Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak dalam Hal Terjadinya Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup

(1)

TESIS

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN INDUK TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DALAM HAL TERJADINYA PENCEMARAN

DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

OLEH :

MIRANDA CHAIRUNNISA 117005015/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN INDUK TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DALAM HAL TERJADINYA PENCEMARAN

DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

MIRANDA CHAIRUNNISA 117005015/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup

Nama Mahasiswa : Miranda Chairunnisa

NIM : 117005015

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Alvi Syahrin SH, MS)

(Prof. Dr. Tan Kamello SH, MS) (Dr. Mahmul Siregar SH,M.Hum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Suhaidi SH, MH) (Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, M.Hum)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 29 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin SH, MS Anggota : 1. Prof. Dr. Tan Kamello SH, MS

2. Dr. Mahmul Siregar SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Suhaidi SH, MH


(5)

ABSTRAK

Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S.1 Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S.2 Dr. Mahmul Siregar S.H., M.Hum3

Miranda Chairunnisa4

Berdasarkan penelitian ini, disarankan untuk membuat suatu ketentuan khusus tentang perusahaan grup dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Selain itu, perlu pengutamaan penggunaan hukum pidana dalam penegakan hukum di bidang lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia, serta

Perusahaan grup sebagai salah satu dampak dari perekonomian yang tumbuh pesat, dalam kegiatannya juga dapat berperan dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh satu atau beberapa perusahaan anak. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perusahaan induk dapat dikenakan pertanggungjawaban dalam hal-hal tertentu apabila terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak. Beberapa rumusan masalah yang dibahas di dalam penelitian ini yaitu hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak dalam perusahaan grup, tanggung jawab perdata perusahaan induk terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak, dan pertanggungjawaban pidana perusahaan induk terhadap perusahaan anak dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori-teori badan hukum dan doktrin vicarious liability sebagai teori pendukung.

Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Penelitian ini menggunakan teknik penelitian kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa hubungan hukum yang terjadi antara perusahaan induk dengan perusahaan anak adalah hubungan kerja ataupun hubungan lain dalam lingkup kerja badan usaha. Perusahaan induk dapat dikenakan tanggung jawab perdata terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak apabila perusahaan induk terbukti mengendalikan perusahaan anak untuk melakukan perbuatan yang termasuk dalam lingkup penerapan piercing the corporate veil. Selain itu, perusahaan induk juga dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana apabila terbukti perusahaan induk juga turut melakukan tindak pidana pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak.

1

Ketua Komisi Pembimbing.

2

Dosen Pembimbing Kedua.

3

Dosen Pembimbing Ketiga.

4


(6)

perlu peningkatan moral dari pelaku usaha untuk tidak melakukan pelanggaran hukum lingkungan hidup.

Kata kunci: Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak, Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup.


(7)

ABSTRACT

Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S.5 Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S.6 Dr. Mahmul Siregar S.H., M.Hum7

Miranda Chairunnisa8

5

The Chief Of Guide Committe

6

The Second Guide Committe

7

The Third Guide Committe

8

Law Postgraduate Student Of The University Of Sumatera Utara

Group corporation as one of the effects of the fast growing economy, in the activities can also play a role in terms of pollution and/or environmental damage done by one or several subsidiaries. In this regard, the parent corporation may be subject to liability in certain cases where there is contamination and/or damage to the environment done by the subsidiary. Some formulation of the problem that discussed in this research are the legal relationship between the parent corporation to the subsidiaries in the group corporations, civil liability of parent corporation for the pollution and/or environmental damage done by a subsidiary, and the criminal liability of the parent corporation in the subsidiary terms of pollution and/or environmental damage. This study analyzed the use of legal entity theories and doctrines of vicarious liability as the supporting theory.

The method used in this thesis is a normative research using primary legal materials, secondary, and tertiary. This study uses library research techniques, which further analyzed qualitatively.

Based on the results of research, it can be seen that the legal relationship between the parent corporation to the subsidiaries is the employment relationship or other relationship within the scope of work of the enterprise. The parent corporation may be subject to civil liability for pollution and/or environmental damage done by the subsidiary if the parent corporation controls the subsidiaries proven to perform actions within the scope of application of piercing the corporate veil. In addition, the parent corporation may also incur criminal liability if it is proved the parent corporation were also committing a crime of pollution and/or environmental damage done by the subsidiary.

Based on this research, it is advisable to make a special provision of group companies in Limited Company Act. In addition, it should be prioritizing the use of criminal law in a law enforcement environment that affects the survival of human beings, as well as the need to increase the moral of businessmen for committing violations of environmental laws.

Keywords: Responsibility Of The Parent Corporation To Subsidiaries, Pollution and/or Environmental Damage.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan untuk penulis dalam penyusunan tesis ini yang berjudul: “Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup”. Tidak lupa pula shalawat serta salam, penulis sanjung sajikan kepada Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam jahiliyah ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.

Penulis sadar akan ketidaksempurnaan hasil penulisan tesis ini sehingga berharap agar semua pihak dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan lebih sempurna lagi, baik dari segi substansi ataupun dari segi cara penulisannya.

Secara khusus, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik Penulis sehingga Penulis bisa memperoleh pendidikan formal sampai pada tingkat Strata Dua ini.

Tak lupa juga Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K).

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).


(9)

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai dosen penguji yang telah banyak membantu penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S., selaku dosen pembimbing pertama yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian tesis ini. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku dosen pembimbing kedua yang telah bersedia memberikan bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat bermanfaat hingga selesainya penyusunan tesis ini.

6. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing ketiga yang telah berkenan untuk mengarahkan penulis dan memberikan bimbingan serta dukungan yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian penulisan tesis ini. 7. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum., selaku dosen penguji yang telah banyak

memberikan saran yang sangat membantu dalam penyempurnaan tesis ini.

8. Ucapan terima kasih kepada seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Buat kakakku, Kak Novi, dan adik-adikku, Indah dan Azmi, yang sering membantuku dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk kalian.


(10)

10. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-temanku Pei Jung, Elsamaria, Yuke, Meisy, Windy, Beby, Kak Kartina, Kak Agnes, Sri, teman-teman kelas A angkatan 2011 dan teman-teman-teman-teman kelas Hukum Bisnis angkatan 2011 serta seluruh teman yang tidak dapat disebutkan namanya masing-masing yang telah memberikan tenaga, pikiran dan waktunya untuk membantu penulis dalam menyusun tesis ini.

Penulis sadar akan ketidaksempurnaan hasil penulisan tesis ini sehingga berharap agar semua pihak dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar

menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan lebih sempurna lagi, baik dari segi substansi ataupun dari segi cara penulisannya.

Hormat Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Miranda Chairunnisa

Tempat/Tanggal lahir : Langsa, 26 Oktober 1989 Jenis kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jl. Sempurna Ujung Gang Melati No. 178 B Medan

II. PENDIDIKAN FORMAL

1996-2001 SD Negeri No. 1, Langsa

2001-2004 SMP Negeri No.1, Langsa

2004-2005 SMA Negeri No.1, Langsa

2005-2007 SMA Negeri No.5, Medan

2007-2010 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2011- 2013 Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum

Universitas Sumatera Utara

III. PENDIDIKAN NON-FORMAL

• Kursus Bahasa Inggris di YPPIA tahun 2007

• Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) Leadership Camp 2011 tanggal 3 s/d 6 Januari 2011 di Universiti Utara Malaysia (UUM).

• “Diskusi Publik Tentang RUU Kearsipan Di Lingkungan Universitas”, diselenggarakan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Gedung Peradilan Semu Fakultas Hukum USU Medan, tanggal 5 Juli 2009.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT iii

KATA PENGANTAR iv

RIWAYAT HIDUP vii

DAFTAR ISI viii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 10

C. Tujuan Penelitian 11

D. Manfaat Penelitian 11

E. Keaslian Penelitian 13

F. Kerangka Teori dan Konsep 14

1. Kerangka Teori 14

2. Konsep 25

G. Metode Penelitian 27

1. Spesifikasi Dan Sifat Penelitian 27

2. Sumber Bahan Hukum 28

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum 29

4. Analisis Bahan Hukum 30

BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA PERUSAHAAN INDUK DENGAN PERUSAHAAN ANAK DALAM

PERUSAHAAN GRUP 31

A. Tinjauan Umum Mengenai Perusahaan Grup, Perusahaan


(13)

1. Perusahaan Sebagai Badan Hukum 31

2. Perusahaan Grup 45

3. Perusahaan Induk 54

4. Perusahaan Anak 61

B. Hubungan Hukum Antara Perusahaan Induk Dengan

Perusahaan Anak Dalam Perusahaan Grup 64

BAB III TANGGUNG JAWAB PERDATA PERUSAHAAN INDUK

TERHADAP PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DILAKUKAN OLEH

PERUSAHAAN ANAK 72

A. Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup 72 B. Aspek Keperdataan Dalam Penegakan Hukum Lingkungan 78 C. Penerapan Doktrin Piercing The Corporate Veil Dalam Tanggung

Jawab Perdata Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan

Hidup 82

1. Piercing The Corporate Veil Dalam Pertanggungjawaban

Perdata 82

2. Penerapan Dalam Tanggung Jawab Perusahaan Induk Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Anak 89

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERUSAHAAN INDUK TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DALAM HAL TERJADINYA PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN

LINGKUNGAN HIDUP 99


(14)

B. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 110 C. Konsep Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Induk

Terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup 123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 136

A. Kesimpulan 136

B. Saran 138


(15)

ABSTRAK

Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S.1 Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S.2 Dr. Mahmul Siregar S.H., M.Hum3

Miranda Chairunnisa4

Berdasarkan penelitian ini, disarankan untuk membuat suatu ketentuan khusus tentang perusahaan grup dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Selain itu, perlu pengutamaan penggunaan hukum pidana dalam penegakan hukum di bidang lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia, serta

Perusahaan grup sebagai salah satu dampak dari perekonomian yang tumbuh pesat, dalam kegiatannya juga dapat berperan dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh satu atau beberapa perusahaan anak. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perusahaan induk dapat dikenakan pertanggungjawaban dalam hal-hal tertentu apabila terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak. Beberapa rumusan masalah yang dibahas di dalam penelitian ini yaitu hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak dalam perusahaan grup, tanggung jawab perdata perusahaan induk terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak, dan pertanggungjawaban pidana perusahaan induk terhadap perusahaan anak dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori-teori badan hukum dan doktrin vicarious liability sebagai teori pendukung.

Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Penelitian ini menggunakan teknik penelitian kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa hubungan hukum yang terjadi antara perusahaan induk dengan perusahaan anak adalah hubungan kerja ataupun hubungan lain dalam lingkup kerja badan usaha. Perusahaan induk dapat dikenakan tanggung jawab perdata terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak apabila perusahaan induk terbukti mengendalikan perusahaan anak untuk melakukan perbuatan yang termasuk dalam lingkup penerapan piercing the corporate veil. Selain itu, perusahaan induk juga dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana apabila terbukti perusahaan induk juga turut melakukan tindak pidana pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak.

1

Ketua Komisi Pembimbing.

2

Dosen Pembimbing Kedua.

3

Dosen Pembimbing Ketiga.

4


(16)

perlu peningkatan moral dari pelaku usaha untuk tidak melakukan pelanggaran hukum lingkungan hidup.

Kata kunci: Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak, Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup.


(17)

ABSTRACT

Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S.5 Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S.6 Dr. Mahmul Siregar S.H., M.Hum7

Miranda Chairunnisa8

5

The Chief Of Guide Committe

6

The Second Guide Committe

7

The Third Guide Committe

8

Law Postgraduate Student Of The University Of Sumatera Utara

Group corporation as one of the effects of the fast growing economy, in the activities can also play a role in terms of pollution and/or environmental damage done by one or several subsidiaries. In this regard, the parent corporation may be subject to liability in certain cases where there is contamination and/or damage to the environment done by the subsidiary. Some formulation of the problem that discussed in this research are the legal relationship between the parent corporation to the subsidiaries in the group corporations, civil liability of parent corporation for the pollution and/or environmental damage done by a subsidiary, and the criminal liability of the parent corporation in the subsidiary terms of pollution and/or environmental damage. This study analyzed the use of legal entity theories and doctrines of vicarious liability as the supporting theory.

The method used in this thesis is a normative research using primary legal materials, secondary, and tertiary. This study uses library research techniques, which further analyzed qualitatively.

Based on the results of research, it can be seen that the legal relationship between the parent corporation to the subsidiaries is the employment relationship or other relationship within the scope of work of the enterprise. The parent corporation may be subject to civil liability for pollution and/or environmental damage done by the subsidiary if the parent corporation controls the subsidiaries proven to perform actions within the scope of application of piercing the corporate veil. In addition, the parent corporation may also incur criminal liability if it is proved the parent corporation were also committing a crime of pollution and/or environmental damage done by the subsidiary.

Based on this research, it is advisable to make a special provision of group companies in Limited Company Act. In addition, it should be prioritizing the use of criminal law in a law enforcement environment that affects the survival of human beings, as well as the need to increase the moral of businessmen for committing violations of environmental laws.

Keywords: Responsibility Of The Parent Corporation To Subsidiaries, Pollution and/or Environmental Damage.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peran korporasi semakin dirasakan banyak mempengaruhi sektor-sektor kehidupan manusia di era globalisasi ini. Kehadiran korporasi banyak memberikan arti yang besar bagi dunia dan memberikan kontribusi bagi perkembangan suatu negara, terutama dalam bidang ekonomi, misalnya pemasukan negara dalam bentuk pajak maupun devisa, sehingga dampak korporasi tampak sangat positif.9

Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di Indonesia masih merupakan masalah yang besar, terutama masalah pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh korporasi. Pencemaran lingkungan tersebut terjadi dikarenakan kurangnya perhatian korporasi terhadap masalah pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup. Kondisi ini semakin parah apabila Pemerintah tidak melakukan tindakan yang tegas terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan lingkungan hidup akan semakin menurun daya

Namun, dampak yang diberikan oleh korporasi tidak selalu merupakan dampak positif melainkan juga terdapat dampak negatif, seperti banyak terjadinya pencemaran serta perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan korporasi.

9

Setiyono, Kejahatan Korporasi, Analisis Viktimologi Dan Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing Cet. 2, 2004), hal. 1


(19)

dukungnya dikarenakan pertumbuhan industri lebih diutamakan daripada pelestarian lingkungan.

Hessel mengatakan bahwa “pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan”. Hal ini sesuai dengan pemikiran Emil Salim yang mengatakan bahwa “penyumbang utama kerusakan lingkungan adalah industri, aktivitas industri telah menghasilkan kotoran limbah ampas industri yang sangat serius mencemarkan lingkungan”.10 Seringkali demi penghematan investasi dan pengurangan biaya produksi, korporasi tidak mempunyai fasilitas pengolah limbah industri, sehingga limbah atau sisa-sisa dari usaha industri dibuang secara bebas ke dalam sungai.11 Meningkatnya kegiatan industri beserta dengan perkembangan teknologi di era globalisasi ini juga menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan terus meningkat. Hal ini tentu menuntut perlindungan lingkungan hidup untuk mendapat perhatian hukum.12

Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dunia yang mengarah ke globalisasi memberikan peluang terhadap tumbuhnya korporasi dan perusahaan-perusahaan transnasional. Saat ini, perseroan terbatas merupakan bentuk badan usaha/korporasi yang paling banyak diminati saat ini oleh para pelaku usaha. Hal ini dikarenakan badan usaha berbentuk perseroan terbatas memiliki suatu ciri yang khusus dalam hal pertanggungjawabannya, yaitu pertanggungjawaban yang terbatas dari pemegang

10

Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Dan Manajemen Lingkungan Hidup, (Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004), hal. 1

11

M.T. Zen, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup,( Jakarta: Sinar Grafika, 1981), hal. 107

12

Alvi Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, (Jakarta: PT Sofmedia, 2009), hal. 28


(20)

saham perseroan, yang mengakibatkan pemegang saham tidak perlu bertanggung jawab secara pribadi terhadap hutang-hutang dari perseroan. Secara prinsipil, setiap perbuatan yang dilakukan oleh suatu badan hukum hanya badan hukum itu sendiri yang bertanggung jawab. Para pemegang saham tidak bertanggung jawab, kecuali sebatas nilai saham yang dimasukkannya.13

Suatu badan usaha/korporasi dalam kegiatan usahanya dapat juga dipecah-pecah menurut penggolongan bisnisnya dikarenakan sudah berkembang besar dan melebarnya bisnis perusahaan tersebut. Pemecahan bisnis tersebut, yang masing-masing akan menjadi perseroan terbatas yang mandiri, memerlukan suatu pengendalian yang masih tersentralisasi dalam batas-batas tertentu. Dengan demikian, pecahan-pecahan perusahaan tersebut dimiliki dan dikomandoi oleh suatu perusahaan yang mandiri pula, bersama-sama dengan dengan perusahaan-perusahaan lain yang mungkin telah terlebih dahulu ada, dengan pemilik yang sama atau minimal ada hubungan khusus.14

Dewasa ini, perusahaan grup menjadi bentuk usaha yang banyak diminati dan dipilih oleh pelaku usaha di Indonesia. Perkembangan terkini menunjukkan bahwa pengaruh perusahaan grup dalam kegiatan usaha di Indonesia semakin kuat. Data dari Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) tahun 1997 menunjukkan bahwa sebanyak 300 Perusahaan pemilik ini disebut dengan perusahaan induk (holding company/parent company) dan keseluruhan perusahaan tersebut beserta pecahan-pecahan bisnisnya disebut dengan perusahaan grup.

13

Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma HukumBisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 125

14


(21)

(tiga ratus) perusahaan grup di Indonesia memiliki 9.766 (sembilan ribu tujuh ratus enam puluh enam) unit bisnis. Memang pasca krisis tahun 1998, jumlah perusahaan grup di Indonesia berkurang dari 200-an (dua ratusan) menjadi tinggal 50-an (lima puluhan), tetapi pengaruh perusahaan grup menjadi makin kuat. Perkembangan perusahaan grup yang semakin meluas ini terjadi tidak hanya di Indonesia saja, melainkan juga terjadi melalui perusahaan-perusahaan multinasional yang melakukan kegiatan bisnisnya di wilayah yurisdiksi yang berbeda.15

Kasus pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh satu atau beberapa perusahaan anak bisa saja terjadi dalam suatu struktur perusahaan grup. Salah satu contoh kasus pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak yaitu kasus pencemaran lingkungan di sekitar Teluk Buyat yang dilakukan oleh PT. Newmont Minahasa Raya, yang merupakan perusahaan anak dari Newmont Mining Corporation yang berbasis di

Newmont Minahasa Raya tersebut menghasilkan dampak timbulnya penyakit-penyakit aneh yang diderita masyarakat di Teluk Buyat.

Adakalanya tindakan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan anak tersebut merupakan tindakan yang diharuskan untuk dilakukan oleh perusahaan induk demi memperoleh keuntungan tertentu. Memang sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut

15

Sulistiowati, Aspek Hukum Dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), hal. 2


(22)

UUPT) ataupun peraturan perundang-undangan lain bahwa aspek hukum dalam perusahaan grup masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan perusahaan anak sebagai subjek hukum mandiri16

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UUPPLH) pada dasarnya telah

, yang sama-sama dapat melakukan perbuatan hukum sendiri. Namun demikian, bukan berarti bahwa perusahaan induk tidak dapat bertanggungjawab terhadap tindakan yang dilakukan perusahaan anaknya, walaupun perusahaan induk dan perusahaan anak tersebut merupakan suatu entitas atau badan hukum mandiri yang terpisah.

Untuk dapat membebankan pertanggungjawaban perusahaan induk terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak di Indonesia, dapat dilakukan dengan menerapkan doktrin piercing the corporate veil. Penerapan doktrin piercing the corporate veil ini bertujuan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang perusahaan induk terhadap aktivitas perusahaan anaknya. Selain itu, tujuan lainnya adalah agar pembebanan pertanggungjawaban atas suatu tindakan pencemaran dan/atau lingkungan hidup dapat dikenakan terhadap pihak yang memang benar-benar bertanggungjawab, dalam hal ini yaitu perusahaan induk yang bersangkutan. Pertanggungjawaban yang dibebankan kepada perusahaan induk dapat berupa pertanggungjawaban perdata, pidana maupun administrasi, tergantung pada sejauh apa tindakan yang dilakukan dan efeknya terhadap lingkungan hidup.

16


(23)

memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan hidup. UUPPLH telah memuat asas dan prinsip-prinsip pokok pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan. UUPPLH di dalamnya juga terdapat beberapa pasal yang mengatur hal-hal mengenai tanggung jawab mutlak pencemar lingkungan, hak masyarakat dan organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan dan dapat dipidananya suatu korporasi, badan hukum, perseroan perserikatan, yayasan atau organisasi lain bila terbukti melakukan pencemaran lingkungan.

Pembebanan pertanggungjawaban pidana pada korporasi atas tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dapat diterapkan apabila dipenuhi semua unsur-unsur atau syarat-syarat berikut: 17

1. Tindak pidana tersebut (baik dalam bentuk commision maupun ommision) dilakukan atau diperintahkan oleh personil korporasi yang di dalam struktur organisasi korporasi memiliki posisi sebagai directing mind dari korporasi, yaitu personil yang memiliki posisi sebagai penentu kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan sah untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang mengikat korporasi tanpa harus mendapat persetujuan dari atasannya. Pertanggungjawaban korporasi hanya dapat diberlakukan dalam hal tindak pidana:

a. Dilakukan oleh pengurus, yaitu mereka yang menurut anggaran dasar secara formal menjalankan pengurusan korporasi, dan/atau

b. Dilakukan oleh mereka yang sekalipun menurut anggaran dasar korporasi bukan pengurus, tetapi secara resmi memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan yang mengikat korporasi secara hukum berdasarkan: 1) Pengangkatan oleh pengurus untuk memangku suatu jabatan dengan

pemberian kewenangan untuk mengambil keputusan sendiri dalam batas ruang lingkup tugas dan kewajiban yang melekat pada jabatannya itu untuk melakukan perbuatan yang secara hukum mengikat korporasi, atau

17

Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Jakarta: PT Grafiti Pers, 2007), hal 117 – 124.


(24)

2) Pemberian kuasa oleh pengurus atau oleh mereka sebagaimana disebut di atas untuk dapat melakukan perbuatan yang secara hukum mengikat korporasi.

c. Diperintahkan oleh mereka yang tersebut dalam huruf ‘a’ dan ‘b’ di atas, agar dilakukan oleh orang lain.

2. Tindak pidana yang dilakukan dalam rangka maksud dan tujuan korporasi. Kegiatan tersebut berupa kegiatan intra vires yaitu kegiatan yang sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditentukan dalam anggaran dasarnya.

3. Tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku atau atas perintah pemberi perintah dalam rangka tugasnya dalam korporasi. Artinya, apabila tindak pidana itu tidak berkaitan dengan tugas pelaku atau tugas pemberi perintah di dalam korporasi tersebut, sehingga karena itu personil tidak berwenang melakukan perbuatan yang mengikat korporasi, maka korporasi tidak dapat diharuskan untuk memikul pertanggungjawaban pidana.

4. Tindak pidana tersebut dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi. Manfaat dapat berupa keuntungan finansial atau non finansial atau dapat menghindarkan/mengurangi kerugian finansial maupun non finansial bagi korporasi.

5. Pelaku atau pemberi perintah tidak memiliki alasan pembenar atau alasan pemaaf untuk dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana.

Pertanggungjawaban pidana perusahaan induk terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak dapat dilakukan dengan menerapkan doktrin vicarious liability. Menurut doktrin tanggung jawab pengganti (vicarious liability), seseorang dimungkinkan untuk harus bertanggung jawab terhadap perbuatan orang lain.18 Jika doktrin ini diterapkan pada korporasi, maka korporasi dimungkinkan harus bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para pegawainya, kuasanya atau mandatarisnya, atau siapa saja yang bertanggung jawab kepada korporasi tersebut.19

18

John C. Coffe Jr, Corporate criminal Liability, dalam Sanford H Kadish (ED),

Encyclopedia of Crime and Justice, Volume 1, (New York: The Free Press., 1983), terjemahan Barda Nawawi Arief, UNDIP, Semarang, hal. 130.

19

Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 84-97

Singkatnya, apapun yang dilakukan seorang manajer ataupun majikan melalui agennya, hal ini sama dengan dia


(25)

melakukannya sendiri. Atau dengan kata lain, hukum memandang bahwa tindakan agen ataupun karyawan merupakan tindakan yang dilakukan oleh kepala atau majikan, dan bahwa pengetahuan agen atau karyawan merupakan pengetahuan dari kepala atau majikan.20

Pasal 116 ayat (2) UUPPLH di dalamnya terdapat “doktrin vicarious liability”. Berdasarkan doktrin vicarious liability ini, pelaku usaha dapat dituntut bertanggungjawab atas perbuatannya, termasuk perbuatan orang lain tetapi masih di dalam lingkungan aktivitas usahanya atau akibat yang bersumber dari aktivitasnya yang dapat merugikan orang lain. Menurut Pasal 116 ayat (2) UUPPLH, pihak perusahaan yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin, memiliki kapasitas pertanggungjawaban untuk dipidana.

Hal inilah yang mendasari bahwa perusahaan induk dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anaknya.

21

20

Eli Lederman, Models for Imposing Corporate Criminal Liability: From Adaptation and Imitation Toward Aggregation and the Search for Self-Identity, Buffalo Criminal Law Review Vol. 4:641-708, hal. 652

21

Alvi Syahrin, I, Op. Cit., hal. 46

Apabila dikaitkan dengan perusahaan grup, maka berdasarkan doktrin vicarious liability, pimpinan perusahaan grup (perusahaan induk) atau siapa saja yang memberi tugas atau perintah bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh bawahan atau karyawannya, termasuk perusahaan anaknya. Tanggung jawab ini diperluas hingga mencakup perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain. Dengan demikian, siapa saja yang bekerja dan dalam


(26)

hubungan apa saja pekerjaan itu dilakukan, selama hal tersebut dilakukan dalam hubungannya dengan perusahaan grup, menjadi tanggung jawab perusahaan induk.22

Perumusan ketentuan pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam UUPPLH, mencantumkan unsur sengaja atau kealpaan/kelalaian. Dicantumkannya unsur sengaja atau kealpaan, maka dapat dikatakan bahwa pertanggungjawaban pidana dalam UUPPLH menganut prinsip pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (liability based on fault). Artinya, UUPPLH menganut asas kesalahan atau culpabilitas.

