49
BAB 5 PEMBAHASAN
Penyakit periodontal adalah jangkitan bakteri kronik yang melibatkan gingiva dan tulang yang menyokong gigi.
35
Penyakit periodontal dibagi kedalam dua kelompok yaitu gingivitis dan periodontitis.
36
Penyakit periodontal disebabkan oleh bakteri didalam plak selaput yang menempel pada gigi dan tidak berwarna.
35
Secara umum perbedaan periodontitis dan gingivitis adalah adanya kehilangan perlekatan
jaringan ikat ke gigi pada keadaan gingiva yang terinflamasi, terjadi kehilangan ligament periodontal, terganggunya perlekatan ke sementum dan resorpsi tulang.
36
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Selayang di enam kelurahan, yaitu Kelurahan Asam Kumbang, Kelurhan Tanjung
Sari, Kelurahan Beringin, Kelurahan Padang Bulan Selayang I, Kelurahan Padang Bulang Selayang II. Untuk memperoleh identitas dan riwayat medis responden
dilakukan dengan teknik wawacara dan pengisian kuesioner. Seleksi sampel juga dilakukan berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi.. Setelah dilakukan penyeleksian
sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, dilakukan pemeriksaan rongga mulut untuk mendapatkan status periodontal. Pemeriksaan status periodontal ini
dilakukan pada enam gigi yaitu gigi 11, 16, 26, 31, 36, dan 46 setelah itu akan dilakukan seleksi berasarkan penilaian status periodontal responden sehingga dapat
dilakukan rontgen foto panoramik untuk mengukur besarnya penurunan tulang alvelolar.
Prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang cukup tinggi yaitu 86,1 dari 137 orang sampel menderita penyakit
periodontal tabel 5 bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Albert dkk di Kecamatan Medan Belawan, yaitu dari total 125 sampel diperoleh 90,4 yang
menderita penyakit periodontal. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 137 orang yang terbagi atas pria
sebesar 30 orang 21,9 dan wanita 107 orang 78,1 Tabel 7. Dari penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
50
didapati prevalensi penyakit periodontal destruktif sebesar 58,4 dan destruktif tahap akhir sebesar 27,7 pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang
tabel 5. Pada status periodontal penyakit periodontal destruktif dan penyakit
periodontal destruktif tahap akhir ini sudah terjadi kerusakan tulang yang permanen pada jaringan periodontal, termasuk kerusakan jaringan ikat gingiva, ligamen
periodontal, dan tulang alveolar dan penyakit ini tergolong kedalam penyakit periodontal yang irreversible. Responden yang memasuki tahap ini akan dilakukan
rontgen foto panoramik untuk melihat besarnya kehilangan tulang alveolar. Dari hasil radiografi yang dilakukan, responden mengalami kehilangan tulang yang parah pada
regio posterior rahang kanan atas, yaitu 28,6 mengalami kehilangan tulang 3-4 mm dan 71,4 lebih dari 4mm Tabel 10.
Pada penelitian ini diperoleh adanya hubungan antara penyakit periodontal dengan usia, dimana dengan meningkatnya usia resiko terhadap penyakit periodontal
juga semangkin besar yaitu 42,9 pada responden yang berusia 61-70 tahun, diikuti dengan 51-60 tahun 37, 41-50 tahun 18,2 dan menurun pada responden yang
berusia 30-40 tahun sebesar 11,8 Tabel 9. Hal ini juga telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Fehrenbach MJ tahun 2002 menyatakan lebih dari
setengah orang dewasa di Amerika mengalami penyakit gingivitis yang merupakan tahap awal dari penyakit periodontal dan semankin parah pada usia 70 tahun dimana,
86 dari masyarakat berusia 70 tahun tersebut mengalami peridontitis sedang dan periodontitis berat
9
dan juga penelitian yang dilakukan oleh National Survey of Oral Health
tahun 2004 pada orang Australia dewasa dimana, prevalensi panyakit periodontitis pada usia 18-24 tahun sebesar 2,8 dan meningkat pada usia 75 tahun
sebesar 60,8.
10
Perubahan yang terjadi pada jaringan periodontal dikaitkan dengan bertambahnya usia yaitu, pada gingiva bisa terjadi hilangnya keratinisasi, hilangnya
stippling , gingiva cekat bertambah lebar, seluler jaringan ikat berkurang,
berkurangnya konsumsi oksigen dan aktivitas metabolisme. Pada ligamen periodontal terjadi perubahan berupa bertambahnya jumlah serabut elastik, berkurangnya
Universitas Sumatera Utara
51
vaskularisasi dan terdapat aktivitas mitotik. Pada sementum, akan terjadi penambahan sementum hingga beberapa kali lipat. Sedangkan, perubahan pada tulang alveolar
akibat proses penuaan dapat berupa osteoporosis, berkurangnya vaskularisasi, berkurangnya aktivitas metabolisme dan kemampuan penyembuhan resorpsi tulang
bisa meningkat atau berkurang begitu pula kepadatan tulang bisa meningkat atau berkurang tergantung dari lokasinya.
30
Perubahan jaringan periodontal tersebut yang diduga kuat menambah kerentanan terjadinya penyakit periodontal pada orang yang berusia lanjut, walaupun
belum jelas apakah perubahan pada jaringan periodontal ini disebabkan oleh efek kumulatif dari penyakit periodontal selama bertahun-tahun atau karena menunrunya
pertahanan tubuh terhadap penuaan.
32
Hasil penelitian mengenai hubungan antara penyakit periodontal dan jenis kelamin dimana 21,5 wanita mengalami penyakit periodontal kaitannya dengan
resorpsi tulang alveolar dan 16,7 pria mengalami penyakit periodontal kaitanya dengan resorpsi tualng alveolar Tabel12. Banyak penelitian yang menyatakan
bahwa pria lebih berisko dari pada wanita seperti penelitian yang dilakukan oleh Ababneh KT dkk tahun 2012 di Jordania pada 595 pasien yang datang ke pusat
kesehatan, rumah sakit gigi pendidikan dan dua praktek dokter gigi pribadi bagian utara Jordania yang terdiri dari 236 pria dan 359 wanita, dihasilkan bahwa 90,3 pria
mengalami penyakit periodontal sedangkan wanita hanya 79,4., dengan rasio perbandingan L:P= 1,6:1
11
Ali Abbas pada tahun 2012 di Bhagdad, Irak juga mendapatkan hasil yang sama pada 115 responden dimana responden pria sebesar
641 orang dan wanita 474 orang, penelitian ini dilakukan pada rentang usia 23-67 tahun. Hasilnya adalah terdapat hubungan yang signifikan antara responden pria
14,4 dan wanita 7 sehingga dapat disimpulkan bahwa pria memiliki potensi dua kali lebih besar terkena penyakit periodontal di bandingkan dengan wanita.
37
penelitian yang dilakukan oleh Meisel P dkk pada tahun 2002, laki-laki berada pada resiko yang lebih tinggi pada penyakit periodontal dan menjelaskan bahwa hal
ini disebabkan oleh adanya enzim Myeloperoxidase MPO yang lebih tinggi pada wanita dari pada pria. Enzim Myeloperoxidase MPO adalah suatu enzim yang
Universitas Sumatera Utara
52
pengeluarannya dipengaruhi estrogen dan berada didalam leukosit polimorfonuklear. Enzim ini dapat merangsang pembentukan suatu asam yang mencegah bakteri
infeksi.
8
Perbedaan hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian lain disebabkan keterbatasan jumlah responden pria yang diperiksa secara radiografi. Jumlah
responden pria lebih sedikit daripada jumlah responden wanita selain itu disebabkan juga oleh faktor-faktor lain yang menjadi varibel penggangu dan tidak dapat
dikendalikan seperti pengaruh hormon terhdap wanita, kebiasaan dan gaya hidup. Pada kenyataannya oral hygine pria lebih rendah daripda wanita terkait keberadaan
plak dan kalkulus. Dimana hal ini disebabkan oleh laki-laki mempunyai kebiasaan merokok, minum minuman alkohol dan kurang menjaga oral hygine. Faktor jenis
kelamin masih meragukan keberadaannya dimana ada penelitian yang menyebutkan bahwa kondisi periodontal wanita lebih baik dari laki-laki dan sebaliknya. Perbedaan
jenis kelamin dalam prevalensi dan keparahan penyakit periodontal lebih menunjukan hubungan kebiasaan menjaga oral hygine dan kebiasaan pencegahan daripada faktor
genetik lain.
30
Penelitian yang dilakukan oleh Mascarenhas P dkk tahun 2003 juga menyatakan bahwa hormon estrogen dan progesteron berperan penting terhadap
perubahan psikologis pada wanita di fase-fase yang spesifik didalam kehidupan mereka, hal ini dimulai sejak masa pubertas. Dimana hormon estrogen dan
progesteron ini mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan anabolisme protein, kedua hormon ini juga diketahui memiliki aktifitas biologis yang signifikan
terhadap perubahan sistem organ yang berbeda-beda termasuk rongga mulut. Secara klinis pasien dengan keadaan plak periodontal yang banyak tetapi memiliki kadar
estrogen yang cukup hal ini dapat menurunkan resiko pasien terhadap inflamsi gingiva namun ha ini berbeda dengan pasien yang memiliki kadar estrogen yang
kurang maka resiko akan inflamasi gingiva meningkat. Hal ini menunjukan bahawa mediator inflamsi dapat di pengaruhi oleh jumlah hormon estrogen dan progesteron.
38
Hasil penelitian ini menunjukan persentase kehilangan tulang pada non- perokok lebih besar sekitar 20,5 bila dibandingkan dengan responden yang
merokok sebesar 20 Tabel 11. Hal ini bisa dikarenakan oleh jumlah responden
Universitas Sumatera Utara
53
yang merokok lebih sedikit dari yang tidak merokok dan juga bisa dikarenakan pemeliharaan oral hygine yang lebih baik dari responden yang merokok dibandingkan
dengan yang tidak merokok. Penelitian dari Macedo TCN dkk tahun 2006 di Brazil, masyarakat Bahia, Brazil, prevalensi masyarakat yang memiliki penyakit
periodontitis pada sampel yang mempunyai kebiasaan merokok lebih tinggi dua kali lipat daripada sampel yang tidak merokok yaitu sebesar 17,8 pada sampel yang
tidak merokok dan 38,9 pada sampel yang merokok. Dari penelitian tersebut juga didapati prevalensi panyakit peridontitis pada sampel yang jarang menyikat gigi lebih
tinggi 1,79 kali dari sampel yang menyikat gigi dengan baik dan 40 pada sampel yang jarang menyikat giginya.
5
Pinborg 1947 merupakan orang pertama yang mengemukakan adanya hubungan antara penyakit periodontal dengan kebiasaan merokok.
16
Ada bukti yang kuat bahwa merokok dapat mempengaruhi respon host bawaan dan kekebalan.
Ditemukan bahwa penurunan inflamasi dan cairan sulkus gingival pada perokok dan bukan perokok bahwa merokok dapat merusak aliran darah pada gingiva.
29
Merokok tidak hanya menimbulkan efek secara sistemik, tetapi dapat memberikan pengaruh langsung terhadap jaringan periodontal. Perokok mempunyai
peluang lebih besar menderita penyakit periodontal seperti kehilangan tulang alveolar, peningkatan kedalaman saku gigi serta kehilangan gigi, dibandingkan
dengan yang bukan perokok.
33
Munculnya berbagai kondisi patologis sistemik maupun lokal dalam rongga mulut, disebabkan karena terjadinya penurunan fungsi molekul, termasuk saliva.
Kerusakan komponen antioksidan saliva, diikuti dengan penurunan fungsinya, ditemukan pada beberapa kelainan di rongga mulut.
33
Tar, nikotin, dan gas karbonmonoksida merupakan tiga macam bahan kimia yang paling berbahaya dalam asap rokok. Tar adalah kumpulan dari beribu – ribu
bahan kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran
nafas, dan paru – paru. Komponen tar mengandung radikal bebas, yang berhubungan dengan risiko timbulnya kanker.
33
Universitas Sumatera Utara
54
Nikotin merupakan bahan yang bersifat toksik dan dapat menimbulkan ketergantungan psikis. Nikotin merupakan alkaloid alam yang bersifat toksis,
berbentuk cairan, tidak berwarna, dan mudah menguap. Zat ini dapat berubah warna menjadi coklat dan berbau seperti tembakau jika bersentuhan dengan udara. Nikotin
berperan dalam menghambat perlekatan dan pertumbuhan sel fibroblast ligamen periodontal, menurunkan isi protein fibroblast, serta dapat merusak sel membran.
33
Gas karbonmonoksida dalam rokok dapat meningkatkan tekanan darah yang akan berpengaruh pada system pertukaran haemoglobin. Karbonmonoksida memiliki
afinitas dengan haemoglobin sekitar dua ratus kali lebih kuat dibandingkan afinitas oksigen terhadap haemoglobin.
33
Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap, bahkan berhubungan dengan
dalamnya hisapan rokok yang dilakukan.
33
Universitas Sumatera Utara
55
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN