Pengaturan Jaminan Kredit Perbankan di Indonesia

b. Repayment Pembayaran Kembali Kemampuan bayar dari pihak debitor tentu saja juga mesti dipertimbangkan. Dan apakah kemampuan bayar tersebut macth dengan schedule pembayaran kembali dari kredit yang akan diberikan itu. Ini juga merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. c. Risk bearing ability kemampuan menanggung risiko Misalnya dalam hal terjadi hal-hal diluar antisipasi kedua belah pihak. Terutama jika dapat menyebabkan timbulnya kredit macet. Untuk itu harus diperhitungkan apakah misalnya jaminan danatau asuransi barang atau kredit sudah cukup aman untuk menutupi risiko tersebut.

B. Pengaturan Jaminan Kredit Perbankan di Indonesia

1. Pengertian jaminan kredit Secara umum, jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang. 82 Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie yaitu kemampuan debitor untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditor, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas utang yang diterima debitor terhadap kreditornya. 83 82 Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yunianti Ananda, Djuhaepah T. Marala, Op.cit., hlm. 88. 83 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm. 66. Universitas Sumatera Utara Keputusan Seminar Hukum Jaminan, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dari tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta, mengartikan yang dinamakan jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. 84 Kemudian Mariam Darus Badrulzaman juga merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitor danatau pihak ketiga kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. Pengertian jaminan juga dikemukakan oleh Hartono Hadisaputro, yaitu sesuatu yang diberikan debitor kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Perspektif hukum perbankan terkait jaminan ini, yang mana istilah jaminan dibedakan dengan istilah agunan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, memberikan pengertian yang berbeda terhadap jaminan dan agunan. Jaminan yaitu keyakinan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan. Sedangkan pengertian agunan dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yaitu jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 84 Ibid. Universitas Sumatera Utara Berarti, istilah agunan sebagai terjemahan dari istilah collateral merupakan bagian dari istilah jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Artinya pengertian jaminan lebih luas daripada pengertian agunan, dimana agunan berkaitan dengan barang, sementara jaminan tidak hanya berkaitan dengan barang, tetapi berkaitan pula dengan character, capacity, capital, dan condition of economy dari nasabah debitor yang bersangkutan. 85 2. Penggolongan jaminan kredit 86 Jaminan kredit bank dapat digolongkan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan sudut pandang tertentu, misalnya cara terjadinya, sifatnya, kebendaan yang dijadikan objek jaminan, dan lain sebagainya. a. Jaminan lahir karena undang-undang dan lahir karena perjanjian Jaminan yang lahir karena undang-undang adalah jaminan yang adanya karena ditentukan oleh undang-undang tidak perlu ada perjanjian antara kreditor dengan debitor. 87 Perwujudan dari jaminan yang lahir karena undang-undang ini adalah Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua harta kekayaan debitor baik benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan atas seluruh kreditnya. Dengan demikian, secara otomatis harta kekayaan debitor menjadi jaminan atas kreditnya meskipun kreditor tidak meminta debitor untuk menyediakan jaminan atas kreditnya tersebut. Sedangkan jaminan yang lahir karena perjanjian adalah jaminan yang 85 Ibid., hlm. 67. 86 Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 287-292. 87 Sutarno, Op.cit., hlm. 144. Universitas Sumatera Utara dilahirkan atau diadakan oleh perjanjian yang diadakan para pihak sebelumnya, seperti gadai, hipotek, hak tanggungan, dan fidusia. 88 b. Jaminan umum dan jaminan khusus Jaminan umum lahir dan bersumber karena undang-undang, adanya ditentukan dan ditunjuk oleh undang-undang tanpa ada perjanjian dari para pihak kreditor dan debitor. 