23

Korporasi sebagai suatu subyek hukum yang semu, pertanggungjawabannya dapat berasal dari perundang-undangan atau ketentuan umum lainnya, dari tindakan atau kelalaian para direktur, pekerja atau agennya. Meski demikian, tidak dapat dikatakan bahwa pertanggungjawaban seorang direktur atau agen itu sepenuhnya dapat langsung dilimpahkan pada korporasinya, karena secara umum harus ditemukan terlebih dahulu pelanggaran dari peraturan tertentu oleh korporasi barulah dipertanyakan siapa yang melakukan kesalahan atau kelalaian tersebut untuk dimintakan pertanggungjawaban.24

Apabila melihat kepada kasus-kasus lingkungan di negara lain, misalnya di Amerika Serikat, sudah ada pengaturan bahwa perusahaan induk dapat bertanggung Begitu pula halnya dengan pertanggungjawaban pidana terhadap perusahaan induk.

22

Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, (Jakarta: PT Sofmedia, 2011), hal. 80-81

23

Muhammad Topan, Kejahatan Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup, (Bandung: Nusa Media, 2009), hal. 116

24


(27)

jawab terhadap tindakan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan anak. Ketentuan yang diberlakukan di Amerika salah satunya yaitu Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liability Act 1986 (CERCLA) yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup. Di Indonesia sendiri belum ada ketentuan yang secara tegas mengatur tentang pertanggungjawaban perusahaan induk terhadap tindakan perusahaan anak dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, baik dalam UUPT maupun di dalam UUPPLH. Hal inilah yang mengakibatkan masih sukarnya dilakukan penegakan hukuman terhadap perusahaan induk yang menjadi “otak” terjadinya tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anaknya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah di dalam penulisan tesis ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak dalam perusahaan grup?

2. Bagaimanakah tanggung jawab perdata perusahaan induk terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak? 3. Bagaimana konsep pertanggungjawaban pidana perusahaan induk terhadap

perusahaan anak dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup?


(28)

C. Tujuan Penelitian

Terkait dengan judul dan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak dalam perusahaan grup.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai tanggung jawab perdata perusahaan induk terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak .

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai konsep pertanggungjawaban pidana perusahaan induk terhadap perusahaan anak dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

Selain itu, penelitian tesis ini dilakukan dalam ruang lingkup yang terbatas hanya kepada badan usaha yang berbentuk badan hukum, khususnya perseroan terbatas, dan tujuan penelitian hanya berkisar kepada perusahaan induk dan perusahaan anak yang memiliki hubungan hukum dan adanya fakta pengendalian di dalamnya. Dengan demikian, hubungan permitraan dan hubungan kerja yang tidak memiliki fakta pengendalian tidak dimasukkan dalam penelitian tesis ini.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat baik yang bersifat praktis maupun teoretis.


(29)

Dari segi teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman dan pandangan baru serta dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep-konsep ilmiah yang ada. Dengan penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya pemahaman akademisi di bidang ilmu hukum, khususnya hukum lingkungan dan hukum bisnis.

Manfaat dari segi praktis, diharapkan penelitian dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembuat kebijakan dalam memformulasikan pertanggungjawaban korporasi dalam kaitannya pertanggungjawaban suatu perusahaan induk. Bagi para aparat penegak hukum diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam menentukan kebijakan serta langkah-langkah penanganan dan penyelesaian perkara-perkara yang berkaitan dengan pertanggungjawaban korporasi. Dengan demikian manfaat penelitian ini, yaitu:

1. Diketahuinya mengenai hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak dalam perusahaan grup.

2. Diketahuinya tanggung jawab perdata perusahaan induk terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak . 3. Diketahuinya konsep pertanggungjawaban pidana perusahaan induk terhadap

perusahaan anak dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.


(30)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian mengenai “Pertanggungjawaban Perusahaan Induk terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup” sejauh ini belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh mahasiswa terdahulu yang berkaitan dengan perusahaan induk dan perusahaan anak, antara lain:

1. Sofwan Tambunan, Analisis Terhadap Hubungan Antara Perusahaan Induk Dengan Anak Perusahaan (Studi Kasus PTPN IV Persero Dengan PT. Pamina Adolina).

2. Irma Atika Rangkuti, Hak Istimewa Dalam Perjanjian Pemberian Garansi Oleh Induk Perusahaan Terhadap Anak Perusahaan Dalam Kepailitan.

Walaupun telah ada beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan berkaitan dengan perusahaan induk dan perusahaan anak, namun aspek yang dibahas berbeda. Penelitian ini berfokus kepada pertanggungjawaban perusahaan induk terhadap perusahaan anak dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena aspek yang dibahas berbeda, yakni mengenai pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat dipertanggungjawabkan, karena dilakukan dengan nuansa keilmuan, kejujuran, rasional, objektif, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan akademis. Penelitian tesis ini dapat


(31)

dipertanggungjawabkan sepenuhnya apabila di kemudian hari ternyata penelitian tesis ini adalah perbuatan plagiat.

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Teori yang akan digunakan di dalam penelitian tesis ini adalah teori badan hukum, yang menjadi dasar hukum bagi adanya eksistensi dari suatu badan hukum korporasi, khususnya di dalam penelitian tesis ini yakni untuk menjelaskan hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak. Setelah mengetahui bagaimana hubungan hukum tersebut, maka doktrin tanggung jawab pengganti (vicarious liability) dapat dipakai di dalam menetapkan pertanggungjawaban pidana perusahaan induk terhadap tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak.

Korporasi sebagai suatu badan hukum (rechtpersoon) merupakan subjek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban selain manusia (natuurlijkpersoon). Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtpersoon) adalah badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, dan selanjutnya dijelaskan bahwa badan hukum itu adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia.25

25

Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Penerbit Alumni, 1999), hal. 18

Selain itu, R. Subekti mengatakan badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan


(32)

melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.26

Ada beberapa teori badan hukum yang dipergunakan dalam ilmu hukum dan perundang-undangan, yurisprudensi serta doktrin untuk pembenaran atau memberi dasar hukum baik bagi adanya maupun kepribadian hukum (rechtspersoonlijkheid) badan hukum dalam sejarah perkembangan badan hukum saat ini.27

Teori organ yang dikemukakan oleh sarjana Jerman yang bernama Otto von Gierke (1841-1921) menyatakan bahwa badan hukum itu seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum. Badan hukum itu menjadi suatu “verband personlichkeit”, yaitu suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantara alat-alat atau organ-organ badan tersebut, misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantara mulutnya atau dengan perantara tangannya jika kehendak itu ditulis di atas kertas. Apa yang diputuskan oleh organ-organ badan tersebut adalah kehendak dari badan hukum.

28

Selanjutnya, menurut teori organ, badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu merupakan suatu organisme yang riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Tujuan badan hukum menjadi kolektivitas,

26

Mulhadi, Hukum Perusahaan – Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hal. 74

27

Chidir Ali, Op. Cit., hal. 31

28

C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hal. 32


(33)

terlepas dari individu, yakni badan hukum tersebut merupakan suatu verband personlichkeit yang memiliki kehendak (gesamwille). Berfungsinya badan hukum disamakan dengan fungsi manusianya. Artinya, badan hukum tidak berbeda dengan manusia. Karena itu dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap perkumpulan orang adalah badan hukum.29

Dari teori organ ini kemudian timbul suatu teori yang merupakan penghalusan dari teori organ tersebut, yakni teori kenyataan yuridis (Juridische Realiteitsleer). Teori ini dikemukakan oleh sarjana Belanda, E. M. Meijers dan dianut oleh Paul Scholten. Menurut Meijers, badan hukum itu merupakan suatu realitas konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukam khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis. Meijers menyebut teori ini sebagai teori kenyataan yang sederhana (eenvoudige), dikarenakan teori ini menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia itu terbatas sampai pada bidang hukum saja. Dengan demikian, menurut teori kenyataan yuridis, badan hukum adalah wujud yang riil, sama riilnya dengan manusia dan lain-lain perikatan (verbintenis). Ini semua riil menurut hukum.30

Badan hukum sebagai gejala kemasyarakatan adalah suatu gejala yang riil, merupakan fakta benar-benar, dalam pergaulan hukum, walaupun tidak berwujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, kayu, dan sebagainya. Yang menjadi penting dalam pergaulan hukum ialah bahwa badan hukum mempunyai kekayaan

29

Ibid, hal. 33

30


(34)

yang sama sekali terpisah dari kekayaan anggotanya, yaitu dalam hal badan hukum itu merupakan suatu perusahaan/korporasi.31

Perseroan terbatas merupakan contoh dari manusia buatan (artificial person) atau badan hukum (legal entity). Meskipun perseroan bukan manusia secara alamiah, badan hukum itu bisa bertindak sendiri melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang diperlukan.

