1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 8 disebutkan bahwa “Guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Salah
satu jenis kompetensi yang disebutkan dalam UU tentang Guru dan Dosen adalah kompetensi pedagogis. Menurut PP No. 74 Tahun 2008 tentang guru, kompetensi
pedagogis adalah kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang meliputi: 1 pemahaman wawasan landasan kependidikan; 2 pemahaman
terhadap peserta didik; 3 pengembangan kurikulum atau silabus; 4 pemanfaatan teknologi pembelajaran. Berdasarkan kriteria kompetensi pedagogis
di atas dapat disimpulkan bahwa guru dituntut mampu menyusun bahan ajar yang inovatif sesuai dengan kurikulum, perkembangan kebutuhan siswa, dan
perkembangan teknologi yang mengacu pada muatan wajib kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Berdasarkan Permendiknas No 23 Tahun 2006 disebutkan bahwa matematika merupakan muatan wajib kurikulum pendidikan dasar dan menengah
yang penting untuk diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar dan menengah, sebagai upaya membekali mereka dengan kemampuan berpikir
logis, kritis, dan kreatif. Untuk mengakomodasi hal tersebut, pemerintah
menyusun Standar Kompetensi Lulusan yang tercantum dalam peraturan menteri pendidikan nasional No. 23 Tahun 2006 sebagai landasan dalam pembelajaran
Matematika.BSNP, Standar Kompetensi Lulusan 2006:147 Berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan Tingkat SDMI yang tercantum
dalam peraturan menteri pendidikan nasional No. 23 Tahun 2006 pada mata pelajaran matematika, diharapkan bahwa semua peserta didik mempunyai standar
kompetensi, yaitu: 1 memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari; 2 memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari; 3 memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Memperhatikan hal tersebut, maka
diperlukan suatu pembelajaran yang berkualitas untuk dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah. Menurut Depdiknas 2004:9 pembelajaran
yang berkualitas mempunyai beberapa indikator, yaitu: 1 perilaku guru dalam pembelajaran; 2 perilaku dan dampak belajar siswa; 3 iklim pembelajaran; 4
materi pembelajaran; 5 kualitas media pembelajaran; 6 dan sistem pembelajaran.
Praktik di lapangan, menunjukkan masih banyak permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Menurut temuan Depdiknas dalam Trianto, 2007:66
diketahui bahwa terdapat permasalahan dalam pembelajaran matematika, yaitu: siswa hanya menghafalkan konsep yang diajarkan guru; siswa kurang mampu
menggunakan konsep yang dipelajari jika menemui masalah dalam kehidupan
nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki; dan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Penumpukan informasikonsep pada
subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui
satu arah seperti menuang air ke dalam gelas Rampengan dalam Trianto, 2007:65, Selain itu, berdasarkan penelitian Wijayanti 2011: 2 menyatakan
sebagian besar siswa masih belum bisa untuk bekerjasama dalam pelajaran matematika. Kebanyakan siswa merasa bosan, dan mereka menganggap
matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk dimengerti. Hasil penelitian Wijayanti 2011 : 2 menunjukkan bahwa pemahaman siswa terhadap konsep
matematika masih sangat rendah, ini terbukti dari hasil nilai rata-rata yang dicapai siswa yaitu 62, padahal Kriteria Ketuntasan Minimal KKM untuk mata pelajaran
matematika adalah 65 dan ketuntasan belajar klasikal yang dicapai 45 tetapi yang diharapkan ketuntasan belajar klasikal minimal yaitu 80 . Hal itu
dikarenakan guru hanya menggunakan model pembelajaran konvensional, yaitu metode ceramah, padahal metode ceramah memiliki kekurangan diantaranya
dapat menimbulkan kejenuhan siswa, dan konsep yang diajarkan tidak bertahan lama Wijayanti 2011: 2.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti di kelas IVA SDN Bendan Ngisor ditemukan bahwa kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru
dengan cara memberikan metode penugasan kepada siswa, guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk
mengemukakan ide dan mengkonstruksi sendiri jawaban soal latihan yang
diberikan oleh guru. Kondisi belajar juga berlangsung sangat tegang, selain itu penggunaan media pembelajaran dan alat peraga juga masih jarang digunakan.
