1. Kopi Arabika Coffea arabica
Beberapa sifat penting kopi arabika : a.
Daerah yang ketinggiannya antara 700-1700 m dpl dan suhu 16-20 ºC b.
Daerah yang iklimnya kering atau bulan kering 3 bulantahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman
c. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di
dataran rendah atau kurang dari 500 dpl d.
Rata-rata produksi sedang 450-500 kg kopi berashatahun, tetapi mempunyai harga dan kualitas yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya.
Bila dikelola secara intensif produksinya bisa mencapai 1.5-2 tonhatahun. Rendemen + 18
e. Umumnya berbuah sekali dalam setahun.
Beberapa varietas kopi yang termasuk kopi arabika dan banyak diusahakan di Indonesia antara lain : Abesinia, Pasumah, Marago Type dan Congensis. Masing-
masing varietas tersebut mempunyai sifat agak berbeda dengan yang lainnya.
2. Kopi Robusta Coffea robusta
Beberapa sifat penting kopi robusta : a.
Resisten terhadap penyakit HV b.
Tumbuh pada ketinggian 400-700 m dpl, tetapi masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl, dengan temperatur 21-24°C
c. Daerah yang bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut, dengan 3-4 kali
hujan kiriman d.
Produksi lebih tinggi daripada kopi arabika dan liberika rata-rata + 0.9- 1.3 ton kopi berashatahun. Dan bila dikelola secara intensif bisa
berproduksi 2 tonhatahun. e.
Kualitas buah lebih rendah daripada kopi arabika, tetapi lebih tinggi daripada kopi liberika.
f. Rendemen + 22.
Beberapa varietas yang termasuk kopi robusta antara lain Quillou, Uganda, dan Chanephora Lablink, 2001.
Indonesia tergolong produsen kopi robusta terbesar, dengan produksi sekitar 6.8 juta karung atau sekitar 400 000 ton setahun. Produksi yang demikian
besar ini menjadikan Indonesia sebagai negara produsen utama kopi robusta, diikuti Ivory Coast 4.0 juta karung atau sekitar 250 000 tontahun, Uganda 2.5
juta karung atau sekitar 150 000 ton setahun, Kamerun, Madagaskar, Zaire yang rata-rata menghasilkan 70-100 ribu ton setahun dan beberapa negara lainnya
Siswoputranto, 1993.
B. ANATOMI BUAH KOPI
Gambar 2.1. Penampang melintang buah kopi Mutua, 2000. Bagian–bagian penting yang membentuk buah kopi adalah kulit buah,
daging buah, kulit tanduk, kulit ari, biji, dan tangkai. Kulit buah terdiri satu lapisan yang tipis berwarna hijau tua saat masih muda, kuning saat setengah
masak dan merah saat masak penuh fully ripe. Warna tersebut akan berubah menjadi kehitam-hitaman setelah melewati masak penuh over ripe. Daging buah
kopi masak mengandung lendir dan senyawa gula yang rasanya manis. Lapisan lendir pada buah muda sangat sedikit, bertambah sampai buah masak penuh dan
berkurang setelah buah lewat masak Yusianto Mulato, 2003. Buah kopi umumnya terdiri atas sepanjang biji yang saling melekat. Biji
kopi tertutup oleh kulit tanduk yang keras dan kulit ari yang tipis menempel langsung di permukaan biji kopi. Biji kopi merupakan produk akhir dari proses
pengolahan kopi dengan komposisi kimia seperti pada Tabel 2.1. Kaffein mempunyai sifat sebagai perangsang syaraf dan merupakan
senyawa yang sangat penting dalam bidang farmasi dan kedokteran, sedang kaffeol merupakan komponen penambah citarasa dan aroma Mulato et al., 2006.
Tabel 2.1. Komposisi kimia biji kopi kering Mulato et al., 2006 Komponen Persentase
Air 11-12 Kaffein 1-2
Lemak 12-13 Gula 8-9
Selulosa 18-19 Senyawa yang mengandung N
12-13 Senyawa tanpa mengandung N
33-34 Abu 3-4
C. PROSES PRODUKSI KOPI BUBUK
Diagram alir proses produksi kopi bubuk ditampilkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Tahapan proses produksi kopi bubuk Mulato et al., 2006. Biji kopi beras hasil sortasi menurut kelompok mutu dapat dicuci.
Pencucian dimaksudkan untuk membersihkan biji kopi beras dari kontaminan yang menyebabkan cacat rasa seperti jamur, benda asing, serangga dan biji hitam
Panen buah masak
Biji kopi beras
Panen buah masak
Penyangraian
Panen buah masak
Pendinginan
Panen buah masak Panen buah masak
Pencampuran
Panen buah masak
Penghalusan
Panen buah masak
Pengemasan
Panen buah masak Panen buah masak
Pengepakan
Panen buah masak
Pemasaran
atau biji kopong hampa. Aliran air bersih akan mengapungkan kontaminan yang ringan mengapung dan membersihkan jamur yang menempel di permukaan. Biji
kopi yang terendam menunjukkan biji bernas karena densitasnya lebih besar dari pada air. Warna biji yang demikian terlihat cerah dan bersih. Bau asing juga akan
hilang terikut atau tercuci oleh air yang mengalir lewat lobang-lobang di dasar bak pencuci. Biji kopi yang sudah bersih dikeringkan dengan cara penjemuran jika
cuaca baik atau dengan pengering mekanis sampai kadar air akhir biji kopi mencapai 12-13 Martadinata et al., 2001.
Kegiatan selanjutnya yaitu penyangraian dan pembubukan. Kopi bubuk dikemas dalam tiga jenis kemasan yang berbeda sesuai dengan golongan mutunya,
yaitu golongan mutu I, II, atau III. Golongan mutu I menggunakan kemasan aluminium foil dengan kapasitas kemasan 250 gram. Selain mempunyai
penampilan yang bagus, daya simpan bubuk kopi di dalam kemasan aluminium mampu bertahan sampai 1 tahun tanpa mengalami perubahan mutu. Dengan
demikian, nilai ini dipakai dipakai sebagai batas kadaluwarsa. Sedangkan masa kadaluwarsa kemasan plastik hanya 6 bulan. Dengan demikian, berat bubuk kopi
dalam kemasan plastik dipilih 50 gram dan 100 gram agar cepat habis sebelum masa kadaluwarsa berakhir. Penurunan aroma bubuk kopi umumnya disebabkan
oleh oksidasi udara atau penguapan senyawa-senyawa aromatik yang mudah terbang Martadinata et al., 2001.
Pengemasan bubuk kopi pada penelitian ini dilakukan secara manual dengan hand press atau hand sealer. Pemberian label tanggal kadaluwarsa
dilakukan setelah seluruh tahapan proses pengemasan selesai. Hasil pengamatan terhadap produk yang rusak menunjukkan bahwa sebanyak 1.80-2.0 kemasan
ditarik ulang dari pasaran konsumen karena bocor dan label rusak Martadinata et al.
, 2001. D.
PENYANGRAIAN
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian Mulato et al.
, 2006. Penyangraian biji kopi merupakan proses yang penting dalam industri perkopian dan amat menentukan mutu minuman kopi yang diperolehnya. Proses
ini mengubah biji-biji kopi mentah yang tidak enak menjadi bahan minuman dengan aroma dan citarasa lezat. Proses penyangraiannya dapat menggunakan
tekanan atmosfer dengan udara panas, dengan hembusan gas atau melalui kontak dengan bahan metal panas Siswoputranto, 1993.
Penyangraian diselaraskan dengan permintaan dan kegemaran konsumen yang sebagian menyenangi light roast sangraian ringan, medium roast
sangraian sedang, atau dark roast sangraian gelap. Cara sangrai yang berlainan ini selain berpengaruh pada citarasa, juga turut menentukan warna bubuk kopi
yang dihasilkan. Derajat pana amat menentukan Siswoputranto, 1993. Teknologi penyangraian harus disesuaikan dengan jenis biji kopi:
Arabika atau Robusta, dibedakan dari daerah asalnya dan diatur menurut ukuran biji kopi. Keadaan ini mengharuskan pabrik-pabrik kopi untuk memperoleh biji-
biji kopi yang seragam mutu dan seragam ukuran biji kopinya. Tidak tercampurkan macam-macam jenis kopi, tidak beragam ukuran biji kopinya, tidak
tercampur biji-biji pecah ataupun biji-biji kecil. Tidak tercampur kotoran dan benda-benda asing yang bisa merusak citarasa minuman kopinya Siswoputranto,
1993. Selama proses penyangraian, ada tiga tahapan reaksi fisik dan kimiawi
berjalan secara berurutan, yaitu Sivetz Desrosier, 1979 : a.
penguapan air dari dalam biji. b.
penguapan senyawa volatil senyawa yang mudah menguap antara lain aldehid, furfural, keton, alkohol, dan ester.
c. pirolisis atau pencoklatan biji.
Selain keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan citarasa, kesempurnaan reaksi sangrai dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu panas dan
waktu Sivetz Desrosier, 1979. Pada tahap awal proses, energi panas yang tersedia di dalam ruang sangrai digunakan untuk menguapkan air. Kadar air biji
kopi yang semula 12 turun cepat menjadi 4 pada saat pemanasan berlangsung 14 menit. Setelah itu, penurunan kadar air berlangsung relatif lambat dan
mencapai 2.8 pada selang waktu pemanasan 22 menit Mulato, 2002. Bersamaan dengan penguapan air, beberapa senyawa volatil yang
terkandung di dalam biji kopi ikut teruapkan. Peristiwa ini ditandai dengan penurunan kecepatan curah sebagai akibat dari perubahan fisik biji kopi seperti
pengembangan volume swelling dan pembentukan pori-pori. Di dalam jaringan
sel sehingga berat biji kopi per satuan volume menjadi lebih kecil Sivetz Desrosier, 1979.
Pada awalnya, biji kopi beras dengan kadar air 12 mempunyai kerapatan curah 615 kgm
3
. Setelah biji kopi disangrai selama 8 menit, kerapatan curahnya berkurang menjadi 506 kgm
3
. Pada penyangraian selanjutnya, kerapatan curah biji kopi turun secara tajam menjadi 317 kgm
3
pada penyangraian menit ke-22. Fenomena ini berlainan dengan profil penurunan kadar
air yang cenderung mendekati nilai kadar air kesetimbangan dengan kelembaban udara pada suhu ruang sangrai, sehingga molekul air sulit diuapkan dari dalam biji
kopi Mulato, 2002. Secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang
semula kehijauan menjadi berbagai kecoklatan. Tingkat warna coklat biji kopi sangrai sangat tegantung pada suhu dan waktu penyangraian dan dipakai sebagai
salah satu tolok ukur tingkat penyangraian. Jika tingkat kecerahan dipakai sebagai ukuran untuk membedakan ketiga warna biji kopi sangrai tersebut, maka
diperoleh nilai Lovibond biji kopi beras berkisar antara 60-65. Setelah mengalami penyangraian ringan light, sebagian 34-35.
Penelitian menggunakan alat sangrai tipe silinder berputar dengan operasi batch dan pemanasan langsung menunjukkan bahwa tingkat sangrai ringan dicapai
pada kisaran suhu sangrai antara 185-190ºC dengan waktu sangrai 15 menit, tingkat sangrai medium dicapai pada suhu 205ºC dengan waktu 22 menit dan
tingkat sangrai gelap diperoleh setelah 27 menit pada suhu mendekati 220ºC. Waktu sangrai ditentukan setelah suhu ruang sangrai mencapai mencapai 150ºC
saat dimana biji kopi sebanyak 15 kg dimasukkan ke dalam silinder sangrai. Suhu tersebut dipilih pada saat sumber panas memberikan kondisi suhu operasi yang
stabil. Tidak semua roaster mengandalkan otomatisasi, komputer, atau
mencocokkan warna biji dengan color chart, tapi lebih mengandalkan ketrampilan, pengalaman, pengetahuan dan kemampuan deteksi terhadap bau,
citarasa, bentukwarna untuk menemukan penyangraian terbaiknya Big Valley Coffee Company, 2004 dalam Yusianto, 2003.