32

Perseroan terbatas sebagai makhluk atau subjek hukum artifisial disahkan oleh negara menjadi badan hukum memang tetap tidak bisa dilihat dan tidak dapat diraba. Namun demikian, hukum atau undang-undang memberikan kepadanya untuk menikmati semua hak yang dapat dimiliki dan dinikmati manusia atau person

alamiah. Perseroan memiliki kebangsaan, tempat kedudukan di negara mana perseroan berada, perseroan mempunyai hak untuk diperlakukan dan dilindungi dengan cara yang sama dengan proses yang dibenarkan hukum.33

Sebagai sebuah badan hukum, perseroan terbatas telah memenuhi unsur-unsur sebagai suatu badan hukum sebagaimana diatur dalam UUPT, yakni:34

1. Memiliki pengurus dan organisasi teratur

2. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking), termasuk dalam hal ini dapat digugat dan menggugat di depan pengadilan.

3. Mempunyai harta kekayaan sendiri. 4. Mempunyai hak dan kewajiban . 5. Memiliki tujuan sendiri.

31

Ibid, hal. 18-19

32

I. G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2005), hal. 7

33

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 72

34


(35)

Suatu perseroan terbatas, eksistensinya riil sebagai subjek hukum yang terpisah (separate legal entity) dan bebas (independent) dari pemiliknya atau pemegang sahamnya maupun dari pengurus dalam hal ini direksi perseroan terbatas. Secara terpisah dan independen perseroan terbatas melalui pengurus dapat melakukan perbuatan hukum, seperti melakukan kegiatan untuk dan atas nama perseroan terbatas membuat perjanjian, transaksi, menjual aset dan menggugat atau digugat serta dapat hidup dan bernapas sebagaimana layaknya manusia selama jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar belum berakhir. Walau perseroan terbatas tidak bisa dipenjarakan, akan tetapi dapat menjadi subjek perdata maupun tuntutan pidana dalam bentuk hukuman “denda”. Utang perseroan terbatas menjadi tanggung jawab mandiri dan kewajiban perseroan terbatas, dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai badan hukum atau entitas yang terpisah (separate entity) dan independen dari tanggung jawab pemegang saham.35

Perseroan terbatas adalah subjek hukum yang berstatus badan hukum yang salah satu karakteristiknya adalah tanggung jawab terbatas (limited liability) bagi para pemegang saham, anggota direksi dan komisaris. Dalam hal ini, setiap perbuatan yang dilakukan oleh suatu perseroan terbatas sebagai badan hukum, hanya badan hukum itu sendiri yang bertanggung jawab. Para pemegang saham tidak bertanggung jawab, kecuali sebatas nilai saham yang dimasukkannya. Namun, dalam hal-hal tertentu terdapat pengecualian terhadap berlakunya tanggung jawab terbatas tersebut apabila terbukti terjadi hal-hal sebagai berikut:

35


(36)

a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung

dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan

hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.36

Pengecualian berlakunya doktrin keterbatasan tanggung jawab pemegang saham tersebut dalam hukum perusahaan disebut dengan doktrin piercing the corporate veil. Dalam Black’s Law Dictionary, piercing the corporate veil adalah “the judicial act of imposing personal liability on otherwise immune corporate officers, directors, and shareholders for the corporation’s wrongful act”.37

Peraturan hukum di Indonesia yang mempunyai hubungan dengan doktrin

piercing the corporate veil yaitu peraturan-peraturan mengenai hukum perusahaan, antara lain dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Kitab

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa piercing the corporate veil merupakan tindakan hukum untuk memaksakan pertanggungjawaban pribadi yang mengenyampingkan kekebalan pejabat perusahaan, direksi, dan pemegang saham atas kesalahan korporasi.

36

Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

37

Henry Campbell Black, Black Law Dictionary, 8th Edition, (St. Paul Minn: West Publishing Co., 2004), hal. 1184


(37)

Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dan UUPT. Doktrin “piercing the corporate veil” yang diadopsi dalam UUPT selain Pasal 3 ayat (2), yaitu dalam:38 1. Pasal 104, tentang pengecualian tanggung jawab terbatas dewan direksi dalam

hal kepailitan yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi

2. Pasal 115, tentang pengecualian tanggung jawab terbatas dewan komisaris dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian dewan komisaris melakukan pengawasan terhadap pengurusan perseroan.

Doktrin piercing the corporate veil juga dapat diterapkan pada perusahaan dalam grup usaha dalam kaitannya dengan hubungan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak. Perusahaan induk dapat dikenakan pertanggungjawaban atas tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anaknya dengan menerapkan doktrin piercing the corporate veil. Posisi perusahaan induk dalam hal ini sangatlah penting. Apabila terbukti suatu perusahaan induk memegang kontrol pada tindakan operasional perusahaan anak maka dianggap perusahaan induk tersebut juga bertanggung jawab atas aktivitas perusahaan. Berkaitan dengan pencemaran lingkungan, maka partisipasi perusahaan induk dinilai dari sejauh mana kontrol perusahaan induk terhadap kebijakan pengelolaan dan pembuangan limbah yang dilakukan perusahaan anak.39

38

Shanti Rachmadsyah, Hukum Online: Hukum Perusahaan, dalam

39

Paramita Prananingtyas, Piercing The Corporate Veil In Environmental Law Cases, A Comparation Of America And Indonesian Law, hal. 6 dalam tanggal 17 Desember 2012


(38)

Banyak pengadilan di negara-negara common law, terutama di Inggris dan Amerika Serikat, yang menetapkan doktrin piercing the corporate veil untuk perusahaan dalam kelompok usaha dengan memberlakukan prinsip hubungan “agency” di antara perusahaan-perusahaan dalam 1 (satu) kelompok usaha. Demikian juga sering kali (tetapi tidak selamanya) suatu perusahaan dianggap sebagai “agen” perusahaan holding-nya (perusahaan induk).40

Korporasi dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana berdasarkan doktrin

vicarious liability dalam hal pertanggungjawaban pidana. Istilah “vicarious liability”

oleh Black diartikan sebagai indirect legal responsibility, for example, the liability of an employer for the acts of an employers, or principal for torts and contracts of an agent41

Pembentukan model doktrin atau ajaran vicarious liability diambil dari hukum perdata yang diterapkan ke dalam hukum pidana. Ajaran ini mengatur tentang perbuatan melawan hukum berdasarkan doctrine of respondeat superior. Menurut

doctrine of respondeat superior terdapat hubungan antara master dan servant atau antara principal dan agent, berlaku maxim yang berbunyi qui facit per alium facit per

(pertanggungjawaban hukum secara tidak langsung, misalnya, pertanggungjawaban majikan untuk tindakan karyawan, atau atasan untuk ganti rugi dan kontrak dari agen).

40

Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 16

41


(39)

se. Menurut maxim tersebut, seorang yang berbuat melalui orang lain dianggap dia sendiri yang melakukan perbuatan itu.42

Di Amerika Serikat, terdapat suatu doktrin respondeat superior yang berlaku di tingkat federal maupun di negara-negara bagian. Doktrin ini yang memberikan dasar bagi korporasi untuk bertanggung jawab atas tindakan agen-agennya atau karyawannya (tidak peduli apa posisi agen atau pegawai tersebut dalam hirarki korporasi dan apa jenis pelanggarannya). Namun, terdapat syarat yang harus dipenuhi yaitu:

43

1. Agen tersebut bertindak dalam ruang lingkup pekerjaannya, memiliki kewenangan untuk bertindak untuk korporasi yang berkaitan dengan bisnis korporasi tertentu yang telah dilakukan secara tercela dan merupakan kejahatan pidana;

2. Agen tersebut bertindak, setidaknya sebagian dari tujuannya untuk memajukan kepentingan bisnis korporasi tersebut.

Seiring waktu berlalu, selain dua syarat yang telah disebutkan di atas, pengadilan Amerika menambahkan syarat yang ketiga, yaitu tindak-tindak pidana tersebut disetujui, ditoleransikan atau disahkan oleh managemen korporasi. Syarat ini membuat doktrin ini semakin mirip dengan doktrin direct liability.44 Pertanggungjawaban ini dilekatkan kepada korporasi dan berlaku dalam kasus perdata maupun pidana, dan tidak memandang apakah agennya hanya karyawan biasa atau pejabat korporasi tingkat tinggi.45

42

Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 84 - 97

43

Eli Lederman, Op. Cit., hal. 654-655;

44

Ibid, hal. 655

45

Vikramaditya S. Khanna, Corporate Crime Legislation: A Political Economic Analysis, (Boston University School of Law, Working Paper No. 03-04, 2003), hal. 5


(40)

Doktrin vicarious liability yang memakai prinsip “respondeat superior” sebagai dasarnya masih mempertahankan fitur-fitur dari prinsip tersebut, yaitu menetapkan suatu pertanggungjawaban hukum terhadap seseorang atas perbuatan salah yang dilakukan oleh orang lain (the legal responsibility of one person for the wrongful acts of another).46 Pertanggungjawaban ini terjadi misalnya dalam hal perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang lain dalam ruang lingkup pekerjaan atau jabatannya. Dengan demikian, walaupun seseorang tidak melakukan sendiri suatu tindak pidana dan tidak mempunyai kesalahan dalam arti yang biasa, ia masih tetap dapat dipertanggungjawabkan.47

Pemilik korporasi dan karyawan merupakan dua entitas yang berbeda dan mandiri di dalam hukum, dan hanya salah satu dari dua entitas tersebut, yakni pemilik korporasi atau agen yang memang terlibat dalam tindakan atau pemikiran tersebut. Tetapi, berdasarkan pertimbangan dari kebijakan hukum yang berakar dari asosiasi dan hubungan atasan-bawahan yang ada di antara mereka, suatu pemikiran fiktif dapat dibentuk. Tindakan dan pemikiran dari salah seorang individual yang mengikuti perintah dari orang lain, merupakan tindakan atau pemikiran dari pemberi perintah itu sendiri. Pemikiran fiktif ini kemudian membentuk hukum bahwa

46

Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 33. Lihat juga Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, (Bandung: Mandar Maju, 1996), hal. 79: Persamaan antara strict liability dan vicarious liability tidak mensyaratkan adanya mens rea (unsur kesalahan). Perbedaannya, pada strict liability crimes pertanggungjawaban pidana bersifat langsung dikenakan pada pelakunya, sedangkan pada vicarious liability, pertanggungjawaban pidana bersifat tidak langsung.

47

Henny Darmayanti, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Tesis Program Magister Ilmu Hukum Kajian Sistem Peradilan Pidana (Semarang:Universitas Diponegoro, 2002), hal. 11


(41)

tindakan dari seseorang akan mengikat orang lain.48 Hal ini jugalah yang berlaku dalam hubungan antara perusahaan induk dan perusahaan anak, di mana walaupun mereka merupakan dua entitas yang berbeda dan mandiri, namun dikarenakan adanya hubungan asosiasi dan hubungan afiliasi yang ada di antara mereka, maka tindakan dari perusahaan anak akan dapat mengikat perusahaan induknya, seperti dapat dikenakannya pertanggungjawaban pidana.

Perusahaan induk dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atas tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak dalam hal pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dengan dasar bahwa tindak pidana tersebut tidak hanya dilakukan oleh perusahaan anak, tetapi perusahaan induk juga turut serta dalam terjadinya tindak pidana lingkungan tersebut. Hal ini dikarenakan perusahaan induk, yang juga merupakan pemegang saham dalam bisnis perusahaan anak dan dapat mempengaruhi dibuatnya suatu keputusan/kebijakan terhadap kegiatan perusahaan anak, dalam praktiknya kurang/tidak melakukan dan/atau mengupayakan kebijakan atau tindak pengamanan dalam rangka mencegah dilakukannya tindak terlarang berupa tindak pidana pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Hal ini dapat diartikan bahwa perusahaan induk itu menerima terjadinya tindakan terlarang tersebut, sehingga perusahaan induk dapat dinyatakan bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

48


(42)

2. Konsep

Beberapa kerangka konseptual dipandang perlu agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca dan memahami penulisan di dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Perusahaan induk (parent corporation), yaitu pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-perusahaan anak dalam suatu kesatuan ekonomi.49 Dalam Black’s Law Dictionary, parent corporation

diartikan sebagai a corporation that has a controlling interest in another corporation through ownership of more than one-half the voting stock.50

b. Perusahaan anak (subsidiary corporation), yaitu perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena lebih dari lima puluh persen sahamnya dimiliki oleh perusahaan induknya; lebih dari lima puluh persen suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikuasai oleh perusahaan induknya; dan atau kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh perusahaan induknya.51 Dalam Black’s Law Dictionary, subsidiary corporation adalah a corporation in which a parent corporation has a controlling share.52

49

Sulistiowati, Op. Cit., hal. 24

50

Henry Campbell Black, Op. Cit., hal. 367

51

Sulistiowati, Op. Cit., hal. 35. Lihat juga Memori Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT sebelum Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007).

52

Henry Campbell Black, Op. Cit., hal. 368


(43)

perusahaan anak atau subsidiary merupakan sebuah perusahaan dimana perusahaan induk memiliki saham pengendali.

c. Perusahaan grup, yaitu susunan induk dan anak-perusahaan anak yang berbadan hukum mandiri yang saling terkait erat sehingga perusahaan induk memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-perusahaan anak bagi tercapainya tujuan kolektif perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi.53

d. Hubungan hukum, yaituhubungan yang terjadi antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum lainnya dan/atau antara subyek hukum dengan obyek hukum yang terjadi dalam masyarakat dimana hubungan tersebut diatur oleh hukum dan karenanya terdapat hak dan kewajiban diantara pihak-pihak dalam hubungan hukum.54

e. Lingkungan hidup, yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.55

f. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh

53

Sulistiowati, Op. Cit., hal. 23

54

Hubungan Hukum, dikutip dari

tanggal 28 Juni 2013

55


(44)

kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.56

g. Kerusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.57

h. Tanggung jawab perdata adalah kewajiban kepada orang, yang karena perbuatannya telah menimbulkan kerugian, untuk mengganti kerugian yang telah ditimbulkannya terhadap orang lain.58

i. Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban setiap orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya.59

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.60

56

Pasal 1 angka 14 UUPPLH

57

Pasal 1 angka 16 UUPPLH

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai

58

Sanditia Gumilang, Tanggung Jawab Hukum Perdata, dikutip dari

59

Muhammad Topan, Op. Cit., hal. 115

60

Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2011), hal. 57


(45)

sebuah bangunan sistem norma mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).61

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan yuridis terhadap undang-undang dan pendekatan konsep.62

2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian ini dilakukan dengan mengolah dan menggunakan bahan hukum yang berkaitan dengan masalah “Pertanggungjawaban Perusahaan induk Terhadap Perusahaan anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup”.

Penelitian ini didasarkan pada bahan hukum yang bersumber dari tulisan-tulisan yang berkaitan dengan tesis ini. Adapun sumber bahan hukum yang dimaksud diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, yang terdiri dari: peraturan perundang-undangan, risalah resmi, dan dokumen resmi negara yang terkait dengan pelanggaran korporasi terutama pelanggaran terhadap tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta bentuk tanggung jawab yang harus diberikan oleh perusahaan induk dan asas-asas yang diterapkan dalam pertanggungjawaban tersebut. Dalam penelitian ini di antaranya adalah UUPT dan UUPPLH.

61

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 34

62

Bandingkan dengan Johnny Ibrahim, Op. Cit., hal. 302 dan Mukti Fajar ND dan Yulianto Acmad, Op. Cit., hal. 185.


(46)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menganalisa dan memahami bahan hukum primer yang ada, seperti buku-buku, jurnal-jurnal hukum, hasil-hasil penelitian, karya tulis ilmiah, beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan penelitian tesis ini.

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum, misalnya kamus hukum yang dipergunakan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum pada penelitian ini menggunakan teknik penelitian kepustakaan (library research). Teknik penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan bahan hukum melalui studi kepustakaan terhadap undang-undang, literatur-literatur, serta tulisan-tulisan para pakar hukum yang berkaitan dengan penelitian ini. Bahan hukum tersebut dikumpulkan dan dicatat menjadi kutipan langsung, ikhtisar dan analisis. Bahan hukum diperoleh dengan cara menginventarisasi semua undang-undang serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan pertanggungjawaban perusahaan induk terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak.


(47)

4. Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang telah diperoleh selanjutnya akan disusun dan dianalisis secara kualitatif, yakni dengan cara pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan pasal-pasal di dalam undang-undang yang relevan dengan permasalahan. Selanjutnya bahan hukum yang ada diuraikan dan dianalisis sedemikian rupa sesuai dengan permasalahan yang dibahas sehingga dapat disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan mengenai pertanggungjawaban perusahaan induk terhadap perusahaan anak dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.


(48)

BAB II

HUBUNGAN HUKUM ANTARA PERUSAHAAN INDUK DENGAN PERUSAHAAN ANAK DALAM PERUSAHAAN GRUP

A. Tinjauan Umum Mengenai Perusahaan Grup, Perusahaan Induk dan Perusahaan Anak

1. Perusahaan Sebagai Badan Hukum

Secara historis, istilah Perusahaan berasal dari Hukum Dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Istilah “Perusahaan” adalah istilah yang lahir sebagai akibat adanya pembaharuan dalam Hukum Dagang. Masuknya istilah Perusahaan dalam KUHD diawali dengan ditemukannya beberapa kekurangan atau kelemahan dalam KUHD. Saat ini, beberapa pasal dari Buku I KUHD tentang pedagang pada umumnya sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam dunia usaha atau perdagangan.63 Oleh karena itulah, sejak beberapa pasal dalam Buku I KUHD dicabut, maka sejak saat itu pula istilah dan pengertian pedagang dan perbuatan perdagangan (perniagaan) tidak layak lagi mewakili kepentingan kaum pedagang khususnya dan masyarakat pada umumnya yang kemudian memiliki hubungan, kepentingan dan atau ikut ambil bagian dalam aktivitas perusahaan.64

63

Mulhadi, Op. Cit., hal. 4

64


(49)

Pengertian perusahaan menurut Undang-Undang Stb. 1938-376, di samping mempunyai pengertian yuridis juga mempunyai pengertian ekonomis. Pengertian perusahaan tersebut mengandung unsur-unsur:65

a. Terus-menerus, b. Terang-terangan,

c. Dalam kedudukan tertentu,

d. Dengan maksud mencari keuntungan.

Suatu usaha yang tidak memiliki unsur-unsur seperti yang dimaksudkan di atas tidak dapat dikategorikan sebagai suatu perusahaan, melainkan hanya dapat dimasukkan ke dalam pengertian pekerjaan/jabatan (beroep) saja.66

Istilah Perusahaan dalam bahasa Indonesia mempunyai 3 (tiga) pengertian yang diadopsi dari istilah Belanda, yakni sebagai berikut:67

a. Onderneming

Dalam istilah onderneming tercermin seakan-akan adanya suatu kesatuan kerja (wekeenheid), namun ini terjadi dalam suatu perusahaan.

b. Bedrijf

Bedrijf diterjemahkan dengan “perusahaan”, yang mana dalam hal ini tercermin adanya penonjolan pengertian yang bersifat ekonomis yang bertujuan mendapatkan laba, dalam bentuk suatu usaha yang menyelenggarakan suatu perusahaan. Dengan kata lain, bedrijf ini merupakan kesatuan teknik untuk produksi, misalnya huisvlijt (home industry atau industri rumah tangga),

nijverheid (kerajinan atau keterampilan khusus), fabriek (pabrik). c. Vennootschap

Vennootschap mengandung pengertian juridis karena adanya suatu bentuk usaha yang ditimbulkan dengan suatu perjanjian untuk kerja sama dari beberapa orang sekutu atau pesero.

65

Chidir Ali, Op. Cit., hal. 104

66

Ibid, hal. 105

67


(50)

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui perbedaan pengertian perusahaan (bedrijf) dan onderneming yaitu jika bedrijf mengandung pengertian kesatuan finansial-ekonomis, maka onderneming merupakan suatu kesatuan kerja (werkeenheid) yang semata-mata mengandung pengertian ekonomis saja, dan kedua-duanya mengandung pengertian yang bersifat non juridis, sedangkan vennootschap

mengandung pengertian yang bersifat yuridis.68

Menurut Molengraaff, “perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan atau menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian perdagangan”. Molengraff di sini memandang pengertian perusahaan dari sudut ekonomi.69

Polak memandang bahwa perusahaan itu ada apabila diperlukan adanya perhitungan-perhitungan tentang laba-rugi yang dapat diperkirakan, dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan. Polak, dalam hal ini, memandang perusahaan dari sudut komersial.

70

Perbuatan perusahaan di sini memiliki dua unsur, yaitu: direncanakan terlebih dahulu tentang laba ruginya dan unsur kedua yakni semua itu dicatat dalam pembukuan.71

68

Ibid, hal. 7-8

69

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 7

70

Ibid, hal. 8

71

H. M. N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Cetakan keempat belas, (Jakarta: Djambatan, 2007), hal. 21

Unsur inilah yang membuat pengertian perbuatan perusahaan lebih luas dari pada pengertian perbuatan perniagaan yang sebelumnya diatur di dalam KUHD yang lama.


(51)

Saat ini, bentuk-bentuk perusahaan atau badan usaha yang ada di Indonesia sudah sangat beragam. Sebagian besar dari bentuk-bentuk badan usaha tersebut merupakan peninggalan pemerintah Belanda, di antaranya ada yang telah diganti dengan nama dalam bahasa Indonesia dan juga ada yang tetap menggunakan nama aslinya. Nama-nama yang belum diubah dan masih terus dipergunakan antara lain seperti Maatschap/Burgerlijk Maatschap, Vennootschap onder Firma atau Firma (Fa), dan Commanditaire Vennootschap (CV). Badan usaha yang telah diganti namanya dengan nama dalam bahasa Indonesia yakni perseroan terbatas (PT), yang sebenarnya berasal dari Naamloze Vennootschap (NV).72

Badan usaha terdiri dari badan usaha yang berbentuk badan hukum dan badan usaha yang bukan berbentuk badan hukum. Perbedaan yang mendasar antara bentuk usaha yang berbadan hukum dan bentuk usaha bukan badan hukum adalah, dalam bentuk badan usaha yang berbadan hukum terdapat pemisahan harta kekayaan dan pemisahan tanggung jawab secara hukum antara pemilik bentuk badan usaha badan hukum dengan badan hukum tersebut sendiri, sedangkan dalam bentuk badan usaha bukan badan hukum secara prinsip tidak ada pemisahan harta kekayaan dan pemisahan tanggung jawab secara hukum antara pemilik dan bentuk badan usaha itu sendiri.73

72

Mulhadi, Op. Cit., hal. 22

73

Pengertian Perseroan Terbatas atau PT, dalam Februari 2013


(52)

E. Utrecht menyatakan bahwa “badan hukum adalah badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak”. Selanjutnya, Utrecht menjelaskan bahwa “badan hukum itu adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia”.

Pengertian badan hukum juga diberikan oleh Soebekti yang menyatakan bahwa “suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti menerima serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat, dan menggugat di muka hakim”.74 Salim HS juga memberikan pengertian badan hukum sebagai “kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, hak dan kewajiban, serta organisasi.”75

Terbentuknya suatu pengertian badan hukum sudah tentu karena pada awalnya manusia di dalam hubungan hukum privat tidak hanya berhubungan terhadap sesama manusia saja, tetapi juga terhadap persekutuan. Apabila kepada suatu golongan hak milik atau suatu hak lain diakui, maka golongan itu menampakkan diri kepada hukum sebagai suatu subyek hukum baru yakni sebagai suatu badan hukum.76

Ada beberapa teori badan hukum yang dipergunakan dalam ilmu hukum dan perundang-undangan, yurisprudensi serta doktrin untuk pembenaran atau memberi

74

Handri Rahardjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2009), hal. 18

75

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal. 65

76

Ali Rido, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), hal. 5


(53)

dasar hukum baik bagi adanya maupun kepribadian hukum (rechtspersoonlijkheid) badan hukum dalam sejarah perkembangan badan hukum saat ini.77

Teori organ yang dikemukakan oleh sarjana Jerman yang bernama Otto von Gierke (1841-1921) menyatakan bahwa “badan hukum itu seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum”. Badan hukum itu merupakan suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia di dalam pergaulan hukum.

78

Badan hukum itu menjadi suatu “verband personlichkeit”, yaitu suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantara alat-alat atau organ-organ badan tersebut, misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantara mulutnya atau dengan perantara tangannya jika kehendak itu ditulis di atas kertas. Apa yang organ-organ badan tersebut putuskan adalah kehendak dari badan hukum.79

Selanjutnya, menurut teori organ, badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu merupakan suatu organisme yang riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Tujuan badan hukum menjadi kolektivitas, terlepas dari individu, yakni badan hukum tersebut merupakan suatu verband personlichkeit yang memiliki kehendak (gesamwille). Berfungsinya badan hukum disamakan dengan fungsi manusianya. Artinya, badan hukum tidak berbeda dengan

77

Chidir Ali, Loc. Cit.

