Tujuan Penelitian Defenisi Konsep

1. Bagaimanakah pemberdayaan perempuan pesisir pantai di dalam pembangunan Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai? 2. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pemberdayaan perempuan pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pemberdayaan perempuan di pesisir pantai di dalam pembangunan Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. 2. Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor penghambat dalam pemberdayaan perempuan pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis memberi kontribusi keilmuan tentang teori memberdayakan perempuan di pesisir pantai di dalam pembangunan 2. Secara praktis sebagai masukan dan saran bagi masyarakat dan stakeholders untuk peningkatan kualitas pemberdayaan perempuan di daerah peisisr khususnya. Universitas Sumatera Utara 3. Memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Sumatera Utara.

1.5 .Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian. Setelah masalah penelitian dirumuskan maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.5.1.Konsep Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan dan memberdayakan merupakan terjemahan dari kata empowerment dan empower menurut Webster dan Oxford English Dictionary, kata empower mengandung pengertian pertama adalah to give power or authority to yang artinya sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain, sedangkan arti yang kedua adalah to give ability to or enable yaitu sebagai upaya memberikan kemampuan atau keberdayaan Pranarka dan Prijono, 1996 : 34. Konsep tentang pemberdayaan telah ditelaah dalam berbagai tinjauan. Pemberdayaan telah didefinisikan sebagai suatu proses Gutierrez, 1990, sebagai suatu intervensi Salomo, 1976, dan sebagai suatu keterampilan. Pemberdayaan Universitas Sumatera Utara juga telah dipandang sebagai suatu strategi khusus untuk memberdayakan perempuan Browne, 1995. Dalam teori feminismenya Rosemerie 1989 dalam Achmad 1994, ingin mengangkat harkat dan martabat perempuan sebagai manusia dengan tujuan akhir bagi perempuan untuk menjadi mandiri dengan cara menciptakan yang baru bagi keberadaan perempuan, menghapuskan yang tidak sesuai bagi perempuan, serta mereformasi yang tidak lurus bagi perempuan. Konsep pemberdayaan perempuan pada dasarnya merupakan paradigma baru pembangunan yang lebih dikenal dengan sifat-sifat people centered, participatori emproving sustainable Kartasasmita, 1996. Konsep ini dikembangkan dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari upaya apa yang antara lain oleh Friedman 1992, disebut alternative development yang menghendaki inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equality. Bila dibandingkan dengan laki-laki, kaum perempuan lebih banyak diharapkan pada jaringan-jaringan kekuasaan yang merangkap mereka pada citra baku yang justru menggelisahkan mereka Dzuhayatin, 1996. Konsep pemberdayaan sebagai paradigma sebenarnya juga telah dikaji oleh Moser 1993. Menurut dia bahwa inti strategi pemberdayaan sesungguhnya bukan bermaksud menciptakan perempuan yang lebih unggul daripada kaum pria. Pendekatan pemberdayaan ini kendati menyadari pentingnya meningkatkan kekuasaan perempuan, namun pendekatan ini lebih berupaya untuk mengidentifikasi kekuasaan bukan sekedar dalam kerangka dominasi yang satu Universitas Sumatera Utara terhadap yang lain, melainkan lebih dalam kerangka kapasitas perempuan untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal. Selanjutnya dalam rangka menganalisis konsep pemberdayaan tersebut, menurut Sukesi 1999 dapat dirujuk pada lima dimensi, yaitu : 1 Kesejahteraan 2 Akses atas sumberdaya 3 Kesadaran kritis 4 Partisipasi; dan 5 Kontrol. Menurut Widaningroem, dkk 1999. Strategi perempuan dalam mata rantai perdagangan hasil perikanan sebagai berikut : Perempuan mempunyai peranan pada sektor domestik dan publik. Akses perempuan untuk bekerja di luar rumah dan kontrol perempuan terhadap pendapatan keluarga menjadi kuat. Perempuan menjalankan peranan produksi dengan menempati beberapa posisinya dalam perdagangan adalah dengan membentuk kelompok usaha. Hal ini untuk meminimalkan persaingan diantara perempuan dan memperkuat modal dalam kelompok. Dalam rangka meningkatkan peran perempuan di pedesaan tersebut, diperlukan strategi dalam pemberdayaan peran perempuan sesuai kondisi sosial, ekonomi dan budaya setempat atau yang spesifik lokasi. Salah satu strategi akselerasi peran perempuan dalam rangka pemberdayaan perempuan adalah dengan memperhitungkan dan bekerja sama dengan kaum lelaki Kantor Negara Pemberdayaan Perempuan, 2009. Pada intinya peng-arus utama-an gender Gender Mainstreaming dilaksanakan dengan penekanan pada azas hubungan timbal balik, proporsionalitas, kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan Universitas Sumatera Utara laki-laki Vitayala, 2001. Melalui pendekatan semacam ini, maka persoalan ketidakadilan gender dan marginalisasi perempuan diharapkan secara sistematis dapat diminimalkan. Ketidakadilan gender dalam masyarakat pedesaan secara faktual sangat menonjol. Untuk pekerjaan yang sama misalnya di bidang pertanian, perempuan sering memperoleh upah yang lebih rendah dibandingkan upah yang diterima laki- laki. Selain itu laki-laki lebih mendominasi sektor publik, sedangkan perempuan hanya berada di sektor domestik yang secara ekonomis dianggap kurang strategis. Bahkan untuk berbagai pekerjaan yang secara tradisional merupakan pekerjaan perempuan, jika teknologi mekanis sudah masuk ke dalamnya dan secara ekonomis dianggap lebih menguntungkan, maka biasanya laki-laki akan mengambil peran tersebut atau menggantikan peran perempuan. Dengan demikian insentif ekonomi tampaknya memegang peranan penting dalam menentukan peran gender Harsoyo et al., 1999. Untuk itu keterampilan perempuan perlu ditingkatkan agar dapat bekerja dengan kualitas yang sebanding, bahkan lebih baik dengan yang dilakukan laki-laki. Erat kaitannya dengan keterampilan tersebut adalah kegiatan pengolahan ikan di desa pesisir pantai. Kegiatan pengolahan ikan pasca tangkap bertujuan untuk mempertahankan kualitas ikan agar dapat dikonsumsi dalam waktu lebih lama. Selain itu, pengolahan juga bertujuan untuk menghasilkan produk baru yang karakteristiknya jauh berbeda dari ikan segar. Jenis pengolahan ini ada yang sifatnya masih tradisional dan ada yang sudah lebih maju. Termasuk pengolahan tradisional, adalah pengeringan dengan sinar matahari, pengasinan, fermentasi dan Universitas Sumatera Utara pemindangan. Pada pengolahan yang sifatnya lebih maju telah memasukkan unsur teknologi yang lebih tinggi, misalnya pendinginan dan pembekuan Anonim, 2002 . Faktor pendukung peningkatan peranan perempuan adalah kemampuan kerjanya tinggi, dorongan keluarga cukup kuat, dan lokasi kegiatan merupakan obyek wisata potensial yang membutuhkan aktivitas perempuan dalam perdagangan. Kendala yang dihadapi rendahnya akses perempuan terhadap sumber daya modal, transportasi dan informasi. Tantangan terhadap kemajuan dan keberadaan perempuan dalam perdagangan di daerah tersebut masuknya bakul pria dengan modal yang lebih kuat yang mampu memberikan penawaran yang lebih tinggi. Yang perlu dilakukan adalah pendekatan melalui peningkatan kualitas hidup wanita agar tidak dianggap sebagai beban dengan menerapkan strategi pemberdayaan wanita. Dalam konsep pemberdayaan diperlukan 3 persyaratan, yaitu: 1 pemberian kemampuan, 2 pemberian peran dan peluang, dan 3 pemberian fasilitas dan dana. Strategi yang dipilih perempuan untuk mempertahankan eksistensi dan posisinya dalam perdagangan adalah dengan membentuk kelompok usaha. Hal ini untuk meminimalkan persaingan diantara perempuan dan memperkuat modal dalam kelompok. Strategi perempuan untuk meningkatkan pendapatannya adalah dengan memperluas jangkauan pemasaran, memasuki desa-desa dan membawa Universitas Sumatera Utara dagangan. Kemungkinan masih adanya praktek dalam masyarakat yang berakibat timbulnya ketimpangan gender belum dapat diungkap secara tuntas karena data gender masih sangat terbatas. Oleh karena itu, guna memperbaiki kondisi ketimpangan menuju kesetaraan dan keadilan gender maka Kantor Pemberdayaan Perempuan melakukan Kegiatan Sosialisasi Kesetaraan dan Keadilan Gender terhadap ibu– ibu anggota Kelompok Kerja Pemberdayaan Perempuan yang ada di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Kegiatan Sosialisasi tersebut dilakukan sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender diperlukan upaya yang lebih besar untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai persepsi gender mereka., sehingga berbagai ketimpangan sebagai akibat dari masalah structural serta nilai dan norma sosial budaya dapat diatasi Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2005.

1.5.2. Peran Ganda Perempuan dalam Kehidupan Bermasyarakat

Sapatari dan Holzner dalam Marhaeni 2008 mengungkapkan bahwa sebuah pekerjaan masih dianggap berharga apabila dibayarkan dengan upah hal ini berarti ada anggapan bahwa pekerjaan perempuan yang didominasi pengasuhan tidak masuk kedalam kategori tersebut karena hanya dalam lingkup rumah tangga. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh para aktivis perempuan mengungkapkan bahwa perempuan pada umumnya mempunyai aktivitas sehari–hari hari sebagai berikut. Bangun tidur pukul 04.00, lalu Universitas Sumatera Utara merapikan tempat tidur, menyiapkan minuman pagi, menyapu halaman rumah, menyiapkan sarapan pagi, pergi berbelanja, memasak, mencuci pakaian, mengambil air dan bahan bakar, mengerjakan pekerjaan di sawah atau lading. Semua kegiatan tersebut memakan waktu antara 12-16 jam per hari. Menurut Marhaeni, 2008:71 contoh peran yang dilakukan oleh perempuan seperti yang dijelaskan di atas ternyata belum tampak dalam statistik nasional, karena sebagian besar masyarakat kita menganggap pekerjaan tersebut tidak membawa upah atau dilakukan di dalam rumah. Pekerjaan wanita selama ini umumnya terbatas pada sektor rumah tangga sektor domestik, walaupun kini wanita mulai menyentuh pekerjaan di sektor publik, jenis pekerjaan inipun merupakan perpanjangan dari pekerjaan lainnya yang lebih banyak memerlukan keahlian manual. Peran tradisi atau domestik mencakup peran wanita sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan manusia pembangunan. Yusuf 2007 mengungkapkan bahwa kemajuan ekonomi dan globalisasi membuat pasar kerja semakin kompleks. Dampak lain dari kemajuan tersebut, terlihat dari makin membaiknya status serta lowongan kerja bagi wanita. Walaupun angka partisipasi angkatan kerja wanita meningkat, namun tidak sedikit wanita yang bekerja penggal waktu part time atau bekerja di sektor informal. Hal ini berkaitan erat dengan peran ganda wanita sebagai ibu yang bertanggung jawab atas urusan rumah tangga termasuk membesarkan anak, serta sebagai pekerja perempuan. Partisipasi wanita saat bukan sekedar menuntut persamaan hak, tetapi juga ketidakadilan yang menimpa kaum wanita akan memunculkan Universitas Sumatera Utara persepsi bahwa wanita dilahirkan untuk melakukan pekerjaan yang jauh lebih terbatas jumlahnya dengan status pekerjaan rendah dengan imbalan yang rendah pula.

1.5.3. Peran Produktif

Marhaeni 2008 mengatakan bahwa definisi tentang kerja atau peran produktif penuh dengan kompleksitas. Kadang kala produktif secara panjang lebar didefinisikan sebagai tugas atau aktifitas yang menghasilkan income penghasilan, oleh karena itu mempunyai nilai tukar, aktual, atau potensial. Dapat disederhanakan bahwa peran produktif adalah peran–peran yang jika dijalankan akan mendapatkan uang atau upah langsung atau dalam bentuk upah–upah yang lain. Misalnya, sebagai guru, pedagang, usaha salon di rumah, usaha menjahit, usaha kelontong, membuka warung, dan sebagainya. Pekerjaan rumah tangga tidak dinilai sebagai pekerjaan karena alasan ekonomi semata dan akibatnya pelakunya tidak dinilai bekerja. Permasalahan yang muncul kemudian adalah pekerjaan rumah tangga sebagai bagian dari pekerjaan non produksi tidak menghasilkan uang, sedangkan pekerjaan produksi publik berhubungan dengan uang. Uang berarti kekuasaan, berarti akses yang besar ke sumbersumber produksi, berarti status yang tinggi dalam masyarakat Yusuf, 2007. Dalam perkembangan budaya, konsep tersebut di atas berakar kuat dalam adat istiadat yang kadang kala membelenggu perkembangan seseorang. Pantang keluar rumah, seorang anak perempuan harus mengalah untuk tidak melanjutkan sekolah, harus menerima upah yang lebih rendah, harus bekerja keras sambil menggendong anak, hanya karena dia wanita Sukesi, 1991. Universitas Sumatera Utara

1.5.6. Peran Reproduktif

Selama ini peran reproduktif dikonstruksikan secara sosial dan budaya sebagai tugas dan tanggung jawab perempuan. Dimana pun berada dan dalam peran apapun, tugas dan tanggung jawab itu tidak boleh ditinggalkan, sehingga tidak jarang perempuan merasa bersalah jika harus keluar meninggalkan pekerjaan rumah. Di banyak negara dunia ketiga pelabelan laki–laki sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai pekerja reproduktif sangat dominan. Pandangan itu tidak berubah meskipun beberapa kasus perempuan sebagai pencari nafkah utama dan suami mereka pengangguran Astuti,2005. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peran reproduktif adalah peran–peran yang tidak menghasilkan uang dan biasanya dilakukan di dalam rumah. Misalnya, pengasuhan, pemeliharaan anak, menjamin seluruh anggota keluarga sehat, menyapu rumah, mencuci pakaian, memasak, bersosialisasi dengan anggota keluarga, dan sebagainya Marhaeni,2008:74.

1.5.7. Peran Kemasyarakatan

Peran perempuan untuk mengatur dan mengorganisir masyarakat masih jauh dari harapan, seperti masih adanya aktivitas yang teridentifikasi lebih bersifat dan menjadi bagian dari kerja reproduktif, contohnya dalam kegiatan masyarakat di tingkat RT perempuan kebanyakan ditempatkan menjadi panitia konsumsi, sekretaris, atau hal lain yang dianggap biasa dan tidak prestisius. Secara sederhana peran kemasyarakatan adalah peran atau aktivitas perempuan yang dilakukan di tingkat masyarakat yang dilakukan secara bersama-sama misalnya pelayanan kesehatan di Posyandu, pengelolaan sampah rumah tangga, keikutsertaan dalam Universitas Sumatera Utara Musrenbang, menjadi kepala desa, keanggotaan dalam kelompok–kelompok pemberdayaan, keikutsertaan sebagai anggota parpol, dan sebagainya. Marhaeni,2008:75.

1.5.8. Pengertian Pembangunan

Pembangunan adalah suatu keadaan di mana ada perbaikan. Pembangunan juga dapat diartikan segai sebuah proses yang mengakibatkan terjadi perbaikan atau peningkatan kualitas maupun kuantitas dalam berbagai aspek, misalnya aspek ekonomi, social budaya dan sebagainya. Sedangkan pengertian pembangunan masyarakat dapat didefenisiskan sebagai berikut: 1. Pembangunan masyarakat adalah seluruh kegiatan pembangunan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, serta dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. 2. Pembangunan masyarakat adalah aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, dimana mereka mampu mengidetifikasi kebutuhan dan masyaralhnya secara bersama 3. Pembangunan masyarakat adalah kegiatan yang terencana untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan sosial ekonomi masyarakat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat. 4. Pembangunan masyarakat adalah perpaduan antara pembangunan sosial ekonomi dan pengorganisasian masyarakat. Universitas Sumatera Utara

1.5.8. Peran Perempuan Dalam Pembangunan

Setelah kita mempunyai pemahaman yang sama tentang konsep gender, berikut ini akan dibahas peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender. Peranan wanita dalam pembangunan adalah hak dan kewajiban yang dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan, baik pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan, baik di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat. Peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender, berarti peranan wanita dalam pembangunan sesuai dengan konsep gender atau peran perempuan sebagaimana telah di bahas di depan, mencakup peran produktif, peran reproduktif, dan peran kemasyarakatan yang sifatnya dinamis. Dinamis dalam arti, dapat berubah atau diubah sesuai dengan perkembangan keadaan, dapat ditukarkan antara pria dengan wanita dan bisa berbeda lintas budaya. Pada perkembangannya, pada tahun 2000 telah diterbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Inpres ini berisi instruksi kepada menteri, bupati walikota, kepala lembaga pemerintah non departemen untuk : 1. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas, fungsi serta kewenangan masing- masing Universitas Sumatera Utara 2. Memperhatikan secara sungguh-sungguh Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional 3. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan : a. Memberikan bantuan teknis kepada instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan pengarusutamaan geder b. Melaporkan hasil pelaksanaan pengarusutamaan gender kepada presiden. 4. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing, menetapkan ketentuan lebih lanjut diperlukan bagi pelaksanaan Instruksi Presiden ini. Menurut Sennet Cabb 1972 dan Conway 1979 dalam jurnal kajian politik dan masalah pembangunan oleh Aris Munandar, ketidakberdayaan disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam arena politik, ketiadaan akses terhadap informasi, ketiadaan dukungan finansial, ketiadaan pelatihan-pelatihan, dan adanya ketegangan fisik maupun emosional. Apabila dilakukan analisis tentang hambatan dan kendala yang dihadapi perempuan untuk lebih aktif di dunia kerja, menurut Sri Mulyani I Sumarton, dijelaskan bahwa hambatan dan kendala tersebut dapat dikelompokkan sebagai: 1. Hambatan bersifat ekternal antara lain masalah tata nilai sosio-kultural masyarakat yang memang belum memiliki kesadaran gender yang memadai sehingga laki-laki selalu memiliki peluang dan kesempatan lebih Universitas Sumatera Utara luas daripada perempuan. Ideologi patriarki merupakan salah satu penyebab tetapi bukanlah satu-satunya. 2. Hambatan bersifat internal yang datang dari kaum perempuan sendiri antara lain kesiapan, kesediaan, kemauan, dan konsistensi dalam perjuangan sehingga dapat diakui dan dihargai pihak lain. Pemberian peluang dengan kelonggaran tidak bisa dipertahankan dalam jangka panjang ke depan. Perempuan harus mempersiapkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki apakah akan berkarir di profesional, politik, atau administrator di berbagai lembaga. 3. Hambatan dari sistem pemerintahan antara lain dari peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Persepsi penting yang perlu diinformasikan dan di bangun untuk mengupayakan peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan atau berperspektif gender, dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita di dalam pembangunan bukan untuk menyaingi atau menggeser posisi laki-laki, tetapi lebih diarahkan untuk membangun kemitraan yang setara dan seimbang delam berbagai bidang kehidupan baik domestik maupun publik. Dalam proses pembangunan kenyataannya wanita sebagai sumber daya insani masih mendapat perbedaan perlakuan diskriminasi. Terutama, jika wanita bergerak di sektor publik dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada pula ketimpangan gender yang dialami oleh pria. Untuk mewujudkan kemitra sejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita tersebut, perlu didukung oleh perilaku saling menghargai atau Universitas Sumatera Utara saling menghormati, saling membutuhkan, saling membantu, saling peduli dan saling pengertian antara pria dengan wanita. Dengan demikian, tidak ada pihak- pihak pria atau wanita yang merasa dirugikan dan pembangunan akan menjadi lebih sukses.

1.6. Defenisi Konsep

Konsep merupakan abstarkasi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu Singarimbun, 1989 : 34. Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masing-masing konsep yang akan digunakan. Tujuan dari defenisi konsep adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda atau tumpang tindih atas variabel yang menjadi objek penelitian. Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah : 1. Pemberdayaan perempuan mempunyai peranan pada sektor domestik dan publik. Akses perempuan untuk bekerja di luar rumah dan kontrol perempuan terhadap pendapatan keluarga menjadi kuat. Perempuan menjalankan peranan produksi dengan menempati beberapa posisinya dalam perdagangan adalah dengan membentuk kelompok usaha. 2. Peranan perempuan dalam pembangunan yang berwawasan gender, berarti peranan wanita dalam pembangunan sesuai dengan konsep gender atau peran perempuan sebagaimana telah di bahas di depan, mencakup peran produktif, peran reproduktif, dan peran kemasyarakatan yang sifatnya dinamis. Universitas Sumatera Utara Maka indikator-indikator yang berkaitan dalam pemberdayaan perempuan adalah : 1. Hambatan yang bersifat eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat yang menyebabkan timbulnya perubahan pada masyarakat yaitu : a. Adat merupakan perwujudan ideal dari kebudayaan. Adat selengkapnya sebagai adat tata kelakuan. Adat dibagi atas empat tingkatan, yaitu 1 tingkat nilai budaya, 2 tingkat norma, 3. tingkat hukum, 4 tingkat aturan khusus. Adat yang berada pada tingkat nilai budaya bersifat sangat abstrak, ia merupakan ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan suatu masyarakat. Misalnya nilai gotong royong dan nilai yang meletakkan prestasi pada usaha sendiri dalam masyarakat. Adat pada tingkat norma merupakan nilai-nilai budaya yang telah terkait pada peranan tertentu rules. Peran sebagai pemimpin, sebagai guru dan sebagainya misalnya membawakan sejumlah norma yang menjadi pedoman bagi kelakuannya dalam hal memainkan peranannya dalam berbagai kedudukan tersebut. Selanjutnya adat pada tingkat hukum terdiri dari hukum adat dan hukum tertulis. Sedangkan adat pada aturan-aturan khusus merupakan aturan-aturan yang mengatur kegiatan-kegiatan khusus yang jelas dan terbatas ruang lingkupnya, umpamanya sopan santun. b. Budaya adalah keseluruhan dari gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia yang berupa satu sistem dalam rangka kehidupan masyarakat yang dibiasakan oleh manusia dengan belajar. Juga merupakan hasil dari budi Universitas Sumatera Utara daya atau akal manusia baik yang berwujud moril maupun materil. Dengan kata lain adat berada dalam budaya atau bahagian dari budaya. 2. Hambatan yang bersifat internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat yang menyebabkan timbulnya perubahan pada masyarakat itu sendiri baik secara individu, kelompok ataupun organisasi. Berikut ini faktor-faktornya yaitu : a. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika masyarakat sudah memiliki kesiapan maka hasilnya akan lebih baik. b. Kesediaan adalah kesedian dalam upaya pemberdayaan yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan seperti memberikan pelatihan, bantuan materil untuk bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri c. Kemauan adalah salah satu fungsi hidup kejiwaan manusia, dapat diartikan sebagai aktifitas psikis yang mengandung usaha aktif misalnya memiliki dorongan, keinginan, hasrat dan sebagainya dan berhubungan dengan pelaksanaan tujuan. d. Konsistensi adalah upaya menerapkan kedisiplinan dalam setiap tindakan, penegakkan aturan, dan kebijakan yang mendorong munculnya kondisi keterbukaan dari masyarakat untuk membuka peluang kerja. 3. Hambatan dari sistem pemerintah. Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dari kesewenang-wenangan Universitas Sumatera Utara dan keadilan. Maka dikeluarkan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan. Dengan peraturan tersebut pemerintah menjamin berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga dapat mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa. Universitas Sumatera Utara SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : Pendahuluan yang dimulai dengan latar belakang, perumusan masalah penelitian, tujuan dari penelitian, manfaat dari penelitian, kerangka teori yang membahas tentang gender, konsep pemberdayaan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, peran produktif, peran reproduktif, peran kemasayarakatan, peran perempuan dalam pembangunan. Dilanjutkan dengan defenisi konsep dan defenisi operasional BAB II : Metode penelitian yang dimulai dengan jenis penelitian, lokasi penelitian,informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data. BAB III : Deskripsi lokasi penelitian yaitu berkaitan dengan profil Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. BAB IV : Penyajian data membahas data identitas responden dimulai dari jenis kelamin, tingkat usia, pendidikan serta tentang variabel tunggal dari pemberdayaan perempuan yang dilakukan dengan penyebaran angket atau kuesioner. BAB V : Analisa data tentang indikator yang berhubungan dengan pemberdayaan perempuan di pesisir pantai dalam pembangunan Studi kasus Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai yaitu hambatan ekternal, hambatan internal, serta pemberlakuan peraturan pemerintah. Universitas Sumatera Utara BAB VI : Penutup yang membahas untuk membantu kesimpulan dan saran untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan yang ada di pantai pesisir dalam pembangunan Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan Kay and Alder, 1999. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting apabila ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, nilai wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir. Wilayah pesisir adalah wilayah yang dihuni oleh masyarakat dengan karakteristik keluarga yang khas. Dominasi penduduk atau penghuni setiap harinya adalah wanita dan anak-anak. Sebagian lelaki yang terdiri dari suami maupun remaja, banyak mempergunakan waktunya untuk melaut. Berdasarkan survei cepat yang dilakukan oleh ibu-ibu Dharma Wanita Persatuan diberbagai daerah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2003, didapatkan hasil bahwa pada umumnya kaum perempuan ditinggal melaut antara 1-2 minggu, sedangkan sisanya adalah nelayan biasa melaut malam hari dan sebagian lagi berlayar sampai sebulan atau lebih ikut kapal besar, sehingga dapat dikatakan sebagian Universitas Sumatera Utara