E. PEMBUBUKAN
Proses pembubukan biji kopi setelah disangrai merupakan tahap penting dalam industri kopi. Penampilan yang menarik bubuk kopi akan meningkatkan
pula permintaan akan berbagai jenis kopi di pasaran. Dikenal hasil pembubukan biji kopi yang dibedakan menjadi: coarse bubuk kasar, medium bubuk sedang,
fine bubuk halus, dan very fine bubuk amat halus Siswoputranto, 1993.
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus grinder sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi bubuk
mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehinggga senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air panas. Mesin penghalus
biji kopi sangrai yang umum digunakan oleh industri kopi bubuk adalah tipe burr- mill
Mulato et al., 2006. Burr-mill
terdiri atas dua buah piringan terbuat dari lempengan batu atau baja, yang satu berputar rotor dan yang lainnya diam stator. Mekanisme
penghalusan terjadi dengan adanya gaya gesek antara permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Proses gesekan yang
sangat intensif akan menyebabkan panas di mesin dan akan berpengaruh pada mutu kopi bubuk kehilangan aroma. Oleh karena, mesin penghalus sebaiknya
dioperasikan secara terputus. Jika suhu bubuk kopi sudah panas, maka mesin dihentikan dan dibuka tutupnya untuk mendinginkan bagian dalam komponen
penggilingnya dan kemudian mesin dapat dioperasikan kembali Mulato et al., 2006.
Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan oleh ukuran ayakan yang dipasang pada bagian dalam mesin pembubuk. Makin halus ukuran ayakan di
dalam silinder pembubuk, ukuran partikel bubuk kopinya makin halus. Jika lubang ayakan digunakan ukuran 80 mesh, maka akan diperoleh distribusi ukuran
partikel bubuk 24 bubuk kopi tertahan di ayakan 140 mesh dan 79 sisanya tertahan di ayakan 200 mesh. Dengan demikian ukuran partikel bubuk kopi yang
dihasilkan oleh mesin pembubuk tipe burr-mill berkisar antara 0.06 dan 0.075 mm Mulato et al., 2006.
Martadinata et al.2001 melaporkan biji kopi tersangrai yang dimasukkan ke dalam mesin pembubuk tipe atrisi kapasitas 60 kg per jam,
sebagian besar 79.12 bubuk kopi akan mempunyai ukuran antara 0.074- 0.09mm. Ukuran ayakan 200 mesh. Gaya pukul impact dan geser shear dari
rotor mesin pembubuk telah mengubah bentuk fisik biji kopi yang semula oval menjadi butiran kopi yang sangat halus Widyotomo Mulato, 2000.
Pada dasarnya semain halus bubuk kopi, semakin cepat diperoleh hasil seduhan kopinya. Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan pula dengan
dengan cara penyeduhan kopi yang digemari masyarakat. Di pabrik-pabrik dipergunakan alat-alat pembubuk kopi yang bekerja secara masinal dan dengan
kapasitas-kapasitas besar. Pabrik-pabrik ini menghasilkan blends dari campuran- campuran biji-biji kopi dari berbagai negara, juga dari berbagai cara
penyangraiannya, untuk menghasilkan citarasa-citarasa khas yang digemari konsumen Siswoputranto, 1993.
Beberapa jenis alat pembubuk yang dikenal antara lain Sivetz Desrosier, 1979:
1. Mortar and Pestle Penumbuk dan lumpang