Hal tersebut nampak pada saat kegiatan belajar matematika dengan materi masalah keliling dan luas jajargenjang. Siswa diberikan soal menghitung rata-rata
padi yang dihasilkan setiap m² sawah kakek Marbun yang berbentuk jajargenjang. Hasil panen yang diperoleh kakek Marbun 54 kuintal padi dengan luas sawah 360
m² dan keliling 86 m. Setelah siswa selesai mengerjakan, guru langsung memberikan penyelesaian masalah kepada siswa, yaitu: Hasil panen padi sawah
Kakek Marbun 54 kuintal = 5.400 kg, luas sawah = 360 m
2
, Rata-rata hasil panen = 5.400 kg : 360 m
2
= 15 kg per m
2
. Jadi, rata-rata setiap m
2
sawah kakek Marbun menghasilkan15 kg padi. Berawal dari kegiatan pembelajaran yang kurang
berkualitas mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa kelas IVA pada mata pelajaran matematika. Hal ini ditunjukkan dari 57,7 15 dari 26 siswa masih
kurang memenuhi KKM sebesar 62 dengan nilai terendah 33 dan nilai tertinggi 93.
Memperhatikan permasalahan kurang variatifnya model pembelajaran yang digunakan, guru yang masih sangat dominan dalam pembelajaran, siswa yang
kurang diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri pemecahan masalah yang dihadapi, suasana belajar yang menegangkan, dan masih jarangnya
penggunaan media pembelajaran peneliti memandang perlu untuk memperbaiki kualitas pembelajaran matematika dengan menawarkan model pembelajaran
Student Teams Achievement Division STAD Berbantuan Komputer. Model ini
adalah pengembangan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang
menggunakan komputer dalam kegiatan pembelajarannya. Menurut Slavin 2005:5 alasan penggunaan pembelajaran kooperatif atau pembelajaran
berkelompok dalam praktik pendidikan yaitu untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa dan juga akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan
hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah
tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berfikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan
kemampuan dan pengetahuan mereka dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal-hal semacam itu.
STAD dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins. Ciri khas dari model ini adalah pembentukan kerja
kelompok kerja tim. Menurut Slavin dalam Rusman 2010:213 model STAD merupakan variasi pembelajaran yang paling banyak diteliti. Model ini juga
sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, bahasa inggris, teknik, dan subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar sampai
perguruan tinggi. Model pembelajaran STAD mempunyai beberapa keuntungan. Menurut Roestiyah 2011: 17 keuntungan tersebut, yaitu: 1 dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah; 2 dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah; 3 dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi;
4 dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu
dan kebutuhan belajarnya; 5 para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih aktif dalam berdikusi; 6 dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat orang lain.
Komputer pembelajaran digunakan pada penelitian ini sebagai sarana pembawa informasi dari sumber guru menuju penerima siswa. Komputer
pembelajaran merupakan aplikasi komputer yang digunakan dalam proses pembelajaran Daryanto 2011:49. Menurut Daryanto 2011:50 ada beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh jika menggunakan komputer, antara lain: 1 meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa; 2 menyajikan benda atau
peristiwa yang kompleks, rumit, dan berlangsung cepat atau lambat, seperti sistem tubuh manusia, bekerjanya suatu mesin, beredarnya suatu planet, dan sebagainya;
3 memperkecil benda yang sangat besar yang tidak mungkin dihadirkan ke sekolah, seperti gajah, rumah, gunung, dan sebagainya; 4 menyajikan benda atau
peristiwa yang jauh, seperti bulan, bintang, salju, dan sebagainya; 5 menyajikan benda atau peristiwa yang berbahaya, seperti gunung berapi, binatang buas, dan
sebagainya; dan 6 memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata, seperti kuman, bakteri, elektron, dan sebagainya. Dari uraian di atas maka
peneliti mengembangkan STAD Berbantuan Komputer, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1 persiapan meliputi; a pengkondisian kelas dan apersepsi; b
pembentukan kelompok; dan c penyampaian tujuan pembelajaran dan motivasi, 2 pengenalan dan penyajian materi guru menyajikan materi menggunakan
komputer; 3 kegiatan kerja kelompok siswa secara berkelompok mengerjakan
lembar kegiatan diberikan melalui komputer; 4 mempresentasikan hasil kerja kelompok; 5 mengerjakan tes individual soal dapat diberikan secara tuliscetak
maupun menggunakan komputer; 6 pemeriksaan hasil tes; dan 7 penghargaan kelompok.
Berdasarkan uraian latar belakang, maka peneliti akan mengkaji permasalahan di atas melalui penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan
Kualitas Pembelajaran Matematika Melalui Student Teams Achievement Division STAD
Berbantuan Komputer pada Siswa Kelas IVA SDN Bendan Ngisor.
1.2. RUMUSAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH