dan NSGn pada kelompok dengan pernafasan


(3)

dengan pola pernafasan normal dimana pada hasil pengukuran nilai rerata derajat sudut MP-SN diperoleh nilai p=0,001 dan hasil pengukuran nilai rerata derajat sudut NSGn diperoleh nilai p=0,000. Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat ditarik kesimpulan pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut memiliki kecenderungan terjadi nya rotasi mandibula searah jarum jam dengan arah pertumbuhan mandibula ke bawah dan ke belakang serta mempunyai kecenderungan pola pertumbuhan wajah secara vertikal.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 16 Februari 2015

Pembimbing: Tanda tangan

Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort ... NIP: 198207292010122002


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 24 Februari 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort ANGGOTA : 1. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K)


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang tiada henti sehingga skripsi dengan judul “Perbedaan Nilai Skeletal dalam Arah Vertikal Antara Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut pada Pasien di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU Tahun 2009-2013” dapat terselesaikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda Ir. H. Bustami dan Ibunda Hj. Fatonah yang tiada henti nya selalu memanjatkan doa, mendidik, memberikan kasih sayang dan dukungan sepenuhnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kepada dua adik tersayang, Muhammad Syihan dan Tiara Salwa Ghaisani penulis juga mengucapkan terima kasih atas dukungan yang selalu diberikan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada :

1. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., PhD, Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp. Ort (K)., selaku Ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort selaku koordinator skripsi Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara serta selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam membimbing, mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K) dan Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort, selaku dosen penguji skripsi yang telah menyediakan waktu dan memberi masukan


(7)

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Tesar Akbar Nugraha yang tersayang, yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat yang tiada hentinya selama penulisan skripsi hingga skripsi ini terselesaikan.

7. Teman-teman terbaik saya, Soraya Nurfitria, Rizka Novi, Hafizha Kurnia, Tengku Shanny D, Elfa Emila, Aisha Citra Nissa, Assyfa Humairah, Anissa Rianti Nurina, Annisa Putri Srg, Gita Annisa Raditra, Mustafid Aufar, Ahmad Ibrahim Fahmi, Anom Wirapati yang selalu mendukung dan mendoakan saya.

8. Teman sejawat terbaik, Novita Zein Hrp, Raeesa Shafiqa, Deasy Faradita Putri, Cut Nirza Amanda serta teman-teman angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan masukan, doa, semangat serta membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi, khususnya Departemen Ortodonti.

Medan, 16 Februari 2015 Penulis,

(Aida Violiny) NIM. 110600104


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernafasan Normal... 6

2.2 Pernafasan Abnormal... 8

2.2.1 Efek Pernafasan Mulut Terhadap Pola Pertumbuhan Wajah ... 10

2.3 Radiografi Sefalometri... 12

2.3.1 Kegunaan Radiografi Sefalometri ... 13

2.3.2 Tipe Sefalogram ... 14

2.3.3 Penggunaan Titik – Tititk Sefalometri ... 15

2.4 Analisis Skeletal Sefalometri ... 16


(9)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 19

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.3 Populasi Penelitian... 19

3.4 Sampel Penelitian ... 19

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 20

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 20

3.5 Variabel Penelitian... 20

3.5.1 Variabel Bebas ... 20

3.5.2 Variabel Tergantung ... 21

3.5.3 Variabel Terkendali ... 21

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali ... 21

3.6 Definisi Operasional ... 21

3.7 Alat dan Bahan Penelitian ... 22

3.8 Metode Pengumpulan Data... 23

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 26

BAB 5 PEMBAHASAN ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 32

6.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi nilai rerata derajat sudut MP-SN pada pola pernafasan

normal dan pernafasan melalui mulut berdasarkan jenis kelamin ... 26 2. Perbandingan nilai rerata derajat sudut MP-SN antara pola pernafasan

normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut ... 27 3. Distribusi nilai rerata derajat sudut NSGn pada pola pernafasan

normal dan pernafasan melalui mulut berdasarkan jenis kelamin ... 27

4. Perbandingan nilai rerata derajat sudut NSGn antara pola pernafasan

normal dan pernafasan melalui mulut ... 28


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Posisi istirahat lidah terhadap gigi – geligi ... 7

2. Pengukuran sefalometri periode gigi bercampur ... 10

3. Karakteristik wajah Adenoid... 12

4. (A) Sefalogram Lateral, (B) Sefalogram Frontal ... 14

5. Titik – titik sefalometri pada jaringan keras ... 16

6. Sudut MP-SN ... 17

7. Sudut NSGn ... 18

8. Alat dan bahan penelitian ... 22

9. Garis pharynx atas ... 23


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kerangka teori 2. Kerangka konsep

3. Hasil pengukuran sudut SNA, SNB, ANB, MP-SN dan NSGn pada sefalogram pola pernafasan normal (hidung).

4. Hasil pengukuran sudut SNA, SNB, ANB, MP-SN dan NSGn pada sefalogram pola pernafasan melalui mulut.

5. Hasil perhitungan statistik uji- t Independen terhadap nilai derajat sudut MP-SN antara pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut. 6. Hasil perhitungan statistik uji- t Independen terhadap nilai derajat sudut NSGn

antara pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut.

7. Distribusi nilai rerata derajat sudut MP-SN & NSGn pada pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut berdasarkan jenis kelamin.

8. Hasil uji statistik Shapiro-Wilk terhadap distribusi nilai sudut MP-SN & NSGn pada pola pernafasan normal (hidung) dan pola pernafasan melalui mulut.

9. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan utama perawatan ortodonti bagi pasien dengan kelainan dentokraniofasial adalah estetika wajah dan oklusi fungsional yang baik. Banyak peneliti yang menyebutkan bahwa kelainan dentokranioafasial dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.1,2,3 Faktor lingkungan seperti adanya sumbatan saluran nafas dapat menyebabkan seseorang mengubah pola pernafasan nya. Perubahan pola pernafasan dari hidung ke mulut merupakan salah satu kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi perkembangan wajah dan gigi geligi yang merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya maloklusi.3-7

Beberapa faktor seperti hipertropi kelenjar adenoid dan tonsil, kronik dan alergi rhinitis, faktor iritan, infeksi, kongenital deformitas nasal, trauma pada nasal, polip, tumor dan faktor predisposisi lainnya merupakan beberapa faktor yang menyebabkan obstruksi saluran nafas atas yang dapat menyebabkan menyempitnya jalan nafas yang berakibat pada perubahan pola pernafasan dari hidung ke mulut yang seiring berjalannya waktu menjadi suatu kebiasaan.8 Kebiasaan pola pernafasan melalui mulut yang terus-menerus terjadi dalam periode waktu yang lama selama masa percepatan pertumbuhan atau growth spurt berpengaruh besar pada pola pertumbuhan morfologi kraniofasial dan dental.7

Studi retrospektif menjelaskan adanya hubungan antara gangguan saluran nafas dengan morfologi kraniofasial. Quick dan Gundlach, dalam penelitiannya membagi dua sampel penelitian nya menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dengan

mandibular plane yang tinggi dan mandibular plane rendah. Analisis data didapatkan dari kuesioner yang diberikan kepada setiap sampel menunjukkan ada sedikit perbedaan dalam insidensi terjadinya alergi rhinitis, maxillary sinusitis atau deviasi septum nasal diantara dua kelompok. Gangguan pada nasofaring tercatat 63% pada


(14)

kelompok dengan wajah pendek (mandibular plane yang rendah). Kelompok dengan wajah panjang secara signifikan mempunyai insidensi gejala terjadinya obstruksi nasal. Analisis sefalometri mendapatkan kavitas nasofaring lebih sempit pada kelompok dengan wajah panjang. Individual dengan kavitas nasofaring yang sempit lebih berpotensi mengalami sumbatan saluran nafas dibandingkan dengan individual dengan kavitas nasofaring yang lebih lebar.9

Saat bernafas melalui mulut, dibutuhkan posisi mandibula dan lidah yang lebih rendah. Posisi lidah yang lebih rendah menyebabkan ketidakseimbangan antara tekanan-tekanan dari pipi dan lidah. Hal ini dapat menyebabkan posisi mandibula menjadi lebih rendah diikuti dengan postur kepala yang lebih tegak.5,8,10 Postur kepala yang lebih tegak dengan kondisi mulut yang terus terbuka pada seseorang dengan pola pernafasan melalui mulut serta posisi lidah yang lebih rendah dapat mengakibatkan gigitan terbuka dan rotasi mandibula searah jarum jam yang diyakini sebagai penyebab terjadinya maloklusi Klas II.6 Walaupun begitu, terjadinya maloklusi juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya.3

Meskipun sampai saat ini pengaruh dari pola pernafasan terhadap pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial masih banyak diperdebatkan dan merupakan isu yang kontroversial di kalangan ortodontis dalam beberapa dekade10, namun sudah banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa terdapat korelasi antara bernafas melalui mulut dengan pertumbuhan wajah yang abnormal. Adanya peningkatan tinggi total wajah anterior yang dikaitkan dengan pertumbuhan vertikal dari wajah anterior bawah bersamaan dengan meningkatnya mandibular plane dan sudut gonial. Banyak penelitian yang mendapati kemiripan dengan karakteristik diatas yang melaporkan bahwa tipikal dari pola pertumbuhan vertikal yang ekstrim akan menghasilkan Long Face Syndrome atau Adenoid Face.5,11,12 Konsekuensi dari gabungan temuan klinis diatas mendorong timbulnya suatu hipotesis bahwa pola pernafasan melalui mulut dianggap sebagai faktor etiologi dalam menyebabkan pertumbuhan vertikal wajah yang berlebihan.11


(15)

maksila yang sempit serta maksila dan mandibula mengalami retrognasi.13 Faria dkk dalam penelitian nya menemukan maksila dan mandibula mengalami retrognasi, rotasi mandibula searah jarum jam dan pola pertumbuhan wajah vertikal pada kelompok anak dengan kebiasaan bernafas melalui mulut.5 Yang dkk mendapati

mandibular plane yang besar pada kelompok bernafas melalui mulut.14

Zettergren-wijk dkk yang mendapati morfologi fasial yang berbeda pada pasien dengan obstruksi saluran nafas atas (OSNA), dimana mandibular plane

berinklinasi ke posterior, tinggi wajah anterior yang lebih besar dan tinggi wajah posterior yang lebih kecil.10 Peninggian vertikal wajah anterior juga sering dikaitkan dengan terjadinya gigitan terbuka.15 Prevalensi crossbite posterior juga banyak dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Harari dkk dengan 61 anak dengan pola pernafasan melalui mulut.16

Untuk melihat kelainan dentokraniofasial yang banyak didapati pada seseorang dengan pola pernafasan melalui mulut, diperlukan beberapa alat diagnostik. Salah satu alat diagnostik yang banyak digunakan dalam penelitian-penelitian terkait dengan perubahan pola pernafasan dan juga sering digunakan oleh para ortodontis adalah radiografi sefalometri lateral. Radiografi sefalometri lateral dapat digunakan untuk mempelajari pola pertumbuhan kraniofasial, membantu menegakkan diagnosis deformitas kraniofasial, awal mula terjadinya maloklusi serta dapat digunakan dalam melihat hubungan skeletal, dental dan jaringan lunak.4,17,18

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk melihat perbedaan nilai skeletal dalam arah vertikal antara pola pernafasan normal dan pernafasan melalui mulut pada pasien di klinik ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013 menggunakan salah satu alat diagnostik, yaitu radiografi sefalometri lateral.


(16)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana nilai skeletal dalam arah vertikal pada pola pernafasan melalui mulut pada pasien di klinik ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013? 2. Bagaimana nilai skeletal dalam arah vertikal pada pola pernafasan normal

(hidung) pada pasien di klinik ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013? 3. Apakah ada perbedaan nilai skeletal dalam arah vertikal antara pola pernafasan

normal dan pernafasan melalui mulut pada pasien di klinik ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013?

1.3 Hipotesis

Ada perbedaan nilai skeletal dalam arah vertikal antara pola pernafasan normal dan pernafasan melalui mulut pada pasien di klinik ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk melihat perbedaan nilai skeletal dalam arah vertikal antara pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut pada pasien di klinik ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui nilai skeletal dalam arah vertikal pada pola pernafasan melalui mulut pada pasien di klinik ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013.

2. Untuk mengetahui nilai skeletal dalam arah vertikal pada pola pernafasan normal (hidung) pada pasien di klinik ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013.


(17)

3. Untuk melihat perbedaan nilai skeletal dalam arah vertikal antara pola pernafasan normal dan pernafasan melalui mulut pada pasien di klinik ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mendapatkan masukan bahwa pola pernafasan yang baik berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tengkorak, wajah, rahang dan gigi-geligi. Secara praktis dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat, sebagai edukasi bahwa pola pernafasan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tengkorak, wajah, rahang dan gigi geligi.

2. Bagi tenaga kesehatan, penelitian ini dapat digunakan sebagai penunjang dalam menegakkan diagnosis dan rencana perawatan di bidang ortodonti dan sebagai informasi ilmiah di bidang ortodonti.

3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan masukan sebagai bahan penelitian selanjutnya.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pernafasan Normal

Fungsi utama pernafasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2.19 Normalnya, Hidung merupakan jalan utama bagi manusia untuk bernafas.7,20-22 Tugas utama dari hidung adalah mempersiapkan dan merombak udara yang masuk yaitu dengan menghangatkan, menyaring, dan melembapkan udara yang selanjutnya udara akan memasuki paru-paru. Kualitas dari udara yang diterima oleh paru-paru akan berpengaruh pada kesehatan dan fungsi paru-paru itu sendiri.7,20,22

Saluran pernafasan berawal dari saluran hidung (nasal).19 Pada saat menarik nafas, udara masuk melalui nares anterior lalu diteruskan ke atas setinggi konka media dan turun kebawah ke arah nasopharynx sehingga aliran udara membentuk lengkungan atau arkus. Pada saat menghembuskan nafas, udara masuk melalui konka dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti menghirup udara. Namun, di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasopharynx.6

Pernafasan melalui hidung berhubungan dengan fungsi normal pada pengunyahan dan penelanan serta berpengaruh pada postur kepala, rahang dan lidah.5,10 Pada saat bernafas melalui hidung, mandibula secara keseluruhan berada pada posisi statis yang dipertahankan oleh keseimbangan tekanan otot-otot. Keseimbangan ini merupakan peran tarikan dari atas oleh tonus mastikatori, tekanan gravitasi serta tarikan dari bawah oleh tonus otot hyoid. Aktivitas pasif myotonic otot mastikatori menyebabkan madibula menggantung pada kranium dan otot-otot mastikasi dan otot servikal anterior menentukan posisi dari mandibula. Keseimbangan otot-otot pada saat posisi istirahat dari mandibula inilah yang merupakan suatu upaya dari mempertahankan postural kepala.23


(19)

Selain menyebabkan posisi normal dari mandibula, bernafas melalui hidung juga menyebabkan posisi lidah berada pada posisi istirahat. Posisi istirahat lidah adalah ketika bagian anterior dari lidah berkontak dengan palatum rugae dan bagian posterior dari insisivus sentralis atas sedangkan bagian pinggir lateral lidah berada di dalam aspek lingual tulang maksila dan dasar dari lidah berkontak dengan palatum lunak. Dorsum lidah akan menggantung terhadap palatum keras karena adanya ruang dari tekanan udara negatif yang dihasilkan dari sistem ruang hampa dari posisi lidah yang berlawanan terhadap palatum.23

Ketika lidah berada pada posisi istirahat, otot-otot sistem kraniomandibular yaitu temporal, masseter dan otot pterygoid akan mengalami tahap pengenduran dan mandibula merendah ke posisi istirahat untuk membuat suatu ruang bebas. Bibir, pipi dan lidah mengerahkan tekanan internal dan external yang seimbang terhadap gigi geligi (Gambar 1). Posisi normal bibir dan lidah menyebabkan perkembangan yang normal dari dental alveolar dengan menyeimbangkan tekanan ke gigi geligi.23

Gambar 1. Posisi istirahat lidah menyebabkan tekanan internal dan eksternal terhadap Gigi-geligi menjadi seimbang sehingga memicu perkembangan normal

regio dental alveolar.23

Oleh karena itu, pola pernafasan melalui hidung dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial kompleks yang adekuat.5,10


(20)

2.2 Pernafasan Abnormal

Meningkatnya frekuensi keterlibatan mulut dalam bernafas disebabkan adanya obstruksi pada saluran nafas, dideskripsikan oleh Wenzel dkk sebagai pola pernafasan abnormal.23 Pernafasan melalui mulut pada manusia merupakan suatu keadaan tidak wajar yang dilakukan atas kebutuhan untuk menyediakan udara masuk ke paru-paru dan mengeluarkan udara ketika jalan utama tersumbat oleh adanya obstruksi nasal atau nasofaring.20 Pola bernafas melalui mulut dapat dilakukan secara total atau sebagian, terus menerus atau intermitten.1,3,6

Finn mengkategorikan penyebab pernafasan melalui mulut menjadi 3, yaitu8,20,24 :

1. Anatomi

Bentuk anatomi saluran pernafasan yang menjadi penghalang bagi udara untuk masuk sehingga memaksa tubuh untuk memenuhi kebutuhan udara dengan bernafas melalui mulut.

2. Obstruksi atau penyumbatan saluran pernafasan.

Obstruksi atau penyumbatan saluran pernafasan dapat berakibat menyempitnya jalan nafas. Hal itu dapat disebabkan oleh deviasi septum, deformitas nasofaring, hipertropi adenoid dan tonsil, alergi rhinitis, faktor iritan, infeksi, kongenital deformitas nasal, trauma pada nasal, polip, tumor dan faktor predisposisi lainnya yang dapat menyebabkan menyempitnya jalan nafas.

3. Kebiasaan

Habit atau kebiasaan adalah suatu pola yang diperoleh dari frekuensi pengulangan suatu sikap, yang awalnya dilakukan dengan kesadaran dan kemudian tanpa disadari dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama.25 Begitu pula dengan kebiasaan bernafas melalui mulut tidak dapat langsung hilang walaupun faktor penyebab sudah dihilangkan.

Untuk dapat menentukkan diagnosis bahwa seseorang mempunyai kebiasaan bernafas melalui mulut selain melalui autoanamnesa, perlu dilakukan pemeriksaan


(21)

secara langsung dan dengan bantuan alat diagnostik. Adapula beberapa cara yang dapat digunakan adalah20,24 :

1. Kontrol Alar musculature (Refleks Alanasi)

Pola pernafasan normal diikuti dengan refleks otot-otot cuping hidung (alanasi) yang baik. Saat menarik nafas, secara refleks cuping hidung bergerak dan lubang hidung melebar (refleks alanasi positif). Hal itu berkebalikan pada seseorang yang bernafas melalui mulut yang akan menunjukkan refleks alanasi negatif.

2. Kaca Mulut 2 Arah

Kaca mulut dua arah diletakkan di bagian bibir atas. Apabila bagian bawah kaca berembun mengindikasikan pola pernafasan melalui mulut.

3. Tes Cotton Butterfly

Bagian tengah dari kapas tipis dipelintir sehingga menyerupai bentuk kupu-kupu lalu ditempelkan pada filtrum. Amati masing-masing sayap di depan lubang hidung sewaktu pasien menarik nafas. Apabila kapas tidak bergetar menandakan tidak ada aliran udara pernafasan lewat hidung yang mengindikasikan pasien bernafas melalui mulut dan sebaliknya (Moyers, 1969).

4. Sefalometri

Biasanya pola pernafasan melalui mulut berhubungan dengan lebar

nasopharynx seperti penyempitan nasopharynx dan pembesaran adenoid.20,26

nasopharynx, oropharynx & laryngopharynx merupakan bagian dari pharynx.26 Berdasarkan analisis McNamara, pharynx atas dapat diukur dari titik pada garis posterior palatum lunak.Nilai rata-rata pharynx atas pada subjek dewasa ± 15-20 mm. Pada periode masa gigi bercampur didapatkan nilai rata-rata pharynx atas ± 12 mm (gambar 2). Apabila nilai yang didapat kurang dari atau sama dengan 2 mm menandakan adanya kemungkinan obtruksi saluran pernafasan atas.26,27 Saluran udara

pharynx atas meningkat sesuai pertambahan umur.26 Pharynx bawah dapat diukur dari titik perpotongan batas posterior lidah dan batas inferior mandibula terhadap titik


(22)

14 mm. Apabila nilai pengukuran jauh melebihi nilai rata-rata menandakan posisi lidah berada anterior, yang biasanya didapati pada pola kebiasaan habitual posture

atau pembesaran tonsil.26,27

Gambar 2. Pengukuran sefalometri lateral pasien pada masa gigi bercampur26

5. Rhinomonometry

Rhinomonometry memberikan presentase dari respirasi nasal atau rongga mulut untuk dikalkulasi.20

2.2.1 Efek Pola Pernafasan Melalui Mulut Terhadap Pola Pertumbuhan Wajah

Adanya sumbatan pada jalan nafas utama, membuat seseorang mencari jalan alternatif untuk bernafas, yaitu melalui mulut. Pernafasan melalui mulut dapat menyebabkan ketidakseimbangannya aktifitas otot-otot yang berdampak pada terjadinya pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial.1,23,24,28


(23)

Penyesuaian neuromuskular dibutuhkan dalam upaya mempertahankan fungsi pernafasan yang adekuat ketika mengalami obstruksi pada nasal. Hal ini mengakibatkan perubahan postural di rongga mulut, kepala dan rahang. Perubahan postural pada kepala, rahang dan lidah dapat merubah tekanan ekuilibrium pada rahang sehingga dapat berpengaruh pada pertumbuhan rahang dan posisi gigi-geligi.23 Apabila perubahan postural ini terjadi terus menerus dapat menyebabkan madibula berotasi ke bawah dan belakang yang diikuti dengan peningkatan tinggi wajah, gigitan terbuka anterior, peningkatan overjet, meningkatnya tekanan dari pipi (otot buksinator) dapat menyebabkan lengkung maksila yang sempit.4 Tekanan melintang pada lengkung rahang dapat mengakibatkan gigitan silang dengan palatum yang tinggi dan dalam serta protrusi gigi anterior.23

Sumbatan pada nasal meningkatkan aktifikas di area suprahyoid yang disebabkan aktivitas beberapa otot-otot. Otot digastrik anterior berperan dalam menekan (depresi) posisi mandibula diikuti otot geniohyoid yang membantu dalam mempertahankan posisi tulang hyoid sejalan dengan masuknya udara. Peningkatan otot genioglossus menyebabkan perubahan pada posisi lidah ke posisi inferior dan anterior.23,24 Posisi lidah di anterior dapat mendorong gigi atas dan bawah ke labial dan mandibula berotasi ke bawah dan ke belakang. Arah rotasi mandibula ke bawah dan ke belakang dapat menyebabkan pola pertumbuhan wajah secara vertikal sehingga dapat menyebabkan peningkatan tinggi wajah.6

Kelainan-kelainan yang disebutkan diatas juga didukung oleh banyak penelitian yang telah dilakukan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Bresolin dkk mendapati pada kelompok anak dengan kebiasaan bernafas melalui mulut mempunyai wajah yang lebih panjang, maksila yang sempit dan rahang mengalami retrognasi.13

Principato JJ mendapati pada seseorang dengan kebiasaan bernafas melalui mulut dalam jangka waktu yang cukup panjang dapat menyebabkan erupsi molar yang berelebihan sehingga dapat berakibat pada rotasi mandibula searah jarum jam serta peningkatan tinggi wajah bawah anterior vertikal. Peningkatan tinggi wajah anterior bawah sering dikaitkan dengan retrognasi rahang dan gigitan terbuka.16 Lessa


(24)

kecenderungan inklinasi mandibula yang tinggi dan pola pertumbuhan wajah secara vertikal.7

Menurut Tourne, pola pertumbuhan wajah secara vertikal yang ekstrim, yang dilaporkan dalam banyak penelitian, dapat menyebabkan Long Face Syndrome atau

Adenoid Face.11 Karakteristik Adenoid Face atau Wajah Adenoid ditandai dengan karakteristik bibir yang tidak kompeten, mulut menganga, lengkung rahang yang sempit, retroklinasi gigi insisivus pada mandibula, meningkatnya tinggi wajah anterior, rotasi posterior mandibula, mandibular plane yang curam, mandibula

retrognatik, maksila berbentuk „V‟, gigitan silang dan gigitan terbuka anterior (Gambar 3).5,23,30

Gambar 3. Karakteristik wajah adenoid17

2.3 Radiografi Sefalometri


(25)

sefalometri.4,31,32 Penemuan ini memfasilitasi suatu metode untuk mendapatkan gambaran kraniofasial dengan akurat. Radiografi sefalometri adalah suatu metode standar untuk mendapatkan gambaran tulang tengkorak yang dapat digunakan sebagai alat diagnostik dalam membuat rencana perawatan dan mengevaluasi perubahan-perubahan yang disebabkan perawatan ortodonti.4,17,31

2.3.1 Kegunaan Radiografi Sefalometri

Sefalometri merupakan salah satu pilar dalam menentukan diagnosis dalam bidang ortodonti. Sefalometri juga merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk membuat rencana perawatan dan mengikuti perkembangan serta perubahan selama perawatan ortodonti. Beberapa kegunaan radiografi sefalometri adalah sebagai berikut4 :

a. Mempelajari pertumbuhan kraniofasial

Sefalogram dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan variasi pola pertumbuhan, gambaran standar kraniofasial, memprediksi pola pertumbuhan dan memprediksi konsekuansi-konsekuensi dari rencana perawatan.

b. Diagnosis deformitas kraniofasial

Sefalogram dapat digunakan dalam mengidentifikasi, menentukan dan mengukur kelainan kraniofasial. Dalam hal ini, permasalahan yang paling utama adalah perbedaan antara malrelasi skeletal dan dental.

c. Rencana perawatan

Sefalogram sebagai alat dalam meneggakkan diagnosis, memprediksi morfologi kraniofasial dan pertumbuhan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, sefalometri dapat membantu dalam menyusun suatu rencana perawatan yang baik dan jelas.

d. Evaluasi pasca perawatan


(26)

perkembangan dalam perawatan serta dapat digunakan sebagai pedoman pada perubahan perawatan yang diinginkan.

e. Studi relaps di bidang ortodonti

Sefalometri juga dapat membantu dalam mengidentifikasi penyebab-penyebab relapsnya perawatan ortodonti dan stabilitas dari pasca perawatan maloklusi.

2.3.2 Tipe Sefalogram

Ada 2 jenis tipe sefalogram, yaitu31 : a. Sefalogram Lateral

Memberikan gambaran tulang tengkorak dari arah lateral (samping). Sefalogram ini diambil dengan posisi kepala yang berada pada jarak yang spesifik dari sumber sinar X (Gambar 4a).

b. Sefalogram Frontal

Memberikan gambaran tulang tengkorak dari arah depan (Gambar 4b)

(a)

(a) (b)


(27)

2.3.3 Penggunaan Titik – Titik Sefalometri dalam Menentukan Analisis Jaringan Keras

Berikut ini adalah titik-titik pada sefalometri yang biasa digunakan dalam analisis jaringan keras4,31,32 (Gambar 5) :

a. Nasion (N) : Titik paling anterior yang berada diantara tulang frontal dan tulang nasalis pada sutura fronto nasalis

b. Orbitale (O) : Titik terendah dari dasar rongga mata yang terdepan c. Sella (S) : Titik pusat geometric dari fossa pitutitary

d. Sub-spina (A) : Titik paling cekung di maksila yang berada di antara Spina Nasalis Anterior dan Prosthion, biasanya berada di dekat apeks akar gigi insisivus sentralis maksila

e. Supra-mental (B) : Titik paling cekung diantara infra dental dan pogonion dan biasanya dekat apeks akar gigi insisivus sentralis mandibula

f. Pogonion (Pog) : Titik paling depan atau anterior dari tulang dagu g. Gnathion (Gn) : Titik diantara Pogonion dan Menton

h. Menton (Me) : Titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu

i. Articulare (Ar) : Titik perpotongan antara batas posterior ramus dan batas inferior dari basal kranial posterior

j. Gonion (Go) : Titik paling posteroinferior di sudut mandibula. Titik ini merupakan pertemuan dari dataran ramus dan dataran mandibular k. Porion (Po) : Titik paling superior dari meatus acuticus externus l. Pterygomaxilary (PTM) : Kontur fisura psterygomaxilary yang

dibentuk di anterior oleh tuberositas retromolar maksila dan di posterior oleh kurva anterior dari prosesus pterygoid dari tulang sphenoid

m. Spina Nasalis Posterior (PNS) : Titik paling posterior dari palatum durum

n. Anterior Nasal Spine (ANS) : Titik paling anterior dari prosesus maksila pada batas bawah dari cavum nasal


(28)

o. Basion (Ba) : Titik paling bawah dari foramen magnum

p. q. r.

Gambar 5. Titik – titik sefalometri pada jaringan keras31 2.4 Analisis Skeletal Sefalometri

Mengetahui hubungan skeletal dalam menyusun rencana perawatan merupakan hal yang penting. Kelainan yang terjadi pada dentoalveolar dan skeletal dapat dibedakan berdasarkan hubungan dalam arah sagital dan arah vertikal rahang. Setiap abnormalitas dikarakteristikkan berdasarkan deviasi yang terjadi pada rahang dalam dataran sagital dan vertikal yang mengakibatkan rahang berotasi.33

2.4.1 Analisis Skeletal dalam Arah Vertikal

Nilai vertikal skeletal dapat digunakan untuk menentukan perbedaan sehubungan dengan tipe wajah vertikal dan tipe wajah horizontal. Hal ini disebabkan oleh arah pertumbuhan mandibula yang berhubungan dengan kranial atau dasar maksila yang berbeda.29Untuk menganalisis nilai skeletal dalam arah vertikal, sudut-sudut yang dapat digunakan, yaitu :


(29)

a. Sudut MP-SN

Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella ke Nasion dan Dataran mandibular. Dataran mandibular terbentuk dari pertemuan Gonion dan Gnathion (Gambar 6). Nilai rata-rata dari sudut ini adalah 32o ± 5o.15,17,30 Sudut ini mengindikasikan inklinasi mandibula terhadap basis kranii anterior. Apabila nilai sudut lebih besar, menandakan mandibula berinklinasi posterior sedangkan apabila nilai sudut lebih kecil menandakan mandibula berinklinasi anterior.29 Inklinasi dataran mandibula merupakan indikator terjadinya rotasi mandibula.34

Rotasi mandibula dapat terjadi dalam dua arah, yaitu searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam.35 Sudut MP-SN yang besar mengindikasikan rotasi mandibula searah jarum jam yang mengarahkan pertumbuhan mandibula ke bawah dan ke belakang yang menyebabkan pola pertumbuhan wajah secara vertikal. Sudut MP-SN yang kecil mengindikasikan rotasi madibula berlawanan arah jarum jam mengarahkan pertumbuhan mandibula ke atas dan ke depan yang menyebabkan pola pertumbuhan wajah secara horizontal.33-35


(30)

b. Sudut NSGn

Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Nasion ke Sella dan Sella ke Gnation (Gambar 7). Sudut ini menentukan posisi mandibula terhadap basis kranii. Nilai normal sudut ini adalah 66o. Apabila nilai sudut lebih besar dari nilai normal, mengindikasikan posisi mandibula yang berada posterior terhadap basis kranii dengan pola pertumbuhan vertikal sedangkan apabila nilai sudut lebih kecil dari nilai normal, mengindikasikan posisi mandibula yang berada anterior terhadap basis kranii dengan pola pertumbuhan horizontal.29


(31)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan nilai skeletal dalam arah vertikal antara pola pernafasan normal dan pernafasan melalui mulut pada pasien di klinik ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Departemen ortodonsia FKG USU yang bertempat di Jalan Alumni No. 2 Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus – Januari 2015

3.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah sefalogram dari pasien yang datang ke Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU pada tahun 2009-2013.

3.4 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah sefalogram pasien dengan pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut. Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Z(0,5 - ) + (Z(0,5-β) Sd 2 n ≥

d

(1,96 + 1,282) 2,144 2 n ≥


(32)

n ≥ 21,47 dua kelompok, masing-masing kelompok 22 sehingga jumlah sampel 44

Keterangan: n = besar sampel

Z(0,5 - ) = nilai distribusi normal baku alpha. α = 0,05 1,96 Z(0,5-β) = nilai distribusi normal baku betha. β = 0,10 1,282 Sd = standar deviasi 2,144

d = selisih rata-rata yang bermakna, ditetapkan sebesar 1,5

3.4.1 Kriteria Inklusi

 Umur 8-12 tahun

 Sefalogram pasien maloklusi Klas II skeletal dengan pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut

 Foto sefalometri diambil pada natural head position dan oklusi sentrik

 Pengambilan foto sefalometri dari Lab Pramita

 Pasien yang datang ke Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU pada tahun 2009-2013

 Laki-laki dan perempuan 3.4.2 Kriteria Eksklusi

 Pasien yang sudah pernah atau sedang dirawat ortodonti

 Ada kebiasaan buruk lainnya seperti tounge thrust, menghisap jari, menggigit bibir dst

 Sefalogram tidak jelas atau tidak dapat dibaca 3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas

 Pola pernafasan melalui mulut


(33)

3.5.2 Variabel Tergantung

 Nilai skeletal dalam arah vertikal a. Sudut MP-SN

b. Sudut NSGn

3.5.3 Variabel Terkendali

 Maloklusi Klas II skeletal

 Umur 8-12 tahun

 Jenis kelamin

 Alat sefalometri

 Teknik pengambilan roentgen 3.5.4 Variabel Tidak Terkendali

 Pasien dalam periode usia fisiologis

 Suku dan ras

3.6 Definisi Operasional Penelitian

 Pernafasan normal (hidung) adalah pola pernafasan yang melalui hidung sebagai jalan utama7,20-22

 Pernafasan melalui mulut adalah pola pernafasan abnormal yang dapat dilihat dari hasil diagnosis dan pengukuran lebar pharynx atas yang diukur berdasarkan analisis McNamara dengan nilai kurang dari nilai rata-rata yaitu ± 12 mm pada periode gigi bercampur.6

 RSGMP FKG USU adalah rumah sakit gigi dan mulut pendidikan yang berada di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

 Maloklusi Klas II skeletal adalah penyimpangan hubungan maksila dan mandibula terhadap basis kranii yang dapat dilihat melalui besar sudut ANB yaitu apabila melebihi nilai normal 2o± 2o.4,17,30

 Sudut MP-SN adalah sudut yang terbentuk dari pertemuan garis Sella ke Nasion dan garis bidang mandibular (Gonion-Gnathion)4


(34)

 Sudut NSGn adalah sudut yang terbentuk dari pertemuan garis Sella ke Nasion dan garis Sella ke Gnation5

3.7 Alat dan Bahan Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah: a. Pensil 4H merk Faber-Castle b. Penghapus merk Faber-Castle

c. Orthodontic protactor merkOrtho Organizer

d. Penggaris merk Micro e. Tracing Box

Bahan penelitian yang digunakan adalah:

a. Sefalogram lateral pasien yang datang ke klinik Ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009 - 2013 (8 x 10 inci)

b. Kertas asetat merk Ortho Organizer (8 x 10 inci)

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 8. (A) Pensil, Penghapus dan Penggaris, (B) Orthodontic Protactor

(C) Sefalogram dan Tracing box (D) Kertas Asetat.

e


(35)

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengukuran pada sefalogram lateral pada pasien dengan kebiasaan bernafas melalui mulut dan hidung sesuai dengan langkah – langkah berikut ini:

1. Pengumpulan sefalogram pasien yang datang Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU pada tahun 2009-2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

2. Sampel dikelompokkan berdasarkan pola pernafasan melalui mulut dan bernafas melalui hidung. Sefalogram pasien dengan pola pernafasan melalui mulut didapatkan berdasarkan hasil diagnosa dan pengukuran lebar saluran udara pharynx atas dari roentgen foto sefalometri. Lebar saluran pharynx atas didapatkan dari panjang garis dari titik paling posterior pada palatum lunak ke dinding terdekat posterior pharynx dimana garis tersebut sejajar garis Gonion (Go) dengan supramental (B). Titik posterior palatum lunak didapat dari palatum lunak dibagi dua melintang ditarik sejajar ke pinggir palatum lunak.6

Gambar 9. Garis pharynx atas26


(36)

4. Selanjutnya dilakukan penentuan titik - titik dan penarikan garis-garis untuk mendapatkan nilai skeletal.

5. Pengkuran besar sudut MP-SN untuk mendapatkan relasi dataran mandibula terhadap basis kranium.

6. Pengukuran besar sudut NSGn untuk mendapatkan pola pertumbuhan wajah.5

Gambar 10.Sudut MP:SN-kuning, Sudut NSgn-Ungu.5

7. Sebelum melakukan pengukuran, peneliti melakukan uji interaoperator untuk mengetahui ketelitian dalam melakukan pengukuran. Hal ini dikarenakan setiap pengulangan pengukuran pertama belum tentu mendapatkan hasil yang sama dengan pengukuran pertama. Uji interaoperator dilakukan dengan mengambil 5 sampel secara acak dari pengukuran pertama dan pengukuran kedua kemudian dicari standar deviasi dari selisih kedua pengukuran tersebut. Jika standar deviasi yang didapat menunjukkan angka antara 0-1 berarti ketelitian


(37)

pada pengukuran tersebut masih dapat diterima dan operator layak untuk melakukan penelitian.

8. Dalam satu hari, pengukuran sefalometri dilakukan pada 5 (lima) sefalogram untuk menghindari kelelahan mata peneliti sehingga data yang didapatkan lebih akurat.

9. Hasil pengukuran yang diperoleh, kemudian di tabulasi dan di analisis.

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program perangkat lunak data statistik dan dianalisis dengan uji t independen.


(38)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian ini berjumlah 44 foto sefalometri lateral pasien yang berusia antara 8 sampai 12 tahun dengan kriteria mempunyai maloklusi Klas II skeletal dengan pola pernafasan normal dan pernafasan melalui mulut. Pada masing-masing sefalogram dilakukan pengukuran pada sudut MP-SN dan sudut NSGn.

Berdasarkan jenis kelamin, distribusi nilai rerata derajat sudut MP-SN pada pola pernafasan normal (hidung) pada laki-laki didapatkan sebesar 36,4580 dan pada perempuan didapatkan sebesar 35,8000. Nilai rerata derajat sudut MP-SN pada pola pernafasan melalui mulut pada laki-laki didapatkan sebesar 39,0500 dan pada perempuan didapatkan sebesar 40,9170. (Tabel 1)

Tabel 1. Distribusi nilai rerata derajat sudut MP-SN pada pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

Pernafasan Normal

Pernafasan Melalui Mulut

N Mean n Mean

Laki-Laki 12 36,4580 10 39,0500

Perempuan 10 35,8000 12 40,9170

Pada tabel 2 diperoleh perbandingan hasil pengukuran nilai rerata sudut MP-SN pada sefalogram lateral menunjukkan nilai rerata sudut MP-MP-SN pada pola pernafasan normal (hidung) sebesar 36,1590 sedangkan hasil pengukuran nilai rerata sudut MP-SN pada pola pernafasan melalui mulut didapatkan sebesar 40,0680. Uji-t digunakan untuk membandingkan nilai derajat sudut MP-SN pada pola pernafasan


(39)

ini adalah signifikan (p<0,05), dimana ada perbedaan antara nilai rerata derajat sudut MP-SN antara pola pernafasan melalui mulut dan pola pernafasan normal (hidung) dengan nilai p=0,001.

Tabel 2. Perbandingan nilai rerata derajat sudut MP-SN antara pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut

Pernafasan Normal (n = 22)

Pernafasan Melalui Mulut

(n= 22) p

Mean SD Mean SD

36,1590 1,569 40,0680 4,816 0,001*

*Signifikan pada p<0,05

Pada tabel 3 diperoleh distribusi nilai rerata derajat sudut NSGn berdasarkan jenis kelamin pada pola pernafasan normal (hidung) pada laki-laki didapatkan sebesar 69,4170 dan pada perempuan didapatkan sebesar 70,0500. Nilai rerata derajat sudut NSGn pada pola pernafasan melalui mulut pada laki-laki didapatkan sebesar 72,8500 dan pada perempuan didapatkan sebesar 74,2500.

Tabel 3. Distribusi nilai rerata derajat sudut NSGn pada pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

Pernafasan Normal

Pernafasan Melalui Mulut

N Mean n Mean

Laki-Laki 12 69,4170 10 72,8500


(40)

Tabel 4. Perbandingan nilai rerata derajat sudut NSGn antara pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut

Pernafasan Normal (n = 22)

Pernafasan Melalui Mulut

(n= 22) p

Mean SD Mean SD

69,7050 2,074 73,6140 3,341 0,000*

*Signifikan pada p<0,05

Pada tabel 4 diperoleh perbandingan hasil pengukuran sudut NSGn pada sefalogram lateral antara pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut. Dari hasil pengukuran yang dilakukan, diperoleh nilai rerata derajat sudut NSGn pada pola pernafasan normal (hidung) adalah sebesar 69,7050 sedangkan pada pola pernafasan melalui mulut didapatkan hasil pengukuran nilai rerata derajat sudut NSGn adalah sebesar 73,6140. Berdasarkan hasil Uji-t, diperoleh perbedaan yang signifikan antara nilai rerata derajat sudut NSGn antara pola pernafasan melalui mulut dengan pola pernafasan normal (hidung) dengan nilai p = 0,000.


(41)

BAB 5 PEMBAHASAN

Perubahan pola pernafasan dari hidung ke mulut yang disebabkan adanya sumbatan saluran pernafasan dipercayai sebagai salah satu faktor etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya deformitas kraniofasial.1-3

Pada umumnya penelitian yang berkaitan dengan analisis skeletal dilakukan untuk melihat hubungan perubahan pola pernafasan dengan terjadinya deformitas kraniofasial.1 Karakteristik spesifik yang sering dikaitkan dengan pola pernafasan melalui mulut adalah Sindroma Wajah Panjang atau Long Face Syndrome.3,5,10,11,23,31,37 Karakteristik diatas dikaitkan berdasarkan dengan banyak nya temuan klinis yang melaporkan bahwa pola pernafasan melalui mulut berkaitan dengan pola pertumbuhan vertikal yang ekstrim.11

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran pada sudut MP-SN dan sudut NSGn pada sefalogram lateral pasien dengan kriteria maloklusi Klas II skeletal dengan pola pernafasan normal (hidung) dan pernafasan melalui mulut untuk melihat nilai skeletal dalam arah vertikal.

Pada tabel 2, dapat dilihat nilai rerata derajat sudut MP-SN pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut lebih besar dan berbeda secara signifikan dibandingkan dengan nilai rerata derajat sudut MP-SN pada kelompok dengan pola pernafasan normal. Berdasarkan hasil Uji-t independen yang digunakan, diperoleh nilai p=0,001 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai rerata derajat sudut MP-SN antara kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut dan normal (hidung).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian seperti penelitian yang dilakukan oleh Lessa dkk pada 60 anak diperoleh nilai rerata derajat sudut MP-SN yang lebih besar pada kelompok anak dengan pola pernafasan melalui mulut dibandingkan dengan kelompok anak dengan pola pernafasan normal (hidung) dan


(42)

mandibula searah jarum jam sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan secara vertikal pada porsi anterior wajah dibandingkan porsi posterior wajah yang dapat membuktikan adanya pengaruh perubahan pola pernafasan terhadap perkembangan kraniofasial.7

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ucar dkk pada 68 anak dengan pola pernafasan normal dan melalui mulut diperoleh nilai rerata derajat sudut MP-SN yang lebih besar dan berbeda secara signifikan pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut dibandingkan pada kelompok dengan pola pernafasan normal dan menyimpulkan pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut mempunyai kecenderungan pola pertumbuhan vertikal.36

Nilai sudut MP-SN yang besar pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut mengindikasikan adanya rotasi mandibula searah jarum jam yang mengarahkan pertumbuhan mandibula ke bawah dan ke belakang. Hal tersebut dapat disebabkan oleh meningkatnya aktivitas di area suprahyoid oleh beberapa otot pada saat bernafas melalui mulut.6 Peningkatan otot digastrik anterior dan milohyoid akan menyebabkan depresi mandibula. Jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan perubahan arah pertumbuhan rahang.3,25 Selain itu, peningkatan aktivitas otot genioglossus akan menyebabkan posisi lidah berada pada inferior dan anterior.23,25 Posisi lidah yang berada di anterior dapat menyebabkan mandibula berotasi ke belakang dan ke bawah sehingga dapat menyebabkan tinggi wajah meningkat.6

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rerata derajat sudut NSGn pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut lebih besar dibandingkan nilai rerata derajat sudut NSGn pada kelompok dengan pola pernafasan normal (hidung) dan berdasarkan Uji-t independen hasil yang diperoleh berbeda secara signifikan dengan nilai p=0,000.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Faria dkk pada 35 anak yang mendapati bahwa nilai derajat sudut MP-SN dan NSGn pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut secara


(43)

normal.5 Malhotra dkk pada penelitian terhadap 100 anak memperoleh nilai sudut MP-SN dan NSGn yang lebih besar secara signifikan pada kelompok anak dengan pola pernafasan melalui mulut.37

Nilai sudut NSGn yang besar pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut mengindikasikan posisi mandibula yang berada pada posterior basis kranii dengan pola pertumbuhan vertikal. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kecenderungan mandibula yang berotasi searah jarum jam pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut yang mengarahkan pertumbuhan mandibula ke bawah dan kebelakang yang dapat menyebabkan pola pola pertumbuhan wajah secara vertikal sehingga tinggi wajah meningkat.6,29,37 Hal ini sejalan dengan hasil tulisan Tourne yang menyatakan bahwa pola pernafasan melalui mulut merupakan salah satu faktor etiologi yang dapat menyebabkan pola pertumbuhan wajah secara vertikal yang berlebihan.7,11


(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Hasil pengukuran nilai rerata derajat sudut MP-SN berdasarkan jenis kelamin pada kelompok dengan pola pernafasan normal (hidung) pada laki-laki didapatkan sebesar 36,4580 dan pada perempuan didapatkan sebesar 35,8000. Nilai rerata derajat sudut MP-SN pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut pada laki-laki didapatkan sebesar 39,0500 dan pada perempuan didapatkan sebesar 40,9170 .

2. Nilai rerata derajat sudut MP-SN pada kelompok dengan pernafasan normal (hidung) adalah sebesar 36,1590 dan nilai rerata derajat sudut MP:SN pada kelompok dengan pernafasan melalui mulut didapatkan sebesar 40,0680.

3. Berdasarkan analisis perbedaan Uji-t yang dilakukan, nilai derajat sudut MP-SN pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut secara signifikan berbeda dibandingkan dengan nilai derajat sudut MP-SN pada kelompok dengan pola pernafasan normal dengan nilai p = 0,001.

4. Hasil pengukuran nilai rerata derajat sudut NSGn berdasarkan jenis kelamin pada kelompok dengan pola pernafasan normal (hidung) pada laki-laki didapatkan sebesar 69,4170 dan pada perempuan didapatkan sebesar 70,0500. Nilai rerata derajat sudut NSGn pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut pada laki-laki didapatkan sebesar 72,8500 dan pada perempuan didapatkan sebesar 74,2500.

5. Nilai rerata derajat sudut NSGn pada kelompok dengan pola pernafasan normal (hidung) adalah sebesar 69,7050 sedangkan pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut didapatkan hasil pengukuran nilai rerata derajat sudut NSGn adalah sebesar 73,6140

6. Berdasarkan analisis perbedaan Uji-t yang dilakukan, nilai derajat sudut NSGn pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut berbeda secara


(45)

signifikan dibandingkan nilai derajat sudut MP-SN pada kelompok dengan pola pernafasan normal dengan nilai p = 0,000.

7. Perbedaan yang signifikan pada nilai derajat sudut MP-SN antara kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut dan pernafasan normal (hidung) mengindikasikan pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut memiliki kecenderungan terjadinya rotasi mandibula searah jarum jam dengan arah pertumbuhan mandibula ke bawah dan ke belakang.

8. Perbedaan yang signifikan pada nilai derajat sudut NSGn antara kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut dan pernafasan normal (hidung) mengindikasikan pada kelompok dengan pola pernafasan melalui mulut mempunyai kecenderungan pola pertumbuhan secara vertikal.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data primer dengan jumlah sampel yang lebih banyak agar didapatkan hasil penelitian dengan validitas yang lebih tinggi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pasien yang dewasa atau sudah tidak berada dalam masa tumbuh kembang dan mengelompokkan sampel berdasarkan ras/suku yang terdapat di Indonesia.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengelompokan sampel berdasarkan keparahan terjadinya sumbatan saluran nafas.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang bersifat longitudinal sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih akurat.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

1. Budianto E, Purwanegara MK, Siregar E. Karakteristik Profil Jaringan Lunak pada Penderita Obstruksi Saluran Napas Atas dengan Kebiasaan Bernafas Melalui Mulut. Indonesian J of Dent. 2008;15(1):44-5.

2. Jakobsone G, Urtane I, Terauds I. Soft Tissue Profile of Children with Impaired Nasal Breathing. Stomatologija, Baltic Dental and Maxilofacial J. 2006;8(2):39-42.

3. Suminy D, Zen Y. Hubungan antara Maloklusi dengan Hambatan Saluran Pernafasan. M. I. Kedokteran Gigi. 2007;22(1):32-9.

4. Singh G. Textbook of Orthodontics. 2nd Ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers, 2007:94-115,185.

5. Faria PTM, Ruellas ACO, Matsumoto MAN, Anselmo-Lima WT, Pereira FC.

Dentofacial Morphology of Mouth Breathing Children. Braz Dent J.

2002;13(2):129-32.

6. Rettyfina D. Pengaruh Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut pada Maloklusi Klas II Divisi 1.Tesis. Medan: Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia FKG USU,2013:1-10.

7. Lessa FCR et al. Breathing Mode Influence in Craniofacial Development. Rev Bras Otorrinolaringol. 2005;71(2):156-60.

8. Angelika, Stellzig-Eisenhauer, Meyer-Marcotty P. Interaction between

Otorhinolaryngology and Orthodontics: Correlation between The

Nasopharyngeal Airway and The Craniofacial Complex. GMS Current Topics

in Otorhinolaryngology – Head and Neck Surgery. 2010;9:1-5.

9. Mcnamara JA. Influence of Respiratory Patternon Craniofacial Growth.

International J of Orofacial Myology. 1981;10(2):14-17.

10.Peltomaki T. The Effect of Mode of Breathing on Craniofacial Growth. European J of Orthodontics. 2007;29:426-27.


(47)

11.Tourne LP. The Long Face Syndrome and Impairment of the Nasopharyngeal Airway. Angle Orthod. 1990;60(3):167-172.

12.Mckeown P, Mew J. Craniofacial Changes and Mouth Breathing. Irish Dent J. 2011.

13.Bresolin D et al. Mouth Breathing in Allergic Children: It’s Relationship to

Dentofacial Development. Pediatrics. 1984;73(5):622-25.

14.Yang K, Zeng X, Yu M. A Study on The Difference of Craniofacial

Morphology between Oral and Nasal Breathing Children.

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12425857. 15 Agustus 2014.(Abstrak).

15.Principato JJ. Upper Airway Obstruction and Craniofacial Morphology.

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1908986. 17 Agustus 2014.(Abstrak).

16.Harari D et al. The Effect of Mouth Breathing Versus Nasal Breathing on Dentofacial and Craniofacial Development in Orthodontic Patients.

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20824738. 21 Agustus 2014.(Abstrak). 17.Proffit W. Contemporary Orthodontics. 5th Ed. St.Louis: Elsevier, 2013. 18.Christiany E dkk. Differences of Lateral Cephalometry Values between

Australo-Melanesian and Deutero-Malay Races. J of Dent Indonesia.

2013;20(1):10.

19.Sherwood L. Fisiologi Manusia. Pendit B. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001:411.

20.Ashok K, Babita A, Navdha C. Mouth Breathing. J Pharm Biomed Sci. 2014;4(2):137-40.

21.Adams GL, Boeis LR, Higler PA. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Alih Bahasa Wijaya C. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,1997:183.

22.Brant TCS et al. Breathing Pattern and Thoracoabdominal Motion in Mouth-Breathing Children. Rev Bras Fisioter. 2008;12(6):2.

23.Jordaan R. Postural Changes in The Craniofacial and Craniocervical Regions as a Result of Changed Breathing Patterns. In: Piekartz H. Craniofacial Pain.


(48)

24.Kusuma A. Bernafas Lewat Mulut Sebagai Faktor Ekstrinsik Etiologi Maloklusi. Majalah Ilmiah Sultan Agung. 2010;48:1-14.

25.Moimaz SAS et al. Longitudinal Study of Habits leading to Malocclusion

Development in Childhood. BMC Oral Health. 2014;14(96)1-14.

26.Lailani, TL. Perbedaan Lebar Saluran Udara Pharynx Atas dan Bawah pada Maloklusi Klas I dan Klas II dengan Pola Pertumbuhan Normal dan Vertikal Ditinjau dari Radiografi Sefalometri Lateral. Tesis. Medan: Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia FKG USU, 2010.

27.Jacobson A. Radiographic Cephalometry: From Basic to Videoimaging. Chicago: Quintessence, 1995:77-80,113-26.

28.Paul JL, Nanda, RS. Effect of Mouth Breathing on Dental Occlusion. Angle Orthod. 1973;43(2):201-5.

29.Rakosi T. An Atlas and Manual of Cephalometric Radiography. New York: Wolfe. 1982:62-5,104-5,130-31.

30.Denotti G, Ventura S, Arena O, Fortini A. Oral Breathing: New Early Treatment Protocol. J of Pediatric and Neonatal Individualized Medicine. 2014;3(1):1-3.

31.Bhalajhi SI, Orthodontics: The Art and Science. 3rd Ed. New Delhi: Arya (MEDI) Publishing House. 2004:143-55.

32.Athanasiou EA. Orthodontic Cephalometry. New York: Mosby-Wolfe. 1995:46-7.

33.Rakosi T, Jonas I, Graber T. Color Atlas of Dental Medicine Orthodontic

Diagnosis. New York: Thieme. 1995:183-93.

34.Karlsen AT Craniofacial Growth Differences between Low and High MP-SN Angle Males: A Longitudinal Study. Angle Orthodont. 1995;65(5):341.

35.Premkumar S. Textbook of Craniofacial Growth. St. Louis: Jaypee Brothers Medical Publishers, 2011:221-37.

36.Ucar FI, Ekizer A, Uysal T. Comparison of Craniofacial Morphology, Head Posture and Hyoid Bone with Different Breathing Patterns. The Saudi Dent J.


(49)

37.Malhotra S, Pandey RK, Nagar A, Agarwal SP, Gupta VK. The effect of

Mouth Breathing on Dentofacial Morphology of Growing Child. J of


(50)

LAMPIRAN 1

KERANGKA TEORI

Pernafasan

Evaluasi Skeletal Menggunakan Sefalometri Lateral

Terjadi Rotasi Mandibula Tekanan Otot Orofasial

Tidak Seimbang Tidak Terjadi Rotasi Mandibula Tekanan Otot Orofasial Seimbang Posisi Lidah Normal Posisi Mandibula normal Postur Kepala Normal Posisi Lidah Rendah Depresi Mandibula Postur Kepala Mendongak Pernafasan Normal Pernafasan Abnormal Vertikal Sudut MP-SN Sudut NSGn


(51)

Variabel Bebas

 Pola Pernafasan Normal (Hidung)

 Pola Pernafasan Melalui Mulut

LAMPIRAN 2

KERANGKA KONSEP

Variabel Tergantung

 Vertikal Skeletal : o MP-SN o NSGn

Variabel Terkendali

 Maloklusi Klas II skeletal

 Umur 8-12 tahun

 Jenis Kelamin

 Alat sefalometri

 Teknik pengambilan

roentgen

Variabel Tidak Terkendali

 Pasien dalam periode usia fisiologis


(52)

LAMPIRAN 3

Hasil Pengukuran Sudut SNA, SNB, ANB, MP-SN dan NSGn Pada Sefalogram Pola Pernafasan Normal (Hidung)

NO NAMA Jenis

Kelamin SNA SNB ANB MP-SN NSGn

1. Sampel 1 Laki - Laki 81,0 75,0 6,0 35,0 71,0

2. Sampel 2 Laki - Laki 85,0 80,0 5,0 35,0 70,0

3. Sampel 3 Perempuan 85,0 77,0 8,0 35,0 71,5

4. Sampel 4 Laki - Laki 79,0 72,0 7,0 36,0 70,0

5. Sampel 5 Laki - Laki 87,0 82,0 5,0 33,0 68,0

6. Sampel 6 Perempuan 94,0 86,0 8,0 33,0 65,0

7. Sampel 7 Laki - Laki 84,0 78,0 6,0 38,0 70,0

8. Sampel 8 Perempuan 84,0 76,0 8,0 38,0 70,0

9. Sampel 9 Laki - Laki 87,0 80,0 7,0 37,5 70,0

10. Sampel 10 Laki - Laki 79,0 70,0 9,0 36,0 70,0 11. Sampel 11 Laki - Laki 86,0 80,0 6,0 38,0 67,0

12. Sampel 12 Perempuan 81,0 76,0 5,0 35,0 71,0

13. Sampel 13 Perempuan 80,0 74,0 6,0 37,0 71,0

14. Sampel 14 Laki - Laki 82,0 75,0 7,0 37,0 71,0

15. Sampel 15 Perempuan 84,0 76,0 8,0 37,0 69,0

16. Sampel 16 Laki - Laki 85,0 79,0 6,0 39,0 70,0

17. Sampel 17 Perempuan 86,0 76,0 10,0 35,0 72,0


(53)

19. Sampel 19 Perempuan 93,0 86,0 7,0 36,0 66,0 20. Sampel 20 Laki - Laki 91,0 82,0 9,0 36,0 69,0 21. Sampel 21 Laki - Laki 86,0 79,0 7,0 37,0 67,0


(54)

LAMPIRAN 4

Hasil Pengukuran Sudut SNA, SNB, ANB, MP-SN dan NSGn Pada Sefalogram Pola Pernafasan Melalui Mulut

NO NAMA Jenis

Kelamin SNA SNB ANB MP-SN NSGn

1. Sampel 23 Perempuan 86,0 77,0 9,0 37,0 72,5 2. Sampel 24 Perempuan 82,5 75,5 7,0 39,0 75,0 3. Sampel 25 Laki - Laki 86,0 74,0 12,0 42,0 74,0 4. Sampel 26 Laki - Laki 83,0 74,0 9,0 44,5 75,0 5. Sampel 27 Perempuan 82,0 76,0 6,0 44,0 75,0 6. Sampel 28 Perempuan 83,5 77,5 6,0 35,0 73,0 7. Sampel 29 Perempuan 84,0 76,0 8,0 40,0 72,0 8. Sampel 30 Perempuan 88,0 78,0 10,0 42,0 76,0 9. Sampel 31 Laki - Laki 78,0 71,5 6,5 44,0 78,0 10. Sampel 32 Perempuan 77,0 69,0 8,0 47,0 81,0 11. Sampel 33 Perempuan 80,0 73,0 7,0 46,0 74,0 12. Sampel 34 Laki - Laki 91,0 85,0 6,0 30,0 68,0 13. Sampel 35 Laki - Laki 88,0 80,0 8,0 31,0 68,0 14. Sampel 36 Perempuan 81,0 71,5 10,5 43,0 76,0 15. Sampel 37 Perempuan 84,0 74,0 10,0 44,0 75,0 16. Sampel 38 Perempuan 83,5 77,0 6,5 35,0 70,0 17. Sampel 39 Perempuan 84,0 78,0 6,0 39,0 71,5 18. Sampel 40 Laki - Laki 81,0 76,0 5,0 40,0 70,0 19. Sampel 41 Laki - Laki 81,0 75,0 6,0 45,0 76,0


(55)

20. Sampel 42 Laki - Laki 78,0 73,0 5,0 40,0 77,0 21. Sampel 43 Laki - Laki 84,5 75,0 9,5 33,0 68,5 22. Sampel 44 Laki - Laki 77,0 71,5 6,5 41,0 74,0


(56)

LAMPIRAN 5

Hasil Perhitungan Statistik Uji- t Independen Terhadap Nilai Derajat Sudut MP-SN Antara Pola Pernafasan Normal (Hidung) dan Pernafasan Melalui

Mulut

Group Statistics

Pernafasan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

MP:SN

Normal 22 36,159 1,5689 ,3345

Melalui Mulut 22 40,068 4,8164 1,0269

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-taile d) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

MP:SN

Equal variances assumed

15,848 ,000 -3,620 42 ,001 -3,9091 1,0800 -6,0885 -1,7296

Equal variances not assumed


(57)

LAMPIRAN 6

Hasil Perhitungan Statistik Uji- t Independen Terhadap Nilai Derajat Sudut NSGn Antara Pola Pernafasan Normal (Hidung) dan Pernafasan Melalui Mulut

Group Statistics

Pernafasan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

NSGn Normal

22 69,705 2,0740 ,4422

Melalui Mulut 22 73,614 3,3414 ,7124

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

NSGn

Equal variances assumed

4,670 ,036 -4,662 42 ,000 -3,9091 ,8385 -5,6012 -2,2170

Equal variances not assumed


(58)

LAMPIRAN 7

Distribusi Nilai Rerata Derajat Sudut MP-SN & NSGn pada Pola Pernafasan Normal (Hidung) dan Pernafasan Melalui Mulut Berdasarkan Jenis Kelamin

1. Pernafasan normal, jenis kelamin Laki-Laki

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

MP:SN 12 33,0 39,0 36,458 1,6440

NSGn 12 67,0 71,0 69,417 1,3790

Valid N (listwise) 12

2. Pernafasan normal, jenis kelamin Perempuan

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

MP:SN 10 33,0 38,0 35,800 1,4757

NSGn 10 65,0 74,0 70,050 2,7330

Valid N (listwise) 10

3. Pernafasan melalui mulut, jenis kelamin Laki-Laki

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

MP:SN 10 30,0 45,0 39,050 5,6492

NSGn 10 68,0 78,0 72,850 3,8733

Valid N (listwise) 10

4. Pernafasan melalui mulut, jenis kelamin Perempuan

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

MP:SN 12 35,0 47,0 40,917 4,0555

NSGn 12 70,0 81,0 74,250 2,8405


(59)

LAMPIRAN 8

Hasil Uji Statistik Shapiro-Wilk Terhadap Distribusi Nilai Sudut MP-SN & NSGn Pada Pola Pernafasan Normal (Hidung) dan Pola Pernafasan Melalui

Mulut

Tests of Normality

Pernafasan Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

MP:SN

Normal ,942 22 ,215

Melalui Mulut ,938 22 ,180

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction


(60)

Tests of Normality

Pernafasan Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

NSGn

Normal ,931 22 ,131

Melalui Mulut ,962 22 ,532

*. This is a lower bound of the true significance.


(1)

20.

Sampel 42 Laki - Laki

78,0

73,0

5,0

40,0

77,0

21.

Sampel 43 Laki - Laki

84,5

75,0

9,5

33,0

68,5


(2)

LAMPIRAN 5

Hasil Perhitungan Statistik Uji- t Independen Terhadap Nilai Derajat Sudut

MP-SN Antara Pola Pernafasan Normal (Hidung) dan Pernafasan Melalui

Mulut

Group Statistics

Pernafasan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

MP:SN

Normal 22 36,159 1,5689 ,3345

Melalui Mulut 22 40,068 4,8164 1,0269

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.

(2-taile d) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

MP:SN

Equal variances assumed

15,848 ,000 -3,620 42 ,001 -3,9091 1,0800 -6,0885 -1,7296

Equal variances not assumed


(3)

LAMPIRAN 6

Hasil Perhitungan Statistik Uji- t Independen Terhadap Nilai Derajat Sudut

NSGn Antara Pola Pernafasan Normal (Hidung) dan Pernafasan Melalui Mulut

Group Statistics

Pernafasan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

NSGn Normal

22 69,705 2,0740 ,4422

Melalui Mulut 22 73,614 3,3414 ,7124

Independent Samples Test Levene's

Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

NSGn

Equal variances assumed

4,670 ,036 -4,662 42 ,000 -3,9091 ,8385 -5,6012 -2,2170

Equal variances not assumed


(4)

LAMPIRAN 7

Distribusi Nilai Rerata Derajat Sudut MP-SN & NSGn pada Pola Pernafasan

Normal (Hidung) dan Pernafasan Melalui Mulut Berdasarkan Jenis Kelamin

1. Pernafasan normal, jenis kelamin Laki-Laki

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

MP:SN 12 33,0 39,0 36,458 1,6440

NSGn 12 67,0 71,0 69,417 1,3790

Valid N (listwise) 12

2. Pernafasan normal, jenis kelamin Perempuan

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

MP:SN 10 33,0 38,0 35,800 1,4757

NSGn 10 65,0 74,0 70,050 2,7330

Valid N (listwise) 10

3. Pernafasan melalui mulut, jenis kelamin Laki-Laki

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

MP:SN 10 30,0 45,0 39,050 5,6492

NSGn 10 68,0 78,0 72,850 3,8733


(5)

LAMPIRAN 8

Hasil Uji Statistik Shapiro-Wilk Terhadap Distribusi Nilai Sudut MP-SN &

NSGn Pada Pola Pernafasan Normal (Hidung) dan Pola Pernafasan Melalui

Mulut

Tests of Normality

Pernafasan Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

MP:SN

Normal ,942 22 ,215

Melalui Mulut ,938 22 ,180

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction


(6)

Tests of Normality

Pernafasan Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

NSGn

Normal ,931 22 ,131

Melalui Mulut ,962 22 ,532

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction


Dokumen yang terkait

Perbedaan Inklinasi Insisivus Pada Pasien Maloklusi Klas I Dan Klas II Skeletal Dengan Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

2 77 68

Pengaruh Pola Pernafasan Normal Dan Pernafasan Melalui Mulut Pada Maloklusi Klas II Divisi 1

1 54 55

Distribusi Morfologi Vertikal Skeletal Wajah Pasien Suku Batak di Klinik RSGMP FKG USU Berdasarkan Analisis Steiner

7 34 63

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 1 18

Distribusi Morfologi Vertikal Skeletal Wajah Pasien Suku Batak Di Klinik RSGMP FKG USU Berdasarkan Analisis Jefferson

0 0 12

Perbedaan Inklinasi Insisivus Pada Pasien Maloklusi Klas I Dan Klas II Skeletal Dengan Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pernafasan - Perbedaan Inklinasi Insisivus Pada Pasien Maloklusi Klas I Dan Klas II Skeletal Dengan Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

0 0 12

Perbedaan Inklinasi Insisivus Pada Pasien Maloklusi Klas I Dan Klas II Skeletal Dengan Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernafasan Normal - Perbedaan Nilai Skeletal Dalam Arah Vertikal Antara Pola Pernafasan Normal Dan Pernafasan Melalui Mulut Pada Pasien Di Klinik Ortodonti Rsgmp Fkg Usu Tahun 2009-2013

0 0 13

PERBEDAAN NILAI SKELETAL DALAM ARAH VERTIKAL ANTARA POLA PERNAFASAN NORMAL DAN PERNAFASAN MELALUI MULUT PADA PASIEN DI KLINIK ORTODONTI RSGMP FKG USU TAHUN 2009-2013

0 0 12