Pendidikan Karakter KONSEP BERKARYA

2.3.2 Cute imut Karakter Chibi selalu membawa kesan imut. Tidak perduli segarang atau sejahat apapun karakter yang ada. Ketika karakter tersebut di Chibi-kan maka hasilnya akan menjadi imut cute. 2.3.3 Simple sederhana Ciri ketiga adalah kesederhaan. Umumnya, karakter Chibi mengutamakan bentuk yang sederhana, seperti bentuk tangan hanya dengan dua atau tiga jari saja bahkan tanpa jari serta penyederhanan pola pada aksesori yang digunakan oleh karakter chibi.

2.4 Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter secara tiba-tiba menjadi wacana hangat di dunia pendidikan Indonesia. Koesoema dalam Q-Annes dan Hambali 2008, menyatakan bahwa : Orang yang memiliki karakter kuat adalah mereka yang tidak mau dikuasai oleh sekumpulan realitas yang telah ada begitu saja dari sono-nya. Sementara, orang yang memiliki karakter lemah adalah orang yang tunduk pada sekumpulan kondisi yang telah diberikan kepadanya tanpa dapat menguasainya. Menurut Q-Annes dan Hambali 2008, karakter berasal dari bahasa Yunani, Karasso yang berarti cetak biru, format dasar, atau bisa juga dimaknai sebagai sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusiawi; karakter watak dapat juga dirujuk pada konsep to mark menandai, yaitu menandai tindakan atau tingkah laku seseorang. Seseorang dapat dikatakan berkarakter apabila tindakan atau tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Dalam Suyanto 2011, karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang dibuat. Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebaginya Thomas Lickona dalam Q-Annes dan Hambali. Secara historis pendidikan karakter merupakan misi utama yang dibawa para nabi, Rasulullah Muhammad diutus untuk menyempurnakan karakter akhlak manusia. Manifesto Rassulullah ini mengindikasikan bahwa pembentukan karakter adalah pondasi utama bagi tumbuhnya cara beragama dan menciptakan peradaban. Hal ini juga menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki karakter tertentu, namun perlu disempurnakan kualitas karakter tersebut. Koesoema dalam Q-Annes dan Hambali: 2008, menjabarkan lima metode dan penerapan pendidikan karakter, meliputi: 1 mengajarkan karakter, 2 memberikan keteladanan, 3 menentukan prioritas, 4 praksisi prioritas dan 5 refleksi. Dalam mengajarkan karakter berarti memberi pemahaman pada anak tentang struktur nilai tertentu dan keutamaannya apabila dilaksanakan atau maslahatnya apabila tidak dilaksanakan. Memberikan keteladanan pada anak menempati posisi yang sangat penting, karena manusia lebih banyak belajar dari apa yang merekan lihat, termasuk seorang anak. Menentukan prioritas yang jelas harus ditentukan agar proses evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan karakter akan menjadi jelas. Tanpa prioritas yang jelas, pendidikan karakter tidak dapat terfokus dan tidak bisa dinilai atau tidaknya. Selain itu, bukti dapat dilaksanakan prioritas tersebut sangatlah penting. Praksisi prioritas adalah bukti dilaksanakannya prioritas karakter tersebut. Hal terakhir yang tidak kalah penting adalah proses refleksi. Refleksi adalah peroses bercermin, memaut-mautkan diri dan peristiwakonsep yang telah dialami sebelumnya. Refleksi adalah proses pencarian arti untuk pengalaman pembelajaran. Refleksi merupakan suatu proses 1 untuk mengedepankan perolehan makna dalam pengalaman manusiawi dengan pemahaman lebih baik mengenai kebenaran yang telah dipelajari, 2 untuk mengerti akan sumber perasaan dan reaksi yang dialami seseorang melalui apa yang dipelajari, 3 untuk memperdalam pemahaman tentang implikasinya baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain, 4 untuk mendapat pengertian personal akan kejadian-kejadian dan ide-ide yang ada. Apakah tindakan yang dilakukan sebelumnya itu benar? Apakah karakter seperti itu baik bagi saya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut haruslah ada dalam proses refleksi. Pertanyaan-pertanyaan ini berfungsi sebagai pertanyaan yang ditanyakan pada diri sendiri yang merupakan pertanyaan-pertanyaan pada hati nurani. Implementasi pendidikan karakter dengan karakter tokoh Gatotkaca dalam komik dapat dilakukan dengan mengajarkan karakter Gatotkaca dengan sifat-sifat positifnya, memberikan keteladanan melalui sosok Gatotkaca yang memiliki banyak sifat positif dan keteladanan dari kisah hidupnya, menentukan prioritas sifat dalam karakter Gatotkaca yang ingin ditekankan untuk diajarkan pada anak dan benar-benar melaksanakan prioritas tersebut, serta proses refleksi karena dalam perjalanan hidupnya tokoh Gatotkaca juga memiliki sisi gelap kesalahankekhilafan yang dapat dijadikan pelajaran dan tidak perlu ditiru.

2.5 Teknik dan Prinsip Berkarya Ilustrasi Buku Komik