89 Pada prinsipnya, menurut hukum segala harta kekayaan debitor baik yang sudah ada pada saat perjanjian diadakan maupun yang baru yang akan ada dikemudian hari yang akan menjadi milik debitor setelah perjanjian kredit diadakan akan menjadi jaminan bagi kreditnya dengan semua kreditor. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian, tanpa kecuali seluruh harta kekayaan debitor akan menjadi jaminan umum atas pelunasan kreditnya, baik yang telah diperjanjikan maupun tidak diperjanjikan sebelumnya. 90 Jaminan yang bersifat umum ini, semua kreditor mempunyai kedudukan yang sama terhadap kreditor-kreditor lain, tidak ada kreditor yang diutamakan atau diistimewakan dari kreditor-kreditor lain. Pelunasan utangnya dibagi secara seimbang berdasarkan besar kecilnya jumlah tagihan masing-masing kreditor dibandingkan dengan jumlah keseluruhan utang debitor. Hal demikian ditegaskan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa kebendaan tersebut menjadi 88 Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 287. 89 Sutarno, Op.cit., hlm. 146. 90 Rachmadi Usman, Loc.cit. Universitas Sumatera Utara jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkannya padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya jumlah tagihan masing-masing kreditor, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Jadi Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut juga memberikan kemungkinan pengecualian adanya kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhaap kredior-kreditor lain, yaitu pemegang hak privilege, gadai pand dan hipotek. Berarti kedudukan para kreditor ditentukan oleh jenis jaminan yang dipegangnya. 91 Jaminan khusus adalah jaminan yang timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditor dan debitor 92 . Jaminan tersebut dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan maupun jaminan yang bersifat perseorangan. Dengan adanya jaminan khusus ini maka kreditor memiliki hak utama atau istimewa atau preferen atas benda jaminan yang diberikan debitor sebagai jaminan atas kreditnya. Dengan kata lain kreditor tersebut berkedudukan lebih utama terhadap kreditor lainnya sehingga akan mendapatkan hak pembayaran utang terlebih dahulu daripada kreditor lainnya atas hasil penjualan benda jaminan debitur tersebut. c. Jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitor, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan contoh hipotek, 91 Ibid., hlm. 287-288. 92 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu tinjauan yuridis, Jakarta : Djambatan, 1995, hlm. 59. Universitas Sumatera Utara gadai, dan lain-lain. 93 Jaminan kebendaan juga mempunyai sifat prioriteit artinya siapa yang memegang jaminan atas jaminan kebendaan lebih dahulu maka akan didahulukan pelunasan utangnya dibanding yang memegang jaminan hak kebendaan kemudian. 94 Jaminan kebendaan ini objeknya adalah benda-benda yang ditunjuk secara khusus dengan cara menyendirikan dari bagian harta kekayaan debitor dan disediakan oleh debitor atau pihak lain pemilik jaminan guna pemenuhan utang seorang debitor. 95 Oleh karena itu, jaminan kebendaan ini bukan hanya dapat diadakan antara kreditor dengan debitornya tetapi juga dapat diadakan antara kreditor dengan pihak ketiga yang menyediakan harta kekayaannya secara khusus sebagai jaminan dipenuhinya kewajiban debitor kepada kreditor. Jaminan kebendaan berupa harta kekayaan debitor atau pihak lain yang disendirikan itu diperuntukkan bagi keuntungan kreditor yang telah memintanya karena jika tidak ada penyendirian dan penyediaan secara khusus maka sama halnya dengan seluruh kekayaan debitor dijadikan jaminan untuk pembayaran utang debitor. Jadi pemberian jaminan kebendaan kepada kreditor tertentu memberikan kedudukan kepada kreditor dengan kedudukan istimewa terhadap kreditor lainnya. 96 Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda begerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan atau karena undang-undang dianggap sebagai benda bergerak, seperti hak-hak yang melekat pada benda bergerak. Benda 93 Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 289. 