78

Ali Rido,Op. Cit., hal. 10

79


(54)

manusia. Karena itu dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap perkumpulan orang adalah badan hukum.80

Kemudian dari teori organ ini timbul suatu teori yang merupakan penghalusan dari teori organ tersebut, yakni teori kenyataan yuridis (Juridische Realiteitsleer). Teori ini dikemukakan oleh sarjana Belanda, E. M. Meijers dan dianut oleh Paul Scholten. Menurut Meijers, “badan hukum itu merupakan suatu realitas konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis”. Meijers menyebut teori ini sebagai teori kenyataan yang sederhana (eenvoudige), dikarenakan teori ini menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia itu terbatas sampai pada bidang hukum saja. Dengan demikian, menurut teori kenyataan yuridis, badan hukum adalah wujud yang riil, sama riilnya dengan manusia dan lain-lain perikatan (verbintenis). Ini semua riil menurut hukum.81

Para ahli hukum mencoba membuat kriteria badan usaha atau perusahaan yang dapat dikelompokkan sebagai badan hukum dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:82

a. adanya pemisahan harta kekayaan antara perusahaan dan harta pribadi (pemilik);

b. mempunyai tujuan tertentu; c. mempunyai kepentingan sendiri; d. adanya organisasi yang teratur;

e. adanya pengakuan oleh peraturan perundang-undangan; f. adanya pengesahan dari pemerintah.

80

Ibid, hal. 33

81

Chidir Ali, Op. Cit., hal. 35

82


(55)

Salah satu bentuk badan hukum yang sering kita kenal adalah perseroan terbatas atau PT. Definisi perseroan terbatas dapat dilihat dari Pasal 1 angka (1) UUPT, yang berbunyi:

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”83

Perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia. Bentuk perseroan terbatas merupakan bentuk yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan asosiasi modal dan badan hukum yang mandiri. Selain itu, alasan lain yang menyebabkan perseroan terbatas cukup banyak diminati dalam praktik bisnis adalah karena perseroan terbatas diyakini dapat menjadi sarana untuk pemupukan modal yang lebih besar jika dibandingkan dengan bentuk badan usaha lainnya.84 Sebutan atau bentuk perseroan terbatas ini datang dari hukum dagang Belanda (WvK) dengan singkatan NV atau Naamloze Venootschap, yang singkatannya juga lama digunakan di Indonesia sebelum diganti dengan singkatan PT.85

83

Pasal 1 Angka (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

84

Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, (Bandung: Penerbit Nuansa Aulia, 2006), hal. 13

85

I. G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2005), hal. 1

Perseroan terbatas dapat dikatakan sebagai badan usaha yang paling sempurna di antara berbagai bentuk badan usaha lainnya.


(1)

perusahaan anak dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka disarankan agar dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Perlunya dibuat suatu ketentuan khusus dalam UUPT mengenai perusahaan grup, terutama dalam kaitannya dengan hubungan antara perusahaan grup dengan perusahaan anak serta pertanggungjawaban perusahaan induk. Selain itu, diperlukan juga penambahan dalam UUPPLH mengenai pengaturan perusahaan grup secara jelas. Hal ini dikarenakan bahwa yang menjadi kendala di dalam penegakan hukum perusahaan terkait perusahaan grup selama ini adalah ketidakjelasan pengaturan tentang perusahaan grup, perusahaan induk dan perusahaan anak itu sendiri dalam peraturan perundang-undangan.

2. Penegakan hukum pidana dalam bidang lingkungan hidup, terutama dalam hal pertanggungjawaban pidana korporasi, dalam hal ini pertanggungjawaban pidana perusahaan induk, dalam tindak pidana lingkungan hidup perlu diutamakan penggunaannya daripada hukum lainnya, seperti hukum perdata atau hukum administrasi, dan bukan sebagai langkah terakhir (ultimum remedium) khususnya terhadap masalah lingkungan hidup yang dampaknya sangat mempengaruhi lingkungan hidup dan manusia yang hidup di dalamnya.

3. Perlu peningkatan moral dari pelaku usaha untuk tidak melakukan pelanggaran hukum lingkungan hidup, karena bagaimanapun pelanggaran hukum dapat terjadi apabila kesadaran hukum dari pelaku usaha terhadap lingkungan hidup sangat rendah.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku dan Jurnal

Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung: Penerbit Alumni, 1999.

Arief, Barda Nawawi, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.

Amrullah, Arief, Kejahatan Korporasi, Malang: PT Bayumedia, 2006.

Atmasasmita, Romli, Perbandingan Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju, 1996. Black, Henry Campbell, Black Law Dictionary, 8th Edition, St. Paul Minn: West

Publishing Co., 2004.

Clinard, Marshall B and Peter C, Corporate Crime, The Free Press, New York, 1983. Coffe, John C. Jr, Corporate criminal Liability, dalam Sanford H Kadish (ED),

Encyclopedia of Crime and Justice, Volume 1, New York: The Free Press., 1983.

Corporations and Markets Advisory Committee, Personal Liability For Corporate Fault, Report, Australia: Australia Government, September 2006.

Darmayanti, Henny Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Tesis Program Magister Ilmu Hukum Kajian Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Universitas Diponegoro, 2002.

Fajar, Mukti ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Fuady, Munir, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

___________, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

Gillies, Peter, Criminal Law, Second Edition, Sydney: The Law Book Company Limited, 1990.


(3)

Griffin, Stephen, Company Law – Fundamental Principles, Third Edition, Great Britain: Pearson Education, 2000.

H.S, Salim, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Hamilton, Robert W., Cases and Materials on Corporations Including Partnerships and Limited Liability Companies, American Casebook Series, West Group, 2001.

Harahap, M. Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, 2002.

Harris, Freddy dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan Oleh Direksi, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010.

Hatrik, Hamzah, Asas Pertanggungajwaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia (Strict Liability and Vicarious Liability), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Hutabarat, Pheo Marojahan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas Terkait Dengan Organisasi Perusahaan: Suatu Tinjauan Praktek, Pelatihan Calon Advokat – 2008 Kerjasama Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Dengan PERADI, Jakarta: Hutabarat, Halim & Rekan, 2008.

Ibrahim, Johannes, Hukum Organisasi Perusahaan: Pola Kemitraan Dan Badan Hukum, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006.

Ibrahim, Johnny, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, 2011.

Kansil, C. S. T. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986.

Khanna, Vikramaditya S., Corporate Crime Legislation: A Political Economic Analysis, Boston University School of Law, Working Paper No. 03-04, 2003.


(4)

Lederman, Eli, Models for Imposing Corporate Criminal Liability: From Adaptation and Imitation Toward Aggregation and the Search for Self-Identity, Buffalo Criminal Law Review Vol. 4: 641-708, 2000.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Kencana, 2010.

Mulhadi, Hukum Perusahaan – Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010.

Pop, Anca Iulia, Criminal Liability of Corporations – Comparative Jurisprudence, Michigan State University College of Law, 2006.

Purwosutjipto, H. M. N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Cetakan keempat belas, Jakarta: Djambatan, 2007. Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1996.

Priyatno, Dwidja, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia, Bandung: CV Utomo, 2004.

Rahardjo, Handri, Hukum Perusahaan, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2009. Rido, Ali, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Penerbit Alumni, 1986.

Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, Bandung: Penerbit Nuansa Aulia, 2006.

Setiyono, Kejahatan Korporasi, Analisis Viktimologi Dan Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing, Cet. 2, 2004.

Sjahdeini, Sutan Remy, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: PT Grafiti Pers, 2007.

Soemitro, Rochmat, Penuntun: Perseroan Terbatas Dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, Bandung: PT. Eresco, 1979.


(5)

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1984.

Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Bandung: Sinar Baru, 1983. ________, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang: Fakultas Hukum UNDIP,

1990.

Sulistiowati, Aspek Hukum Dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010.

Suparni, Niniek , Pelestarian, Pengelolaan Dan Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta: Sinar Grafika, 1992.

Supriadi, Hukum Lingkungan Indonesia – Sebuah Pengantar, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Sutojo, Siswanto dan E. John Aldridge, Good Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat, Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka, 2008.

Syahrin, Alvi, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, Jakarta: PT Sofmedia, 2009.

______________, Ketentuan Pidana dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, Jakarta: PT Sofmedia, 2011.

Tangkilisan, Hessel Nogi S., Kebijakan Dan Manajemen Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004.

Topan, Muhammad, Kejahatan Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup, Bandung: Nusa Media, 2009.

Usman, Racmadi, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2004.

Widawati, Rita Diah, Tanggung Jawab Perusahaan induk Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Perusahaan anak, Tesis, 2009.

Widjaja, Gunawan, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris, Dan Pemilik PT, Jakarta: Forum Sahabat, 2008.


(6)

Widjaya, I. G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Jakarta: Kesaint Blanc, 2005.

Zen, M.T., Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, Jakarta: Sinar Grafika, 1981.

B. Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

C. Internet

Alvi Syahrin, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, dalam

Hubungan Hukum, dikutip dari diakses tanggal 28 Juni 2013

Paramita Prananingtyas, Piercing The Corporate Veil In Environmental Law Cases, A Comparation Of America And Indonesian Law, hal. 6 dalam

Pengertian Perseroan Terbatas atau PT, dalam diakses tanggal 14 Februari 2013

Sanditia Gumilang, Tanggung Jawab Hukum Perdata, dikutip dari

diakses tanggal 28 Juni 2013

Shanti Rachmadsyah, Hukum Online: Hukum Perusahaan, Januari 2013