94 Sutarno, Op.cit., hlm. 147. 95 Ibid., hlm. 148. 96 Ibid. Universitas Sumatera Utara bergerak dibedakan lagi atas benda bergerak berwujud atau bertubuh dan benda bergerak tidak berwujud atau bertubuh. Pengikatan jaminan benda bergerak berwujud dengan gadai dan fidusia, sedangkan pengikatan jaminan benda bergerak tidak berwujud dengan gadai, cessie, dan account receivable. 97 Benda dikatakan sebagai benda tidak bergerak atau tetap adalah kebendaan yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, karena peruntukannya, atau karena undang-undang yang menggolongkannya sebagai benda tidak bergerak Pasal 506, Pasal 507 dan Pasal 508 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengikatan jaminan benda tidak bergerak dengan hipotek dan hak tanggungan. 98 Jaminan perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu, terhadap harta kekayaan debitor umumnya contoh borgtocht. 99 Borgtocht adalah perjanjian antara kreditor dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitor. Perjanjian antara kreditor dengan pihak ketiga dapat dilakukan dengan sepengetahuan debitor atau bahkan tanpa sepengetahuan debitor. 100 Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, borgtocht ini diatur dalam Buku III Bab XVII Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850. 97 Rachmadi Usman, Loc.cit. 98 Ibid. 99 Ibid. 100 Sutarno, Op.cit., hlm. 149. Universitas Sumatera Utara Jaminan yang bersifat perseorangan ini mempunyai azas kesamaan Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata artinya tidak membedakan piutang mana yang lebih dahulu terjadi dan piutang yang terjadi kemudian. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta kekayaan penjamin dan tidak mengindahkan urutan terjadinya. 101 Dalam jaminan borgtocht ini berarti seorang penjamin secara hukum menyediakan seluruh atau sebagian tertentu harta kekayaan yang dimiliki sekarang maupun yang akan datang, baik barang tetap atau barang bergerak untuk menjamin utang debitor, manakala debitor tidak mampu melunasi utangnya. Seluruh atau sebagian harta kekayaan yang disediakan tersebut tergantung perjanjian antara kreditor dengan pihak ketiga tersebut. 102 Seperti perjanjian jaminan lainnya, perjanjian jaminan borgtocht bersifat accessoir artinya keberadaan jaminan berbentuk borgtocht ini tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Perjanjian jaminan borgtocht hapus apabila perjanjian pokoknya perjanjian kredit hapus. Dalam perjanjian borgtocht ini, seorang penjamin mendapatkan hak istimewa yaitu hak yang dimiliki seorang penjamin untuk menuntut agar harta kekayaan milik debitor terlebih dahulu disita dan dijual. 103 Jika hasil penjualan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk melunasi utangnya, kemudian baru harta kekayaan penjamin. 101 Ibid., hal. 148. 102 Ibid., hal. 149. 103 Pasal 1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Universitas Sumatera Utara Jaminan perseorangan dapat berupa borgtocht personal guarantee, jaminan perusahaan corporate guarantee dan bank garansi bank guarantee. Dalam borgtocht, pemberi jaminannya adalah pihak ketiga secara perseorangan, sedangkan pada corporate guarantee, pemberi jaminannya adalah badan usaha yang berbadan hukum. Garansi bank diberikan oleh bank guna menjamin pembayaran suatu jumlah tertentu apabila pihak yang dijamin cidera janji. 104 d. Jaminan pokok, jaminan utama, dan jaminan tambahan Sesuai dengan namanya, kredit diberikan kepada debitor berdasarkan kepercayaan dari kreditor terhadap kesanggupan pihak debitor untuk membayar kembali utangnya kelak karena dalam hukum diberlakukan suatu prinsip bahwa kepercayaan tersebut dipandang sebagai jaminan pokok dari pembayaran kembali utang-utangnya kelak. 105 Sementara jaminan-jaminan lainnya yang bersifat kontraktual, seperti hak tanggungan atas tanah, gadai, hipotek, fidusia, dan sebagainya hanya dianggap sebagai jaminan tambahan semata-mata, yakni tambahan atas jaminan utamanya berupa jaminan atas barang yang dibiayai dengan kredit tersebut. 106 e. Jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak Pembebanan jaminan kredit didasarkan pada objek bendanya. Kalau yang dijadikan jaminan adalah tanah, maka pembebanannya adalah dengan menggunakan hak tanggungan atas tanah, sedangkan kalau yang dijadikan jaminan adalah kapal laut atau pesawat udara, maka pembebanannya dengan menggunakan hipotek. Sementara itu, kalau yang dijadikan jaminan adalah 104 Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 289-290. 105 Ibid., hlm. 290. 106 Munir Fuady, Op.cit., hlm. 69-70. Universitas Sumatera Utara benda bergerak, maka pembebanannya dengan menggunakan gadai, fidusia, cessie, dan account receivable. 107 f. Jaminan regulatif dan jaminan non regulatif Jaminan regulatif adalah jaminan kredit yang kelembagaannya sendiri sudah diatur secara eksplisit dan sudah mendapat pengakuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tergolong dalam jaminan regulatif ini antara lain adalah hipotek, gadai, hak tanggungan, akta pengakuan utang. Sedangkan jaminan non regulatif adalah bentuk-bentuk jaminan yang tidak diatur atau tidak khusus diatur dalam berbagai peraturan perundang- undangan, tetapi dikenal dan dilaksanakan dalam praktik. 108 Jaminan non regulatif ini ada yang berbentuk jaminan kebendaan seperti pengalihan tagihan dagang, pengalihan tagihan asuransi, tetapi ada juga jaminan non regulatif yang semata-mata hanya bersifat kontraktual, seperti kuasa menjual dan lain-lainnya. 109 g. Jaminan konvensional dan jaminan non konvensional Jaminan konvensional adalah jaminan yang pranata hukumnya sudah lama dikenal dalam sistem hukum kita, baik yang telah diatur dalam perundang-undangan, hukum adat maupun yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bukan berasal dari hukum adat, tetapi sudah lama dilaksanakan dalam praktik, seperti hipotek, hak tanggungan, gadai barang bergerak, gadai tanah, fidusia, garansi, dan akta pengakuan utang. 110 Sementara itu bentuk-bentuk jaminan non konvensional adalah bentuk-bentuk 107 Rachmadi Usman, Loc.cit. 108 Ibid., hlm. 290-291. 109 Munir Fuady, Op.cit., hlm. 71-74. 110 Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 291. Universitas Sumatera Utara jaminan yang eksistensinya dalam sistem hukum jaminan yang masih terbilang baru sungguhpun sudah dilaksanakan secara meluas, sehingga pranatanya belum sempat pula diatur secara rapi, antara lain seperti pengalihan hak tagih debitor assignment of receivable for security purpose, pengalihan hak tagih klaim assignment of insurance proceeds, kuasa menjual, dan jaminan menutupi kekurangan biaya cash deficiency. 111 h. Saham sebagai jaminan tambahan Bank diperbolehkan memberikan kredit dengan jaminan tambahan berupa saham, baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar di bursa efek. Untuk pemberian kredit dalam rangka ekspansi atau akuisisi, bank diperbolehkan menerima jaminan tambahan berupa saham yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar di bursa efek. Jika saham yang dijaminkan termasuk saham yang terdaftar di bursa efek, maka saham yang bersangkutan tidak termasuk saham yang tidak mengalami transaksi dalam waktu tiga bulan berturut-turut sebelum saat akad kredit ditandatangani dan saham dengan harga pasar dibawah nilai nominal pada saat akad kredit ditandatangani. Nilai saham yang digunakan sebagai jaminan tambahan kredit maksimum sebesar 50 lima puluh persen dari harga pasar atau kurs saham yang bersangkutan di bursa efek pada saat akad kredit yang ditandatangani. Sebaliknya jika saham yang dijaminkan berupa saham yang tidak terdaftar di bursa efek, maka saham tersebut dibatasi hanya pada saham yang diterbitkan oleh perusahaan penerima kredit yang bersangkutan. Nilai saham yang digunakan sebagai jaminan tambahan kreditnya adalah maksimum sebesar 111 Munir Fuady, Op.cit., hal. 74-75. Universitas Sumatera Utara nilai nominal saham yang tercantum dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga perusahaan yang bersangkutan. 112 Tujuan penyerahan jaminan dalam suatu pemberian kredit adalah sebagai sumber pelunasan kredit usaha nasabah yang dibiayai. Apabila usaha nasabah yang dibiayai bank tidak dapat diharapkan, yaitu mengalami kegagalan, maka diharapkan saham yang dijadikan jaminan tambahan tersebut dapat dikonversi menjadi uang sebagai pelunasan kredit apabila terjadi kemacetan kredit. 113 3. Fungsi jaminan kredit Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditor, yaitu kepastian atas pelunasan kredit debitor atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau oleh penjamin debitor. Keberadaan jaminan merupakan persyaratan untuk memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. 114 Walaupun pada prinsipnya jaminan bukan merupakan syarat utama karena bank memprioritaskan pada kelayakan usaha yang dibiayai sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. Jaminan utama dalam perjanjian kredit adalah merupakan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitr untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. 115 112 Rachmadi Usman, Op.cit., hal. 292. 113 Bambang Setijoprodjo dan Yunus Husein, kelembagaan, Usaha dan Pengelolaan Bank, 1994. Makalah disajikan pada Temu ilmiah perbankan dan sistem keuangan. Medan : Bank Indonesia dan Universitas Sumatera Utara. 114 Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan, Medan : USU Press, 2011, hlm. 59. 115 Ibid. Universitas Sumatera Utara Fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditor, bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. 116 Selain itu, fungsi jaminan kredit dapat juga kita tinjau dari sisi bank maupun dari sisi debitor. Dari sisi bank, jaminan kredit berfungsi sebagai pengamanan pelunasan kredit. 117 Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit sangat berkaitan dengan kepentingan bank yang menyalurkan dananya kepada debitor yang sering dikatakan mengandung risiko. 118 Karena kita mengetahui bahwasanya kredit yang tidak dilunasi oleh debitor baik seluruhnya maupun sebagian akan merugikan bank. Oleh karena itu, sekecil apapun nilai uang dari kredit yang telah diberikan kepada debitor harus tetap diamankan sesuai dengan prinsip kehati- hatian. Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan muncul pada saat kredit dinyatakan sebagai kredit macet. 119 Sehingga apabila debitor telah melunasi kreditnya, maka tidak akan ada pencairan jaminan kredit sebagai tindakan pengamanan kredit tersebut. Dalam hal ini, jaminan kredit akan dikembalikan kepada debitor sesuai dengan ketentuan hukum dan perjanjian kredit. 116 Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan ; Teori dan Contoh Kasus, Jakarta : Kencana, 2008, hlm. 21. 117 M. Bahsan, Op.cit., hlm.103. 118 Ibid., hlm.104. 119 Ibid. Universitas Sumatera Utara Fungsi jaminan kredit bila ditinjau dari sisi debitor, maka jaminan kredit berfungsi sebagai pendorong motivasi debitor. 120 Dalam hal ini debitor akan takut kehilangan harta kekayaannya yang dilakukan pengikatan sebagai jaminan kredit. Hal ini akan mendorong debitor untuk melunasi kreditnya agar hartanya yang dijadikan jaminan kredit tidak hilang karena harus dicairkan oleh bank. Selain itu pada umumnya nilai jaminan kredit lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kredit yang diterima debitor. Hal ini memberikan motivasi kepada debitor untuk menggunakan kredit sebaik-baiknya, melakukan kegiatan usahanya secara baik, mengelola kondisi keuangan secara hati-hati sehingga dapat segera melunasi kreditnya agar dapat menguasai kembali hartanya yang menjadi jaminan kredit. 121 Atas penjabaran diatas maka dapatlah diketahui bahwa jaminan kredit bank berfungsi untuk menjamin perlunasan kredit debitor bila debitor cidera janji atau pailit. Jaminan kredit akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak perbankan bahwa kreditnya akan tetap kembali dengan cara mengeksekusi jaminan kredit perbankannya. 122 4. Sifat perjanjian pengikatan jaminan Bila kita bicara tentang sifat dari perjanjian pengikatan jaminan maka perjanjian pengikatan jaminan semuanya bersifat accessoir yang berarti perjanjian pengikatan jaminan eksistensinya atau keberadaannya tergantung perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit atau perjanjian utang. 123 Dengan itu berarti perjanjian pengikatan jaminan tidak dapat berdiri sendiri tetapi harus tergantung 120 Ibid. 121 Ibid., hlm.105. 122 Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 286. 123 Sutarno, Op.cit., hlm. 143. Universitas Sumatera Utara pada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit sehingga perjanjian kredit tersebut harus dibuat terlebih dahulu. Hal yang perlu diketahui berkaitan dengan perjanjian pokok dan perjanjian accessoir adalah sebagai berikut : 124 a. Tidak ada suatu perjanjian accessoir bila sebelumnya tidak ada perjanjian pokok. Perjanjian pengikatan jaminan kredit dibuat karena adanya perjanjian kredit. Perjanjian pengikatan jaminan kredit dibuat berdasarkan perjanjian kredit yang telah ditandatangni oleh bank dan debitor; b. Bila perjanjian pokok berakhir maka perjanjian accessoir harus diakhiri. Perjanjian pengikatan jaminan kredit harus diakhiri dengan berakhirnya perjanjian kredit karena pinjaman debitor kepada bank telah dilunasi dan perjanjian kredit sudah berakhir. Dengan demikian kedudukan perjanjian jaminan yang dikonstruksikan sebagai perjanjian accessoir mempunyai akibat hukum yaitu : 125 a. Eksistensinya tergantung perjanjian pokok perjanjian kredit; b. Hapusnya tergantung perjanjian pokok perjanjian kredit; c. Jika perjanjian pokok batal, perjanjian pengikatan jaminan ikut batal; d. Jika perjanjian pokok beralih maka ikut beralih juga perjanjian pengikatan jaminan; e. Jika perjanjian pokok beralih karena cessie, subrogasi maka ikut beralih juga perjanjian jaminan tanpa adanya penyerahan khusus. 124 M. Bahsan, Op.cit., hlm.133. 125 Sutarno, Loc.cit. Universitas Sumatera Utara Perjanjian kredit yang berakhir karena kreditnya telah dilunasi atau berakhir karena sebab lain maka berakhir pula perjanjian pengikatan jaminan. Jika perjanjian kredit cacat yuridis dan batal maka perjanjian pengikatan jaminan ikut batal juga. Sebaliknya jika perjanjian pengikatan jaminan catat dan batal karena suatu sebab hukum, misalnya barang jaminan musnah atau dibatalkan karena pemberi jaminan tidak berhak menjaminkan maka perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok tidak batal. Debitor tetap harus melunasi kreditnya sesuai perjanjian kredit. 8. Subjek hukum dalam perjanjian pengikatan jaminan Subjek hukum adalah setiap pembawa hak recht, right dan kewajiban verplicht, obligation dalam hukum. 126 Yang dimaksud subjek hukum dalam perjanjian pengikatan jaminan ialah pihak-pihak yang tersangkut dalam perjanjian pengikatan jaminan yang mencakup dua pihak yaitu pihak kreditor sebagai penerima jaminan dan pemberi jaminan. 127 Pemberi jaminan disini dapat berarti debitor itu sendiri atau pihak ketiga sebagai pemiliki barang jaminan tersebut. Pada dasarnya pihak yang memberi jaminan adalah pihak yang memiliki kewenangan terhadap barang jaminan tersebut yaitu dalam hal ini pemilik barang. Orang atau badan hukum yang tidak memiliki barang tersebut secara sah menurut hukum tidak berwenang untuk menjaminkan barang tersebut. Hal lainnya yang harus diperhatikan selain ketentuan mengenai kewenangan kepemilikan barang seperti disebutkan diatas, pihak yang dapat menjadi subjek hukum dalam perjanjian pengikatan jaminan haruslah ia 126 Tan Kamello dan Syarifah Lisa Indriati, Hukum Perdata : Hukum Orang dan Keluarga, Medan : USU Press, 2010, hlm. 33. 127 Sutarno, Loc.cit. Universitas Sumatera Utara memenuhi salah satu dari isi Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu kecakapan dalam membuat suatu perjanjian. Apabila pemberi jaminan yaitu orang maka orang tersebut haruslah sudah dewasa, tidak berada di bawah pengampuan, dan tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan- perbuatan hukum. Kemudian apabila pemberi jaminan tersebut adalah suatu badan hukum dalam hal ini perseroan terbatas maka perlu diperhatikan juga siapa yang memiliki kewenangan bertindak untuk mewakili perseroan terbatas tersebut dan juga anggaran dasar dari perseroan terbatas tersebut. Jadi, karena perseroan sebagai badan hukum bukan makhluk yang punya badan, tidak punya jiwa untuk dimaki dan tidak punya tangan untuk bekerja, maka dia bertindak melalui medium atau perantara manusia yang ditunjuk untuk itu, yang disebut Direksi. 128 Hal tersebut dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas bahwa direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 129 Dengan demikian jelaslah bahwa yang menjadi subjek hukum dalam perjanjian pengikatan jaminan kredit terdiri dari dua pihak yaitu kreditor selaku penerima jaminan dan debitor atau pihak ketiga selaku pemberi jaminan sebagai pemilik barang yang sah menurut hukum. 128 M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 59. 129 Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756. Universitas Sumatera Utara 9. Hubungan perjanjian kredit dengan jaminan Pada proses pemberian kredit, salah satu hal penting yang harus dilakukan pihak bank adalah membuat perjanjian kredit. Sutan Remy Sahdeini mengartikan perjanjian kredit sebagai perjanjian bank sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitor mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitor untuk melunasi kreditnya setelah jangka waktu tetentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. 130 Perjanjian kredit ini pada dasarnya telah disediakan dan ditetapkan oleh pihak bank, bahkan perjanjian kredit ini tidak perlu dilakukan lagi tawar-menawar dalam penentuan isinya. Maka daripada itu perjanjian kredit ini dapat dikatakan juga sebagai perjanjian standar atau perjanjian baku. Perjanjian baku pada umumnya berupa formulir yang berisi kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen. Di dalam formulir tersebut pihak bank sudah mengatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Nantinya yang perlu dilengkapi hanya hal- hal yang bersifat subjektif, seperti waktu dan identitas. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditor yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitor, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitor tepat pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat perjanjian pemberian kredit tersebut disetujui oleh para pihak. 130 Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2008, hlm.78. Universitas Sumatera Utara Terkait dengan jaminan, salah satu yang menjadi isi dari perjanjian kredit tersebut yaitu adanya pengaturan mengenai jaminan yang dijaminkan sebagai jaminan kredit debitor. Di dalam perjanjian kredit tersebut akan disebutkan secara terang dan rinci atas apa yang menjadi jaminan tersebut karena kita mengetahui bahwasanya pemberian kredit bank, apalagi kredit tersebut kredit yang tergolong besar, seperti kredit investasi, jaminan ini sangat dibutuhkan untuk melahirkan keyakinan kreditor untuk memberikan kredit tersebut dan memberikan kepastian kepada kreditor untuk tidak mengalami kerugian apabila debitor tidak mampu mengembalikan uang yang telah diberikan kepada debitor. Sebenarnya dalam proses penyaluran fasilitas kredit, yang menjadi jaminan itu adalah seluruh harta kekayaan debitor baik yang ada saat ini maupun yang akan ada dikemudian hari. Untuk itu secara otomatis segala harta benda milik debitor telah menjadi jaminan atas kreditnya. Namun pihak perbankan perlu adanya suatu jaminan tambahan untuk lebih meyakinkannya dan memberikan kepastian kepada kreditor, yang disebut dengan agunan. 131 Maka dalam hal ini agunan danatau jaminan tersebut lah yang perlu dituangkan dan diatur secara terang dan rinci di dalam perjanjian kredit tersebut. Atas hal tersebut, dapatlah ditarik benang merah atas hubungan yang ada antara perjanjian kredit dan jaminan yaitu di dalam perjanjian kredit tersebut akan tercantum secara jelas klausula yang mengatur tentang jaminan atas kredit yang diperoleh debitor, dengan menyebutkan secara terang dan rinci apa yang menjadi jaminan atas kredit yang diberikan kreditor kepada debitor. Yang semata-mata 131 Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3790. Universitas Sumatera Utara bertujuan untuk menimbulkan rasa keyakinan kepada kreditor agar memberikan kreditnya kepada debitor dan memberikan kepastian kepada kreditor untuk tidak merugi apabila debitor tidak mampu mengembalikan uang yang telah diberikan kepada debitor. 10. Kedudukan penjamin sebagai jaminan kredit Pada pembahasan diatas telah disinggung mengenai penggolongan jaminan kredit, yang mana salah satu bentuknya yaitu jaminan perseorangan. Pada jaminan perseorangan terbagi atas tiga bentuk yaitu jaminan perorangan atau borgtocht personal guarantee, jaminan perusahaan corporate guarantee dan bank garansi bank guarantee. Yang mana pada Personal guarantee yang menjadi penjamin adalah orang-perorangan secara individu. Biasanya apabila yang menjadi debitornya yaitu suatu perusahaan, maka yang memberikan personal guarantee yaitu pemegang sahamnya. Sedangkan pada corporate guarantee, yang menjadi penjaminnya yaitu suatu badan usaha. Biasanya pemberian corporate guarantee ini dilakukan oleh induk perusahaan danatau sister company terhadap anak perusahaannya. 132 Untuk bank guarantee yang menjadi penjaminnya yaitu suatu bank atau lembaga keuangan non-bank. 133 Sebagai penjamin kredit, maka kedudukan penjamin yaitu sebagai pihak ketiga yang bersedia mengikatkan dirinya kepada kreditor bank untuk bertanggung jawab atas kredit debitor. Dengan demikian akibat hukum yang timbul dari perbuatan hukum penjamin tersebut adalah penjamin akan 132 Irma Devi Purnamasari, Kiat-kita Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, Bandung : Kaifa, 2011, hlm.149 133 Pasal 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor. 11110Kep.DirUPPB Tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan non- Bank. Universitas Sumatera Utara menanggung atau menjamin pembayaran kembali kredit debitor apabila debitor tidak membayar kreditnya cidera janji. Pertanggungjawaban tersebut dapat berlaku atas seluruh harta kekayaan pihak penjamin. Namun hal tersebut dapat dihindari apabila pada saat dilakukan perjanjian telah disepakati terlebih dahulu bahwasanya pihak penjamin hanya menanggung dengan jumlah tertentu saja atau pihak penjamin hanya menanggung kredit debitor sebesar jumlah kreditnya debitor tersebut. Selain itu, penjamin juga memiliki hak-hak istimewa terhadap kewajibannya dalam menjamin kredit debitor sebelum dirinya membayar kredit debitor. Hak-hak istimewa yang dimiliki penjamin tersebut salah satunya yaitu hak meminta agar pemenuhan utang debitor dilakukan dengan cara menyita dan selanjutnya menjual harta debitor terlebih dahulu. Jika setelah dihitung ternyata harta debitor masih kurang, kreditor baru meminta kepada penjamin untuk membayar kekurangan utang yang belum terpenuhi. Pasal 1831 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata 134 Selama kreditor belum melakukan eksekusi atau penjualan harta kekayaan debitor, penjamin tidak memiliki kewajiban membayar kredit debitor yang dijaminnya. Jadi meskipun penjamin telah mengikatkan diri sebagai penjamin tidak serta-merta memiliki kewajiban untuk membayar kredit debitor. Bisa dikatakan bahwa tanggung jawab penjamin hanyalah sebagai cadangan atau subsider, dalam hal penjualan harta kekayaan debitor tidak mencukupi atau sama sekali debitor tidak memiliki harta benda yang dapat dijual. 134 Irma Devi Purnamasari, Op.cit., hlm.146. Universitas Sumatera Utara Namun ketentuan Pasal 1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut terdapat pengecualiannya. Pengecualian tersebut berada pada Pasal 1832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan adanya pengecualian tersebut, maka memberikan peluang kepada kreditor untuk dapat menuntut langsung kepada penjamin untuk melunasi kredit debitor tanpa harus menjual harta benda debitor terlebih dahulu. Dalam hal ini, penjamin telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut dilakukan sita-lelang terlebih dahulu atas harta benda debitor. Bagi penjamin yang telah melepaskan hak istimewanya yang dinyatakan secara tegas dalam akta penjaminan akta borgtocht maka kreditor dapat melakukan sita-lelang harta kekayaan penjamin tanpa harus menunggu sita- lelang harta kekayaan debitor terlebih dahulu. Universitas Sumatera Utara BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DALAM HAL PENJAMINAN DI INDONESIA

A. Pengertian Induk Perusahaan dan Anak Perusahaan